Potensi Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati Laut Indonesia

Potensi Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati Laut Indonesia

Informasi dokumen

Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 224.14 KB
Jurusan Ilmu Kelautan atau Manajemen Sumber Daya Kelautan
Jenis dokumen Bagian dari makalah atau bab pendahuluan skripsi/tesis
  • Ekonomi Kelautan
  • Keanekaragaman Hayati
  • Sumber Daya Perikanan

Ringkasan

I.Kekayaan Sumber Daya Laut Indonesia dan Ancaman Illegal Fishing

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar dunia dengan garis pantai sepanjang 108.000 km², memiliki kekayaan hayati laut yang luar biasa. Potensi ekonomi dari perikanan (tangkap dan budidaya), terumbu karang, bioteknologi kelautan, pariwisata bahari, minyak dan gas bumi, serta energi kelautan sangat besar, diperkirakan mencapai 82 miliar dolar AS per tahun. Namun, potensi ini terancam oleh illegal fishing yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 30 triliun per tahun, menurut FAO. Data menunjukkan bahwa pencurian ikan skala besar dilakukan oleh kapal asing dari negara-negara seperti Cina, Thailand, dan Filipina, mengakibatkan hilangnya sumber daya perikanan dan pendapatan negara. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, termasuk terumbu karang seluas 50.875 km² (51% dari kawasan Asia Tenggara dan 18% dunia).

1. Potensi Sumber Daya Laut Indonesia

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 18.110 pulau dan garis pantai sepanjang 108.000 km, memiliki kekayaan sumber daya laut yang sangat besar. Potensi ini meliputi sumber daya yang dapat diperbarui seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, perikanan pasca panen, hutan mangrove, terumbu karang, dan industri bioteknologi kelautan. Selain itu, terdapat juga sumber daya yang tidak dapat diperbarui seperti minyak bumi dan gas, bahan tambang, dan mineral. Indonesia juga kaya akan energi kelautan seperti pasang surut, gelombang, dan angin, serta jasa lingkungan seperti pariwisata, perhubungan laut, dan kepelabuhanan. Secara potensial, nilai ekonomi total dari produk perikanan dan bioteknologi kelautan Indonesia diperkirakan sebesar 82 miliar dolar AS per tahun. Data World Resources Institute (2002) menunjukkan luas terumbu karang Indonesia mencapai 50.875 km², mewakili 51% terumbu karang di Asia Tenggara dan 18% di dunia. Penelitian The Nature Conservancy di Papua Barat pada tahun 2002 bahkan menemukan 537 jenis karang dan 1.074 jenis ikan, mewakili 75% jenis karang yang pernah ditemukan di dunia. Potensi ekonomi pariwisata bahari juga sangat besar, mengingat Queensland, Australia dengan garis pantai 2.100 km mampu menghasilkan devisa 2 miliar dolar AS. FAO (2003) memperkirakan potensi ekonomi kelautan lestari sumber daya ikan (SDI) laut Indonesia sekitar 6,4 juta ton per tahun, atau 7,5% dari total potensi lestari ikan laut dunia. Produksi ikan Indonesia saat ini mencapai 6 juta ton per tahun. Potensi industri bioteknologi kelautan juga sangat besar, mencakup industri farmasi (omega-3, squalence, dll.), kosmetika, dan bioenergi.

2. Ancaman Illegal Fishing terhadap Kekayaan Laut Indonesia

Kekayaan sumber daya laut Indonesia menghadapi ancaman serius dari praktik illegal fishing. FAO memperkirakan kerugian ekonomi akibat illegal fishing di Indonesia mencapai Rp 30 triliun per tahun, sekitar 25% dari total potensi perikanan (1,6 juta ton per tahun). Pencurian ikan sering dilakukan oleh kapal-kapal asing, terutama dari Cina, Thailand, dan Filipina, di wilayah perairan Indonesia seperti Laut Cina Selatan, perairan Sulawesi Utara, dan Laut Arafura. Data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 2.207 kapal ikan yang diperiksa, 184 kapal diproses secara hukum, termasuk 89 kapal ikan asing. Kerugian negara akibat illegal fishing diperkirakan mencapai Rp 439,6 miliar (termasuk subsidi BBM Rp 23,8 miliar), dengan sumber daya perikanan yang diselamatkan sekitar Rp 381 miliar (setara dengan 43.208 ton ikan). Dari tahun 2003-2007, DKP berhasil merampas 148 kapal ilegal. Perbandingan dengan negara lain, seperti Australia yang pada tahun 2006 menangkap 2.000 nelayan ilegal dan 243 kapal asing dengan hukuman denda Rp 5,7 miliar dan penjara 3 tahun, menunjukkan perbedaan signifikan dalam penegakan hukum. Indonesia memiliki kelemahan dalam hal finansial, kelembagaan, dan teknologi dalam menangani illegal fishing, sementara Australia dianggap sebagai negara maju dengan teknologi canggih. Oleh karena itu, kerjasama internasional menjadi penting untuk mengatasi masalah ini.

