
Dinamika Persaingan antara Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Indonesia
Informasi dokumen
Sekolah | Tidak Disebutkan |
Jurusan | Tidak Disebutkan |
Tempat | Kota Batu |
Jenis dokumen | Bagian dari suatu karya tulis ilmiah (kemungkinan skripsi atau tesis) |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 1.82 MB |
- Pasar Tradisional
- Pasar Modern
- Regulasi Perdagangan
Ringkasan
I.Latar Belakang Persaingan Pasar Tradisional dan Modern di Kota Batu
Penelitian ini membahas persaingan sengit antara pasar tradisional dan pasar modern di Kota Batu, Jawa Timur. Geliat ritel modern seperti minimarket (Alfamart, Indomaret) dan pusat perbelanjaan telah mengancam keberlangsungan pasar tradisional. Pertumbuhan minimarket mencapai 42% pada tahun 2010 (data Nielsen), mengakibatkan penurunan omzet pedagang tradisional hingga 75% di beberapa wilayah (data APPSI). Peraturan Daerah Kota Batu No. 8 Tahun 2012 tentang Perlindungan Pasar Tradisional, Penataan, dan Pengawasan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern bertujuan melindungi pedagang tradisional dan UMKM, namun implementasinya di lapangan masih belum optimal. Penelitian ini difokuskan pada implementasi Pasal 8 ayat (4) Perda No. 8 Tahun 2012, yang mengatur tentang perlindungan hukum bagi pedagang tradisional dalam hal lokasi usaha, persaingan usaha, dan kepastian hukum hak sewa.
1. Kemunculan Pasar Modern dan Dampaknya terhadap Pasar Tradisional
Latar belakang penelitian ini diawali dengan fenomena semakin langkanya pasar tradisional di Indonesia, yang tergeser oleh pesatnya perkembangan pasar modern. Kemudahan dan kenyamanan berbelanja di minimarket, supermarket, dan hypermarket yang tersebar luas, bahkan di kota-kota kecil, menjadi daya tarik bagi sebagian besar masyarakat. Kondisi ini menempatkan pasar tradisional dalam situasi persaingan sempurna (perfect competition), mengakibatkan terdesaknya dan bahkan mengancam keberlangsungan pasar tradisional. Eksistensi pasar tradisional sebagai indikator penting kegiatan ekonomi masyarakat menjadi perhatian. Masyarakat berharap pemerintah mampu melindungi dan memberdayakan para peritel kecil dan menengah yang jumlahnya mayoritas, sekaligus memperhatikan kontribusi peritel besar terhadap perekonomian, seperti penyerapan tenaga kerja dan pemberdayaan pemasok lokal. Berbagai regulasi telah diterbitkan, termasuk Undang-undang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008, serta Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 di Jawa Timur. Namun, regulasi tersebut dirasa belum cukup untuk mengatasi dinamika spesifik di Kota Batu, yang telah menjadi daerah otonom sejak 2001.
2. Ketidakseimbangan Pertumbuhan Pasar Modern dan Kurangnya Keterlibatan Publik
Desakan kekuatan kapitalis modern mendorong pertumbuhan pesat pasar modern di Indonesia. Kemampuan kapital yang besar memungkinkan pelaku usaha ritel modern menawarkan kenyamanan, keamanan, kemudahan, variasi produk, kualitas, dan harga yang kompetitif bagi konsumen. Meskipun menguntungkan konsumen, pertumbuhan ritel modern menimbulkan masalah tersendiri, yaitu terpinggirkannya produk pertanian, perikanan, dan peternakan dalam negeri. Proses penyusunan peraturan seringkali kekurangan keterlibatan publik dan stakeholder, termasuk pedagang tradisional, meskipun tujuannya adalah melindungi pasar tradisional. Ironisnya, Perda yang bertujuan melindungi pasar tradisional justru tidak melibatkan peran aktif masyarakat dan pedagang tradisional dalam perumusannya. Kota Batu, yang memiliki sejarah panjang perkembangan pasar tradisional, membutuhkan Perda yang melindungi para pedagang pasar tradisional di kotanya. Proses pembentukan Perda tersebut memakan waktu sekitar tiga bulan, dari Juni hingga Agustus 2012.
