
Dampak Pemanasan Global dan Kebijakan Lingkungan di Indonesia
Informasi dokumen
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 265.87 KB |
Jurusan | Hubungan Internasional |
Jenis dokumen | Skripsi/Tesis/Makalah |
- Isu Lingkungan
- Pemanasan Global
- Kebijakan Ekonomi Indonesia
Ringkasan
I.Latar Belakang Kerusakan Lingkungan dan Konflik Pembangunan di Papua akibat Investasi Asing
Dokumen ini membahas dampak negatif investasi asing, khususnya operasi PT Freeport di Kabupaten Mimika, Papua, terhadap lingkungan dan masyarakat. PT Freeport, beroperasi sejak 1973, telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk pencemaran sungai-sungai seperti Sungai Wanagon/Ajikwa dan laut Arafuru akibat limbah tailing. Konflik muncul antara PT Freeport dan masyarakat adat Amungme-Kamoro, yang kehilangan hak ulayat atas tanah mereka, termasuk situs-situs suci. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Mimika, didorong oleh investasi asing, tidak merata dan memicu konflik pembangunan, meningkatkan kecemburuan sosial antar suku. Masalah ini juga dikaitkan dengan isu human security yang terancam.
1. Isu Lingkungan Global dan Kerusakan Hutan di Indonesia
Bagian ini mengawali dengan menekankan isu lingkungan global, khususnya pemanasan global, sebagai latar belakang utama. Mencairnya es di kutub, naiknya permukaan laut, perubahan iklim yang tak menentu, dan bencana alam semakin mengkhawatirkan dan mengancam kelangsungan hidup manusia. Indonesia, sebagai negara berkembang, menjadi sorotan internasional karena laju kerusakan hutan tropis yang tinggi. Kebakaran hutan di Indonesia tidak hanya menjadi masalah domestik, tetapi juga menimbulkan keresahan di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Selain kerusakan hutan, kontribusi negara-negara industri terhadap emisi karbon yang menyebabkan kenaikan suhu bumi juga dikritik. Permasalahan ini menekankan pentingnya perhatian global terhadap isu lingkungan dan keterkaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.
2. Pertumbuhan Penduduk dan Sumber Daya Alam
Selanjutnya, dokumen menyoroti pertumbuhan penduduk dunia yang terus meningkat sebagai isu yang berkaitan dengan ketersediaan sumber daya alam. Meskipun laju pertumbuhan lebih rendah daripada dekade sebelumnya, kekhawatiran tetap ada mengenai kemampuan bumi untuk menyediakan sumber daya yang cukup bagi seluruh penduduk agar hidup layak. Terdapat perbedaan pandangan; pandangan optimis beranggapan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan memberikan solusi, sementara pandangan pesimis khawatir akan semakin berkurangnya sumber daya dan potensi konflik antar negara dalam memperebutkan sumber daya alam di masa depan akibat meningkatnya konsumsi energi.
3. Investasi Asing Ketergantungan Teknologi dan Dampaknya pada Negara Berkembang
Bagian ini membahas ketergantungan negara berkembang, termasuk Indonesia, terhadap teknologi maju dari negara industri. Hal ini membuat negara berkembang sangat bergantung pada investasi asing, yang terkadang menjadi solusi cepat untuk mengatasi krisis ekonomi, seperti yang dialami Indonesia saat meminjam uang dari IMF dan World Bank. Namun, ketergantungan ini mengurangi kontrol negara dan dapat menyebabkan peran negara dikendalikan oleh kebijakan perusahaan asing. Dokumen menyoroti dampak negatif bagi rakyat kecil, seperti kerusakan lingkungan akibat limbah pabrik dan pembuangan limbah organik ke sungai.
4. Konflik Kepentingan dan Gejala Pembangunan yang Merugikan Rakyat
Dokumen mengangkat konflik kepentingan antara negara berkembang yang mengutamakan pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dengan negara maju yang enggan mengorbankan standar hidup masyarakatnya yang sudah tinggi. Pembangunan ekonomi seringkali digunakan sebagai sumber legitimasi kekuasaan, bahkan menjadi semacam ideologi yang tak boleh diganggu gugat. Rezim Orde Baru di Indonesia dijadikan contoh penerapan ideologi developmentalisme yang hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi semata, mengabaikan aspek distribusi dan keadilan sosial, serta mengorbankan pelestarian lingkungan hidup. Eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan asing, seperti PT Freeport, dijelaskan sebagai contoh nyata dari gejala pembangunan yang merugikan rakyat.
