Manajemen Konflik dalam Penambangan Pasir Tras di Desa Ngrogung

Manajemen Konflik dalam Penambangan Pasir Tras di Desa Ngrogung

Informasi dokumen

Penulis

Unike Ayu Agustina

instructor/editor Hevi Kurnia Hardini, S.IP, MA.Gov
Sekolah

Universitas Muhammadiyah Malang

Jurusan Ilmu Pemerintahan
Jenis dokumen Skripsi
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 622.10 KB
  • manajemen konflik
  • penambangan pasir
  • ilmu pemerintahan

Ringkasan

I.Latar Belakang Konflik Pertambangan Pasir Tras di Desa Ngrogung Ponorogo

Skripsi ini meneliti manajemen konflik yang terjadi akibat penambangan pasir tras di Desa Ngrogung, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Penambangan pasir tras, yang dimulai sekitar tahun 2008, awalnya disambut positif karena menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, dampak negatif seperti debu, kerusakan jalan akibat truk pengangkut, dan pencemaran lingkungan muncul dan memicu konflik antara masyarakat, pemilik tambang (Bapak Heru Agus disebutkan sebagai salah satu pemilik), dan pemerintah. LSM AMARTA Ponorogo juga terlibat aktif dalam menyuarakan keresahan masyarakat terkait dampak lingkungan pertambangan ini, dengan demonstrasi yang dilakukan pada September 2014 (berita dari Ponorogo News dan Surabaya Tribun News disebut sebagai sumber rujukan). Konflik ini berpotensi bersifat vertikal (pemerintah vs masyarakat) dan horizontal (masyarakat vs masyarakat), menunjukkan isu pengelolaan sumber daya alam yang buruk dan kurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

1. Awal Mula Penambangan Pasir Tras dan Respon Awal Masyarakat

Penambangan pasir tras di Desa Ngrogung, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo dimulai sekitar tahun 2008. Awalnya, penambangan ini disambut baik oleh masyarakat sekitar karena memberikan peluang kerja baru dan berpotensi meningkatkan perekonomian mereka. Pemerintah daerah juga memandang positif kegiatan ini, memperkirakan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan terpenuhinya kebutuhan pasir masyarakat. Hal ini menggambarkan persepsi awal yang positif terhadap dampak penambangan pasir tras.

2. Munculnya Dampak Negatif dan Pergolakan Sosial

Setelah beberapa tahun beroperasi, dampak negatif penambangan pasir tras mulai terasa. Masyarakat mengeluhkan polusi debu yang signifikan, kerusakan jalan raya Ngebel akibat lalu lalang truk pengangkut pasir, dan bahkan mengemudikan truk yang tidak mengindahkan peraturan lalu lintas. Kondisi ini diperparah dengan letak tambang yang berada di jalur wisata Telaga Ngebel, sehingga wisatawan juga terganggu. Kerusakan infrastruktur dan pencemaran lingkungan menjadi pemicu utama ketidakpuasan masyarakat, yang kemudian berujung pada tuntutan penutupan tambang.

3. Tuntutan Penutupan Tambang dan Aksi Protes

Ketidakpuasan masyarakat berujung pada aksi protes dan tuntutan penutupan tambang pasir tras. Pada tanggal 11 September 2014, sembilan LSM di Ponorogo menggelar demonstrasi ke Kantor Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PU, Kantor DPRD, dan Kantor Pemerintahan Kabupaten Ponorogo, menuntut pemerintah untuk menutup tambang karena dianggap hanya menguntungkan segelintir orang. Berita ini dipublikasikan oleh Ponorogo News. Sebagai reaksi, sopir truk mengancam akan melakukan demonstrasi tandingan, menunjukkan adanya konflik kepentingan dan perbedaan perspektif yang tajam antara kelompok yang pro dan kontra terhadap keberadaan tambang.

4. Analisis Konflik Vertikal dan Horizontal Dampak Struktural

Konflik penambangan pasir tras di Desa Ngrogung memiliki karakteristik konflik vertikal (antara pemerintah dan masyarakat) dan konflik horizontal (antar-masyarakat). Hal ini menunjukkan adanya permasalahan struktural yang berakar pada kebijakan pemerintah yang tidak mengakomodasi aspirasi masyarakat. Kurangnya perhatian terhadap dampak lingkungan dan sosial ekonomi dari kegiatan pertambangan telah memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan menciptakan perpecahan di masyarakat. Sumber konflik ini bersifat struktural dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, dan kultural.

5. Kerusakan Lingkungan dan Isu Reklamasi

Penelitian oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Ponorogo mengindikasikan adanya kebocoran air Telaga Ngebel yang berpotensi menyebabkan tanah longsor. Penelitian ini merekomendasikan penutupan tambang pasir tras. Selain itu, terungkap bahwa dana reklamasi yang disetor pengelola tambang sangat kecil, hanya sekitar Rp 3 juta hingga Rp 13 juta. Kondisi ini menunjukkan kurangnya komitmen terhadap pemulihan lingkungan pasca penambangan, memperburuk persepsi negatif masyarakat terhadap kegiatan pertambangan.

