Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai

Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai

Informasi dokumen

Penulis

Fauzul Azhimah

Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Agribisnis
Jenis dokumen Skripsi
Tempat Medan
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 3.53 MB
  • Tataniaga Ayam
  • Agribisnis
  • Pemasaran Pertanian

Ringkasan

I.Latar Belakang Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai

Skripsi ini menganalisis tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Industri ayam ras pedaging merupakan sektor penting dalam agribisnis peternakan Indonesia, mengingat tingginya konsumsi protein hewani masyarakat. Penelitian ini difokuskan pada permasalahan dalam sistem pemasaran ayam ras pedaging, termasuk peran lembaga tataniaga, jarak sentra produksi ke pasar, dan efisiensi sistem pemasaran. Studi ini penting karena kelemahan pemasaran seringkali menghambat perkembangan sektor peternakan.

1. Pentingnya Sektor Perunggasan dalam Pertanian Indonesia

Bagian ini menekankan peran vital subsektor perunggasan dalam sektor peternakan Indonesia. Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia sebagian besar dipenuhi oleh unggas. Kandungan asam amino yang lebih tinggi pada protein hewani dibandingkan protein nabati menjadikan konsumsi unggas sangat penting untuk kesehatan dan kecerdasan. Dengan demikian, perkembangan industri perunggasan, khususnya ayam ras pedaging, berkontribusi signifikan terhadap pembangunan kualitas bangsa. Data dari Desianto (2010) mendukung pernyataan ini.

2. Permasalahan Pemasaran dan Tataniaga Produk Pertanian

Kelemahan sistem pemasaran dalam pertanian diidentifikasi sebagai kendala utama. Fungsi-fungsi tataniaga seperti pembelian, penyortiran, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan seringkali tidak berjalan optimal. Kurangnya keterampilan manajemen dan penguasaan informasi pasar menyebabkan sulitnya mencapai peluang ekonomi. Soekartawi (2002) mencatat lemahnya manajemen tataniaga karena kurangnya pelaku pasar untuk menekan biaya tataniaga. Hal ini mengakibatkan harga jual petani rendah, dan harga tidak stabil. Sistem pemasaran yang buruk juga menyebabkan sulitnya petani mendapatkan informasi pasar yang akurat.

3. Permasalahan Tataniaga Ayam Ras Pedaging di Serdang Bedagai

Studi pendahuluan mengungkap beberapa masalah dalam tataniaga ayam ras pedaging di Serdang Bedagai. Kurangnya peran lembaga tataniaga resmi seperti KUD untuk menjembatani produsen dan konsumen menjadi kendala utama. Lembaga pemasaran yang efektif seharusnya dapat menaikkan harga jual petani, menjaga kestabilan harga, dan memberikan informasi pasar. Masalah lain adalah jarak jauh antara sentra produksi dan pasar. Sebesar 92,35% hasil ternak dipasarkan ke kota, sementara hanya 7,65% ke kabupaten (BPS, 2008). Jarak yang jauh ini meningkatkan biaya transportasi dan margin tataniaga, sehingga efisiensi menurun. Hal ini juga menunjukkan permasalahan distribusi yang perlu ditangani.

4. Prospektifitas Usaha Ayam Ras Pedaging di Indonesia

Ayam ras pedaging merupakan komoditi populer dan berkembang pesat dalam agribisnis peternakan Indonesia. Sejak dikembangkan secara intensif, ayam ras pedaging telah menggeser komoditi ternak lain dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Tingginya permintaan masyarakat terhadap ayam ras pedaging di semua lapisan masyarakat menjadikan usaha ini sangat prospektif. Data produksi ayam ras pedaging yang unggul dibandingkan jenis ayam lain (Hadjosworo dan Rukmiasih, 2000) serta dukungan faktor eksternal yang kuat, seperti industri penyedia input produksi (bibit DOC) baik dari dalam maupun luar negeri (Setyono dan Ulfah, 2011), semakin memperkuat prospektifitas usaha ini. Namun, permasalahan pemasaran yang telah dijabarkan sebelumnya perlu diatasi agar potensi ini dapat terwujud secara maksimal.

