Dampak Maloklusi Anterior Terhadap Status Psikososial Siswa SMA

Dampak Maloklusi Anterior Terhadap Status Psikososial Siswa SMA

Informasi dokumen

Penulis

Natalia

Sekolah

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Medan (Asumsi berdasarkan lokasi ujian skripsi)

Jurusan Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat
Tempat Medan
Jenis dokumen Skripsi
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 4.78 MB
  • maloklusi
  • psikososial
  • PIDAQ

Ringkasan

I.Maloklusi Anterior dan Dampak Psikososialnya

Penelitian ini menyelidiki dampak psikososial maloklusi anterior pada siswa SMA, khususnya di SMA Global Prima Nasional Plus dan SMA Pangeran Antasari di Medan. Fokus penelitian adalah empat jenis maloklusi anterior: gigi berjejal (crowded), gigi tonggos (protrusi), diastema (gigi jarang), dan protrusi bimaksiler. Studi menggunakan kuesioner PIDAQ (Psychosocial Impact of Dental Aesthetics Questionnaire) untuk mengukur dampak pada kepercayaan diri, aspek sosial, dampak psikologis, dan pertimbangan estetis. Hasil menunjukkan prevalensi tertinggi adalah gigi berjejal (44%), diikuti diastema, protrusi, dan protrusi bimaksiler. SMA Global Prima Nasional Plus, sekolah swasta dengan biaya tinggi (±4 juta rupiah termasuk biaya sekolah 350.000 per bulan), memiliki fasilitas lebih lengkap dibanding SMA Pangeran Antasari, sekolah negeri dengan kurikulum nasional.

1. Jenis Maloklusi Anterior yang Diselidiki

Bagian ini menjelaskan jenis-jenis maloklusi anterior yang menjadi fokus penelitian. Disebutkan bahwa gigi berjejal (crowded), gigi tonggos (protrusi), gigi jarang (diastema), dan protrusi bimaksiler adalah jenis-jenis maloklusi anterior yang dapat menimbulkan dampak terhadap aspek psikososial seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dampak dari keempat jenis maloklusi tersebut terhadap status psikososial siswa di dua sekolah berbeda, yaitu SMA Global Prima Nasional Plus dan SMA Pangeran Antasari. Metode penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 91 orang yang dipilih secara purposive sampling dan memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan langsung maloklusi dan wawancara menggunakan kuesioner PIDAQ (Psychosocial Impact of Dental Aesthetics Questionnaire). Hasil awal menunjukkan prevalensi tertinggi adalah crowded (44%), diikuti diastema (27,5%), protrusi (16,5%), dan protrusi bimaksiler (12%). Deskripsi rinci mengenai karakteristik setiap jenis maloklusi dan implikasinya akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya.

2. Definisi dan Penyebab Maloklusi

Bagian ini memberikan definisi maloklusi sebagai penyimpangan susunan gigi dan/atau malrelasi lengkung gigi (rahang) yang tidak sesuai, baik secara estetis maupun fungsional, dari oklusi normal. Oklusi normal didefinisikan sebagai susunan gigi yang teratur, hubungan gigi atas dan bawah yang harmonis dan seimbang, serta keseimbangan fungsional antara tulang rahang, tulang tengkorak, dan otot sekitarnya. Beberapa jenis maloklusi dijelaskan, termasuk gigi berjejal (crowded), gingsul (caninus ectopic), gigi tonggos (disto oklusi), gigi cakil (mesio oklusi), gigitan silang (crossbite), dan gigi jarang (diastema), serta protrusi bimaksiler. Protrusi bimaksiler dijelaskan sebagai maloklusi dengan inklinasi anterior berlebihan dari insisivus rahang atas dan bawah, sering disertai kesulitan menutup bibir dan profil wajah yang tidak estetis. Penyebab maloklusi dibahas, meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor ekstrinsik meliputi herediter, kelainan kongenital, perkembangan dan pertumbuhan yang salah, penyakit sistemik, dan kebiasaan buruk. Faktor intrinsik meliputi anomali jumlah, ukuran, dan bentuk gigi; frenulum labii tidak normal; kehilangan dini gigi desidui; erupsi gigi permanen yang terlambat atau abnormal; ankilosis; karies gigi; dan restorasi yang tidak baik. Penjelasan lebih detail tentang faktor-faktor penyebab ini akan diuraikan pada bagian selanjutnya.

