Peran Pemerintah Desa Wonocoyo dalam Konservasi Penyu di Pesisir Pantai Selatan

Peran Pemerintah Desa Wonocoyo dalam Konservasi Penyu di Pesisir Pantai Selatan

Informasi dokumen

Penulis

Rizki Karimi Abi Yunus Efendi

school/university Universitas Muhammadiyah Malang
subject/major Ilmu Pemerintahan
Jenis dokumen Skripsi
city_where_the_document_was_published Malang
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 306.69 KB
  • Otonomi
  • Konservasi Penyu
  • Pemerintah Desa

Ringkasan

I.Latar Belakang Konservasi Penyu di Indonesia

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki peran krusial dalam konservasi penyu. Populasi penyu semakin terancam punah akibat eksploitasi berlebihan, baik untuk konsumsi (seperti kasus di Bali yang menjadi pusat konsumsi penyu terbesar di dunia) maupun perdagangan telur penyu. Meskipun pemerintah telah menetapkan penyu sebagai hewan yang dilindungi, perburuan dan perdagangan ilegal masih marak terjadi. Oleh karena itu, upaya pelestarian penyu di Indonesia sangat penting dan mendesak.

1. Status Populasi Penyu di Indonesia

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 13.466 pulau (data Timnas PNR 2007-2010), menjadi habitat dan jalur migrasi penting bagi berbagai spesies penyu. Namun, populasi penyu saat ini semakin menurun drastis karena ancaman dari faktor alam dan aktivitas manusia. Eksploitasi berlebihan, baik untuk konsumsi maupun perdagangan, menjadi masalah utama. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan perlindungan spesies penyu, perburuan, termasuk pengambilan telur penyu, masih marak terjadi di berbagai daerah. Hal ini menyebabkan populasi penyu yang sudah langka semakin terancam punah. Contoh nyata adalah kasus pembantaian penyu di Bali, yang sejak tahun 1970-an menjadi pusat konsumsi penyu terbesar di dunia, dengan daging penyu bahkan menjadi hidangan umum, bukan hanya untuk upacara adat. Tingginya permintaan menyebabkan populasi penyu merosot tajam, terlihat dari berkurangnya jumlah penyu yang naik ke darat untuk bertelur setiap tahunnya.

2. Ancaman terhadap Kelangsungan Hidup Penyu

Berbagai faktor mengancam kelangsungan hidup penyu di Indonesia. Data Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan pemanfaatan sumber daya penyu belum dilakukan secara bijak, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara tingkat pemanfaatan dan pertambahan populasi. Di Bali, konsumsi daging penyu, terutama penyu hijau, telah menjadi kebiasaan, bahkan untuk jamuan tamu, bukan hanya ritual adat. Untuk memenuhi kebutuhan ini, daging penyu didatangkan dari berbagai daerah seperti Kepala Burung Irian (sekitar Sorong), Sulawesi Selatan (daerah Takabone Rate), Maluku, dan Nusa Tenggara. Selain Bali (khususnya Kabupaten Badung), pembantaian penyu juga terjadi di kota-kota lain seperti Manado, Ambon, dan Ujung Pandang (Makassar). Perburuan dan eksploitasi berlebihan tanpa memperhatikan pelestarian menyebabkan penyu semakin terancam punah. Konservasi penyu hijau di Bali, meskipun telah ada upaya pembebasan lahan seluas 20 area sejak tahun 2003 oleh Gubernur Bali, masih membutuhkan upaya lebih besar lagi untuk mengatasi permasalahan ini secara menyeluruh. Contoh lain adalah Konservasi Penyu Kurma Asih di Desa Perancak, Jembrana, Bali, yang dibentuk pada tahun 1997 oleh mantan pemburu penyu yang beralih menjadi pelestari setelah mendapat pembinaan dari pemerintah dan LSM.