II.Landasan Teori Pemasaran dan Tataniaga Produk Pertanian

Bagian ini menjelaskan konsep tataniaga dari perspektif mikro dan makro, meliputi fungsi-fungsi kunci seperti pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, dan standarisasi. Diuraikan juga proses konsentrasi, ekualisasi, dan dispersi dalam arus barang pertanian. Perbedaan tataniaga produk pertanian dan non-pertanian juga dibahas, menekankan peran lembaga pemasaran dan pentingnya saluran pemasaran yang efisien. Konsep margin tataniaga dan efisiensi sistem pemasaran juga dijelaskan secara detail, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1. Perspektif Mikro dan Makro Tataniaga

Bagian ini mendefinisikan tataniaga dari dua perspektif. Perspektif mikro memandang tataniaga sebagai aspek manajemen perusahaan individu dalam mencari keuntungan melalui pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi, dan promosi. Sedangkan perspektif makro menganalisis efisiensi keseluruhan sistem penyampaian produk hingga konsumen akhir. Perspektif makro ini mempertimbangkan fungsi-fungsi tataniaga (nilai guna waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan) dan berbagai lembaga yang terlibat (pengolah, distributor, broker, agen, grosir, dan pedagang eceran). Pandangan ini merujuk pada karya Kusnadi, dkk (2009), dan Schaffner et.al. (1998).

2. Proses Arus Barang dalam Tataniaga

Tahapan arus barang dijelaskan meliputi konsentrasi (pengumpulan produk dalam jumlah kecil menjadi lebih besar), ekualisasi (penyesuaian permintaan dan penawaran berdasarkan tempat, waktu, jumlah, dan kualitas), dan dispersi (penyebaran barang ke konsumen). Hanafiah dan Saefuddin (2006) menjelaskan ketiga proses ini. Perbedaan proses tataniaga produk pertanian dan non-pertanian juga diuraikan. Tataniaga produk pertanian bersifat konsentratif-distributif karena produksi terpencar dan memerlukan pengolahan lebih lanjut. Sebaliknya, tataniaga produk non-pertanian cenderung distributif karena produsen terkonsentrasi dan menghasilkan barang dalam jumlah besar, sehingga distribusi langsung ke pedagang besar, agen, pengecer, dan konsumen dimungkinkan. Sudiyono (2004) menjelaskan perbedaan ini.

3. Lembaga Pemasaran dan Fungsi Fungsi Tataniaga

Lembaga pemasaran didefinisikan sebagai badan usaha atau individu yang menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen akhir. Lembaga ini muncul karena kebutuhan konsumen akan komoditas yang sesuai waktu, tempat, bentuk, dan kepemilikan. Tugasnya menjalankan fungsi-fungsi pemasaran dan memenuhi keinginan konsumen. Konsumen memberikan balas jasa berupa margin pemasaran. Rahim dan Hastuti (2008) menjelaskan peran lembaga pemasaran. Koordinasi fungsi pemasaran dilakukan melalui integrasi horizontal dan vertikal (Sudiyono, 2004). Pentingnya analisis saluran pemasaran untuk strategi pemasaran yang efektif juga ditekankan, mengingat perbedaan saluran pemasaran antar daerah (Setiyono dan Ulfah, 2011).