3. Dampak Maloklusi terhadap Psikososial Remaja

Bagian ini membahas dampak maloklusi terhadap perkembangan psikologis dan psikososial remaja. Penampilan wajah yang kurang menarik akibat maloklusi dapat menyebabkan remaja merasa tertekan, malu, dan rendah diri, berdampak negatif pada kehidupan sosial, keluarga, pekerjaan, dan sekolah. Studi oleh Bull dan Rumsey (1988) menunjukkan bahwa penampilan dentofasial merupakan faktor penting dalam penentuan daya tarik seseorang, dan remaja dengan maloklusi sering kesulitan beradaptasi di lingkungan sekolah. Walaupun maloklusi tidak mengancam jiwa, dampaknya signifikan terhadap ketidaknyamanan, keadaan sosial, dan fungsi bicara. Maloklusi dapat mengganggu estetika, fungsi mengunyah, dan berbicara, serta mempengaruhi penampilan wajah secara keseluruhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi estetis wajah meliputi susunan gigi anterior, warna, bentuk dan posisi gigi, ketebalan bibir, simetris gingiva, profil bibir, dan overjet. Berbagai alat ukur kualitas hidup terkait kesehatan mulut telah dikembangkan, termasuk PIDAQ yang secara spesifik mengukur dampak psikososial estetika gigi dan mulut pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda. Penelitian terdahulu menunjukkan perbedaan dampak maloklusi berdasarkan jenis kelamin dan kelas sosial, dengan perempuan cenderung lebih sensitif terhadap masalah estetis. Penjelasan lebih lanjut mengenai dampak psikososial dari maloklusi akan disajikan pada sub-bab berikutnya.

4. Karakteristik Sekolah dan Populasi Penelitian

Bagian ini memberikan gambaran mengenai dua sekolah yang menjadi lokasi penelitian: SMA Global Prima Nasional Plus dan SMA Pangeran Antasari di Medan. SMA Global Prima Nasional Plus digambarkan sebagai sekolah bergengsi dengan fasilitas lengkap (ruang ber-AC, kolam renang, laboratorium, dll.), kurikulum nasional dan internasional (bahasa pengantar Inggris 70%, Indonesia 20%, Mandarin 10%), dan siswa yang umumnya berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas (biaya sekolah sekitar 4 juta rupiah per tahun). Sebaliknya, SMA Pangeran Antasari merupakan sekolah negeri dengan kurikulum nasional sepenuhnya (bahasa pengantar Indonesia), fasilitas lebih terbatas, dan jumlah siswa per kelas lebih banyak. Perbedaan karakteristik kedua sekolah ini penting karena dapat memengaruhi status psikososial siswa dan persepsi mereka terhadap maloklusi. Penelitian ini membandingkan dampak maloklusi di kedua sekolah untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan dan sosioekonomi terhadap dampak psikososial. Penjelasan lebih lanjut mengenai desain penelitian dan metode pengumpulan data akan disajikan di bagian selanjutnya.

II.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan 91 responden yang dipilih secara purposive sampling. Data dikumpulkan melalui pemeriksaan langsung dan wawancara menggunakan kuesioner PIDAQ. Analisis data bertujuan untuk mengetahui perbedaan dampak maloklusi anterior terhadap status psikososial siswa di kedua sekolah.

1. Desain Penelitian dan Sampel

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, yang berarti data dikumpulkan hanya pada satu titik waktu untuk melihat hubungan antara variabel pada saat itu juga. Populasi penelitian adalah siswa SMA, dan sampel diambil dari dua sekolah di Medan: SMA Global Prima Nasional Plus dan SMA Pangeran Antasari. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, di mana peneliti secara sengaja memilih peserta yang memenuhi kriteria inklusi tertentu, yakni siswa SMA yang memiliki maloklusi anterior. Jumlah total sampel adalah 91 siswa. Pemilihan dua sekolah yang berbeda, dengan karakteristik sosioekonomi dan fasilitas yang berbeda pula, bertujuan untuk melihat kemungkinan perbedaan dampak psikososial maloklusi antar lingkungan sekolah yang berbeda. Detail mengenai karakteristik sampel dan proses seleksi akan diuraikan lebih lanjut pada bagian berikutnya.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan dua metode utama. Pertama, dilakukan pemeriksaan langsung untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan jenis maloklusi anterior pada setiap peserta. Pemeriksaan ini akan mencatat jenis dan tingkat keparahan maloklusi, seperti gigi berjejal, gigi tonggos, diastema, dan protrusi bimaksiler. Kedua, wawancara menggunakan kuesioner PIDAQ (Psychosocial Impact of Dental Aesthetics Questionnaire) dilakukan. Kuesioner PIDAQ ini merupakan instrumen yang teruji validitas dan reliabilitasnya, dirancang untuk mengukur dampak psikososial dari estetika gigi dan mulut. Kuesioner ini mengukur empat aspek utama: kepercayaan diri terhadap gigi geligi, dampak sosial, dampak psikologis, dan pertimbangan estetis. Setiap aspek diukur melalui sejumlah pernyataan yang dijawab oleh responden. Cara penskoran dan pengkategorian dampak (berdampak/tidak berdampak) dijelaskan secara rinci dalam penelitian. Detail mengenai proses pemeriksaan maloklusi dan cara pengisian kuesioner PIDAQ akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian berikutnya.

3. Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, analisis data dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui perbedaan dampak maloklusi anterior terhadap status psikososial siswa di SMA Global Prima Nasional Plus dan SMA Pangeran Antasari. Analisis akan membandingkan skor PIDAQ pada empat aspek yang diukur (kepercayaan diri, dampak sosial, dampak psikologis, dan pertimbangan estetis) antara kedua kelompok sekolah. Analisis juga akan membandingkan dampak psikososial berdasarkan jenis maloklusi anterior (gigi berjejal, gigi tonggos, diastema, dan protrusi bimaksiler) di masing-masing sekolah. Metode analisis statistik yang tepat akan digunakan untuk menguji perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok. Meskipun deskripsi detail metode analisis statistik tidak disertakan, hasil analisis akan disajikan dalam bentuk tabel dan deskripsi yang mudah dipahami. Pembahasan lengkap mengenai hasil analisis dan interpretasinya akan disajikan pada bagian selanjutnya.

III.Hasil Penelitian Dampak Maloklusi terhadap Aspek Psikososial

Hasil penelitian menunjukkan dampak maloklusi anterior terhadap status psikososial siswa di kedua sekolah. Di SMA Global Prima Nasional Plus, 56,5% siswa mengalami dampak, dengan protrusi bimaksiler menunjukkan dampak terbesar (85,7%). Di SMA Pangeran Antasari, 55,6% siswa terdampak, dengan protrusi sebagai jenis maloklusi yang paling berdampak (80%). Temuan ini mendukung penelitian sebelumnya yang menunjukkan hubungan antara maloklusi dan dampak psikososial, terutama pada aspek kepercayaan diri. Perbedaan dampak antara kedua sekolah mungkin dipengaruhi oleh faktor sosioekonomi dan lingkungan sekolah.

1. Dampak Maloklusi Anterior terhadap Aspek Psikososial Secara Umum

Hasil penelitian menunjukkan adanya dampak maloklusi anterior terhadap aspek psikososial siswa di kedua sekolah yang diteliti. Di SMA Global Prima Nasional Plus, sekitar 56,5% siswa mengalami dampak psikososial akibat maloklusi anterior, dengan dampak terbesar terlihat pada siswa yang mengalami protrusi bimaksiler (85,7%). Sementara itu, di SMA Pangeran Antasari, 55,6% siswa mengalami dampak yang serupa, dengan protrusi sebagai jenis maloklusi anterior yang paling berdampak (80%). Temuan ini sejalan dengan penelitian Khan dan Fida yang menunjukkan dampak psikososial yang signifikan terhadap perubahan estetis gigi, khususnya pada aspek kepercayaan diri. Perbedaan persentase siswa yang terdampak antara kedua sekolah mungkin dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan sekolah dan status sosioekonomi siswa, karena SMA Global Prima Nasional Plus merupakan sekolah swasta dengan biaya yang lebih tinggi dan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan SMA Pangeran Antasari, sekolah negeri dengan kurikulum nasional. Analisis lebih lanjut mengenai perbedaan dampak berdasarkan jenis maloklusi akan diuraikan pada sub-bab selanjutnya.

2. Dampak Maloklusi Berdasarkan Jenis Maloklusi

Analisis lebih lanjut menunjukkan perbedaan dampak psikososial berdasarkan jenis maloklusi anterior. Di SMA Global Prima Nasional Plus, protrusi bimaksiler memberikan dampak terbesar (71,4%) terhadap aspek sosial, diikuti diastema (46,2%), protrusi (40%), dan crowded (25%). Sementara di SMA Pangeran Antasari, protrusi memberikan dampak terbesar (60%) pada aspek sosial, kemudian diikuti protrusi bimaksiler (50%), diastema (41,7%), dan crowded (33,3%). Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun secara keseluruhan persentase siswa yang terdampak relatif sama di kedua sekolah, jenis maloklusi yang paling berdampak berbeda. Protrusi bimaksiler cenderung lebih berdampak di SMA Global Prima Nasional Plus, sementara protrusi lebih berdampak di SMA Pangeran Antasari. Perbedaan ini dapat dikaji lebih lanjut melalui analisis yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang memengaruhi dampak psikososial maloklusi, seperti persepsi individu terhadap penampilan gigi dan dukungan sosial dari lingkungan sekitar. Penjelasan lebih rinci mengenai aspek-aspek lain yang diukur (kepercayaan diri, dampak sosial, dan pertimbangan estetis) akan diuraikan pada sub-bab selanjutnya.

