Dampak dan Solusi Pemanasan Global serta Perubahan Iklim

Dampak dan Solusi Pemanasan Global serta Perubahan Iklim

Informasi dokumen

Tempat Bali, Indonesia
Jenis dokumen Makalah/Tugas Kuliah
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 155.78 KB
  • Pemanasan Global
  • Perubahan Iklim
  • Konferensi Internasional

Ringkasan

I.Latar Belakang Dampak Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Dokumen ini membahas dampak serius pemanasan global terhadap perubahan iklim global. Kenaikan suhu rata-rata global sebesar 0.74°C pada abad ke-20, terutama di daratan, disebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK), khususnya karbon dioksida (dari 278 ppm menjadi 379 ppm pada 2005). Dampaknya meliputi naiknya suhu air laut, peningkatan penguapan, perubahan pola curah hujan dan tekanan udara, mengancam kelestarian lingkungan di darat dan laut.

1.1 Pengertian Pemanasan Global dan Dampaknya

Bagian ini menjelaskan bahwa pemanasan global merupakan fenomena yang mengkhawatirkan dunia. Meningkatnya suhu rata-rata bumi disebabkan oleh efek rumah kaca dan berkurangnya fungsi hutan sebagai paru-paru dunia. Pemanasan global ini kemudian berdampak pada perubahan iklim yang signifikan. Perubahan iklim tersebut berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan hidup, baik di lautan maupun di daratan. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dengan meningkatnya suhu air laut, peningkatan penguapan, perubahan pola curah hujan dan tekanan udara yang pada akhirnya mengubah pola iklim dunia secara keseluruhan. Dampaknya terhadap ekosistem dan kehidupan manusia sangat signifikan dan perlu diantisipasi.

1.2 Kenaikan Suhu Global dan Peran Karbon Dioksida

Suhu rata-rata global meningkat 0.74°C sepanjang abad ke-20, dengan dampak yang lebih terasa di daratan daripada lautan. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer menjadi penyebab utama perubahan iklim. Konsentrasi karbon dioksida telah meningkat dari 278 ppm (masa pra-industri) menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Karbon dioksida diidentifikasi sebagai penyebab paling dominan dari perubahan iklim saat ini. Peningkatan suhu ini bukan hanya menyebabkan perubahan iklim secara langsung, tetapi juga memicu berbagai perubahan pada unsur-unsur iklim lainnya, sehingga membentuk sebuah siklus yang semakin memperparah dampak perubahan iklim.

1.3 Bukti Ilmiah Perubahan Iklim dan Dampaknya terhadap Kehidupan Manusia

Perubahan iklim bukanlah sekadar teori, tetapi telah dibuktikan secara ilmiah melalui berbagai fenomena yang terjadi. Salah satu bukti nyata adalah musim kemarau yang semakin panjang dan musim penghujan yang semakin pendek dengan intensitas hujan yang tinggi. Dampaknya sangat luas, meliputi kekeringan berkepanjangan, gagal panen, krisis pangan dan air bersih, pemanasan muka laut, banjir, dan tanah longsor. Negara berkembang paling rentan terhadap dampak ini karena keterbatasan infrastruktur dan kemampuan adaptasi. Meskipun demikian, negara maju pun turut merasakan dampak negatif dari perubahan iklim, meskipun tingkat keparahannya mungkin berbeda.

II.Konferensi UNFCCC di Bali 2007 Upaya Global Mengatasi Perubahan Iklim

Sebagai respons terhadap laporan IPCC yang memperingatkan bahaya perubahan iklim, konferensi UNFCCC di Bali pada 13-14 Desember 2007 menjadi forum utama negara-negara dunia untuk membahas strategi mitigasi dan adaptasi. Konferensi tersebut bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya dari efek rumah kaca dan karbon dioksida, serta menghasilkan komitmen baru dalam tata kelola lingkungan untuk 15 tahun ke depan. Pertemuan ini melibatkan hampir 186 negara dan membahas dampak perubahan iklim bagi negara-negara di dunia, termasuk mekanisme seperti REDD dan CDM untuk mengurangi emisi.

2.1 Latar Belakang Konferensi UNFCCC di Bali

Konferensi perubahan iklim di Bali tahun 2007 diselenggarakan sebagai bentuk kepedulian global terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Konferensi ini dilatarbelakangi oleh laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), sebuah panel antar pemerintah yang terdiri dari para ilmuwan dan ahli dari berbagai disiplin ilmu di seluruh dunia. IPCC memberikan data ilmiah terkini yang komprehensif, tidak memihak, dan transparan mengenai isu perubahan iklim, termasuk sumber penyebab, dampak yang ditimbulkan, dan strategi pengurangan emisi, pencegahan, dan adaptasi. Laporan IPCC menekankan bahwa perubahan iklim merupakan ancaman bagi kehidupan manusia, dan menyerukan kesepakatan global untuk mengatasinya. Sebagai respons, Majelis Umum PBB membentuk Intergovernmental Negotiating Committee (INC) untuk merundingkan konvensi mengenai perubahan iklim. Laporan IPCC tahun 2007 yang terdiri dari Laporan Kelompok Kerja I (manusia sebagai penyebab utama peningkatan gas rumah kaca) dan Laporan Kelompok Kerja II (dampak dan adaptasi perubahan iklim) semakin memperkuat urgensi konferensi ini.