4. Fungsi Fungsi Tataniaga dan Biaya Tataniaga

Fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi tiga: fungsi penjualan (termasuk metode penjualan), fungsi pembelian (untuk konsumsi dan dijual kembali), dan fungsi pelancar (permodalan, pengangkutan, penyimpanan, standarisasi, dan penanggungan risiko). Fungsi standarisasi penting untuk keseragaman kualitas dan efisiensi. Biaya tataniaga bervariasi tergantung komoditas, jarak, dan jumlah perantara. Jarak yang jauh dan banyak perantara meningkatkan biaya dan margin tataniaga, sehingga menurunkan efisiensi (Daniel, 2002). Perbedaan biaya tataniaga untuk produk yang berbeda, misalnya daging ayam dan bibit ayam, juga dijelaskan. Mubyarto (1991) membahas perbedaan biaya ini. Efisiensi tataniaga didefinisikan sebagai kemampuan menyampaikan hasil dari petani ke konsumen dengan biaya termurah dan pembagian harga yang adil kepada semua pihak yang terlibat (Mubyarto dalam Sihombing, 2011).

5. Margin Tataniaga dan Efisiensi Sistem

Margin tataniaga didefinisikan sebagai selisih harga yang dibayar konsumen dan harga yang diterima petani, atau biaya jasa pemasaran. Komponennya meliputi biaya fungsional dan keuntungan lembaga tataniaga. Perbedaan kepentingan produsen dan konsumen mempengaruhi margin tataniaga. Sistem tataniaga efisien jika mampu menyampaikan hasil ke konsumen dengan biaya murah dan pembagian harga yang adil. Efisiensi dihitung dengan membandingkan keuntungan petani dan lembaga perantara dengan total ongkos tataniaga dan biaya produksi (Sihombing, 2011). Sudiyono (2004) memberikan definisi margin tataniaga yang lebih rinci.

III.Metodologi Penelitian Sampel Peternak Ayam Ras Pedaging di Serdang Bedagai

Penelitian menggunakan metode penelusuran untuk memperoleh sampel peternak ayam ras pedaging di dua kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai. Jumlah sampel peternak sebanyak 30 orang. Profil peternak diteliti meliputi usia (terbanyak usia 31-40 tahun), pendidikan (terbanyak SMA/STM), dan kapasitas kandang (bervariasi, dari kurang dari 1000 ekor hingga lebih dari 10.000 ekor). Informasi mengenai Kabupaten Serdang Bedagai, termasuk letak geografis dan iklimnya, juga disertakan.

1. Teknik Pengambilan Sampel Peternak Ayam Ras Pedaging

Penelitian ini menggunakan metode penelusuran untuk memperoleh sampel peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai. Metode ini dipilih karena jumlah peternak tidak tetap, bergantung pada kemampuan finansial mereka. Jika dana mencukupi, mereka berproduksi; jika tidak, mereka berhenti. Penelitian membatasi sampel pada dua kecamatan karena keterbatasan waktu dan biaya. Jumlah sampel peternak yang diambil adalah 30 orang. Pemilihan sampel ini didasarkan pada keterbatasan sumber daya peneliti dan pertimbangan efisiensi penelitian.

2. Profil Peternak Ayam Ras Pedaging Usia dan Pendidikan

Analisis profil peternak meliputi usia dan tingkat pendidikan. Data menunjukkan kelompok umur 31-40 tahun merupakan kelompok terbanyak, mengindikasikan produktivitas optimal pada rentang usia tersebut. Kelompok usia 21-30 tahun memiliki jumlah peternak paling sedikit, diasumsikan karena pada usia ini, masyarakat lebih cenderung mengkonsumsi daripada berproduksi. Untuk pendidikan, 66,67% peternak sampel memiliki pendidikan terakhir SMA/STM, menunjukkan tingkat pendidikan yang cukup tinggi untuk mengadopsi teknologi baru. Hanya 10% peternak yang berpendidikan sarjana. Data ini memberikan gambaran karakteristik peternak yang diteliti.