3. Perbandingan Dampak pada Aspek Tertentu Kepercayaan Diri Aspek Sosial Pertimbangan Estetis

Selain dampak psikososial secara menyeluruh, penelitian ini juga menganalisis dampak maloklusi pada aspek kepercayaan diri, aspek sosial, dan pertimbangan estetis secara terpisah. Hasil menunjukkan bahwa di SMA Global Prima Nasional Plus, sebagian besar responden (76,1%) menjawab 'tidak' untuk pernyataan "orang mengatakan gigi saya menarik", menunjukkan rendahnya kepercayaan diri terkait penampilan gigi. Tren serupa terlihat di SMA Pangeran Antasari (71,1%). Pada aspek sosial, pernyataan "kadang-kadang saya berpikir orang melihat gigi saya" paling sering dijawab 'ya' di kedua sekolah, menunjukkan kekhawatiran siswa terhadap pandangan orang lain. Di SMA Global Prima Nasional Plus, dampak maloklusi pada aspek sosial sedikit lebih tinggi (41,3%) dibandingkan di SMA Pangeran Antasari (40%). Terakhir, analisis terhadap aspek pertimbangan estetis menunjukkan dampak yang relatif rendah di kedua sekolah (sekitar 43,5% di SMA Global Prima Nasional Plus dan 42,2% di SMA Pangeran Antasari). Kesimpulan lebih rinci mengenai temuan ini dan implikasinya akan dibahas pada bagian selanjutnya.

IV.Hasil Penelitian Aspek Lain yang Diukur

Selain dampak psikososial secara keseluruhan, penelitian juga menganalisis dampak pada aspek kepercayaan diri terhadap gigi geligi, aspek sosial, dan pertimbangan estetis secara terpisah. Hasil menunjukkan bahwa pernyataan 'orang mengatakan gigi saya menarik' paling sering dijawab 'tidak' di kedua sekolah. Pernyataan 'kadang-kadang saya berpikir orang melihat gigi saya' paling sering dijawab 'ya', mengindikasikan dampak sosial dari maloklusi. Namun, dampak pada pertimbangan estetis secara keseluruhan relatif rendah di kedua sekolah.

1. Dampak Maloklusi terhadap Kepercayaan Diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek kepercayaan diri terhadap gigi geligi, pernyataan yang paling banyak dijawab 'tidak' oleh responden di kedua sekolah (SMA Global Prima Nasional Plus dan SMA Pangeran Antasari) adalah "orang-orang mengatakan gigi saya menarik". Di SMA Global Prima Nasional Plus, persentase responden yang menjawab 'tidak' mencapai 76,1%, sementara di SMA Pangeran Antasari, angka tersebut mencapai 71,1%. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden di kedua sekolah memiliki persepsi negatif terhadap penampilan gigi mereka sendiri, dan hal ini mungkin berkontribusi pada rendahnya kepercayaan diri. Meskipun data ini menunjukkan tren yang serupa di kedua sekolah, perbedaan persentase bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Pengaruh faktor sosioekonomi dan lingkungan sekolah perlu dipertimbangkan lebih lanjut untuk menganalisis perbedaan ini. Pengaruh jenis maloklusi terhadap kepercayaan diri akan dibahas pada sub-bab selanjutnya.

2. Dampak Maloklusi terhadap Aspek Sosial

Pada aspek sosial, hasil penelitian menunjukkan bahwa pernyataan "Kadang-kadang saya berpikir orang-orang melihat gigi saya" paling sering dijawab 'ya' oleh responden di kedua sekolah. Di SMA Global Prima Nasional Plus, 50% responden menjawab 'ya', sedangkan di SMA Pangeran Antasari, persentasenya mencapai 55,6%. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa khawatir akan penilaian orang lain terhadap penampilan gigi mereka. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa di SMA Global Prima Nasional Plus, sekitar 41,3% responden mengalami dampak maloklusi terhadap aspek sosial, sedikit lebih tinggi dibandingkan di SMA Pangeran Antasari (40%). Jenis maloklusi yang paling berdampak terhadap aspek sosial di SMA Global Prima Nasional Plus adalah protrusi bimaksiler (71,4%), diikuti diastema, protrusi, dan crowded. Di SMA Pangeran Antasari, protrusi menjadi jenis maloklusi yang paling berdampak (60%), disusul protrusi bimaksiler, diastema, dan crowded. Perbedaan ini menunjukkan bahwa dampak sosial maloklusi mungkin dipengaruhi oleh jenis maloklusi dan faktor lain yang terkait dengan lingkungan sekolah masing-masing.

