Perkembangan Studi Hubungan Internasional dan Peran Wikileaks

Perkembangan Studi Hubungan Internasional dan Peran Wikileaks

Informasi dokumen

Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 1.08 MB
  • Hubungan Internasional
  • Wikileaks
  • Teori dan Konsep

Ringkasan

I.Teori dan Konsep Hubungan Internasional dalam Perspektif Wikileaks

Skripsi ini meneliti dampak kebocoran kawat diplomatik Amerika Serikat oleh Wikileaks terhadap hubungan diplomatik antar negara. Berbagai teori dan konsep dalam Hubungan Internasional, khususnya mengenai interaksi antar aktor negara dan non-negara (organisasi internasional, LSM, individu), menjadi landasan analisis. Perkembangan Hubungan Internasional yang pesat, ditandai dengan munculnya aktor baru dan kompleksitas globalisasi ekonomi, menjadi konteks penting pemahaman dampak Wikileaks. Peran Julian Assange sebagai tokoh sentral Wikileaks dalam memperjuangkan transparansi dan kebebasan informasi juga diteliti.

1. Perkembangan Teori dan Konsep Hubungan Internasional

Bagian awal mendeskripsikan perkembangan dinamis teori dan konsep dalam studi Hubungan Internasional. Munculnya aktor-aktor baru dalam panggung global, meningkatnya gelombang aktivisme pembangkangan, kompleksitas globalisasi ekonomi, dan munculnya gerakan-gerakan masyarakat dunia, memaksa para ahli Hubungan Internasional untuk terus melakukan pembaruan studi dan teori-teori yang ada. Tujuannya agar teori-teori tersebut mampu menjawab dan menjelaskan perubahan-perubahan dimensi dalam studi Hubungan Internasional. Disebutkan bahwa Hubungan Internasional, khususnya hubungan antar negara, merupakan cabang ilmu yang terus berkembang. Mengacu pada The Dictionary of World Politics, Hubungan Internasional diartikan sebagai studi mengenai interaksi antar aktor yang melewati batas negara. Ini menekankan pentingnya analisis multi-aktor dalam memahami dinamika hubungan internasional kontemporer, sebuah kerangka yang relevan untuk memahami konteks kebocoran dokumen oleh Wikileaks.

2. Wikileaks dan Julian Assange Motivasi dan Metode

Bagian ini memperkenalkan Wikileaks dan pendirinya, Julian Paul Assange, seorang aktivis internet dan jurnalis asal Australia. Assange digambarkan memiliki kemampuan hacking dan menciptakan terobosan dengan membangun situs yang membocorkan dokumen-dokumen rahasia. Motivasi di balik Wikileaks dijelaskan sebagai perjuangan untuk menegakkan nilai-nilai demokrasi, pemerintahan yang terbuka, dan keadilan. Wikileaks dilihat sebagai alat untuk mengungkap informasi yang disembunyikan dari publik global. Ini menggarisbawahi aspek transparansi dan akses informasi sebagai elemen kunci dalam pemahaman peran Wikileaks dalam lanskap Hubungan Internasional. Tindakan Wikileaks dijelaskan sebagai respon terhadap kondisi dunia yang penuh dengan persengkongkolan para penguasa dan manipulasi informasi untuk menutupi berbagai permasalahan.

3. Hubungan Internasional sebagai Kerangka Analisis Wikileaks

Bagian ini menghubungkan aktivitas Wikileaks dengan kerangka teoritis Hubungan Internasional. Wikileaks dipandang sebagai aktor non-negara yang berpengaruh dalam politik internasional, berinteraksi dengan aktor negara dan non-negara lainnya. Dengan demikian, studi mengenai Wikileaks menjadi bagian tak terpisahkan dari studi perilaku internasional, baik aktor negara maupun non-negara. Ini secara eksplisit menempatkan Wikileaks dalam kerangka studi Hubungan Internasional, bukan sebagai fenomena yang berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian integral dari dinamika politik internasional. Bagian ini penting karena menegaskan relevansi analisis Hubungan Internasional dalam memahami dampak kebocoran informasi Wikileaks terhadap hubungan antar negara.

II.Wikileaks dan Kebocoran Informasi

Wikileaks, dengan Julian Assange sebagai pemimpinnya, membocorkan 251.287 dokumen rahasia kawat diplomatik Amerika Serikat dari 274 kedutaan besar. Kebocoran informasi ini meliputi berbagai isu, termasuk mata-mata AS terhadap sekutunya di PBB, penutupan mata atas pelanggaran HAM, penilaian terhadap pemimpin dunia (Muammar Khadafi, Felipe Calderon, Recep Tayyip Erdogan, Susilo Bambang Yudhoyono), dan hubungan negara seperti Singapura-Malaysia. Kebocoran informasi ini menimbulkan reaksi beragam dari negara-negara yang terlibat.

