Perkembangan Teknologi Informasi dan Dampaknya terhadap Media Sosial

Perkembangan Teknologi Informasi dan Dampaknya terhadap Media Sosial

Informasi dokumen

Sekolah

Institut Teknologi Bandung (ITB) (Mungkin, berdasarkan konteks dokumen)

Jurusan Ilmu Komputer, Teknik Informatika, atau Hukum (bergantung pada fokus studi)
Tempat Bandung (Mungkin, berdasarkan konteks dokumen)
Jenis dokumen Esai atau Bab dari Tesis/Skripsi
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 350.00 KB
  • teknologi informasi
  • media sosial
  • penyalahgunaan internet

Ringkasan

I.Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pencemaran Nama Baik melalui Media Sosial Twitter

Tesis ini meneliti penyidikan kasus pencemaran nama baik melalui media sosial Twitter, khususnya di Polresta Malang. Perkembangan teknologi informasi, termasuk kemudahan akses internet dan maraknya penggunaan Twitter, telah memunculkan modus baru tindak pidana seperti pencemaran nama baik. Tesis ini menganalisis teknik penyidikan yang digunakan oleh pihak kepolisian dalam menangani kasus-kasus tersebut, serta kendala yang dihadapi, terutama terkait pengumpulan bukti digital dalam konteks Undang-Undang ITE (UU ITE), khususnya Pasal 27 ayat 3. Beberapa kasus pencemaran nama baik melalui Twitter dibahas sebagai ilustrasi, termasuk kasus Ched Evans (berita Tempo), Denny Indrayana, Benny Handoko (@benhan), dan kasus anggota DPRD Kota Malang. Hukum Pidana Indonesia, khususnya Pasal 310 KUHP, juga dibahas sebagai landasan hukum terkait pencemaran nama baik.

1. Perkembangan Teknologi Informasi dan Munculnya Tindak Pidana Baru

Bagian latar belakang diawali dengan penjelasan tentang bagaimana perkembangan pesat teknologi informasi, komunikasi, dan media elektronik telah mengintegrasikan sistem dunia dalam berbagai aspek (sosial, budaya, ekonomi, dan keuangan). Disebutkan bahwa teknologi informasi merupakan bagian dari telematika, istilah yang pertama kali digunakan di Indonesia pada tahun 1978 di Laboratorium Telematika ITB. Evolusi teknologi informasi, dari telegraf hingga internet, dijelaskan secara singkat, menekankan peran penemuan-penemuan seperti kode Morse oleh Samuel Morse dan telepon oleh Alexander Graham Bell. Internet kemudian disebut sebagai terobosan besar yang memudahkan akses informasi, namun di sisi lain juga memunculkan modus-modus baru tindak pidana. Kemudahan akses internet dan tarif yang murah dari berbagai provider penyedia layanan internet menyebabkan penggunaan internet semakin meluas, sehingga meningkatkan potensi munculnya kejahatan baru di dunia maya. Teknologi informasi yang bersifat lintas batas (borders world) meningkatkan efisiensi dan kecepatan, namun juga menimbulkan tantangan baru dalam penegakan hukum.

2. Ilustrasi Kasus Pencemaran Nama Baik Melalui Twitter

Bagian ini memberikan beberapa contoh kasus pencemaran nama baik melalui Twitter untuk memperkuat argumen. Disebutkan kasus pesepakbola Ched Evans yang dibicarakan luas di Twitter hingga menghasilkan lebih dari 6000 tweet, memicu reaksi dan denda bagi beberapa individu yang dianggap memberikan komentar tidak pantas. Kemudian, kasus Wamenkum HAM Denny Indrayana yang dilaporkan oleh OC Kaligis ke Polda Metro Jaya (LP/2010/VIII/2012/PMJ/Dit.Reskrim.Um) karena cuitannya di Twitter yang dianggap sebagai pencemaran nama baik. Selanjutnya, kasus Benny Handoko (@benhan) yang dihukum enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun karena pencemaran nama baik terhadap Misbakhun melalui cuitannya di Twitter. Kasus terakhir yang dibahas adalah kasus anggota DPRD Kota Malang yang dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik melalui Twitter dan blog, dengan pelaku yang belum teridentifikasi karena diduga menggunakan fasilitas umum seperti warnet. Kasus-kasus ini digunakan sebagai ilustrasi untuk menunjukkan bagaimana Twitter, dengan jangkauannya yang luas dan kemudahan aksesnya, rentan terhadap penyalahgunaan yang menyebabkan pencemaran nama baik.

