
Pengetahuan Mahasiswa Non Klinik tentang Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi
Informasi dokumen
Penulis | Ika Ramadhani Syafitri |
Sekolah | Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara |
Jurusan | Kedokteran Gigi |
Tempat | Medan |
Jenis dokumen | Skripsi |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 2.96 MB |
- Keselamatan Kerja
- Radiasi
- Pendidikan Kedokteran Gigi
Ringkasan
I.Bahaya dan Proteksi Radiasi Pengion dalam Radiologi Kedokteran Gigi
Dokumen ini membahas pentingnya proteksi radiasi bagi mahasiswa dan tenaga medis dalam lingkungan radiologi kedokteran gigi. Meskipun radiasi pengion memiliki banyak manfaat diagnostik, paparan yang tidak terkontrol dapat membahayakan kesehatan sel dan jaringan. Penelitian sebelumnya menunjukkan beragam tingkat pengetahuan tentang keselamatan kerja radiasi di kalangan mahasiswa kepaniteraan klinik. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik di Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat mengenai keselamatan kerja di lintasan radiasi setelah menempuh mata kuliah radiologi. Penelitian melibatkan 46 mahasiswa non-klinik. Standar proteksi radiasi mengacu pada rekomendasi ICRP dan regulasi BAPETEN di Indonesia, termasuk Nilai Batas Dosis (NBD) dan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable).
1. Pengantar Bahaya Radiasi Pengion
Bagian ini menjelaskan sifat ganda radiasi pengion: manfaatnya yang besar dalam diagnosa dan perawatan di bidang kedokteran gigi, khususnya melalui radiografi, dan potensi bahayanya bagi kesehatan sel dan jaringan. Ditekankan pentingnya pengelolaan prosedur penggunaan radiasi secara hati-hati untuk melindungi pasien, operator, dokter gigi, dan masyarakat sekitar. Hasil penelitian sebelumnya di berbagai Fakultas Kedokteran Gigi, yang difokuskan pada mahasiswa kepaniteraan klinik, menunjukkan variasi dalam tingkat pemahaman tentang bahaya radiasi. Kekurangan penelitian serupa pada mahasiswa non-klinik menjadi latar belakang penelitian ini, yang dilakukan di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik mengenai keselamatan kerja di lingkungan radiasi setelah mereka mengikuti mata kuliah radiologi kedokteran gigi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi dan Unit Radiologi Kedokteran Gigi khususnya, serta bermanfaat bagi masyarakat luas. Penggunaan radiografi dalam kedokteran gigi telah berlangsung selama lebih dari seabad, menjadikannya alat penting untuk menegakkan diagnosis, merencanakan perawatan, dan menilai keberhasilan perawatan. Unit pelayanan radiologi merupakan instalasi penunjang medis yang memanfaatkan sumber radiasi pengion untuk menghasilkan gambar anatomi tubuh.
2. Studi Literatur tentang Bahaya Radiasi dan Proteksi Radiasi
Bagian ini menjabarkan tinjauan pustaka yang relevan, termasuk hasil-hasil penelitian terdahulu. Disebutkan beberapa penelitian tentang pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di berbagai universitas (UNPAD, USU, dan Malaysia) mengenai bahaya radiasi foto ronsen dan prinsip proteksi radiasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tingkat pemahaman yang bervariasi. Kemudian dijelaskan tentang keselamatan radiasi menurut International Commission on Radiological Protection (ICRP), sebuah organisasi ilmiah non-pemerintah yang memberikan rekomendasi dan pedoman proteksi radiasi di seluruh dunia. ICRP menekankan pentingnya meminimalkan efek stokastik (yang kemungkinan terjadinya bergantung pada dosis radiasi, tanpa nilai ambang) dan efek deterministik (yang tingkat keparahannya bergantung pada dosis radiasi, dengan nilai ambang). Prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) dijelaskan sebagai upaya untuk meminimalkan dosis radiasi serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Acuan dasar proteksi radiasi menurut ICRP, meliputi nilai batas dasar, nilai batas turunan, dan nilai batas ditetapkan, serta tingkat acuan (pencatatan, penyelidikan, dan intervensi), juga dibahas. Konsep terbaru dari ICRP No. 60 tahun 1990 tentang prinsip-prinsip dasar proteksi radiasi dan penurunan Nilai Batas Dosis (NBD) efektif tahunan dijelaskan. ICRP juga mendefinisikan dosis maksimum yang diizinkan untuk menghindari cacat somatik gawat atau cacat genetik.
