Kesadaran Global Terhadap Isu Lingkungan dan Protokol Kyoto

Kesadaran Global Terhadap Isu Lingkungan dan Protokol Kyoto

Informasi dokumen

Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 392.94 KB
Jurusan Hubungan Internasional atau Ilmu Lingkungan
Jenis dokumen Esai atau Bagian dari Tesis/Skripsi
  • Isu Lingkungan Hidup
  • Protokol Kyoto
  • Hubungan Internasional

Ringkasan

I.Latar Belakang Isu Perubahan Iklim dan Protokol Kyoto

Dokumen ini membahas implementasi Protokol Kyoto di Uni Eropa, khususnya upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. Meningkatnya kesadaran internasional terhadap perubahan iklim, ditandai dengan pemanasan suhu air laut, perubahan pola curah hujan, dan peningkatan penyakit akibat rusaknya lapisan ozon, mendorong lahirnya Protokol Kyoto. Pemahaman tentang Protokol Kyoto beragam, namun intinya adalah perjanjian internasional untuk mencapai target penurunan emisi melalui kerjasama antar negara.

1. Kemerosotan Lingkungan dan Dampaknya pada Kehidupan Sehari hari

Bagian awal mendeskripsikan isu lingkungan yang telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Pemanasan suhu air laut yang menyebabkan peningkatan penguapan, perubahan pola curah hujan dan tekanan udara, serta meningkatnya jenis dan kualitas penyakit akibat kerusakan lapisan ozon, menjadi fokus utama. Ini menunjukkan bagaimana degradasi lingkungan telah berdampak langsung dan signifikan terhadap kesehatan manusia dan keseimbangan ekosistem. Kondisi ini merupakan latar belakang penting yang mendorong lahirnya kesadaran global akan perlunya penanganan masalah lingkungan secara serius dan terkoordinasi di tingkat internasional. Gejala-gejala ini menjadi bukti nyata dari dampak perubahan iklim yang semakin terasa dan memerlukan upaya kolektif untuk mengatasinya.

2. Pergeseran Perhatian Internasional Menuju Isu Lingkungan

Memasuki abad ke-21, terjadi pergeseran signifikan dalam perhatian masyarakat internasional. Jika sebelumnya isu militer dan keamanan tradisional mendominasi, kini isu lingkungan hidup mendapatkan tempat yang semakin penting dalam konteks hubungan internasional. Hal ini menandakan perubahan paradigma dalam kebijakan global, di mana isu lingkungan, yang sebelumnya dianggap sebagai isu sampingan, kini diakui sebagai ancaman serius yang membutuhkan penanganan segera dan kolaboratif. Perubahan ini menunjukkan meningkatnya kesadaran akan keterkaitan antara keamanan lingkungan dengan keamanan nasional dan global. Pergeseran prioritas ini menjadi landasan penting bagi terbentuknya kesepakatan-kesepakatan internasional seperti Protokol Kyoto.

3. Pemahaman dan Pengertian Protokol dalam Hubungan Internasional

Dokumen ini menjelaskan adanya beragam pemahaman mengenai makna protokol di kalangan masyarakat. Namun, penting untuk merujuk pada makna dan pengertian awal protokol dalam konteks hubungan internasional dan hukum internasional. Protokol dijelaskan sebagai suatu pengaturan yang berisi norma-norma, aturan-aturan, atau kebiasaan-kebiasaan mengenai tata kerja untuk mencapai tujuan bersama dalam hubungan antar bangsa. Protokol membutuhkan tatanan yang dapat diterima semua pihak dan seringkali merupakan perjanjian atau persetujuan internasional yang menambah perjanjian sebelumnya. Penjelasan ini memberikan dasar pemahaman yang penting tentang mekanisme hukum dan diplomasi internasional yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah global, khususnya isu lingkungan.