5. PT Freeport Eksploitasi Sumber Daya Alam dan Konflik di Papua
PT Freeport, perusahaan multinasional asal Amerika Serikat yang bekerja sama dengan Indonesia sejak 1973, menjadi fokus utama. Perusahaan ini diresmikan oleh Presiden Soeharto di Tembagapura, Mimika. Dokumen menjelaskan eksploitasi sumber daya alam di Papua oleh PT Freeport yang telah berlangsung sekitar 40 tahun, menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah dan konflik dengan masyarakat lokal. Konflik ini dipicu oleh pengambilan lahan untuk operasi pertambangan yang menghilangkan sumber daya alam dan tanah suci masyarakat Amungme-Kamoro, yang merupakan pemilik hak ulayat. Pembuangan limbah tailing PT Freeport ke Sungai Wanagon telah mencemari ekosistem sungai dan bahkan mengancam ekosistem laut di Laut Arafuru. Konflik juga terjadi antar suku di Kabupaten Mimika karena kecemburuan sosial terkait pembagian keuntungan dari kegiatan pertambangan.
6. Kerusakan Lingkungan Konflik dan Peran Lembaga Pengawas
Isu kerusakan lingkungan di Indonesia, terutama di Papua, semakin menguat setelah Kongres Perubahan Iklim di Nusa Dua, Bali pada tahun 2007. Kerusakan lingkungan terjadi bukan hanya karena penebangan liar dan pencemaran laut, tetapi juga aktivitas industri yang tinggi. PT Freeport di Papua menjadi contoh nyata kerusakan lingkungan yang telah terjadi sejak tahun 1990-an, termasuk peristiwa longsor dan banjir yang mengakibatkan korban jiwa di Tembagapura. Meskipun Indonesia memiliki WALHI sebagai lembaga pemantau lingkungan, perannya dalam mengawasi aktivitas perusahaan asing seperti PT Freeport dinilai kurang efektif. Konflik antara masyarakat Mimika dan PT Freeport, termasuk isu penembakan warga asing dan isu separatis, dikaitkan dengan ketidakadilan dalam kesepakatan kontrak kerja antara pemerintah dan perusahaan asing.
II.Dampak Investasi Asing terhadap Pembangunan Gejala Sosial dan Kerusakan Lingkungan
Studi ini mengkaji dampak investasi asing terhadap konflik pembangunan, gejala sosial, dan kerusakan lingkungan di negara berkembang, khususnya di Indonesia. Kasus PT Freeport di Papua menjadi studi kasus utama, menggambarkan bagaimana mengejar pertumbuhan ekonomi mengorbankan pelestarian lingkungan dan hak ulayat masyarakat adat. Pemerintah sering mengutamakan target pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan, seperti yang terjadi pada rezim Orde Baru. Perusahaan multinasional (MNC) seperti PT Freeport memiliki peran signifikan sebagai aktor non-negara dalam memicu konflik ini.
1. Investasi Asing dan Pembangunan Ekonomi di Negara Berkembang
Bagian ini membahas bagaimana negara berkembang, dalam upayanya membangun ekonomi dan mengurangi kemiskinan, seringkali mengundang investasi asing. Namun, terdapat konflik kepentingan antara negara berkembang yang memprioritaskan pembangunan ekonomi dan negara maju yang memiliki standar hidup tinggi dan enggan mengkompromikannya. Pemerintah di negara berkembang sering menjadikan pembangunan ekonomi sebagai sumber legitimasi kekuasaan, bahkan sebagai ideologi yang tak terbantahkan. Hal ini dapat menyebabkan pembangunan yang tidak berkelanjutan dan merugikan rakyat. Contohnya adalah kebijakan pembangunan pada masa Orde Baru di Indonesia yang lebih memprioritaskan angka pertumbuhan ekonomi daripada pemerataan dan keadilan sosial, sehingga mengakibatkan kesenjangan sosial yang besar.