3. Perlunya Upaya Pelestarian Penyu

Melihat kondisi tersebut, diperlukan tindakan nyata dari pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk menyelamatkan penyu dari kepunahan. Upaya pelestarian penyu, antara lain melindungi telur penyu di alam dan melepaskan tukik ke laut, seperti yang dilakukan dalam konservasi penyu hijau di Bali. Upaya ini harus berkelanjutan meskipun membutuhkan biaya yang cukup besar. Penting untuk memahami bahwa penyu memiliki wilayah jelajah yang luas untuk mencari makan dan bertelur di pantai berpasir. Terdapat tujuh jenis penyu laut, lima di antaranya berada di perairan Indonesia, dan empat jenis ditemukan di Pantai Sukamade, Taman Nasional Meru Betiri. Penyu hijau (Chelonia Mydas), salah satu spesies yang dilindungi UU Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, memiliki populasi terbesar di dunia dibandingkan enam spesies penyu lainnya. Upaya pelestarian penyu harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat lokal.

II.Studi Kasus Konservasi Penyu di Desa Wonocoyo Trenggalek

Penelitian ini fokus pada peran Pemerintah Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, dalam konservasi penyu di Pantai Selatan, khususnya di Taman Kili-Kili. Taman Kili-Kili merupakan lokasi penting migrasi dan berkembang biak penyu, termasuk jenis penyu hijau, penyu sisik, penyu abu-abu/lekang, dan penyu belimbing. Studi ini mengkaji kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Desa dalam upaya konservasi penyu, langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut, dan manfaat dari program konservasi penyu bagi desa.

1. Lokasi dan Jenis Penyu di Taman Kili Kili

Penelitian ini berfokus pada upaya konservasi penyu di Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, khususnya di Taman Kili-Kili. Taman Kili-Kili di pesisir pantai selatan Trenggalek merupakan lokasi penting bagi migrasi dan berkembang biaknya penyu. Sebelum adanya upaya konservasi, masyarakat Dusun Bendogolor di Desa Wonocoyo sering menemukan penyu bertelur di daerah ini, terutama antara bulan Mei hingga Agustus. Penduduk setempat menyebut penyu laut sebagai 'Pasiran'. Taman Kili-Kili menjadi habitat bagi empat jenis penyu: penyu hijau, penyu sisik, penyu abu-abu/lekang, dan penyu belimbing. Penyu belimbing merupakan jenis penyu terbesar yang pernah ditemukan di lokasi tersebut, dengan ukuran sekitar dua meter dan berat 700-800 kg. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang status penyu sebagai hewan yang dilindungi menyebabkan sering terjadinya pengambilan telur penyu untuk dijual atau dikonsumsi sendiri, dengan rata-rata 40 sarang telur penyu (masing-masing sarang berisi setidaknya seratus butir telur) diambil setiap tahunnya.

2. Peran Pemerintah Desa Wonocoyo dalam Konservasi Penyu

Pemerintah Desa Wonocoyo telah mengambil inisiatif untuk melindungi penyu di Taman Kili-Kili. Setelah mengikuti workshop konservasi penyu yang diadakan oleh Departemen Perikanan dan Kelautan (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten), pemerintah desa melakukan sosialisasi kepada masyarakat Bendogolor tentang pentingnya konservasi penyu. Sosialisasi ini menekankan pentingnya peran Indonesia sebagai habitat bagi enam dari tujuh spesies penyu di dunia, dengan perairan Indonesia menjadi tempat bersarang, mencari makan, dan jalur migrasi penting di persimpangan Samudra Pasifik dan Hindia. Sebagai tindak lanjut, dibentuklah Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) penyu dan ditetapkan Peraturan Desa (Perdes) tentang konservasi penyu. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah desa dalam melindungi penyu dan melestarikan lingkungan. Meskipun demikian, konservasi Taman Kili-Kili masih belum dikenal luas oleh masyarakat.

III.Kendala dan Strategi Konservasi Penyu di Desa Wonocoyo

Pemerintah Desa Wonocoyo menghadapi berbagai kendala dalam program konservasi penyu, antara lain: kesulitan membangun kesadaran masyarakat, kurangnya peralatan dan SDM, serta minimnya dana operasional. Untuk mengatasinya, Pemerintah Desa telah melakukan sosialisasi, membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) penyu, dan membuat Peraturan Desa (Perdes) tentang konservasi penyu. Kegiatan ini dilakukan setelah mengikuti workshop konservasi penyu yang diselenggarakan oleh Departemen Perikanan dan Kelautan.