1. Skala Kebocoran Informasi Wikileaks

Dokumen ini menjelaskan skala besar kebocoran informasi yang dilakukan oleh Wikileaks. Disebutkan bahwa Wikileaks telah berhasil membocorkan 251.287 dokumen rahasia berupa kawat diplomatik Amerika Serikat. Dokumen-dokumen tersebut berasal dari 274 kedutaan besar Amerika Serikat di seluruh dunia. Jumlah dokumen yang sangat besar ini menunjukkan skala signifikansi kebocoran tersebut dan potensi dampaknya terhadap hubungan internasional. Kebocoran ini bukan sekadar peristiwa kecil, melainkan sebuah fenomena yang berpotensi mengganggu stabilitas politik global dan hubungan antar negara. Besarnya jumlah dokumen yang bocor juga menunjukkan luasnya akses yang dimiliki Wikileaks ke dalam informasi rahasia negara adikuasa seperti Amerika Serikat.

2. Isi Kebocoran Kawat Diplomatik dan Tokoh Tokoh yang Terlibat

Dokumen-dokumen yang bocor tersebut berisi berbagai informasi sensitif. Di antaranya adalah pengungkapan kegiatan mata-mata Amerika Serikat terhadap sekutunya di PBB, pembiaran atas tindakan korupsi dan pelanggaran HAM di negara-negara tertentu, dan penilaian Amerika Serikat terhadap sejumlah pemimpin dunia. Beberapa tokoh yang disebut namanya antara lain Muammar Khadafi (Libya), Felipe Calderon (Meksiko), Recep Tayyip Erdogan (Turki), Susilo Bambang Yudhoyono (Indonesia), dan penilaian Singapura terhadap Malaysia. Bahkan, penilaian Duta Besar Amerika Serikat Heather Hodges terhadap pemerintahan Presiden Rafael Correa juga terungkap. Selain itu, ada pula penyebutan Angela Merkel sebagai "teflon" dan Rusia sebagai "negara mafia". Informasi-informasi tersebut menunjukkan cakupan luas kebocoran dan implikasi bagi hubungan bilateral dan multilateral antar negara.

3. Dampak Kebocoran terhadap Hubungan Internasional dan Reaksi Amerika Serikat

Kebocoran kawat diplomatik tersebut berdampak signifikan pada hubungan negara-negara yang namanya disebut dalam pemberitaan Wikileaks, termasuk Amerika Serikat sendiri. Hillary Clinton secara langsung menyatakan bahwa kebocoran tersebut membahayakan keamanan nasional Amerika Serikat dan berdampak pada komunitas internasional, baik dalam bentuk aliansi, kemitraan, maupun negosiasi. Ini menunjukkan bahwa kebocoran informasi tersebut bukan hanya masalah internal Amerika Serikat, tetapi juga berpotensi mengganggu kerjasama internasional secara luas. Pernyataan Hillary Clinton ini menggarisbawahi keprihatinan serius pemerintah Amerika Serikat terkait implikasi dari kebocoran informasi rahasia negara yang dilakukan oleh Wikileaks.

III.Dampak Pemberitaan Media terhadap Hubungan Diplomatik

Skripsi ini menganalisis dampak pemberitaan media yang bersumber dari kebocoran Wikileaks terhadap hubungan diplomatik antar negara. Reaksi negara-negara bervariasi, dari yang relatif rendah (surat protes) hingga tinggi (persona non grata, penarikan duta besar). Hubungan diplomatik AS dengan negara-negara yang namanya terungkap dalam kebocoran Wikileaks terpengaruh, seperti yang dinyatakan oleh Hillary Clinton mengenai dampak terhadap keamanan nasional dan kerja sama internasional. Analisis ini menggunakan pendekatan komunikasi internasional perspektif propagandis, melihat bagaimana media membentuk opini publik dan mempengaruhi hubungan antar negara.

1. Analisis Dampak Pemberitaan Media atas Kebocoran Wikileaks

Bagian ini berfokus pada analisis dampak pemberitaan media terhadap hubungan diplomatik antar negara sebagai konsekuensi dari kebocoran informasi Wikileaks. Pemberitaan media yang gencar terkait kebocoran kawat diplomatik Amerika Serikat oleh Wikileaks menjadi pusat perhatian. Studi ini meneliti bagaimana publikasi informasi-informasi tersebut mempengaruhi hubungan diplomatik negara-negara yang terlibat dalam kebocoran tersebut. Permasalahan utama yang diangkat adalah sejauh mana dampak pemberitaan media yang bersumber dari kebocoran tersebut terhadap hubungan diplomatik antar negara. Ini menekankan pentingnya peran media dalam membentuk persepsi dan reaksi publik terhadap peristiwa-peristiwa internasional, khususnya yang berkaitan dengan diplomasi dan hubungan antar negara.

