Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Institusional terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Properti

Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Institusional terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Properti

Informasi dokumen

Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Akuntansi
Tempat Medan
Jenis dokumen Skripsi
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 4.35 MB
  • Kepemilikan Manajerial
  • Kepemilikan Institusional
  • Kebijakan Hutang

Ringkasan

I.Latar Belakang Penelitian Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Properti di Indonesia

Penelitian ini menyelidiki pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang pada perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Studi ini didasarkan pada teori keagenan, yang menjelaskan konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham. Perusahaan properti, dengan modal besar dan beragam sumber pendanaan, rentan terhadap konflik ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional mempengaruhi keputusan perusahaan dalam mengambil kebijakan hutang, khususnya pada periode 2010-2012.

1. Konteks Penelitian Perusahaan Properti dan Konflik Agensi

Latar belakang penelitian ini berfokus pada perusahaan properti di Indonesia, yang merupakan bisnis padat modal dan menghimpun dana dari berbagai sumber. Keragaman sumber dana ini menciptakan kompleksitas dan potensi konflik agensi, yaitu pertentangan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham, serta pemegang saham mayoritas dan minoritas (Jensen & Meckling, 1976). Penelitian ini berangkat dari fenomena tersebut, yang berdampak pada pengambilan keputusan perusahaan, khususnya terkait kebijakan hutang. Studi ini akan menganalisis bagaimana kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional mempengaruhi kebijakan hutang pada perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2010-2012. Perusahaan-perusahaan dengan modal besar seperti perusahaan properti seringkali menghadapi dilema dalam menyeimbangkan kepentingan berbagai pemangku kepentingan, dan penelitian ini berupaya untuk mengungkap pengaruh kepemilikan terhadap strategi pengelolaan hutang mereka. Konflik kepentingan tersebut seringkali berujung pada biaya agensi (agency cost) yang tinggi, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana struktur kepemilikan dapat memengaruhi pengambilan keputusan keuangan, khususnya terkait kebijakan hutang.

2. Tujuan Penelitian dan Rumusan Masalah

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang pada perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2012. Rumusan masalah yang ingin dijawab adalah: (1) Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan properti di BEI periode 2010-2012? (2) Apakah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan properti di BEI periode 2010-2012? (3) Apakah secara simultan, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan properti di BEI periode 2010-2012? Penelitian ini difokuskan pada sektor properti mengingat karakteristiknya yang padat modal dan rentan terhadap konflik agensi. Periode 2010-2012 dipilih untuk memastikan data yang digunakan relatif mutakhir dan relevan dengan perkembangan industri properti di Indonesia. Dengan menganalisis data dari periode tersebut, diharapkan penelitian ini mampu memberikan gambaran terkini tentang dinamika kepemilikan dan pengaruhnya pada kebijakan hutang perusahaan properti di Indonesia.

3. Signifikansi Penelitian dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki signifikansi teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur tentang teori keagenan dan penerapannya pada konteks perusahaan properti di Indonesia. Penelitian ini juga akan memberikan kontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara struktur kepemilikan, khususnya kepemilikan manajerial dan institusional, dengan kebijakan hutang perusahaan. Dari sisi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi manajemen perusahaan properti dalam mengambil keputusan yang tepat terkait kebijakan hutang, dengan mempertimbangkan struktur kepemilikannya. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat membantu dalam melakukan evaluasi dan pengambilan keputusan investasi di perusahaan properti. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan referensi bagi penelitian selanjutnya yang ingin mendalami aspek-aspek lain dari kebijakan hutang di sektor properti, khususnya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi keputusan pengambilan hutang, seperti kondisi ekonomi makro dan perkembangan pasar modal. Hasil penelitian ini juga memberikan masukan bagi regulator pasar modal dalam rangka pengawasan yang lebih efektif terhadap kinerja perusahaan.

II.Tinjauan Pustaka Konsep Kepemilikan Kebijakan Hutang dan Teori Keagenan

Bagian ini membahas konsep kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional, serta peran keduanya dalam kebijakan hutang perusahaan. Diteliti pula berbagai definisi kebijakan hutang dan bagaimana hal itu berkaitan dengan teori keagenan (agency theory) dan konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham. Studi-studi sebelumnya yang meneliti hubungan antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan kebijakan hutang dibahas untuk memberikan konteks dan latar belakang penelitian. Beberapa peneliti seperti Wahidahwati (2001, 2002), Ismiyanti dan Hanafi (2003), Putri dan Nasir (2006), Imanda dan Mohammad Nasir (2006), serta Jensen dan Meckling (1976) dirujuk untuk memperkaya pembahasan.