3. Profil Peternak Ayam Ras Pedaging Kapasitas Kandang

Kapasitas kandang peternak bervariasi, mencerminkan perbedaan modal dan pengalaman. Sebanyak 20% peternak memiliki kapasitas kandang lebih dari 10.000 ekor, menunjukkan skala usaha yang besar. Sebaliknya, 33,33% peternak memiliki kapasitas kandang kurang dari 1000 ekor, menunjukkan skala usaha yang kecil. Perbedaan ini menunjukkan adanya stratifikasi dalam skala usaha peternakan ayam ras pedaging di daerah penelitian. Informasi ini penting untuk memahami perbedaan strategi pemasaran dan efisiensi usaha di antara peternak.

4. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai

Sekilas informasi mengenai Kabupaten Serdang Bedagai diberikan, termasuk letak geografisnya yang berbatasan dengan Kabupaten Simalungun (Selatan), Kabupaten Batu Bara (Timur), dan Kabupaten Deli Serdang (Barat). Kabupaten ini memiliki iklim tropis dengan kelembaban rata-rata 84%, curah hujan 18-144 mm per bulan, hari hujan 2-16 hari per bulan (data dari stasiun Sampali, Agustus 2011), kecepatan angin rata-rata 1,8 m/dt, dan tingkat penguapan sekitar 3,1 mm/hari. Informasi ini memberikan konteks geografis dan iklim yang relevan dengan aktivitas peternakan ayam ras pedaging di wilayah tersebut.

IV.Hasil Penelitian Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging dan Share Margin

Penelitian mengidentifikasi tiga saluran pemasaran ayam ras pedaging: (1) melalui pedagang pengumpul dan pengecer; (2) langsung dari peternak ke pengecer; dan (3) langsung dari peternak ke konsumen. Analisis share margin menunjukkan keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku dalam setiap saluran. Pedagang pengumpul dan pengecer memiliki margin tataniaga yang signifikan. Saluran pemasaran langsung (peternak-konsumen) menghasilkan share margin terbesar bagi peternak. Biaya produksi rata-rata peternak adalah Rp 17.806/kg, sedangkan harga jual rata-rata Rp 19.000/kg. Analisis harga jual pada setiap tahap pemasaran dijabarkan secara rinci.

1. Identifikasi Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging

Penelitian mengidentifikasi tiga saluran pemasaran ayam ras pedaging di Serdang Bedagai. Saluran pertama melibatkan tiga aktor: peternak, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Pedagang pengumpul membeli dari peternak dan menjual ke pedagang pengecer yang kemudian menjual ke konsumen akhir. Volume pembelian pedagang pengumpul berkisar 200-25.000 ekor per bulan, biasanya diangkut menggunakan mobil pick-up dengan biaya Rp 100.000-Rp 150.000. Pasar Pantai Cermin dan Pasar Sei Rampah menjadi fokus penelitian. Saluran kedua memotong pedagang pengumpul, dengan peternak menjual langsung ke pedagang pengecer di sekitar peternakan. Saluran ketiga merupakan jalur terpendek, di mana peternak menjual langsung ke konsumen akhir, biasanya dalam jumlah kecil (1-3 ekor).

2. Analisis Share Margin Tiap Lembaga Tataniaga

Analisis share margin dilakukan untuk mengetahui pembagian keuntungan di setiap saluran pemasaran. Sebelum perhitungan share margin, fungsi-fungsi yang dilakukan setiap lembaga tataniaga diidentifikasi. Biaya produksi rata-rata peternak adalah Rp 17.806/kg, dengan harga jual rata-rata Rp 19.000/kg (keuntungan Rp 1.194/kg). Pedagang pengumpul mendapatkan keuntungan Rp 1.642,2/kg, lebih tinggi dari peternak. Pedagang pengecer, baik di pasar maupun sekitar sentra produksi, mengeluarkan biaya pengemasan, penyimpanan, dan risiko, rata-rata Rp 1023/kg, dan menjual dengan harga rata-rata Rp 25.667/kg (keuntungan Rp 2.394/kg). Biaya tambahan untuk pedagang pengumpul termasuk pembelian kotak ayam (Rp 50.000/18kg), marketing loss (Rp 19/kg), dan retribusi (Rp 0,8/kg).