1. Kendala Konservasi Penyu di Desa Wonocoyo

Upaya konservasi penyu di Desa Wonocoyo, Trenggalek, menghadapi beberapa kendala signifikan. Salah satu kendala utama adalah sulitnya membangun pemahaman masyarakat tentang pentingnya kelangsungan hidup penyu. Kurangnya kesadaran ini menyebabkan masih adanya praktik pengambilan telur penyu untuk dikonsumsi atau dijual. Selain itu, minimnya peralatan pendukung dalam proses konservasi juga menjadi hambatan. Peralatan yang memadai sangat dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pengawasan, perlindungan, dan perawatan penyu dan telurnya. Lebih lanjut, kurangnya pemahaman dan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam kegiatan konservasi juga menjadi masalah. Petugas konservasi membutuhkan pelatihan dan peningkatan kapasitas agar dapat menjalankan tugas dengan efektif dan efisien. Terakhir, minimnya dana operasional konservasi turut menghambat pelaksanaan program secara optimal. Keterbatasan dana dapat membatasi cakupan kegiatan konservasi dan menghambat pengadaan peralatan serta pelatihan SDM.

2. Strategi Mengatasi Kendala Konservasi Penyu

Pemerintah Desa Wonocoyo telah berupaya mengatasi kendala konservasi penyu melalui beberapa strategi. Setelah mengikuti workshop konservasi penyu, pemerintah desa melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya konservasi penyu. Sosialisasi ini bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat agar tidak lagi mengambil telur penyu secara ilegal. Selain sosialisasi, Pemerintah Desa juga membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) penyu untuk meningkatkan pengawasan di lokasi konservasi. Pokmaswas akan berperan aktif dalam mencegah perburuan dan perdagangan ilegal penyu. Langkah penting lainnya adalah penyusunan dan penetapan Peraturan Desa (Perdes) tentang konservasi penyu. Perdes ini menjadi payung hukum bagi upaya konservasi penyu di Desa Wonocoyo dan memberikan dasar hukum bagi penegakan aturan. Dengan adanya Perdes, diharapkan kegiatan konservasi penyu dapat berjalan lebih terarah dan tertib. Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada ketersediaan dana operasional yang cukup untuk mendukung kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan operasional Pokmaswas.

IV.Manfaat dan Peran Pemerintah Desa dalam Konservasi Penyu

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi Pemerintah Desa Wonocoyo dalam meningkatkan program konservasi penyu. Secara teoritis, penelitian ini berkontribusi pada pemahaman peran Pemerintah Desa dalam konservasi penyu di wilayah pesisir dan pentingnya pelestarian penyu bagi keberlanjutan ekosistem. Studi ini juga menekankan pentingnya otonomi daerah dalam pengelolaan konservasi penyu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

1. Manfaat Praktis Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat bagi Pemerintah Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek. Hasil penelitian dapat menjadi acuan dalam menentukan kebijakan dan peran serta desa dalam pengembangan konservasi penyu di pesisir pantai selatan. Temuan-temuan penelitian juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang konkret tentang peran pemerintah desa dalam pelestarian penyu. Informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk perbaikan dan pengembangan program konservasi penyu yang lebih efektif dan berkelanjutan di masa mendatang. Dengan demikian, penelitian ini memiliki nilai praktis yang tinggi karena dapat langsung diaplikasikan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan konservasi penyu di tingkat desa.

2. Manfaat Teoritis Penelitian

Penelitian ini juga memiliki manfaat teoritis yang signifikan. Hasil penelitian dapat menjadi acuan atau bahan referensi dalam memahami konsep peran pemerintahan desa dalam melakukan konservasi penyu di pesisir pantai selatan. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pengetahuan tentang peran pemerintah desa dalam upaya konservasi, khususnya dalam konteks otonomi daerah. Informasi yang didapatkan dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang pentingnya pelestarian populasi penyu dan perannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Penelitian ini berkontribusi pada pengembangan teori dan praktik konservasi penyu di Indonesia, dengan memberikan perspektif khusus pada peran dan tanggung jawab pemerintah desa dalam upaya pelestarian sumber daya alam. Dengan demikian, penelitian ini memiliki implikasi teoritis yang penting untuk pengembangan kebijakan dan strategi konservasi penyu yang lebih komprehensif.