3. Ekspansi Pasar Modern yang Tak Terkendali dan Studi Kasus
Ekspansi pasar modern di Kota Batu semakin tidak terkendali. Data Nielsen menunjukkan pertumbuhan minimarket mencapai 42% pada tahun 2010, meningkat dari 11.927 unit menjadi 16.922 unit. Pembukaan gerai-gerai minimarket baru seperti Alfamart (sekitar 60 gerai), Indomaret, Alfa Midi, dan Alfa Express berkontribusi pada marginalisasi pasar lokal. Sebagai perbandingan, data Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mencatat bahwa sejak 2004, delapan pasar di Jakarta terpaksa tutup karena ditinggalkan pembeli dan tingginya biaya operasional (overhead cost). Sekitar 2.100 pedagang menganggur, dan pedagang yang bertahan mengalami penurunan omzet hingga 75%. Tingkat hunian pasar tradisional di Jakarta hanya 40-60%. Dari 151 pasar tradisional di Jakarta, 51 pasar berdekatan dengan toko modern dan pusat perbelanjaan, dengan rata-rata radius kurang dari 2,5 km. Kasus serupa terjadi hampir di seluruh Indonesia, mengakibatkan pasar tradisional mengalami penyusutan atau gulung tikar. Data AC Nielsen menunjukkan pertumbuhan pasar di Indonesia mencapai 31,4% per tahun hingga 2006, sementara pasar tradisional menyusut hingga 8,1% per tahun. Kurangnya keberpihakan pemerintah kepada pasar tradisional memperparah kesenjangan sosial dan menghambat pemerataan pendapatan.
4. Peraturan Daerah Kota Batu No. 8 Tahun 2012 dan Upaya Perlindungan Pedagang Tradisional
Pasal 1 ayat 12 Peraturan Daerah Kota Batu No. 8 Tahun 2012 menekankan perlunya studi dampak lingkungan (tata ruang dan non-fisik) sebelum pembangunan pusat perbelanjaan dan toko modern untuk mencegah dampak negatif terhadap pasar tradisional, UMKM, dan koperasi. Pemerintah Kota Batu berupaya melindungi pedagang pasar tradisional melalui produk hukum, khususnya Pasal 8 ayat (4) Perda No. 8 Tahun 2012. Perlindungan tersebut difokuskan pada beberapa aspek: lokasi usaha strategis, persaingan usaha dengan pusat perbelanjaan dan toko modern, serta kepastian hukum status hak sewa. UPTD Pasar Kota Batu memiliki tugas berat dalam membina dan melindungi pedagang tradisional, namun implementasi Perda di lapangan tidak sesuai harapan. Kelemahan penegakan hukum dan peran Satuan Kerja Perangkat Dinas yang masih lemah menjadi kendala utama. Perda No. 8 Tahun 2012 memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah daerah dalam mengatur pemberian izin usaha dan pendirian pasar modern, namun implementasinya perlu dievaluasi.
II.Permasalahan Penelitian Kewajiban Pemerintah Daerah Melindungi Pedagang Tradisional
Penelitian ini meneliti pelaksanaan kewajiban Pemerintah Daerah Kota Batu dalam memberikan perlindungan kepada pedagang tradisional. Fokusnya adalah pada Pasal 8 ayat (4) Perda No. 8 Tahun 2012, yang membahas aspek lokasi usaha strategis, persaingan dengan pusat perbelanjaan dan toko modern, serta kepastian hukum status hak sewa untuk menjamin keberlangsungan usaha. UPTD Pasar Kota Batu berperan penting dalam pembinaan dan perlindungan pedagang tradisional, namun implementasi Perda tersebut dinilai kurang efektif. Kelemahan penegakan hukum dan kurangnya keterlibatan publik dalam perumusan Perda juga menjadi sorotan.
1. Kewajiban Pemerintah Daerah dalam Perlindungan Pedagang Tradisional
Bagian ini mengidentifikasi permasalahan utama penelitian yaitu kewajiban pemerintah daerah, khususnya di Kota Batu, dalam memberikan perlindungan kepada pedagang tradisional. Fokusnya terletak pada implementasi Pasal 8 ayat (4) Perda Kota Batu Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perlindungan Pasar Tradisional, Penataan, dan Pengawasan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Perda ini mengatur tentang perlindungan hukum bagi pedagang tradisional dalam beberapa aspek krusial. Aspek-aspek tersebut mencakup lokasi usaha yang strategis dan menguntungkan, persaingan yang adil dengan pelaku usaha pusat perbelanjaan dan toko modern, serta kepastian hukum mengenai status hak sewa untuk menjamin keberlangsungan usaha pedagang tradisional jika terjadi musibah atau kerugian. Penelitian ini akan mengkaji seberapa efektif implementasi Perda tersebut dalam melindungi pedagang tradisional di Kota Batu dan mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaannya di lapangan. UPTD Pasar Kota Batu, sebagai lembaga yang bertanggung jawab, memiliki peran penting dalam pembinaan dan perlindungan pedagang tradisional, sehingga kinerjanya dalam menjalankan tugas ini turut menjadi fokus penelitian.