3. Regulasi Keselamatan Radiasi menurut BAPETEN
Bagian ini membahas regulasi keselamatan radiasi menurut Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) di Indonesia. BAPETEN dijelaskan sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir, meliputi aspek keselamatan, keamanan, dan safeguards. BAPETEN mendefinisikan keselamatan radiasi sebagai tindakan untuk melindungi pasien, pekerja, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya radiasi, serta proteksi radiasi sebagai tindakan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak. Definisi paparan radiasi menurut BAPETEN juga dijelaskan. Nilai Batas Dosis (NBD) menurut BAPETEN diuraikan sebagai dosis terbesar yang diizinkan bagi pekerja radiasi dan masyarakat tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti. Persyaratan usia dan kondisi khusus pekerja radiasi, termasuk pekerja wanita menyusui, juga dijelaskan. Bagian ini juga membahas dosis radiasi, dosis ekuivalen, dan dosis efektif, serta tujuan utama program proteksi dan keselamatan radiasi yang menekankan tanggung jawab Pemegang Izin dan pentingnya dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi dalam inspeksi fasilitas. Jenis dan kegunaan pakaian pelindung radiasi, termasuk apron timbal dengan spesifikasi ketebalan yang berbeda untuk penggunaan radiologi diagnostik dan intervensional, juga dijelaskan secara detail.
II.Pentingnya Memahami Prinsip Prinsip Proteksi Radiasi
Bagian ini meninjau prinsip-prinsip proteksi radiasi, termasuk meminimalkan paparan radiasi pengion dengan menjaga jarak, membatasi waktu paparan, dan menggunakan alat pelindung diri seperti apron timbal. Pentingnya memahami dan menerapkan prinsip ALARA dalam mengurangi dosis radiasi yang diterima ditekankan. Studi ini menilai pemahaman mahasiswa non-klinik terhadap prinsip-prinsip ini, termasuk penggunaan alat monitoring seperti dosimeter personal dan surveymeter untuk mendeteksi tingkat paparan radiasi.
1. Prinsip Prinsip Dasar Proteksi Radiasi
Bagian ini membahas prinsip-prinsip dasar proteksi radiasi yang penting untuk dipahami oleh mahasiswa dan praktisi kedokteran gigi. Salah satu prinsip kunci adalah meminimalkan paparan radiasi pengion agar dosis yang diterima serendah mungkin, sesuai dengan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Ini melibatkan pertimbangan faktor sosial dan ekonomi dalam penerapan proteksi radiasi. Selain itu, dijelaskan perbedaan antara efek stokastik dan deterministik akibat paparan radiasi. Efek stokastik terjadi tanpa nilai ambang dosis, sementara efek deterministik tingkat keparahannya bergantung pada dosis dan memerlukan nilai ambang. Keduanya merupakan efek negatif yang dapat berupa efek somatik (pada individu yang terpapar) atau efek genetik (pada keturunannya). Untuk mencapai efisiensi dalam proteksi radiasi, diperkenalkan nilai batas turunan yang menunjukkan hubungan langsung antara nilai batas dasar dan hasil pengukuran. Bagian ini juga menekankan pentingnya acuan dasar proteksi radiasi yang sesuai dengan rekomendasi ICRP, termasuk standar nilai batas (dasar, turunan, dan ditetapkan) dan tingkat acuan (pencatatan, penyelidikan, dan intervensi). Tingkat acuan, meskipun bukan nilai batas, digunakan untuk menentukan tindakan jika nilai besaran melampaui atau diramalkan melampaui tingkat acuan tersebut. Konsep terbaru dari ICRP No. 60 tahun 1990 yang memperkenalkan penurunan NBD efektif tahunan dan perubahan cara menghitung estimasi resiko juga dijelaskan.