3. Regulasi Hukum Pencemaran Nama Baik

Dokumen ini menjelaskan landasan hukum yang mengatur pencemaran nama baik, baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 310 maupun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 ayat 3. Pasal 310 KUHP menjelaskan tentang pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda bagi yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang secara terang-terangan. Sedangkan Pasal 27 ayat 3 UU ITE mengatur tentang pidana bagi siapa saja yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan informasi elektronik yang mengandung penghinaan atau pencemaran nama baik. UU ITE Pasal 27 ayat 3 dianggap sebagai lex specialis (hukum khusus) dibandingkan Pasal 310 dan 311 KUHP dalam konteks pencemaran nama baik melalui media elektronik. Perbedaan penanganan kasus pencemaran nama baik melalui SMS dan Twitter juga disinggung, dengan Twitter menghadirkan kesulitan bagi polisi dalam melacak pelaku karena penggunaan nama samaran dan anonimitas. Pasal 311 KUHP juga disebut sebagai rujukan terkait fitnah.

4. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Bagian ini menjabarkan rumusan masalah penelitian yang berfokus pada penyidikan perkara pencemaran nama baik melalui media sosial Twitter di Polresta Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami serangkaian tindakan penyidik dalam mencari dan mengumpulkan bukti dalam perkara pencemaran nama baik melalui Twitter, serta mengidentifikasi kendala yang dihadapi penyidik dalam mengungkap kasus tersebut. Manfaat penelitian ini diuraikan untuk akademisi, aparat negara, dan pengembangan ilmu hukum. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penyempurnaan prosedur penyidikan kasus pencemaran nama baik melalui media sosial Twitter, khususnya dalam hal pencarian bukti dan teknologi informasi yang digunakan kepolisian. Penelitian ini juga diharapkan mendorong pemerintah untuk meninjau dan menyempurnakan teknologi dan sistem informasi yang digunakan kepolisian serta peraturan terkait untuk menunjang kinerja dan memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum yang optimal bagi masyarakat.

II.Tinjauan Pustaka Penyidikan dan Pencemaran Nama Baik

Bagian ini membahas teori-teori hukum dan literatur yang relevan dengan penyidikan kasus pencemaran nama baik. Diteliti definisi dan wewenang penyidik, etika profesi penyidik, sejarah penyidikan di Indonesia, serta berbagai teknik penyidikan, termasuk pengumpulan bukti digital dalam kasus cybercrime. Studi ini juga merujuk pada konsep hukum sebagai alat rekayasa sosial ('Law as a tool of social engineering').

1. Definisi dan Pengertian Penyidik

Bagian tinjauan pustaka ini membahas secara sistematis teori-teori yang berhubungan dengan penyidik. Ini mencakup uraian tentang istilah dan pengertian penyidik itu sendiri, mencakup definisi yang komprehensif dan menyeluruh tentang peran dan tugas penyidik dalam sistem penegakan hukum. Pembahasan ini penting sebagai landasan untuk memahami tindakan penyidik yang akan dianalisis dalam penelitian. Penjelasan tersebut akan membentuk kerangka teoritis untuk menganalisis tindakan-tindakan penyidik dalam mencari bukti pencemaran nama baik melalui Twitter. Bagian ini memberikan dasar pemahaman yang kuat tentang konsep penyidik dan perannya dalam proses penegakan hukum, khususnya dalam konteks kasus pencemaran nama baik di media sosial.

2. Etika dan Profesi Penyidik

Sub-bab ini membahas etika dan profesionalisme yang seharusnya dipegang oleh seorang penyidik. Pembahasan ini mencakup kode etik, standar profesional, serta aturan-aturan yang berlaku bagi seorang penyidik dalam melaksanakan tugasnya. Bagian ini penting karena etika dan profesionalisme penyidik sangat berkaitan dengan kualitas penyidikan dan pencarian bukti yang adil dan objektif. Standar etika ini akan menjadi tolok ukur untuk menilai tindakan-tindakan penyidik yang diteliti dalam penelitian ini. Hal ini untuk memastikan bahwa proses penyidikan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan etika yang berlaku.