2. Kelemahan Penegakan Hukum dan Implementasi Perda
Permasalahan selanjutnya yang diangkat adalah kelemahan penegakan hukum terkait perlindungan pedagang tradisional di Kota Batu. Meskipun Perda Kota Batu Nomor 8 Tahun 2012 memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah daerah dalam mengatur izin usaha dan pendirian pasar modern, implementasi di lapangan masih jauh dari harapan. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam penegakan hukum dan peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertanggung jawab. Penelitian ini akan menelaah bagaimana lemahnya penegakan hukum tersebut mempengaruhi perlindungan pedagang tradisional dan sejauh mana Perda tersebut mampu melindungi mereka dari dampak negatif persaingan dengan pasar modern. Kurangnya pengawasan dan koordinasi antar instansi terkait juga akan dikaji sebagai bagian dari permasalahan penegakan hukum yang lemah ini. Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah Kota Batu untuk mengatasi permasalahan tersebut juga akan diteliti, termasuk efektivitasnya dalam memberikan perlindungan yang berkelanjutan kepada pedagang tradisional.
3. Aspek Perlindungan yang Diprioritaskan Lokasi Usaha Persaingan dan Kepastian Hukum
Penulis menitikberatkan pada kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan kepada pedagang pasar tradisional dalam tiga aspek utama. Pertama, lokasi usaha yang strategis dan menguntungkan, termasuk kepastian hukum dan jaminan usaha dari kemungkinan penggusuran. Kedua, persaingan dengan pelaku usaha pusat perbelanjaan dan toko modern, baik dari segi lokasi maupun aspek lainnya. Ketiga, kepastian hukum dalam status hak sewa untuk menjamin keberlangsungan usaha jika terjadi musibah yang merusak harta benda yang diperdagangkan. Ketiga aspek tersebut saling terkait dan merupakan faktor penting yang menentukan keberlangsungan usaha pedagang tradisional dalam menghadapi persaingan dengan pasar modern. Penelitian ini akan menganalisis secara mendalam bagaimana pemerintah daerah Kota Batu menangani ketiga aspek ini, serta hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam upaya memberikan perlindungan yang efektif kepada pedagang tradisional.
III.Metodologi Penelitian Pengumpulan Data Primer dan Sekunder
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam dengan Kepala TU UPTD Pasar Kota Batu, Bapak Sudarwito ST.MT, dan beberapa pedagang tradisional (narasumber 1-6). Data sekunder meliputi Perda No. 8 Tahun 2012, peraturan perundang-undangan terkait lainnya, dan data statistik. Metode pengumpulan data meliputi wawancara terstruktur dan observasi langsung di lokasi penelitian.
1. Pengumpulan Data Primer Wawancara Mendalam
Metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk memastikan fokus penelitian tetap terjaga. Informan yang diwawancarai terdiri dari dua kelompok utama. Kelompok pertama adalah UPTD Pasar Kota Batu yang diwakili oleh Kepala TU UPTD Pasar Kota Batu, Bapak Sudarwito ST.MT. Kelompok kedua terdiri dari beberapa pedagang tradisional di Kota Batu. Nama-nama pedagang tersebut tidak dicantumkan untuk melindungi identitas dan mencegah intervensi dari pihak lain. Jumlah pedagang tradisional yang diwawancarai adalah enam orang, yang disebut sebagai Narasumber 1 hingga 6 dalam penelitian. Wawancara dilakukan secara mendalam untuk menggali informasi sebanyak mungkin terkait penerapan kebijakan Perda No. 8 tentang perlindungan pedagang di Kota Batu. Metode wawancara yang digunakan adalah jenis interview bebas terpimpin, yang memberikan fleksibilitas kepada responden dalam menjawab pertanyaan dan menjelaskan alasan di balik jawaban mereka.