2. Implementasi Prinsip Proteksi Radiasi Jarak Waktu dan Perlindungan
Bagian ini membahas implementasi praktis dari prinsip proteksi radiasi dalam konteks pekerjaan di lingkungan radiasi. Salah satu prinsip utama adalah menjaga jarak dari sumber radiasi, karena intensitas radiasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Memperjauh jarak dua kali lipat akan menurunkan intensitas radiasi menjadi seperempatnya, dan memperjauh jarak tiga kali lipat akan menurunkan intensitas menjadi sepersembilannya. Prinsip membatasi waktu paparan juga dibahas; semakin singkat waktu berada di dekat sumber radiasi, semakin rendah dosis radiasi yang diterima. Pentingnya penggunaan alat proteksi radiasi, terutama apron timbal, untuk radiografer dan pasien juga ditekankan. Apron timbal dengan ketebalan tertentu (0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb untuk radiologi diagnostik dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb untuk radiologi intervensional) diperlukan untuk menghalangi tembusnya radiasi sinar-X. Ketebalan apron harus tertera secara permanen dan jelas. Penelitian ini juga mengevaluasi pengetahuan mahasiswa non-klinik mengenai prinsip-prinsip ini, termasuk pemahaman mereka tentang alat monitoring radiasi seperti dosimeter personal (dosimeter saku, TLD, film badge) dan surveymeter. Pengetahuan mahasiswa tentang NBD (Nilai Batas Dosis) yang ditetapkan oleh badan pengawas juga dinilai, meskipun dosis radiasi dari alat foto ronsen kedokteran gigi umumnya kecil, dan kemungkinan melebihi NBD jarang terjadi.
III.Hasil Penelitian dan Analisis Tingkat Pengetahuan Mahasiswa
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik mengenai alat monitoring radiasi, prinsip menjaga jarak dan waktu paparan, serta penggunaan alat proteksi radiasi (seperti apron timbal) bervariasi. Analisis mendalam tentang temuan ini akan dibahas lebih lanjut. Perbandingan dengan penelitian sebelumnya pada mahasiswa kepaniteraan klinik juga akan diulas untuk mengidentifikasi perbedaan dan implikasi bagi pendidikan keselamatan radiasi di bidang radiologi kedokteran gigi.
1. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat, melibatkan 46 mahasiswa non-klinik yang telah mengambil mata kuliah radiologi kedokteran gigi. Tujuannya adalah untuk menilai tingkat pengetahuan mereka tentang keselamatan kerja di lingkungan radiasi. Penelitian ini penting karena sebelumnya belum ada penelitian yang fokus pada mahasiswa non-klinik, berbeda dengan penelitian sebelumnya yang hanya melibatkan mahasiswa kepaniteraan klinik di berbagai universitas (UNPAD, USU, dan Malaysia). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan beragam tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik mengenai bahaya radiasi foto ronsen dan prinsip proteksi radiasi, dengan persentase pemahaman yang bervariasi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif untuk mengukur dan menganalisis pemahaman mahasiswa terhadap berbagai aspek proteksi radiasi, termasuk penggunaan alat monitoring radiasi, pemahaman tentang prinsip jarak dan waktu paparan, penggunaan alat pelindung diri, dan pemahaman mengenai Nilai Batas Dosis (NBD).
2. Analisis Pengetahuan Mahasiswa terhadap Alat Monitoring Radiasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang alat monitoring radiasi sangat buruk. Mereka tidak mampu menyebutkan alat monitoring yang digunakan untuk mendeteksi paparan radiasi pada pekerja radiasi (dosimeter personal seperti dosimeter saku, TLD, dan film badge) dan di ruangan radiografi (surveymeter). Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan pemahaman yang signifikan terkait pentingnya pemantauan radiasi dalam menjaga keselamatan kerja. Ketidaktahuan ini perlu mendapatkan perhatian serius, mengingat pentingnya alat monitoring radiasi dalam rangkaian proteksi radiasi, terutama bagi calon dokter gigi yang akan sering menggunakan pemeriksaan radiografi dalam praktiknya. Ke depannya, perlu peningkatan pemahaman tentang alat-alat ini sebagai bagian integral dari protokol keselamatan radiasi dalam pendidikan kedokteran gigi.