1. Teori Keagenan dan Konflik Kepemilikan

Tinjauan pustaka ini dimulai dengan pemaparan teori keagenan (agency theory), yang menjelaskan adanya potensi konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham (principal). Konflik ini muncul karena pemisahan antara fungsi kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Dokumen menjelaskan dua masalah keagenan utama: konflik antara manajemen dan pemegang saham, serta konflik antara pemegang saham mayoritas dan minoritas (Jensen & Meckling, 1976). Pemegang saham mayoritas cenderung mementingkan keuntungan maksimal dari investasi mereka, sementara manajemen mungkin mengejar kepentingan manajerial. Konflik ini berdampak pada timbulnya biaya agensi (agency cost) yang berupa biaya monitoring, administrasi, dan pengendalian, serta kerugian residual. Untuk meminimalkan biaya agensi, salah satu strategi yang dibahas adalah meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen, sehingga kepentingan mereka lebih selaras dengan pemegang saham. Studi Shleifer dan Vishny (1997) juga diulas, yang menekankan ketidakcocokan antara manajer dan pemegang saham akibat perbedaan kepentingan, serta dampaknya terhadap pengambilan keputusan perusahaan, terutama dalam hal pengumpulan dan investasi dana. Dokumen ini menekankan pentingnya memahami dinamika konflik kepentingan ini dalam konteks penelitian tentang pengaruh kepemilikan terhadap kebijakan hutang.

2. Konsep Kepemilikan Manajerial dan Institusional

Bagian ini menjelaskan konsep kepemilikan dalam konteks perusahaan. Kepemilikan didefinisikan sebagai kekuasaan untuk mengendalikan sesuatu yang dimiliki secara eksklusif (Kartika, 2006). Dalam perusahaan perseroan, kepemilikan ditentukan oleh jumlah saham yang dimiliki. Perusahaan dapat meningkatkan pendanaan dengan menjual saham kepada publik. Peran manajer sebagai agen yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan strategis dibahas, dengan menekankan pentingnya pertanggungjawaban mereka kepada pemegang saham. Pembahasan juga menyoroti kelemahan pemisahan fungsi kepemilikan dan pengambilan keputusan, yang dapat menyebabkan konflik keagenan (Jensen & Meckling, 1976). Lebih lanjut dijelaskan mengenai kepemilikan institusional, yaitu kepemilikan saham oleh lembaga-lembaga seperti pemerintah, institusi keuangan, dan lainnya (Shien et al. dalam Winanda, 2009). Kepemilikan institusional dianggap sebagai mekanisme good corporate governance (GCG) karena meningkatkan pengawasan terhadap manajemen dan meminimalkan potensi kecurangan (Lastanti, 2005; Midiastuty, 2003). Investor institusional, yang seringkali memiliki pandangan jangka panjang, dapat mengurangi perilaku oportunistik manajemen dan mendorong kinerja perusahaan yang lebih baik (Winanda, 2009; Solomon dalam Yuniningsih, 2010).

3. Kebijakan Hutang dan Penelitian Terdahulu

Bagian ini mendefinisikan kebijakan hutang sebagai keputusan perusahaan terkait bentuk dan komposisi pendanaan, yang dapat berasal dari sumber internal (laba ditahan) atau eksternal (hutang). Hutang merupakan sumber pembiayaan eksternal yang signifikan (Dharmastuti et al. dalam Wahyu, 2011). Dokumen menjelaskan bahwa keputusan pendanaan melibatkan pertimbangan antara manajer dan pemegang saham. Penelitian terdahulu yang membahas hubungan antara kepemilikan (manajerial dan institusional) dan kebijakan hutang dikaji. Terdapat perbedaan pendapat di antara peneliti, seperti Wahidahwati (2001, 2002), Ismiyanti & Hanafi (2003), Putri & Nasir (2006), dan Imanda & Mohammad Nasir (2006), mengenai arah dan signifikansi pengaruh kepemilikan terhadap kebijakan hutang. Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh negatif, sementara yang lain menunjukkan pengaruh positif. Perbedaan ini menunjukkan kompleksitas hubungan antara variabel-variabel tersebut dan membutuhkan analisis lebih lanjut. Studi-studi tersebut juga mempertimbangkan variabel lain seperti ukuran perusahaan, rasio pembayaran dividen, volatilitas pendapatan, dan risiko. Tinjauan pustaka ini menunjukkan adanya celah penelitian yang perlu diisi untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hubungan kepemilikan dan kebijakan hutang dalam konteks perusahaan properti di Indonesia.

