
Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan
Informasi dokumen
Penulis | Nurleni Simamora |
Sekolah | Universitas Sumatera Utara, Fakultas Ekonomi, Departemen Akuntansi |
Jurusan | Akuntansi |
Jenis dokumen | Skripsi |
Tempat | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 2.12 MB |
- Good Corporate Governance
- Manajemen Laba
- Perbankan
Ringkasan
I.Latar Belakang Masalah Background of the Problem
Skripsi ini meneliti manajemen laba pada perusahaan perbankan di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian difokuskan pada pengaruh Good Corporate Governance (GCG) terhadap praktik manajemen laba. Motivasi manajemen melakukan manajemen laba beragam, termasuk memenuhi ekspektasi pasar modal, mencapai target IPO, memenuhi syarat pinjaman, atau mengurangi beban pajak. Skandal akuntansi internasional seperti Enron dan WorldCom menekankan pentingnya GCG untuk mencegah manipulasi laporan keuangan.
1. Kebutuhan Modal Perusahaan dan Kinerja Keuangan
Bagian ini menjelaskan bahwa perusahaan membutuhkan modal untuk operasional, yang dapat diperoleh melalui berbagai cara seperti Initial Public Offering (IPO), Seasoned Equity Offerings (SEO), atau right issue. Besarnya dana yang diperoleh bergantung pada kinerja perusahaan, yang seringkali dinilai berdasarkan laba. Informasi laba menjadi penting untuk mengevaluasi kinerja manajemen (SFAC No. 1). Proses akuntansi memberikan fleksibilitas dalam memilih metode akuntansi (misalnya, FIFO vs. LIFO), yang dapat memengaruhi laba yang dilaporkan. Oleh karena itu, pemahaman mengenai manajemen laba menjadi sangat penting dalam konteks penghimpunan modal dan penilaian kinerja perusahaan.
2. Definisi dan Perilaku Manajemen Laba
Manajemen laba didefinisikan sebagai perilaku manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi atau aktivitas tertentu untuk memengaruhi laba guna mencapai tujuan spesifik (Scott, 2009 dalam Kusumawardhani dan Veronica, 2009). Ini juga dapat diartikan sebagai manipulasi akuntansi untuk menciptakan kesan kinerja yang lebih baik daripada realitanya (Mulford dan Comiskey, 2010). Teori keagenan menjelaskan manajemen laba sebagai akibat perbedaan kepentingan ekonomi antara manajemen (agen) dan pemilik (prinsipal), seringkali karena asimetri informasi. Manajemen mungkin berupaya memenuhi atau melampaui ekspektasi pasar modal, memenuhi kebutuhan IPO, persyaratan pinjaman, atau mengurangi pajak melalui manajemen laba.
3. Skandal Akuntansi dan Pentingnya Good Corporate Governance GCG
Kasus skandal akuntansi internasional seperti Waste Management, Inc., WorldCom, dan Enron dibahas sebagai contoh praktik akuntansi yang agresif dan manipulasi laba yang merugikan investor. Konsep corporate governance diperkenalkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan perusahaan (Nasution dan Setiawan, 2007). Good Corporate Governance (GCG) merupakan elemen kunci dalam peningkatan efisiensi ekonomi dan kepuasan stakeholders (Ujiyantho dan Pramuka, 2007; Syahyunan dan Kurniawan, 2004). Penerapan GCG di Indonesia masih kurang, terlihat dari banyaknya perusahaan yang belum memiliki komite audit dan komisaris independen. Kegagalan audit ini, dikenal sebagai "cooking the books" atau "juggling the numbers", berdampak buruk pada reputasi akuntan publik dan kepercayaan investor.
4. Penelitian Terdahulu dan Fokus Penelitian
Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba menunjukkan hasil yang beragam. Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh positif signifikan dari komite audit dan ukuran dewan komisaris terhadap manajemen laba (Nofiani, 2008; Nasution dan Setiawan, 2007), sementara yang lain menunjukkan pengaruh kepemilikan manajerial dan komisaris independen (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Penelitian Veronica dan Utama (2006) meneliti pengaruh komponen GCG dan rasio hutang terhadap manajemen laba. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Nofiani (2008), berfokus pada industri perbankan di Indonesia karena perannya yang vital dan regulasi yang kompleks, terutama setelah krisis ekonomi 1997. Teori keagenan digunakan sebagai kerangka teoritis, menekankan asimetri informasi antara manajer dan pemilik perusahaan.
5. Agency Theory dan Perilaku Manajer
Teori keagenan (Agency Theory) menjelaskan hubungan antara prinsipal (pemilik) dan agen (manajer), di mana manajer memiliki lebih banyak informasi tentang perusahaan. Manajer memiliki insentif untuk memberikan sinyal positif kepada pemilik, tetapi informasi yang disampaikan mungkin tidak selalu akurat. Prinsipal menginginkan return investasi yang besar dan cepat, sementara agen (manajer) mungkin termotivasi untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Hal ini dapat menyebabkan konflik kepentingan dan manajemen laba jika pengawasan tidak memadai. Manajemen laba merupakan isu kontroversial di dunia akuntansi, tergantung pada langkah-langkah yang diambil dan motivasi di baliknya (Mulford dan Comiskey, 2010). Ukuran laba sering digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan manajemen, memengaruhi bonus manajer (Gumanti, 2000). Teori Akuntansi Positif dan Teori Keagenan menjadi kerangka analisis utama.