3. Perbandingan Share Margin Antar Saluran Pemasaran

Perbandingan share margin antar saluran menunjukkan bahwa margin produsen (peternak) meningkat seiring dengan semakin pendeknya saluran pemasaran. Pada saluran pertama (peternak-pengumpul-pengecer), share margin peternak sekitar 73,08%. Pada saluran kedua (peternak-pengecer), share margin meningkat menjadi 86%. Pada saluran ketiga (peternak-konsumen), share margin peternak mencapai 100%. Hasil ini mendukung teori bahwa semakin pendek rantai pemasaran, semakin besar share margin produsen. Analisis ini menunjukkan pentingnya efisiensi saluran pemasaran untuk meningkatkan pendapatan peternak.

4. Analisis Efisiensi Tataniaga Ayam Ras Pedaging

Efisiensi tataniaga diukur menggunakan rumus share margin peternak, yaitu persentase perbandingan harga jual peternak dengan harga beli konsumen. Ketiga saluran pemasaran menunjukkan efisiensi yang belum optimal karena selisih harga antara tingkat peternak dan konsumen cukup besar. Efisiensi saluran pertama lebih rendah daripada saluran kedua karena adanya tambahan aktor (pedagang pengumpul). Saluran ketiga (peternak-konsumen) memiliki efisiensi 100% karena tidak ada perantara. Kesimpulannya, semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat, semakin rendah efisiensi tataniaga. Hasil penelitian ini menggarisbawahi pentingnya efisiensi rantai pasok untuk meningkatkan kesejahteraan peternak.

V.Kesimpulan Efisiensi Tataniaga Ayam Ras Pedaging dan Rekomendasi

Kesimpulannya, efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Serdang Bedagai masih rendah, terutama pada saluran pemasaran yang panjang. Saluran pemasaran langsung (peternak-konsumen) menunjukkan efisiensi tertinggi (100%). Penelitian menyarankan pembentukan serikat peternak untuk meningkatkan daya tawar dan akses pasar, serta pentingnya pencatatan produksi dan biaya untuk meningkatkan efisiensi usaha peternakan ayam ras pedaging.

1. Kesimpulan Efisiensi Tataniaga Ayam Ras Pedaging

Analisis efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Serdang Bedagai menunjukkan hasil yang belum optimal. Ketiga saluran pemasaran yang diidentifikasi (melalui pedagang pengumpul dan pengecer, langsung peternak ke pengecer, dan langsung peternak ke konsumen) menunjukkan disparitas harga yang signifikan antara tingkat peternak dan konsumen. Efisiensi terendah terlihat pada saluran pemasaran terpanjang (melalui pedagang pengumpul dan pengecer), sementara efisiensi tertinggi (100%) dicapai pada saluran terpendek (peternak-konsumen). Temuan ini menguatkan hipotesis bahwa semakin panjang rantai pemasaran, semakin rendah efisiensi tataniaga. Perbedaan efisiensi ini disebabkan oleh banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses distribusi.

2. Rekomendasi untuk Peningkatan Efisiensi dan Pendapatan Peternak

Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi diajukan untuk meningkatkan efisiensi tataniaga dan pendapatan peternak ayam ras pedaging. Pembentukan serikat peternak ayam ras pedaging sangat dianjurkan. Serikat ini dapat berfungsi sebagai wadah untuk memperoleh informasi pasar terkini, menegosiasikan harga jual yang lebih baik, dan bahkan membuka peluang ekspor. Selain itu, penelitian menekankan pentingnya pencatatan produksi dan biaya produksi bagi peternak. Dengan pencatatan yang sistematis, peternak dapat memantau perkembangan usaha, mengidentifikasi area yang perlu perbaikan, dan membuat pengambilan keputusan yang lebih tepat untuk meningkatkan efisiensi dan profitabilitas usaha ternak mereka.