III.Metodologi Penelitian Populasi Sampel dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan data perusahaan properti yang terdaftar di BEI selama periode 2010-2012. Jumlah populasi awal adalah 48 perusahaan, namun sampel akhir yang digunakan berjumlah 30 observasi dari 10 perusahaan (jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu). Metode analisis data meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan regresi untuk menguji hipotesis tentang pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang perusahaan.

1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan data, jumlah perusahaan properti di BEI yang menjadi populasi penelitian berjumlah 48 perusahaan (Rahmawati, 2012). Namun, penelitian ini tidak menggunakan seluruh populasi. Sampel penelitian diambil dari perusahaan properti yang terdaftar di BEI selama periode 2010-2012. Periode ini dipilih karena data yang lebih baru dianggap lebih relevan mengingat dinamika cepat dalam industri properti, termasuk fluktuasi harga yang signifikan. Dari populasi 48 perusahaan, penelitian ini akhirnya menggunakan sampel sebanyak 30 observasi yang berasal dari 10 perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu. Pemilihan sampel ini dilakukan untuk memastikan kualitas dan relevansi data yang digunakan dalam analisis. Data yang digunakan diperoleh dari Bursa Efek Indonesia Indonesia Capital Market Directory (pusat data BEI). Penggunaan data dari tahun 2010 sampai 2012 diharapkan mampu memberikan gambaran terkini dan akurat tentang hubungan antara kepemilikan dan kebijakan hutang perusahaan properti di Indonesia pada periode tersebut.

2. Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel dependen berupa kebijakan hutang (DEBT), yang dihitung sebagai rasio antara jumlah hutang jangka panjang dengan total hutang jangka panjang dan ekuitas (Wahidahwati, 2001). Variabel independen meliputi kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan beberapa variabel kontrol untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi kebijakan hutang. Variabel kontrol yang digunakan antara lain ukuran perusahaan (SIZE), Dividend Payout Ratio (DPR), Gross Profit Margin (GPM), Operating Profit Margin (OPM), Net Profit Margin (NPM), Return on Asset (ROA), dan Return on Equity (ROE). Variabel kontrol ini dipilih karena dianggap relevan dan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan dan pengambilan keputusan terkait kebijakan hutang. Ukuran perusahaan diukur sebagai rata-rata total penjualan bersih selama beberapa tahun. Keenam variabel rasio keuangan (ROA, ROE, GPM, OPM, dan NPM) digunakan untuk mengukur profitabilitas dan kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan. Pemilihan variabel-variabel ini bertujuan untuk memastikan analisis yang komprehensif dan mengendalikan pengaruh faktor-faktor lain di luar kepemilikan manajerial dan institusional terhadap kebijakan hutang.

3. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan pengujian. Pertama, dilakukan uji normalitas data untuk memastikan bahwa data terdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan untuk memenuhi asumsi dasar dalam analisis regresi. Uji ini menggunakan p-value, dimana jika p-value > 0,05 maka data dianggap terdistribusi normal (Priyatno, 2008). Selanjutnya, dilakukan uji heteroskedastisitas untuk memastikan bahwa varians residual konstan. Uji ini dilakukan dengan melihat scatterplot antara nilai prediksi (ZPRED) dan residual (SRESID). Jika tidak terdapat pola tertentu pada grafik, maka asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Jika ada keraguan, uji lebih lanjut seperti uji Breusch-Pagan-Godfrey (BPG), uji White, atau uji Koenker–Bassett (KB) dapat digunakan. Heteroskedastisitas tidak ada jika koefisien parameter beta > 0,05 (Ghozali, 2005). Kemudian, uji autokorelasi dilakukan untuk memastikan tidak adanya korelasi antara residual pada periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Model yang baik diharapkan memiliki residual white noise (tidak ada autokorelasi). Setelah uji asumsi terpenuhi, analisis regresi digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen (kepemilikan manajerial dan institusional) terhadap variabel dependen (kebijakan hutang), dengan mempertimbangkan variabel kontrol.