4. Protokol Kyoto Latar Belakang dan Mekanisme UNFCCC

Dokumen tersebut kemudian menjabarkan Protokol Kyoto sebagai hasil persetujuan masyarakat internasional terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Protokol Kyoto, yang diadopsi pada 11 Desember 1997 di Kyoto, Jepang, bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca. Proses penandatanganan berlangsung dari 16 Maret 1998 hingga 2007, dan hingga saat ini telah diratifikasi oleh 191 negara. Protokol Kyoto mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah diratifikasi oleh Rusia. Proyeksi keberhasilannya adalah penurunan suhu global antara 0,02°C dan 0,28°C pada tahun 2050. UNFCCC membagi negara-negara dunia ke dalam dua kategori, Annex I (negara maju) dan non-Annex I (negara berkembang), dengan kewajiban berbeda dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Penjelasan ini memberikan konteks penting tentang sejarah, mekanisme, dan tujuan Protokol Kyoto sebagai instrumen utama dalam upaya global melawan perubahan iklim.

II.Protokol Kyoto dan Mekanisme Penurunan Emisi

Diadopsi pada 11 Desember 1997 dan diratifikasi oleh 191 negara, Protokol Kyoto membagi negara menjadi Annex I (negara maju) dan non-Annex I (negara berkembang). Negara Annex I wajib mengurangi emisi gas rumah kaca, sementara negara non-Annex I dapat berpartisipasi melalui Mekanisme Kyoto, seperti CDM (Clean Development Mechanism), JI (Joint Implementation), dan ET (Emission Trading). Protokol Kyoto menargetkan penurunan rata-rata suhu global antara 0,02°C dan 0,28°C pada tahun 2050. Namun, keberhasilannya masih dipertanyakan karena kurangnya mekanisme pengawasan yang mengikat.

1. Adopsi dan Ratifikasi Protokol Kyoto

Protokol Kyoto diadopsi pada 11 Desember 1997 dan proses penandatanganan berlangsung hingga tahun 2007. Hingga saat ini, telah diratifikasi oleh 191 negara. Jika berhasil diterapkan sepenuhnya, protokol ini diprediksi dapat mengurangi rata-rata suhu udara global antara 0,02°C dan 0,28°C pada tahun 2050. Protokol ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah diratifikasi oleh Rusia. Angka-angka ini menunjukkan skala global dari perjanjian ini dan ambisi untuk mengurangi pemanasan global. Namun, perlu diperhatikan bahwa keberhasilan Protokol Kyoto masih dipertanyakan karena kurangnya mekanisme khusus yang mengikat para anggotanya.

2. Klasifikasi Negara dan Kewajiban Pengurangan Emisi

Dalam kerangka UNFCCC, negara-negara dibagi menjadi dua kategori: Annex I (negara maju) dan non-Annex I (negara berkembang). Negara-negara Annex I yang telah meratifikasi Protokol Kyoto diwajibkan untuk melakukan pengawasan dan reduksi emisi gas rumah kaca. Negara-negara non-Annex I tidak memiliki kewajiban reduksi yang sama, tetapi dapat berpartisipasi dalam Clean Development Mechanism (CDM). Perbedaan ini mencerminkan kapasitas dan tanggung jawab yang berbeda dalam mengatasi perubahan iklim. Perlu diperhatikan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara pembagian negara dalam UNFCCC (Annex I dan non-Annex I) dengan pembagian dalam Protokol Kyoto (Annex A dan Annex B), di mana negara-negara Annex B yang memiliki kewajiban untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

3. Mekanisme Kyoto CDM JI dan ET

Salah satu isu penting yang dibahas dalam konteks Protokol Kyoto adalah mekanisme untuk mencapai target penurunan emisi, yang dikenal sebagai Mekanisme Kyoto. Mekanisme ini meliputi Joint Implementation (JI), Clean Development Mechanism (CDM), dan Emission Trading (ET). CDM, khususnya, dianggap menguntungkan Uni Eropa karena memungkinkan partisipasi negara berkembang dalam upaya pengurangan emisi, sekaligus mengawasi implementasi Protokol Kyoto. Hal ini berbeda dengan JI yang dianggap lebih menguntungkan negara maju. Koalisi antara negara maju dan berkembang dalam penerapan CDM menunjukkan pentingnya kerjasama internasional dalam mencapai tujuan bersama. Ketiga mekanisme ini menunjukkan berbagai pendekatan yang dapat ditempuh dalam mengurangi emisi gas rumah kaca secara global, menunjukkan kompleksitas masalah dan berbagai cara untuk menanganinya.