2. Reaksi Negara Negara Terhadap Pemberitaan Media

Studi ini mengamati beragam reaksi negara-negara terhadap pemberitaan media terkait kebocoran Wikileaks. Reaksi tersebut bervariasi, menunjukkan perbedaan tingkat keparahan dampak yang dialami. Beberapa negara menunjukkan reaksi yang tergolong "high reaktif", seperti menjatuhkan status persona non grata, penarikan duta besar, atau pengunduran diri perwakilan diplomatik. Sementara negara lain menunjukkan reaksi yang lebih rendah atau "low reaktif", seperti pengiriman surat protes atau konfirmasi kepada negara atau perwakilan diplomatik terkait. Variasi reaksi ini menunjukan kompleksitas hubungan internasional dan bagaimana negara-negara merespon tantangan informasi yang diungkap oleh Wikileaks melalui filter pemberitaan media.

3. Pendekatan Komunikasi Internasional Perspektif Propagandis

Analisis dampak pemberitaan media menggunakan pendekatan komunikasi internasional perspektif propagandis. Pendekatan ini menekankan peran media dalam membentuk, mengarahkan, dan mempengaruhi opini publik. Aktivitas media dalam mempublikasikan informasi dari kebocoran Wikileaks dilihat sebagai upaya mempengaruhi opini publik, yang pada akhirnya berdampak pada reaksi dari pemerintah dan masyarakat negara-negara yang terkait. Konsep propaganda, yang didefinisikan sebagai proses diseminasi informasi untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku, menjadi kerangka analisis penting dalam memahami dampak pemberitaan media. Studi ini tidak hanya melihat dampak langsung kebocoran informasi, tetapi juga bagaimana pemberitaan media membentuk persepsi dan reaksi yang lebih luas.

IV.Kajian Pustaka dan Metodologi

Skripsi ini merujuk pada penelitian terdahulu, antara lain penelitian Dian Pratiwi Rahmat tentang strategi propaganda AS melalui VOA di Indonesia, dan penelitian Suud Fitria Alwi Assegaff tentang peran Al-Jazeera dalam diplomasi Qatar. Metodologi penelitian bersifat deskriptif kualitatif, menggunakan data sekunder dari studi pustaka (buku, artikel, media cetak dan elektronik) untuk menganalisis dampak kebocoran Wikileaks dan pemberitaan media terhadap hubungan diplomatik. Analisis difokuskan pada periode 2006-2011.

1. Penelitian Terdahulu

Bagian kajian pustaka dimulai dengan merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Disebutkan skripsi Dian Pratiwi Rahmat (2009) yang berjudul "Strategi Propaganda Amerika Serikat Melalui Media VOA (Voice of America) di Indonesia", yang membahas peran media dalam propaganda dan pembentukan opini publik di Indonesia terkait isu-isu Islam pada masa pemerintahan Barack Obama. Skripsi ini menunjukan bagaimana Amerika Serikat menggunakan media untuk mempengaruhi citra negaranya di Indonesia. Selain itu, skripsi Suud Fitria Alwi Assegaff (2009) tentang "Peran Televisi Al-Jazeera bagi Diplomasi Qatar" juga dibahas, menekankan perkembangan fungsi media dalam politik internasional dan bagaimana media dapat digunakan sebagai alat diplomasi, khususnya oleh negara berkembang. Kedua penelitian ini memberikan kerangka teoritis dan empiris untuk memahami bagaimana media mempengaruhi hubungan antar negara, yang relevan dengan studi kasus Wikileaks.

2. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data mengandalkan studi pustaka, meliputi buku, tulisan, artikel, media cetak, dan elektronik. Data yang digunakan adalah data sekunder, yang berarti informasi diperoleh tidak langsung dari sumbernya, melainkan melalui literatur-literatur yang telah ada. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, menjelaskan dan memaparkan fenomena kebocoran Wikileaks dan dampaknya terhadap hubungan diplomatik antar negara. Penelitian ini bersifat induktif, berusaha menganalisis bagaimana publikasi media yang terkait dengan kebocoran Wikileaks telah mempengaruhi hubungan antar negara yang disebutkan dalam bocoran tersebut. Batasan waktu penelitian ditetapkan mulai dari kemunculan Wikileaks pada tahun 2006 hingga 2011.