IV.Hasil dan Pembahasan Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Hutang

Hasil analisis menunjukkan bahwa baik kepemilikan manajerial maupun kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan properti di BEI periode 2010-2012. Temuan ini didiskusikan dalam konteks teori keagenan dan dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu. Koefisien regresi menunjukkan besarnya pengaruh masing-masing variabel. Pembahasan juga mempertimbangkan keterbatasan penelitian, seperti periode pengamatan (tiga tahun) dan jumlah sampel yang terbatas.

1. Hasil Uji Statistik

Bagian hasil penelitian memaparkan uji F yang menunjukkan bahwa variabel independen (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Nilai F hitung (3,783) lebih besar dari F tabel (2,5787) dengan signifikansi 0,036 (kurang dari α = 0,05). Ini berarti hipotesis null (H0) ditolak, dan hipotesis alternatif (H1) diterima, yang menyatakan bahwa kedua variabel kepemilikan secara bersama-sama mempengaruhi kebijakan hutang. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk memastikan tidak ada masalah heteroskedastisitas dalam model regresi. Hasil output SPSS menunjukkan bahwa variabel independen yang signifikan secara statistik tidak mempengaruhi variabel dependen absolut. Probabilitas signifikansi dana jangka panjang di bawah tingkat signifikansi 5%, sehingga disimpulkan model regresi tidak mengalami heteroskedastisitas. Meskipun detail pengujian lainnya seperti uji normalitas dan autokorelasi disebutkan, hasil spesifiknya tidak dijelaskan secara rinci dalam bagian ini.

2. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Hutang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Koefisien regresi kepemilikan institusional sebesar 0,005 persen mengindikasikan hubungan positif antara kedua variabel. Temuan ini sejalan dengan penelitian Imanda dan Mohammad Nasir (2006) yang menemukan pengaruh positif kepemilikan institusional terhadap kebijakan hutang, meskipun objek penelitiannya berbeda (perusahaan manufaktur). Kepemilikan institusional, yang diwakili oleh lembaga-lembaga keuangan dan investor institusional lainnya, memberikan pengawasan terhadap manajemen dan mendorong pengambilan keputusan yang lebih bertanggung jawab dalam hal pengelolaan hutang perusahaan. Penelitian Lastanti (2005) mendukung temuan ini, yang menjelaskan bahwa monitoring profesional oleh institusi menekan potensi kecurangan dan meningkatkan efisiensi pengelolaan perusahaan, termasuk dalam hal kebijakan hutang. Oleh karena itu, peningkatan kepemilikan institusional cenderung dikaitkan dengan kebijakan hutang yang lebih konservatif dan terukur.

3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Hutang

Penelitian ini juga menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang, dengan koefisien regresi sebesar 0,131 persen. Temuan ini mendukung penelitian Putri dan Nasir (2006) yang menemukan pengaruh positif kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang, meskipun penelitian mereka juga meliputi variabel lain dan objek penelitian yang berbeda. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan pentingnya struktur kepemilikan dalam mempengaruhi kinerja perusahaan. Kepemilikan manajerial yang tinggi dapat mengurangi konflik keagenan, karena manajer memiliki insentif yang lebih besar untuk mengambil keputusan yang menguntungkan perusahaan secara keseluruhan, termasuk dalam menentukan level hutang yang optimal. Namun, perlu diingat bahwa kepemilikan manajerial yang terlalu tinggi juga berpotensi menimbulkan masalah pertahanan perusahaan dan kendala bagi pengendalian oleh pemegang saham eksternal. Hasil penelitian ini menekankan pentingnya keseimbangan dalam struktur kepemilikan untuk mencapai kebijakan hutang yang optimal.

4. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Periode penelitian yang relatif singkat (tiga tahun) mungkin tidak cukup untuk menangkap dinamika jangka panjang dalam industri properti. Hanya dua variabel independen (kepemilikan manajerial dan institusional) yang diteliti, sementara variabel lain yang potensial dapat mempengaruhi kebijakan hutang mungkin tidak termasuk. Sampel penelitian juga terbatas pada perusahaan properti, sehingga generalisasi hasil penelitian perlu dilakukan dengan hati-hati. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk memperpanjang periode pengamatan, memperluas variabel independen yang diteliti, dan mempertimbangkan sektor industri yang lebih beragam untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif dan representatif. Penelitian ini memberikan kontribusi awal namun perlu penelitian lanjutan untuk memperkuat dan memperluas temuan ini.