II.Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kronologi konflik pertambangan pasir tras, pihak-pihak yang terlibat, penyebab konflik, dan bagaimana manajemen konflik yang dilakukan oleh pihak ketiga (Pemerintah Desa Ngrogung, Pemerintah Kabupaten Ponorogo, dan DPRD). Penelitian juga akan menganalisis kendala dalam resolusi konflik, serta mencari solusi yang menguntungkan semua pihak (win-win solution).

1. Identifikasi Masalah Utama

Rumusan masalah penelitian ini berfokus pada konflik yang terjadi di Desa Ngrogung, Ponorogo, akibat penambangan pasir tras. Penelitian akan menelusuri kronologi konflik tersebut, mengidentifikasi semua pihak yang terlibat, dan menganalisis penyebab utama konflik. Lebih lanjut, penelitian ini akan menyelidiki bagaimana manajemen konflik dilakukan oleh pihak ketiga, termasuk Pemerintah Desa Ngrogung, Pemerintah Kabupaten Ponorogo, dan DPRD. Aspek penting lainnya adalah mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi dalam proses manajemen konflik tersebut. Semua ini bertujuan untuk memahami secara komprehensif dinamika konflik yang terjadi.

2. Tujuan Penelitian dan Sasaran Analisis

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang konflik penambangan pasir tras di Desa Ngrogung. Penelitian bertujuan mengidentifikasi kronologi kejadian, aktor-aktor kunci yang terlibat, dan akar penyebab konflik tersebut. Analisis akan difokuskan pada peran pihak ketiga, yaitu Pemerintah Desa Ngrogung, Pemerintah Kabupaten Ponorogo, dan DPRD, dalam upaya manajemen konflik. Penelitian juga bertujuan untuk mengungkap kendala-kendala yang dihadapi dalam proses manajemen konflik ini. Tujuan akhir adalah untuk memberikan kontribusi bagi pemahaman dan penyelesaian konflik serupa di masa yang akan datang.

III.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui wawancara dengan berbagai pihak (masyarakat, pemerintah, pemilik tambang), observasi lapangan di lokasi penambangan pasir tras di Desa Ngrogung, dan studi dokumen terkait izin usaha pertambangan (IUP) dan regulasi pertambangan di Indonesia. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber, membandingkan data dari berbagai sumber dan metode.

1. Pendekatan Kualitatif Deskriptif

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Mengutip Denzin dan Lincoln (1987) melalui Lexy J. Moleong (1988), penelitian kualitatif bersifat naturalistik, bertujuan menafsirkan fenomena yang terjadi dengan melibatkan beberapa metode. Metode kualitatif dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian untuk mendeskripsikan secara mendalam kompleksitas konflik penambangan pasir tras. Penelitian deskriptif dipilih karena akan menjelaskan secara rinci bagaimana pengelolaan konflik terjadi, menganalisis temuan data mengenai pengelolaan konflik dan kendalanya, dan akhirnya menyimpulkan bagaimana pengelolaan konflik pertambangan dan kendala yang dihadapi.

2. Pengumpulan Data Wawancara Observasi dan Dokumentasi

Data dikumpulkan melalui tiga teknik utama: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan berbagai pihak yang terlibat langsung dalam konflik, termasuk masyarakat Desa Ngrogung, pemerintah desa, pemerintah Kabupaten Ponorogo, dan LSM AMARTA Ponorogo. Observasi dilakukan di lokasi tambang pasir tras untuk mengamati kondisi lapangan dan aktivitas pertambangan. Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data sekunder berupa dokumen-dokumen terkait konflik dan perizinan penambangan. Penggunaan tiga teknik ini bertujuan untuk memastikan validitas dan reliabilitas data melalui triangulasi.

3. Analisis Data Model Interaktif Miles dan Huberman

Analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman sebagaimana dijelaskan dalam buku Sugiyono. Proses analisis meliputi reduksi data (meringkas data utama), penyajian data (mendisplay data dalam bentuk naratif, bagan, atau lainnya), dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Kesimpulan awal bersifat sementara dan akan direvisi jika ditemukan bukti yang bertentangan selama proses pengumpulan data. Teknik triangulasi sumber digunakan untuk mengecek keabsahan data dengan membandingkan informasi dari berbagai sumber yang berbeda menggunakan teknik yang sama, sehingga hasil penelitian diharapkan lebih mendalam dan akurat.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian difokuskan pada tambang pasir tras di Desa Ngrogung, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada adanya konflik berkepanjangan antara masyarakat yang menolak keberadaan tambang dengan pihak-pihak terkait. Lokasi ini dipilih karena menjadi pusat konflik yang diteliti, sehingga memudahkan pengumpulan data primer secara langsung dari berbagai sumber.

IV.Konsep Konflik dan Manajemen Konflik

Penelitian mendefinisikan konflik sebagai pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berebut sumber daya atau kepentingan, dalam hal ini adalah dampak negatif penambangan pasir tras dan kekhawatiran kerusakan lingkungan. Manajemen konflik didefinisikan sebagai proses penyusunan dan penerapan strategi untuk mengendalikan dan menyelesaikan konflik, melibatkan pihak yang berkonflik dan/atau pihak ketiga (mediator) untuk mencapai resolusi konflik yang diterima semua pihak. Referensi dari buku Wirawan tentang manajemen konflik dan konflik digunakan sebagai acuan teoritis.