4. Target Penurunan Emisi dan Komitmen Negara negara Annex I

Negara-negara Annex I diwajibkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 5% dari tingkat emisi tahun 1990. Komitmen atau target penurunan emisi negara maju merupakan isu utama yang bersifat mengikat. Negara-negara Annex I juga diizinkan untuk membeli emisi gas rumah kaca dari negara lain untuk mencapai target pengurangan 5%. Komitmen ini, bersama dengan mekanisme Kyoto, menunjukkan upaya konkret yang dilakukan oleh negara-negara maju untuk mengurangi emisi dan mengambil tanggung jawab dalam mengatasi masalah global perubahan iklim. Namun, keberhasilan penerapan komitmen tersebut masih menjadi pertanyaan dan memerlukan evaluasi lebih lanjut.

III.Uni Eropa dan Implementasi Protokol Kyoto

Uni Eropa (UE), sebagai organisasi regional yang seluruh anggotanya meratifikasi Protokol Kyoto pada Mei 2002, menjadi fokus penelitian. UE, terdiri dari negara maju dan berkembang, menetapkan target penurunan emisi sebesar 8%. Meskipun terdapat fleksibilitas bagi masing-masing negara anggota dalam menentukan target spesifik, penelitian ini secara khusus membahas upaya Uni Eropa-15 (Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, dan Inggris) dalam mencapai target tersebut. Portugal dan Spanyol, misalnya, awalnya diberi target peningkatan emisi yang kemudian gagal dipenuhi. UE menggunakan pendekatan kerjasama dan tindakan bersama, bukan efisiensi biaya, dalam mengurangi emisi. Penelitian ini menggunakan pendekatan induksionis, dengan implementasi Protokol Kyoto sebagai unit eksplanasi dan Uni Eropa sebagai unit analisis.

1. Ratifikasi Protokol Kyoto oleh Uni Eropa dan Keragaman Anggotanya

Uni Eropa (UE) merupakan organisasi regional yang unik karena terdiri dari negara-negara dengan karakteristik beragam, mulai dari negara maju di Eropa Barat hingga negara dalam transisi ekonomi di Eropa Timur. Semua negara anggota UE telah meratifikasi Protokol Kyoto pada Mei 2002. Keragaman ini berpengaruh pada kontribusi masing-masing negara terhadap emisi gas rumah kaca di atmosfer. Akibatnya, setiap negara anggota menggunakan pendekatan yang berbeda dalam penerapan Protokol Kyoto. UE sebagai kesatuan menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 8%, tetapi penelitian ini lebih fokus pada upaya 15 negara anggota Uni Eropa (UE-15) karena memiliki target spesifik pengurangan emisi yang diharuskan dalam Protokol Kyoto, berbeda dengan Uni Eropa-27 yang tidak memiliki target khusus.

2. Target dan Kebijakan Uni Eropa dalam Mengurangi Emisi

Uni Eropa menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 8%, sebuah target yang lebih ambisius daripada kewajiban negara-negara Annex I lainnya yang hanya 5%. Pada tahun 2008, Komisi Eropa mengadopsi proposal untuk melaksanakan komitmen memerangi perubahan iklim dan memajukan energi terbarukan. Langkah-langkah ini mencakup peningkatan penggunaan energi terbarukan di masing-masing negara anggota dan penetapan sasaran yang wajib dicapai oleh pemerintah negara-negara Uni Eropa. Meskipun demikian, penelitian ini khusus membahas upaya Uni Eropa-15, yang mencakup negara-negara seperti Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, dan Inggris. Ini karena perbedaan target dan mekanisme implementasi antara UE-15 dan UE-27. Meskipun UE bertindak sebagai satu kesatuan dalam meratifikasi Protokol Kyoto, heterogenitas ekonomi di antara negara-negara anggotanya (misalnya, kelompok utara yang mendapat tambahan jatah emisi dibandingkan kelompok selatan) menunjukkan tantangan dalam implementasi yang seragam.