2. Pengumpulan Data Sekunder Studi Dokumenter dan Regulasi
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber dokumen dan regulasi yang relevan. Sumber data sekunder yang paling penting adalah Perda No. 8 Tahun 2012 tentang Perlindungan Pasar Tradisional, Penataan, dan Pengawasan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di Kota Batu. Selain itu, penelitian juga merujuk pada berbagai peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan perlindungan pedagang tradisional dan penataan pasar modern, baik di tingkat nasional maupun provinsi. Data sekunder ini digunakan sebagai pendukung dan pelengkap data primer yang diperoleh dari wawancara. Data sekunder berfungsi untuk memberikan konteks hukum dan kebijakan yang lebih luas terhadap permasalahan yang diteliti. Dengan menggabungkan data primer dan sekunder, diharapkan penelitian ini mampu memberikan gambaran yang komprehensif mengenai pelaksanaan kewajiban pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan kepada pedagang tradisional di Kota Batu.
3. Metode Observasi Langsung
Selain wawancara dan studi dokumen, penelitian ini juga menggunakan metode observasi langsung. Observasi dilakukan secara aktif dan partisipatif di lokasi penelitian, yaitu UPTD Pasar Kota Batu dan beberapa pasar tradisional di Kota Batu. Metode ini memungkinkan peneliti untuk mengamati secara langsung kondisi riil di lapangan dan memperoleh data yang akurat dan terpercaya. Observasi juga digunakan untuk memverifikasi informasi yang diperoleh dari wawancara dan data sekunder. Melalui observasi langsung, peneliti dapat melihat secara langsung bagaimana implementasi Perda No. 8 Tahun 2012 berjalan di lapangan, mengamati interaksi antara pedagang dan petugas UPTD Pasar, serta mengamati kondisi fisik pasar tradisional di Kota Batu. Informasi yang diperoleh dari observasi kemudian diintegrasikan dengan data primer dan sekunder untuk menghasilkan analisis yang lebih komprehensif dan mendalam.
IV.Tujuan Penelitian Kontribusi Keilmuan dan Praktis
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap wacana keilmuan di bidang Hukum Tata Negara dan pranata sosial. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan ilmiah di kalangan akademisi dan praktisi hukum, khususnya terkait penemuan dan penerapan hukum dalam konteks perlindungan pedagang tradisional. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis efektifitas Perda Kota Batu No. 8 Tahun 2012 dalam melindungi pedagang tradisional di Kota Batu dan memberikan rekomendasi solusi atas permasalahan yang ada.
1. Kontribusi Keilmuan Pengembangan Kajian Pranata Hukum Tata Negara
Salah satu tujuan penelitian ini adalah memberikan kontribusi terhadap pengembangan wacana keilmuan, khususnya di kalangan civitas akademika. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya kajian pranata Hukum Tata Negara, memberikan wawasan baru bagi mahasiswa, dan mendorong penelitian lebih lanjut di bidang ini. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman tentang bagaimana produk hukum pemerintah, khususnya Perda, diimplementasikan dan dampaknya terhadap masyarakat. Dengan menganalisis implementasi Perda No. 8 Tahun 2012 di Kota Batu, penelitian ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana hukum berperan dalam melindungi kelompok rentan seperti pedagang tradisional. Penelitian ini juga berkontribusi pada literatur akademik yang membahas hubungan antara regulasi, praktik di lapangan, dan dampaknya terhadap kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat.
2. Manfaat Praktis Pengembangan Pengetahuan Ilmiah dan Penerapan Hukum
Selain kontribusi keilmuan, penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan manfaat praktis. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengembangan pengetahuan ilmiah di bidang Hukum Tata Negara dan pranata sosial bagi para praktisi hukum. Penelitian ini memberikan wawasan praktis tentang penemuan dan penerapan hukum dalam konteks perlindungan pedagang tradisional. Dengan menganalisis kasus implementasi Perda No. 8 Tahun 2012 di Kota Batu, penelitian ini diharapkan memberikan rekomendasi kebijakan yang lebih efektif untuk melindungi pedagang tradisional. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah daerah Kota Batu dalam mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan yang sudah ada guna meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan pedagang tradisional di masa mendatang. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan yang lebih adil dan sesuai dengan kehidupan masyarakat.