3. Dampak Maloklusi terhadap Pertimbangan Estetis

Terakhir, penelitian menganalisis dampak maloklusi terhadap pertimbangan estetis. Hasil menunjukkan bahwa dampak pada aspek ini relatif rendah di kedua sekolah. Hanya sekitar 43,5% responden di SMA Global Prima Nasional Plus dan 42,2% responden di SMA Pangeran Antasari yang merasa terganggu estetisnya. Ini menunjukkan bahwa meskipun siswa menyadari kondisi gigi mereka, hal tersebut tidak selalu secara signifikan mengganggu persepsi mereka terhadap penampilan estetis secara keseluruhan. Temuan ini konsisten dengan penelitian Arsie yang menyatakan tidak ada perbedaan bermakna antara oklusi normal dan maloklusi dari aspek pertimbangan estetis. Perbedaan antara dampak psikososial secara keseluruhan dan dampak pada pertimbangan estetis mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk faktor lingkungan dan bagaimana individu merespon dan mengelola kekhawatiran mereka tentang penampilan gigi. Kesimpulan dan implikasi dari temuan ini akan dibahas lebih rinci pada bagian selanjutnya.

V.Kesimpulan dan Saran

Penelitian ini menyimpulkan bahwa maloklusi anterior, khususnya protrusi bimaksiler dan protrusi, memiliki dampak signifikan terhadap status psikososial remaja. Saran untuk penelitian selanjutnya meliputi studi lebih lanjut mengenai hubungan maloklusi anterior dengan status psikososial berdasarkan perbedaan tingkat pendidikan, usia, dan sosial ekonomi.

1. Kesimpulan Penelitian

Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat dampak maloklusi anterior terhadap aspek psikososial siswa SMA, baik di SMA Global Prima Nasional Plus maupun SMA Pangeran Antasari di Medan. Sekitar 56,5% siswa di SMA Global Prima Nasional Plus dan 55,6% siswa di SMA Pangeran Antasari mengalami dampak psikososial akibat maloklusi anterior. Di SMA Global Prima Nasional Plus, protrusi bimaksiler menunjukkan dampak terbesar (85,7%), sedangkan di SMA Pangeran Antasari, protrusi menjadi jenis maloklusi yang paling berdampak (80%). Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan hubungan antara maloklusi dan dampak psikososial, termasuk aspek kepercayaan diri. Perbedaan persentase siswa yang terdampak antara kedua sekolah mungkin terkait dengan perbedaan lingkungan sekolah dan latar belakang sosioekonomi siswa. Meskipun dampak pada pertimbangan estetis secara keseluruhan relatif rendah di kedua sekolah, dampak signifikan terhadap aspek psikososial lainnya, terutama kepercayaan diri dan aspek sosial, perlu diperhatikan. Kesimpulan ini memberikan implikasi penting bagi intervensi dan perawatan ortodontik pada remaja.

2. Saran untuk Penelitian Selanjutnya

Berdasarkan temuan penelitian ini, disarankan dilakukan penelitian lanjutan untuk menyelidiki lebih dalam hubungan antara kasus maloklusi anterior dengan status psikososial. Penelitian selanjutnya perlu mempertimbangkan perbedaan tingkat pendidikan, usia, dan status sosioekonomi yang lebih detail. Dengan memperluas cakupan variabel-variabel ini, penelitian dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai faktor-faktor yang memengaruhi dampak psikososial maloklusi pada remaja. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi metode intervensi yang efektif untuk mengurangi dampak negatif maloklusi terhadap psikososial remaja. Penelitian yang lebih besar dan lebih representatif juga diperlukan untuk memperkuat generalisasi temuan penelitian ini pada populasi remaja yang lebih luas. Penelitian kualitatif juga dapat dilakukan untuk menggali lebih dalam perspektif remaja mengenai pengalaman mereka hidup dengan maloklusi dan bagaimana hal itu memengaruhi kehidupan mereka sehari-hari.