2.2 Pelaksanaan Konferensi UNFCCC di Bali 13 14 Desember 2007

Konferensi UNFCCC di Bali, tepatnya di Hotel The Westin Resort, Nusa Dua, berlangsung pada tanggal 13-14 Desember 2007. Konferensi ini dihadiri oleh hampir 186 negara anggota UNFCCC, belum termasuk LSM. Tujuan utama konferensi adalah membahas dampak perubahan iklim dan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. Konferensi ini bertujuan untuk mencegah tingginya emisi gas akibat efek rumah kaca dan tingginya kadar karbon dioksida di bumi. Selain itu, konferensi juga bermaksud untuk membuat peraturan perundang-undangan baru terkait lingkungan hidup guna meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melestarikan alam dan lingkungan hidup. Konferensi ini merupakan kesepakatan PBB untuk menangani pemanasan global dan bertujuan untuk mengurangi dampak pemanasan global dan mengembangkan kelestarian lingkungan alam. Pembahasan juga mencakup bagaimana membantu negara-negara miskin dalam mengatasi pemanasan global.

2.3 Permasalahan dalam Konferensi dan Kebijakan REDD serta CDM

Diskusi dalam konferensi UNFCCC di Bali melibatkan dua pihak utama: penghasil emisi dan penyerap emisi. Salah satu isu penting adalah penentuan nilai karbon. Pembangkit listrik tenaga batu bara selama ini dinilai lebih murah daripada pembangkit listrik tenaga geothermal karena emisi karbonnya tidak dihitung sebagai biaya. Pemilik lahan hutan, sebagai penyerap karbon, harus bertanggung jawab atas kelestarian lahannya. Oleh karena itu, diperlukan kompensasi bagi pemilik lahan (biasanya negara berkembang) dari negara-negara industri maju (penghasil karbon) untuk memelihara hutan mereka. Logika ini mendasari kebijakan REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) dan CDM (Clean Development Mechanism). Konferensi ini juga membahas tentang negara-negara yang menolak Protokol Kyoto, seperti Australia dan Amerika Serikat, dengan delegasi Australia di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Kevin Rudd berkomitmen meratifikasi Protokol Kyoto.

III.Kebijakan Indonesia dalam Menghadapi Perubahan Iklim Implementasi Hasil Konferensi Bali

Indonesia, sebagai penandatangan UNFCCC sejak 1992, berkomitmen mengurangi dampak pemanasan global berdasarkan prinsip 'common but differentiated responsibilities'. Dokumen ini menganalisis implementasi hasil Konferensi Bali 2007 terhadap kebijakan lingkungan hidup Indonesia. Fokusnya pada upaya mengurangi emisi, khususnya dari kendaraan bermotor dan deforestasi, serta peran Indonesia dalam kesepakatan internasional untuk mengatasi perubahan iklim. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, menganalisis data dari berbagai sumber pustaka seperti buku, jurnal, dan internet untuk periode 2007-2009.

3.1 Komitmen Indonesia dalam UNFCCC dan Prinsip Common but Differentiated Responsibilities

Indonesia menandatangani UNFCCC pada 5 Juni 1992 dan meratifikasinya melalui Undang-Undang No. 6/1994. Sebagai negara berkembang yang tidak termasuk dalam Annex I UNFCCC, Indonesia berkomitmen melaksanakan mandat Konvensi berdasarkan prinsip "common but differentiated responsibilities". Prinsip ini mengakui tanggung jawab bersama dalam mengatasi perubahan iklim, tetapi juga mempertimbangkan perbedaan kemampuan dan tanggung jawab antara negara maju dan berkembang. Indonesia secara tegas mendukung tujuan UNFCCC untuk mencegah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer agar tidak membahayakan kehidupan manusia. Komitmen ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global, meskipun dengan keterbatasan sumber daya dibandingkan negara-negara maju.

3.2 Dampak Perubahan Iklim terhadap Indonesia dan Upaya Mitigasi

Indonesia telah merasakan dampak nyata perubahan iklim, seperti musim kemarau yang semakin panjang, musim hujan yang lebih pendek dengan intensitas tinggi, kekeringan, gagal panen, krisis pangan dan air bersih, pemanasan muka laut, banjir, dan tanah longsor. Dampak-dampak ini sangat dirasakan oleh negara berkembang seperti Indonesia yang belum memiliki infrastruktur memadai untuk beradaptasi. Oleh karena itu, pentingnya disebarluaskan pengetahuan tentang isu pemanasan global, UNFCCC, Protokol Kyoto, dan mekanisme pembangunan bersih (CDM) agar upaya memerangi pemanasan global mendapat dukungan luas dari masyarakat, tidak hanya pemerintah saja. Pemahaman publik tentang mekanisme-mekanisme ini sangat krusial untuk keberhasilan strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia.