II.Kerjasama Indonesia Australia dalam Penanggulangan Illegal Fishing Perjanjian Lombok

Untuk mengatasi masalah illegal fishing, Indonesia menjalin kerjasama dengan Australia melalui Perjanjian Lombok (ditandatangani 13 November 2006). Perjanjian ini bertujuan meningkatkan keamanan maritim dan menangani penangkapan ikan ilegal. Kerjasama ini didorong oleh kepentingan bersama: Indonesia membutuhkan bantuan teknologi dan penegakan hukum yang lebih kuat untuk melindungi sumber daya perikanannya, sementara Australia melihat Indonesia sebagai jalur perdagangan internasional penting. Meskipun Perjanjian Lombok memberikan kerangka kerja kerjasama, tantangan masih ada, termasuk pembatasan sumber daya manusia dan teknologi di Indonesia. Australia, di sisi lain, memiliki keberhasilan dalam menindak illegal fishing, seperti penangkapan 2000 nelayan ilegal dan 243 kapal asing pada tahun 2006, dengan hukuman yang berat bagi pelanggar.

1. Latar Belakang Kerjasama dan Perjanjian Lombok

Kerjasama Indonesia-Australia dalam penanggulangan illegal fishing dipicu oleh kerugian besar yang diderita Indonesia akibat praktik pencurian ikan skala besar. Kerjasama ini diwujudkan melalui Perjanjian Lombok, yang ditandatangani pada 13 November 2006 di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Perjanjian ini diinisiasi oleh Dr. N. Hasan Wirayuda (Indonesia) dan Alexander Downer (Australia). Salah satu poin penting dalam perjanjian tersebut adalah kerjasama maritim untuk mengatasi illegal fishing. Menurut jurnalis Australia, Duncan Graham, perjanjian ini juga bertujuan meredakan ketegangan antara Indonesia dan Australia yang muncul setelah 43 warga Papua meminta suaka politik di Australia. Perjanjian Lombok, yang tidak memiliki batas waktu berakhir, menekankan prinsip saling menguntungkan dan menghormati kedaulatan masing-masing negara sesuai Piagam PBB. Indonesia mengajukan dua syarat penting dalam perjanjian ini: Australia tidak mendukung gerakan separatisme di Indonesia dan tidak menjadi basis bagi kelompok pro-kemerdekaan Papua. Perjanjian ini menjadi penting bagi Australia untuk mengatasi illegal fishing, dan bagi Indonesia untuk mengatasi ancaman internal dan eksternal.

2. Isi dan Tujuan Perjanjian Lombok dalam Penanggulangan Illegal Fishing

Perjanjian Lombok mengatur 21 kerjasama dalam 10 bidang, termasuk kerjasama maritim untuk memerangi illegal fishing. Tujuan utama kerjasama ini adalah meningkatkan keamanan maritim dan mengurangi kerugian ekonomi akibat penangkapan ikan ilegal. Indonesia memiliki kepentingan untuk melindungi sumber daya kelautan dan kedaulatan maritimnya, yang terancam oleh kurangnya teknologi dan kapasitas penegakan hukum dalam menghadapi illegal fishing. Australia, di sisi lain, memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas regional dan keamanan jalur perdagangan internasional yang melintasi wilayah Indonesia. Kerjasama ini diharapkan dapat memberikan solusi yang menguntungkan kedua negara dengan saling melengkapi kekuatan dan kapasitas masing-masing. Meskipun terdapat komitmen kerjasama yang kuat, tantangan masih tetap ada, khususnya dalam hal implementasi di lapangan dan kesenjangan kapasitas antara kedua negara dalam teknologi dan penegakan hukum. Definisi illegal fishing dalam konteks perjanjian ini mencakup kegiatan perikanan yang tidak sah, tidak diatur, atau tidak dilaporkan, termasuk penangkapan ikan tanpa izin, dengan izin palsu, menggunakan alat tangkap terlarang, atau menangkap jenis/spesies ikan yang tidak sesuai izin.