2. Dampak Lingkungan dari Investasi Asing dan Industrialisasi
Salah satu dampak negatif investasi asing adalah kerusakan lingkungan. Industrialisasi, baik di negara maju maupun berkembang, menyebabkan pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik yang dibuang ke sungai, mencemari ekosistem. Negara berkembang menjadi pihak yang paling terdampak, mengancam human security karena ketergantungan pemerintah pada investasi asing. Indonesia, setelah krisis ekonomi, semakin bergantung pada investor asing, termasuk untuk membayar utang luar negeri kepada IMF dan World Bank. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seperti yang terjadi di Papua setelah hadirnya PT Freeport, seringkali mengorbankan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang pesat, meskipun positif bagi masyarakat adat, seringkali diiringi dengan pembuangan limbah yang mengancam lingkungan dan ekosistem.
3. Kasus PT Freeport dan Konflik Pembangunan di Papua
Sebagai contoh nyata, dokumen membahas PT Freeport di Papua. PT Freeport, yang beroperasi sejak 1973, telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar di Kabupaten Mimika. Aktivitas pertambangan yang telah berlangsung puluhan tahun telah merusak hutan, mencemari sungai-sungai utama seperti Sungai Wanagon/Ajikwa, Sungai Jabo, dan anak-anak sungainya hingga ke Sungai Mambramo, dan bahkan mengancam ekosistem laut. Konflik terjadi antara PT Freeport dan masyarakat Amungme-Kamoro sebagai pemilik hak ulayat atas lahan yang dieksploitasi. Konflik ini dipicu oleh hilangnya tanah suci, sungai, dan gunung, serta pencemaran ekosistem kebun sagu masyarakat Kamoro oleh limbah tailing Freeport. Kecemburuan sosial antar suku juga terjadi di Kabupaten Mimika, memperumit konflik.
4. Gejala Sosial dan Konflik yang Muncul Akibat Investasi Asing
Selain kerusakan lingkungan, investasi asing juga menimbulkan berbagai gejala sosial dan konflik. Di Papua, konflik antara masyarakat dan PT Freeport memanas, bahkan menimbulkan isu separatisme. Konflik serupa terjadi di berbagai wilayah Indonesia, misalnya dengan perusahaan Lapindo di Jawa Timur. Masalah ini dikaitkan dengan kurangnya pengawasan terhadap aktivitas perusahaan asing, meskipun Indonesia memiliki lembaga seperti WALHI yang bekerja sama dengan LSM. Masyarakat Mimika menganggap PT Freeport sebagai bencana bagi sumber daya alam mereka (titipan leluhur). Konflik yang terjadi sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1990-an, ditandai dengan bencana banjir dan longsor akibat luapan Sungai Wanagon yang mengakibatkan korban jiwa.
III.Konsep Human Security Non Tradisional dan Environmental Security di Mimika
Analisis menggunakan kerangka human security non-tradisional, yang menekankan ancaman terhadap keamanan manusia selain ancaman militer. Kerusakan lingkungan di Mimika, akibat operasi PT Freeport, mengancam human security dan environmental security masyarakat setempat. Konsep ini juga menghubungkan konsumsi sumber daya di negara maju dengan kerusakan lingkungan di negara berkembang. Pendapat Anil Agarwal tentang kelangsungan hidup di negara berkembang, dan Alan Durning tentang konsumsi berlebihan, menjadi landasan analisis.
1. Human Security Non Tradisional Pergeseran Konsep Keamanan
Bagian ini membahas konsep human security non-tradisional, yang melampaui definisi keamanan tradisional yang berfokus pada ancaman militer. Pasca Perang Dingin, ancaman terhadap keamanan manusia semakin kompleks dan tidak langsung, meliputi masalah lingkungan, hak asasi manusia, dan isu-isu sosial lainnya. Mengutip Walter Lippmann, keamanan diartikan sebagai kondisi di mana nilai-nilai, norma, dan segala sesuatu dalam keadaan aman tanpa ancaman. Dengan demikian, isu keamanan tidak hanya berfokus pada aspek militer, tetapi juga lingkungan dan ekonomi. Perkembangan interaksi antara aktor negara (state actor) dan non-negara (non-state actor) dalam konteks globalisasi semakin memperumit tantangan keamanan, meliputi isu politik, ekonomi, sosial, pertahanan, dan lingkungan hidup.