3. Sejarah Penyidik di Indonesia dan Wewenang Penyidik

Sub-bab ini memberikan gambaran sejarah perkembangan institusi dan peran penyidik di Indonesia. Hal ini untuk memberikan konteks historis dan perkembangan peran penyidik dalam sistem penegakan hukum Indonesia. Penjelasan ini akan memberikan pemahaman tentang evolusi peran dan wewenang penyidik dari waktu ke waktu. Selanjutnya, diuraikan secara detail mengenai wewenang penyidik dalam melaksanakan tugasnya, khususnya dalam konteks pengumpulan bukti. Pembahasan ini sangat penting karena akan memberikan dasar hukum dan prosedural bagi analisis tindakan penyidik dalam penelitian. Dengan mengetahui wewenang penyidik, penelitian ini dapat menilai apakah tindakan penyidik telah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Teknik Penyidikan

Bagian ini menjabarkan berbagai teknik penyidikan yang relevan dengan konteks penelitian, khususnya dalam pengumpulan bukti digital. Ini meliputi metode dan strategi yang digunakan dalam proses penyidikan untuk mendapatkan informasi dan bukti yang dibutuhkan dalam sebuah kasus. Penjelasan ini akan mencakup berbagai metode dan teknik pengumpulan bukti, termasuk teknik yang khusus digunakan dalam kasus cybercrime. Pengetahuan tentang teknik penyidikan ini akan membantu dalam memahami dan menganalisis efektivitas dan efisiensi tindakan penyidik dalam menangani kasus pencemaran nama baik melalui media sosial. Pembahasan juga akan mempertimbangkan perkembangan teknologi dan dampaknya terhadap teknik penyidikan modern.

5. Hukum sebagai Alat Rekayasa Sosial

Bagian ini membahas konsep hukum sebagai alat rekayasa sosial ('Law as a tool of social engineering') sesuai dengan konsep Roscoe Pound. Pembahasan ini akan memberikan perspektif yang lebih luas tentang peran hukum dalam masyarakat, terutama dalam menangani perkembangan teknologi dan munculnya bentuk kejahatan baru seperti pencemaran nama baik melalui media sosial. Konsep ini akan memberikan kerangka pemikiran untuk menganalisis bagaimana hukum berperan dalam mengatur dan menangani permasalahan yang timbul akibat perkembangan teknologi. Dengan memahami konsep ini, penelitian dapat memberikan rekomendasi yang lebih komprehensif dan relevan untuk penyempurnaan sistem penegakan hukum.

III.Metodologi Penelitian Pengumpulan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis untuk menganalisis tindakan penyidik dalam mencari bukti dalam kasus pencemaran nama baik melalui Twitter. Metode penelitiannya meliputi pengumpulan data primer (observasi di Polresta Malang) dan data sekunder (literatur hukum, artikel, dll), serta data tersier (bahan hukum pendukung). Teknik pengumpulan data primer menggunakan studi lapangan (field research) berupa wawancara dan observasi. Data dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan proses penyidikan dan kendala yang dihadapi oleh pihak kepolisian dalam menangani kasus-kasus pencemaran nama baik di media sosial Twitter.

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, suatu metode yang memberikan penjelasan atau gambaran lengkap tentang tindakan penyidik dalam mencari barang bukti perkara pencemaran nama baik melalui media sosial Twitter. Metode ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses penyidikan yang dilakukan. Penelitian ini menekankan pada proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis dan terukur untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode penelitian yang konsisten dan sistematis ini penting untuk memastikan validitas dan reliabilitas temuan penelitian. Dengan metode deskriptif analitis, penelitian ini akan mampu memberikan gambaran yang jelas dan terperinci mengenai proses penyidikan kasus pencemaran nama baik melalui Twitter di lapangan.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder, serta data tersier sebagai data pendukung. Data primer berupa data hasil observasi penelitian di Polresta Malang yang bersifat otoritatif karena merupakan hasil kegiatan dari lembaga yang berwenang. Data sekunder meliputi hasil kesimpulan seminar, makalah, artikel, ceramah, dan kuliah mengenai teknik penyidikan. Data tersier merupakan bahan hukum yang memberi petunjuk terhadap bahan hukum Primer dan Sekunder, dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan peneliti. Penggunaan berbagai jenis data ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang permasalahan yang diteliti. Integrasi data primer, sekunder, dan tersier akan memberikan kekuatan analisis yang lebih baik dan kesimpulan yang lebih berbobot.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan studi lapangan (field research) yang meliputi wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi langsung dari pihak-pihak yang terkait dengan proses penyidikan kasus pencemaran nama baik melalui Twitter. Observasi dilakukan secara sistematis dan terencana untuk mengamati secara langsung proses penyidikan di Polresta Malang. Studi lapangan yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan terarah ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan penelitian. Penggunaan metode wawancara dan observasi secara terintegrasi akan menghasilkan data yang lebih kaya dan komprehensif. Data yang dikumpulkan akan dijadikan sebagai bahan analisis untuk menjawab rumusan masalah penelitian.

4. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Metode ini digunakan untuk memberikan penjelasan atau gambaran secara lengkap tentang tindakan penyidik dalam mencari barang bukti perkara pencemaran nama baik melalui media sosial Twitter. Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis secara sistematis dan dikaji dengan bantuan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Analisis data ini akan dilakukan secara deskriptif untuk mendeskripsikan proses penyidikan secara rinci. Kemudian, analisis akan dilakukan untuk mengidentifikasi pola, kendala, dan rekomendasi untuk perbaikan proses penyidikan. Hasil analisis ini kemudian akan dijadikan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan dan memberikan rekomendasi bagi peningkatan efektivitas penyidikan kasus pencemaran nama baik di media sosial Twitter.

IV.Hasil Penelitian dan Pembahasan Kasus Pencemaran Nama Baik di Polresta Malang

Bab ini menyajikan temuan penelitian terkait proses penyidikan kasus pencemaran nama baik melalui Twitter di Polresta Malang. Analisis difokuskan pada tindakan penyidik dalam mencari dan mengumpulkan bukti, serta kendala yang dihadapi, seperti kesulitan melacak pelaku yang menggunakan akun anonim atau fasilitas umum (warnet). Hasil penelitian diharapkan memberikan gambaran lengkap tentang praktik penyidikan di lapangan dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan prosedur penyidikan dalam konteks hukum Indonesia dan perkembangan teknologi.

1. Analisa dan Gagasan Peneliti

Bab ini menyajikan analisis dan gagasan peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Polresta Malang. Fokus utamanya adalah pada tindakan penyidik dalam mencari barang bukti dalam perkara pencemaran nama baik melalui media sosial Twitter. Pembahasan akan memberikan penjelasan dan interpretasi atas hasil penelitian terhadap tindakan penyidik, baik dari segi metode yang digunakan maupun kendala yang dihadapi dalam proses penyidikan. Analisis ini akan mendalam dan mencakup aspek-aspek kritis dari proses penyidikan kasus pencemaran nama baik melalui Twitter di Polresta Malang. Hasil analisis ini akan memberikan gambaran yang lengkap dan mendalam tentang praktik penyidikan di lapangan, mencakup keberhasilan, tantangan, dan rekomendasi untuk perbaikan di masa depan.

2. Tindakan Penyidik dalam Mencari Barang Bukti

Bagian ini akan menjabarkan secara detail langkah-langkah atau tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam mencari barang bukti dalam kasus pencemaran nama baik melalui Twitter. Ini akan mencakup metode, teknik, dan strategi yang digunakan oleh penyidik Polresta Malang dalam mengumpulkan bukti digital. Analisis akan mencakup penggunaan berbagai sumber data, teknik wawancara, dan observasi lapangan untuk memahami proses penyidikan secara menyeluruh. Deskripsi rinci tentang tindakan penyidik ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang proses penyidikan dan identifikasi potensi perbaikan di masa mendatang. Pembahasan akan meliputi juga keadaan dan kondisi lapangan yang berkaitan dengan proses penyidikan tersebut.

3. Kendala Penyidik dalam Mengungkap Kasus Pencemaran Nama Baik melalui Twitter

Bagian ini akan membahas berbagai kendala yang dihadapi oleh penyidik Polresta Malang dalam mengungkap kasus pencemaran nama baik melalui Twitter. Kendala tersebut dapat berupa kesulitan dalam melacak pelaku yang menggunakan akun anonim atau fasilitas umum (warnet), sulitnya memperoleh bukti digital yang kuat, atau keterbatasan sumber daya dan teknologi. Analisis akan mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan penyidik dalam mengungkap kasus ini. Pembahasan ini akan memberikan gambaran nyata tentang tantangan yang dihadapi aparat penegak hukum dalam era digital. Hasil analisis akan menjadi dasar untuk memberikan rekomendasi yang relevan dalam upaya peningkatan efektivitas penyidikan kasus sejenis di masa mendatang.

4. Rekomendasi dan Kesimpulan

Berbasis pada temuan dan analisis, bagian ini akan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas penyidikan kasus pencemaran nama baik melalui Twitter. Rekomendasi bisa berupa saran untuk penyempurnaan prosedur penyidikan, peningkatan keterampilan penyidik dalam menangani bukti digital, atau perbaikan regulasi yang berkaitan. Kesimpulan akan merangkum temuan penting penelitian dan menunjukkan kontribusi penelitian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan praktik penyidikan di Indonesia. Kesimpulan akan juga mencakup batasan penelitian dan saran untuk penelitian lebih lanjut dalam konteks pencemaran nama baik di media sosial.