3. Analisis Pengetahuan Mahasiswa terhadap Prinsip Jarak Waktu dan Perlindungan
Penelitian juga mengevaluasi pemahaman mahasiswa tentang prinsip-prinsip proteksi radiasi lainnya, seperti menjaga jarak dan membatasi waktu paparan. Pengetahuan mahasiswa tentang prinsip menjaga jarak dan posisi untuk mengurangi paparan radiasi dikategorikan sedang, menunjukkan pemahaman dasar tentang hubungan antara jarak dan intensitas radiasi. Namun, pemahaman mereka tentang prinsip membatasi waktu untuk mengurangi paparan radiasi dikategorikan buruk. Ini menunjukkan perlunya peningkatan pendidikan dan pelatihan tentang pentingnya meminimalkan waktu paparan di sekitar sumber radiasi. Terkait dengan penggunaan alat proteksi radiasi, pengetahuan mahasiswa tentang keharusan radiografer dan pasien menggunakan apron timbal dikategorikan sedang. Ini menunjukan pemahaman dasar akan pentingnya alat pelindung diri, tetapi masih perlu ditingkatkan pemahaman tentang spesifikasi apron timbal yang tepat (ketebalan 0,2-0,5 mm Pb tergantung jenis pesawat sinar-X).
IV.Kesimpulan dan Rekomendasi
Studi ini menyoroti kebutuhan akan peningkatan pemahaman mahasiswa non-klinik tentang keselamatan kerja radiasi dan proteksi radiasi dalam radiologi kedokteran gigi. Rekomendasi untuk perbaikan kurikulum dan pelatihan akan diajukan untuk memastikan penerapan standar BAPETEN dan rekomendasi ICRP di lingkungan pendidikan dan praktik radiologi kedokteran gigi di Sumatera Barat. Pentingnya mengetahui Nilai Batas Dosis (NBD) dan penggunaan alat seperti dosimeter personal dan surveymeter juga akan ditekankan.
1. Kesimpulan Utama Penelitian
Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat tentang keselamatan kerja di lingkungan radiasi masih perlu ditingkatkan. Meskipun sebagian mahasiswa menunjukkan pemahaman yang cukup tentang prinsip menjaga jarak dan penggunaan apron timbal, pemahaman mereka tentang alat monitoring radiasi dan prinsip membatasi waktu paparan masih buruk. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pengetahuan teori dan penerapan praktis prinsip proteksi radiasi. Temuan ini penting karena menunjukkan perlunya peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan keselamatan radiasi dalam kurikulum kedokteran gigi. Meskipun dosis radiasi dari alat foto ronsen kedokteran gigi relatif kecil dan paparan berlebih jarang terjadi, penting bagi calon dokter gigi untuk memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang proteksi radiasi untuk memastikan keselamatan diri dan pasien. Penelitian ini menekankan pentingnya pemahaman yang menyeluruh tentang prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) dan pedoman dari ICRP serta regulasi BAPETEN terkait Nilai Batas Dosis (NBD).
2. Rekomendasi untuk Peningkatan Keselamatan Radiasi
Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi diajukan untuk meningkatkan keselamatan radiasi di lingkungan pendidikan dan praktik kedokteran gigi. Pertama, perlu dilakukan revisi kurikulum mata kuliah radiologi kedokteran gigi untuk memasukkan materi yang lebih komprehensif tentang alat monitoring radiasi (dosimeter personal dan surveymeter), prinsip membatasi waktu paparan, serta spesifikasi penggunaan apron timbal. Kedua, perlu dilakukan pelatihan praktis yang lebih intensif tentang penggunaan alat monitoring radiasi dan penerapan prinsip-prinsip proteksi radiasi dalam praktik klinis. Ketiga, perlu adanya evaluasi berkala tentang pemahaman mahasiswa dan tenaga medis terkait keselamatan radiasi untuk memastikan pengetahuan dan praktik yang selalu up-to-date sesuai dengan standar ICRP dan regulasi BAPETEN. Keempat, pengembangan materi edukasi yang interaktif dan mudah dipahami dapat membantu meningkatkan pemahaman mahasiswa dan tenaga medis. Semua rekomendasi ini bertujuan untuk memastikan keselamatan kerja dan perlindungan terhadap paparan radiasi yang tidak perlu, baik bagi mahasiswa, tenaga medis, pasien, maupun masyarakat sekitar.