3.3 Analisis Implementasi Hasil Konferensi Bali terhadap Kebijakan Lingkungan Hidup Indonesia

Bagian ini membahas implementasi hasil Konferensi UNFCCC di Bali tahun 2007 terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia mengenai lingkungan hidup. Pertanyaan utamanya adalah bagaimana pelaksanaan hasil konferensi tersebut mempengaruhi kebijakan lingkungan di Indonesia. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, menggunakan studi kepustakaan (library research) sebagai metode pengumpulan data. Data dikumpulkan dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, artikel, surat kabar, internet, dan buletin. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif, menguraikan dan menggambarkan informasi mengenai kebijakan pemerintah Indonesia dan peran kerjasama internasional dalam mendukung upaya pemulihan lingkungan hidup di Indonesia, khususnya dalam mengurangi emisi gas karbon dari kendaraan bermotor. Penelitian dibatasi pada periode 2007-awal 2009, meliputi perkembangan pelaksanaan kesepakatan konferensi terhadap kelestarian lingkungan dan pengurangan efek rumah kaca di Indonesia. Konferensi UNFCCC di Bali menjadi variabel independen, sementara penerapan kebijakan pemerintah mengenai lingkungan hidup menjadi variabel dependen.

IV.Tanggung Jawab Internasional International Responsibility dalam Penanggulangan Perubahan Iklim

Dokumen ini menyinggung konsep 'International Responsibility' dalam mengatasi perubahan iklim. Setiap negara, baik maju maupun berkembang, memiliki tanggung jawab berbeda dalam menghadapi dampak perubahan iklim, berdasarkan kesepakatan internasional dan prinsip-prinsip yang mempertimbangkan efek, aktivitas, ruang lingkup, serta sumber dan korban. Kerjasama internasional, termasuk dengan NGO dan individu, dianggap penting untuk keberhasilan upaya global mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim.

4.1 Konsep Tanggung Jawab Internasional dalam Pemulihan Lingkungan

Dokumen ini membahas konsep 'International Responsibility' dalam konteks pemulihan lingkungan hidup, khususnya terkait perubahan iklim. Meskipun kerjasama internasional melibatkan berbagai elemen, termasuk NGO dan individu, penerapan 'International Responsibility' memiliki perbedaan antar negara. Kerjasama ini dibatasi oleh hukum yang berlaku dan kesepakatan internasional yang telah ditetapkan. Standar kesepakatan tersebut harus mengacu pada empat aspek: akibat (effect), kegiatan (activity), ruang lingkup (space), dan sumber serta korban (sources and victims). Indonesia, sebagai salah satu negara yang peduli terhadap pengurangan dampak perubahan iklim, juga berperan dalam menjalankan konsep tanggung jawab internasional ini. Pemberdayaan alam, khususnya pelestarian hutan untuk mengurangi emisi karbon, menjadi fokus penting dalam konteks ini.

4.2 Peran Setiap Negara dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim

Dalam menjalankan 'International Responsibility', setiap negara harus memperhatikan kesepakatan bersama dan ketentuan yang telah ditetapkan. Jika dampak perubahan iklim—yang disebabkan oleh faktor alam—mempengaruhi kelangsungan hidup negara-negara di dunia, maka setiap negara memiliki peran dan tanggung jawab dalam menanggulanginya. Kerjasama dalam menjalankan tanggung jawab ini mempertimbangkan prinsip-prinsip yang menekankan bahwa pelaksanaan tanggung jawab setiap negara berbeda, dilihat dari kondisi fluktuatif empat aspek yang telah dijelaskan sebelumnya. Indonesia, dengan meningkatnya tingkat gas karbon, mendorong penelitian lebih lanjut mengenai kebijakan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya pelestarian hutan dan peran negara dalam mendukung kesepakatan konferensi UNFCCC di Bali untuk mengurangi dampak pemanasan global.

4.3 Kesimpulan tentang International Responsibility dan Perubahan Iklim

Kata-kata Franklin Roosevelt tentang pentingnya kerjasama antar negara dan dengan seluruh elemen masyarakat internasional untuk perdamaian dunia, relevan dengan konteks 'International Responsibility' dalam pemulihan lingkungan hidup. Indonesia, sebagai negara yang peduli terhadap dampak perubahan iklim, turut berperan dalam upaya ini. Namun, pelaksanaan 'International Responsibility' mempertimbangkan prinsip-prinsip yang menekankan perbedaan pelaksanaan tanggung jawab antar negara berdasarkan kondisi yang fluktuatif. Penelitian lebih lanjut tentang kebijakan Indonesia dalam pengelolaan lingkungan hidup, terutama pelestarian hutan dan dukungan terhadap kesepakatan UNFCCC di Bali, diperlukan untuk menunjukkan peran aktif Indonesia dalam mengurangi dampak pemanasan global di tingkat global.