3. Pendekatan Uni Eropa dalam Implementasi Protokol Kyoto

Uni Eropa menggunakan pendekatan yang unik dalam mengimplementasikan Protokol Kyoto. Alih-alih memprioritaskan efisiensi biaya, UE menekankan tindakan bersama antar negara anggota. Hal ini memungkinkan fleksibilitas bagi masing-masing negara dalam menentukan target penurunan emisi, namun dengan target keseluruhan UE sebesar 8%. Contohnya, Portugal dan Spanyol yang awalnya diberikan target peningkatan emisi sebesar 27% dan 15% masing-masing, gagal mencapai target tersebut. Pendekatan ini menunjukkan bahwa Uni Eropa memprioritaskan kolaborasi dan tindakan bersama untuk mencapai tujuan pengurangan emisi, meskipun tantangan implementasi dan perbedaan kondisi ekonomi di antara negara-negara anggotanya tetap ada. Keberhasilan penerapan protokol ini di Uni Eropa masih diragukan karena kurangnya mekanisme pengawasan yang mengikat.

4. Efektivitas Protokol Kyoto di Uni Eropa dan Ruang Lingkup Penelitian

Efektivitas Protokol Kyoto di Uni Eropa hingga saat ini masih dipertanyakan karena kurangnya mekanisme khusus yang mengikat para anggotanya. Oleh karena itu, Uni Eropa sebagai entitas tersendiri menjadi objek penelitian yang representatif untuk menilai efektivitas protokol tersebut. Penelitian ini membatasi pembahasan pada upaya Uni Eropa-15 dalam mengimplementasikan Protokol Kyoto, mencakup perjalanan menuju protokol, kebijakan-kebijakan di dalamnya, gambaran umum UE, kebijakan UE dalam menghadapi isu lingkungan, dan upaya-upaya yang dilakukan dalam implementasi protokol hingga saat ini. Penelitian menggunakan metode analisis deskriptif untuk mendeskripsikan fenomena berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk studi literatur.

IV.Kesimpulan dan Rekomendasi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya Uni Eropa-15 dalam mengimplementasikan Protokol Kyoto untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Hasilnya diharapkan memberikan gambaran sistematis dan akurat tentang efektivitas Protokol Kyoto di Uni Eropa dan memberikan masukan untuk penelitian lebih lanjut. Meskipun UE telah menunjukkan komitmen dengan meratifikasi protokol dan menetapkan target penurunan emisi, kekurangan mekanisme pengawasan yang efektif menjadi tantangan dalam mencapai tujuan pengurangan emisi secara optimal.

1. Tujuan Penelitian dan Gambaran Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran sistematis dan akurat mengenai upaya Uni Eropa dalam implementasi Protokol Kyoto, khususnya untuk melihat sejauh mana pengaruh Protokol Kyoto terhadap kadar gas rumah kaca. Fokus utamanya adalah pada upaya Uni Eropa-15 dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, dengan target penurunan emisi sebesar 8%. Penelitian ini menggunakan pendekatan induksionis, menempatkan implementasi Protokol Kyoto pada tataran sistem yang lebih tinggi daripada Uni Eropa sebagai unit analisis pada tataran sistem regional. Metodologi yang digunakan adalah studi literatur dengan analisis deskriptif untuk mendeskripsikan fenomena berdasarkan data yang terkumpul dari berbagai sumber.

2. Kesimpulan Upaya Uni Eropa 15 dalam Implementasi Protokol Kyoto

Kesimpulan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa Uni Eropa, khususnya UE-15, telah berupaya mengimplementasikan Protokol Kyoto melalui berbagai kebijakan dan target penurunan emisi gas rumah kaca. Target penurunan emisi sebesar 8% menunjukkan komitmen yang signifikan. Kerjasama antar negara anggota dalam mencapai target tersebut juga menjadi fokus utama, dengan pendekatan yang menekankan tindakan bersama, bukan efisiensi biaya. Namun, efektivitas implementasi Protokol Kyoto di Uni Eropa masih dipertanyakan karena kurangnya mekanisme pengawasan yang cukup kuat dan mengikat.

3. Rekomendasi dan Implikasi untuk Penelitian Lebih Lanjut

Meskipun Uni Eropa telah menunjukkan komitmen dalam meratifikasi Protokol Kyoto dan menetapkan target penurunan emisi, penelitian menyoroti perlunya sistem pengawasan yang lebih efektif untuk memastikan keberhasilan implementasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama dan langkah nyata dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Fokus pada Uni Eropa-15 memberikan perspektif yang spesifik dan dapat digunakan sebagai dasar untuk studi lebih lanjut yang mencakup seluruh anggota Uni Eropa atau membandingkan implementasi di berbagai wilayah geografis dan kondisi ekonomi.