III.Kepentingan Nasional dan Kerjasama Bilateral Indonesia Australia

Kerjasama bilateral antara Indonesia dan Australia dalam penanganan illegal fishing didasari oleh kepentingan nasional masing-masing negara. Bagi Indonesia, kerjasama ini krusial untuk melindungi kedaulatan maritim, mengamankan potensi ekonomi kelautan, dan meningkatkan keamanan nasional. Sementara bagi Australia, kerjasama ini penting untuk menjaga stabilitas regional, mengamankan jalur perdagangan, dan mencegah dampak negatif dari illegal fishing di perairan regional. Suksesnya kerjasama ini bergantung pada visi dan misi bersama, serta koordinasi yang efektif dalam pelaksanaan Perjanjian Lombok dan upaya-upaya penanggulangan illegal fishing lainnya. Tantangan utama adalah ketidakseimbangan kekuatan dan kapasitas antara kedua negara dalam penegakan hukum dan teknologi.

1. Kepentingan Nasional Indonesia dan Australia

Kerjasama Indonesia-Australia dalam penanggulangan illegal fishing didasarkan pada kepentingan nasional masing-masing negara. Bagi Indonesia, kepentingan nasional terkait dengan keamanan maritim, perlindungan sumber daya perikanan, dan peningkatan keamanan nasional. Ancaman illegal fishing menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan dan mengancam kedaulatan negara. Indonesia membutuhkan dukungan teknologi dan kapasitas penegakan hukum yang lebih kuat untuk mengatasi masalah ini. Australia juga memiliki kepentingan nasional dalam kerjasama ini. Indonesia merupakan jalur perdagangan internasional penting bagi Australia, sehingga stabilitas keamanan maritim di wilayah Indonesia sangat krusial bagi kepentingan ekonomi Australia. Oleh karena itu, mencegah illegal fishing di perairan Indonesia juga melindungi kepentingan ekonomi Australia. Kedua negara memiliki tujuan yang sama, yaitu penanggulangan illegal fishing, meskipun kepentingan spesifik masing-masing negara berbeda. Keberhasilan kerjasama ini bergantung pada kesamaan visi dan misi, serta koordinasi yang efektif dalam implementasi.

2. Kerjasama Bilateral sebagai Solusi

Kerjasama bilateral Indonesia-Australia dalam konteks penanggulangan illegal fishing dipandang sebagai kerangka kerja untuk memelihara stabilitas keamanan. Kerjasama ini difokuskan pada upaya bersama untuk mengatasi masalah-masalah di perbatasan kedua negara. Indonesia berupaya meningkatkan stabilitas keamanan domestiknya, sementara Australia berkontribusi melalui keunggulan teknologinya. Konsep kerjasama bilateral diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua pihak, dengan semangat kerjasama dan saling memberi (give and take) untuk membangun kedua negara. Adanya permasalahan di perbatasan, seperti belum adanya kesepakatan yang jelas dalam mengatur lalu lintas dan pengelolaan perbatasan, menunjukkan pentingnya kerjasama bilateral. Dampak negatif dari illegal fishing yang terus terjadi meliputi eksploitasi besar-besaran sumber daya ikan, penurunan pendapatan negara, dan kurangnya pengawasan di perairan Indonesia. Faktor-faktor penyebab illegal fishing meliputi kesengajaan melakukan penangkapan ikan di wilayah yang tidak disepakati, ketidaktahuan hukum, kemiskinan, dan kebiasaan turun-temurun nelayan lintas batas. Kerjasama bilateral dianggap sebagai solusi karena kepentingan nasional kedua negara yang tidak dapat dipenuhi secara unilateral. Kerjasama internasional, dalam konteks ini, dilihat dari sejauh mana keuntungan bersama dapat mendukung kepentingan bersama, dan bukan tindakan unilateral yang kompetitif.

Referensi dokumen

  • Potensi Ekonomi Kelautan (Republika)