2. Environmental Security di Mimika Kerusakan Lingkungan sebagai Ancaman
Bagian ini membahas konsep environmental security di Kabupaten Mimika, Papua, dengan mengutip pendapat Anil Agarwal bahwa di negara berkembang, kerusakan lingkungan bukan hanya masalah kualitas hidup, tetapi juga kelangsungan hidup keluarga dan komunitas. Ketika sumber air bersih tercemar atau tanah menjadi tandus, hal ini mengancam kelangsungan hidup secara langsung. Dokumen juga mengutip Alan Durning yang menyatakan bahwa konsumsi berlebihan di negara maju menyebabkan kerusakan lingkungan global, merusak hutan, tanah, air, udara, dan iklim secara besar-besaran. Terdapat teori lingkungan yang berpusat pada kehidupan (biosentrisme), menekankan kewajiban moral manusia terhadap alam, seperti yang diungkapkan oleh Albert Schweitzer dan Paul Taylor. Di Mimika, kerusakan lingkungan akibat operasi PT Freeport mengancam environmental security dan human security masyarakat setempat.
3. Kerangka Analisis Non State Actor dan Dominasi Investasi Asing
Bagian ini menjelaskan penggunaan level analisis non-state actor sebagai kerangka berpikir untuk memahami masalah di Kabupaten Mimika. Analisis ini akan memudahkan dalam menggambarkan dominasi investasi asing terhadap kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap masyarakat. Investasi asing yang tidak terkendali mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menjadi korban bagi masyarakat lokal. Studi ini berfokus pada dampak negatif dari investasi asing terhadap lingkungan dan masyarakat, khususnya dalam konteks environmental security dan human security di wilayah tersebut.
IV.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk masyarakat lokal Amungme-Kamoro, dokumen resmi, dan media. Analisis data dilakukan secara induktif, berfokus pada dampak PT Freeport terhadap lingkungan dan masyarakat Mimika, khususnya masyarakat Amungme-Kamoro sebagai pemilik hak ulayat.
1. Pendekatan Penelitian dan Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengumpulkan data secara seksama, akurat, dan sistematis. Data dikumpulkan langsung di lapangan melalui penelitian lapangan yang sistematis untuk menambah pengetahuan baru. Metode pengumpulan data meliputi wawancara langsung dengan responden untuk memperoleh informasi lengkap dari sumber yang kompeten. Wawancara digunakan untuk menggali informasi mendalam tentang fenomena atau permasalahan yang terjadi. Selain wawancara, penelitian juga menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Dokumentasi meliputi berbagai jenis dokumen, seperti dokumen resmi, buku harian, laporan, notulen rapat, catatan kasus, dan dokumen lainnya. Data juga dikumpulkan dari berbagai media, baik massa, cetak, maupun elektronik, untuk melengkapi data yang telah ada dan mempermudah perolehan informasi.
2. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan secara sistematis dan terstruktur, menggabungkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data bertujuan untuk memahami masalah gerakan sosial dan fenomena sosial yang diteliti, serta menyajikannya sebagai informasi baru bagi pembaca. Proses analisis data bersifat induktif, dimana peneliti membenamkan diri dalam data kasus dan mengembangkan analisis dari data yang diperoleh. Pengumpulan dan analisis data dilakukan secara simultan, sehingga hipotesis tidak dirumuskan di awal penelitian, melainkan digali dan dikembangkan selama proses pengumpulan data di lapangan. Penelitian berfokus pada dampak pembuangan limbah tailing PT Freeport.
3. Batasan Waktu Penelitian
Penelitian ini membahas dampak investasi asing terhadap pembangunan ekonomi dan konflik lingkungan sejak tahun 1996, khususnya terkait dana 1% yang diberikan kepada masyarakat Amungme-Kamoro dan lima kerabat suku lainnya sebagai pemilik hak ulayat. Namun, untuk pemahaman yang lebih komprehensif, dokumen juga akan menjelaskan sejarah PT Freeport sejak tahun 1973 hingga saat penelitian dilakukan, jika diperlukan.