3. Peran Pemerintah Desa dalam Konservasi Penyu

Peran Pemerintah Desa dalam konservasi penyu diartikan sebagai aspek dinamis dari kedudukan atau statusnya. Pemerintah Desa, yang terdiri dari Kepala Desa dan perangkat desa, memiliki tugas membina kehidupan masyarakat, membina perekonomian desa, memelihara ketertiban, mendamaikan perselisihan, dan menetapkan peraturan desa. Dalam konteks konservasi penyu, peran Pemerintah Desa meliputi membina masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian penyu di pesisir pantai. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Dengan demikian, Pemerintah Desa memiliki kewenangan untuk mengelola potensi konservasi penyu di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peran tersebut sejalan dengan prinsip otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada pemerintah desa untuk mengelola potensi dan sumber daya alam di wilayahnya.

V.Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara terstruktur, dan dokumentasi. Subjek penelitian adalah Pemerintah Desa Wonocoyo dan informan kunci yang terlibat dalam program konservasi penyu. Analisis data menggunakan teknik triangulasi untuk memastikan keabsahan data.

1. Jenis Penelitian dan Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif untuk menggambarkan secara sistematis, faktual, dan aktual peran Pemerintah Desa Wonocoyo dalam konservasi penyu di pesisir pantai selatan Kabupaten Trenggalek. Data primer dikumpulkan langsung dari subjek penelitian melalui wawancara terstruktur dan observasi. Wawancara terstruktur menggunakan pedoman pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya, memastikan konsistensi dan sistematisasi data. Observasi dilakukan untuk memperoleh data langsung dari lapangan. Selain data primer, penelitian juga menggunakan data sekunder berupa dokumentasi. Data sekunder ini diperoleh dari dokumen-dokumen seperti peraturan, data, dan laporan yang relevan dengan penelitian. Data sekunder ini digunakan sebagai pembanding dan untuk memperkuat keabsahan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan disesuaikan dengan permasalahan penelitian, guna mendapatkan data yang akurat dan relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

2. Subjek dan Lokasi Penelitian

Subjek penelitian adalah Pemerintahan Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, yang merupakan satu kesatuan utuh. Oleh karena itu, penelitian ini tidak menggunakan populasi dan sampel, melainkan subjek penelitian. Lokasi penelitian meliputi Kantor Pemerintahan Desa Wonocoyo dan lokasi konservasi penyu di Taman Kili-Kili. Pemilihan lokasi ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang objektif dan komprehensif mengenai peran Pemerintah Desa Wonocoyo dalam konservasi penyu. Penelitian ini melibatkan tiga subjek penelitian utama dan tiga informan kunci untuk memperoleh berbagai perspektif terkait pelaksanaan konservasi penyu di lokasi tersebut. Dengan demikian, metodologi penelitian ini memastikan pengumpulan data yang representatif dan akurat dari berbagai sumber terkait.

3. Analisis Data dan Uji Keabsahan

Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yang fokus pada penggambaran dan interpretasi data yang telah dikumpulkan. Data yang diperoleh dari lapangan direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokoknya, dan difokuskan pada aspek-aspek penting yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data yang telah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk uraian yang lengkap, serta dilengkapi dengan peta, bagan, struktur, dan tabel untuk memudahkan pemahaman. Untuk memastikan keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Teknik ini melibatkan pengecekan kebenaran informasi dari satu sumber dengan membandingkannya dengan informasi dari sumber lain yang berbeda metode pengumpulan datanya. Triangulasi ini memastikan validitas dan reliabilitas data yang digunakan dalam penelitian. Upaya pengecekan data dilakukan secara berulang untuk meminimalisir kesalahan data, baik yang berasal dari peneliti maupun informan, sehingga laporan penelitian yang dihasilkan akurat dan dapat diandalkan.