1. Definisi Konflik

Konflik didefinisikan berdasarkan referensi buku Wirawan sebagai proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling bergantung pada objek konflik. Pola perilaku dan interaksi konflik menghasilkan keluaran atau solusi konflik. Dalam konteks penelitian ini, konflik yang terjadi di Desa Ngrogung disebabkan oleh dampak negatif penambangan pasir tras yang dirasakan masyarakat dan kekhawatiran kerusakan lingkungan yang diutarakan oleh LSM. Konflik ini melibatkan berbagai pihak yang memiliki kepentingan berbeda terhadap keberadaan tambang pasir tras tersebut.

2. Definisi Manajemen Konflik

Manajemen konflik dalam penelitian ini dijelaskan sebagai proses di mana pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun dan menerapkan strategi untuk mengendalikan konflik. Tujuannya adalah mencapai resolusi konflik yang diinginkan. Mengacu pada buku Wirawan, manajemen konflik memiliki beberapa kunci: 1) keterlibatan pihak yang berkonflik dan pihak ketiga (mediator); 2) penyusunan strategi konflik untuk mencegah eskalasi konflik destruktif; 3) pengendalian konflik untuk mengubah konflik destruktif menjadi konstruktif; dan 4) pencapaian resolusi konflik yang menguntungkan atau setidaknya tidak merugikan semua pihak (win-win solution). Penelitian ini akan menganalisis bagaimana konsep manajemen konflik ini diterapkan dalam kasus penambangan pasir tras di Desa Ngrogung.

3. Pertambangan Pasir Tras sebagai Komoditas Batuan dan Izin Usaha Pertambangan IUP

Penambangan pasir tras termasuk dalam kategori pertambangan golongan batuan, yang berperan penting dalam penyediaan material untuk pembangunan infrastruktur. Sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, serta PP Nomor 23 Tahun 2010, usaha pertambangan memerlukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh pemerintah. Penelitian ini akan menganalisis bagaimana aspek legalitas pertambangan, khususnya IUP, berkaitan dengan munculnya konflik di Desa Ngrogung dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi proses manajemen konflik.

V.Kesimpulan Diperkirakan

Kesimpulan dari penelitian ini akan membahas hasil analisis manajemen konflik dalam kasus penambangan pasir tras di Desa Ngrogung. Hasil temuan akan menjelaskan kronologi konflik, aktor-aktor yang terlibat, akar permasalahan, dan efektivitas strategi resolusi konflik yang digunakan oleh berbagai pihak. Hal ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan terkait pengelolaan sumber daya alam dan manajemen konflik pertambangan di masa mendatang. Kesimpulan juga akan menjelaskan bagaimana dampak lingkungan pertambangan mempengaruhi konflik yang terjadi.

1. Ringkasan Temuan Mengenai Konflik Penambangan Pasir Tras

Kesimpulan penelitian ini akan memaparkan hasil analisis mengenai konflik penambangan pasir tras di Desa Ngrogung, Ponorogo. Analisis akan mencakup kronologi konflik, aktor-aktor yang terlibat (masyarakat, pemilik tambang, pemerintah desa, pemerintah kabupaten, dan LSM), dan akar permasalahan konflik tersebut. Kesimpulan akan menjelaskan secara detail bagaimana proses manajemen konflik berlangsung, termasuk peran pihak ketiga dalam upaya pengendalian dan penyelesaian konflik. Temuan ini akan dibahas secara komprehensif dan disajikan secara terstruktur.

2. Efektivitas Manajemen Konflik dan Kendala yang Dihadapi

Kesimpulan akan mengevaluasi efektivitas strategi manajemen konflik yang diterapkan oleh berbagai pihak yang terlibat. Analisa akan meliputi negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan upaya-upaya lain yang dilakukan dalam rangka penyelesaian konflik. Selain itu, kesimpulan akan mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi selama proses manajemen konflik. Kendala ini bisa berupa perbedaan persepsi, kurangnya komunikasi efektif, keterbatasan sumber daya, atau hambatan struktural lainnya. Pembahasan ini akan memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kompleksitas manajemen konflik dalam kasus ini.

3. Rekomendasi dan Implikasi Kebijakan

Berdasarkan temuan dan analisis yang dilakukan, kesimpulan penelitian akan memberikan rekomendasi kebijakan yang relevan untuk mencegah dan mengatasi konflik serupa di masa mendatang. Rekomendasi ini akan difokuskan pada peningkatan pengelolaan sumber daya alam, manajemen konflik yang lebih efektif, dan pentingnya komunikasi yang baik antara masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha pertambangan. Kesimpulan juga akan menyinggung implikasi dari temuan penelitian terhadap kebijakan pertambangan dan pengelolaan lingkungan di daerah tersebut, khususnya terkait dengan perizinan dan pengawasan kegiatan pertambangan pasir tras.