II.Tinjauan Pustaka Literature Review
Penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang beragam mengenai pengaruh komponen GCG (kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit) terhadap manajemen laba. Beberapa studi menemukan pengaruh signifikan, sementara yang lain tidak. Teori keagenan menjadi landasan teori utama, menjelaskan konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham. Definisi manajemen laba dan berbagai hipotesis (bonus-plan, debt covenant, political cost) dibahas.
1. Penelitian Terdahulu tentang Pengaruh Good Corporate Governance GCG terhadap Manajemen Laba
Tinjauan pustaka membahas berbagai penelitian sebelumnya yang telah meneliti hubungan antara mekanisme Good Corporate Governance (GCG) dan manajemen laba. Hasil penelitian yang dikutip menunjukkan adanya perbedaan temuan. Beberapa penelitian (Nasution dan Setiawan, 2007; Nofiani, 2008) menemukan pengaruh signifikan dari komponen GCG seperti ukuran dewan komisaris dan komite audit terhadap manajemen laba. Namun, penelitian lain (Ujiyantho dan Pramuka, 2007) menunjukkan hasil yang berbeda, dengan kepemilikan institusional dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan, sementara kepemilikan manajerial dan keberadaan komisaris independen berpengaruh. Penelitian Veronica dan Utama (2006) juga menunjukan hasil yang beragam terkait pengaruh komponen GCG lainnya terhadap manajemen laba. Perbedaan hasil ini menunjukkan keragaman temuan dan kompleksitas hubungan antara GCG dan manajemen laba, yang menjadi dasar penting bagi penelitian ini untuk melakukan pengkajian lebih lanjut.
2. Teori Keagenan dan Definisi Manajemen Laba
Tinjauan pustaka ini membahas teori keagenan (agency theory) sebagai landasan teoretis untuk memahami hubungan antara manajemen dan pemegang saham dalam konteks manajemen laba. Teori ini menjelaskan potensi konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham (prinsipal) karena asimetri informasi. Beberapa definisi manajemen laba disajikan, termasuk definisi dari Scott (2009), Mulford dan Comiskey (2010), Chen (2005), dan Healy dan Wahlen (1998). Definisi-definisi tersebut menyoroti berbagai aspek manajemen laba, mulai dari pemilihan kebijakan akuntansi hingga manipulasi laporan keuangan untuk mencapai tujuan tertentu. Hipotesis-hipotesis yang relevan, seperti bonus-plan hypothesis, debt covenant hypothesis, dan political cost hypothesis, juga dijelaskan, menunjukkan berbagai motivasi di balik praktik manajemen laba dan bagaimana hal ini dapat dipengaruhi oleh struktur GCG perusahaan.
3. Good Corporate Governance GCG dan Mekanisme Pengendalian
Bagian ini membahas konsep Good Corporate Governance (GCG) dan perannya dalam mengurangi biaya keagenan dan meningkatkan kepercayaan investor (Shleifer dan Vishny, 1997 dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007). GCG diharapkan dapat memastikan manajer bertindak untuk kepentingan pemegang saham dan mencegah tindakan merugikan. Peran pemegang saham institusional dalam pengawasan perusahaan dan pengurangan masalah keagenan dibahas (Steiner, 1999 dalam Melinda dan Sutejo, 2008). Definisi komisaris independen berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (2004) dalam Isnanta (2008) juga dijelaskan. Indikator GCG yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan, meliputi kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit, sekaligus memberikan gambaran mengenai bagaimana variabel-variabel tersebut diukur dan digunakan dalam analisis.
III.Metodologi Penelitian Research Methodology
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif sekunder berupa laporan keuangan 105 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode 2006-2010. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Variabel dependen adalah manajemen laba, diukur menggunakan rasio modal kerja akrual. Variabel independen adalah proxy dari GCG, meliputi kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Uji asumsi klasik (autokorelasi dan heteroskedastisitas) dilakukan untuk memastikan keandalan model regresi.
1. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif sekunder yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI), khususnya Market Directory. Data yang digunakan adalah pooled data, yang merupakan kombinasi data time series dan cross section. Data tersebut meliputi laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Penggunaan pooled data memungkinkan untuk menganalisis data dari beberapa perusahaan (cross-section) selama beberapa periode waktu (time series), sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang pengaruh mekanisme Good Corporate Governance terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di Indonesia.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi. Peneliti mengumpulkan data sekunder berupa laporan keuangan dan informasi lain yang relevan dari website BEI dan situs web masing-masing bank. Proses pengumpulan data dilakukan melalui pengunduhan laporan keuangan secara daring. Metode ini dipilih karena efisiensi dan ketersediaan data yang dibutuhkan untuk meneliti manajemen laba pada perusahaan perbankan dalam periode waktu tertentu. Data sekunder yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis untuk menguji hipotesis penelitian.
3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan variabel dependen, yaitu manajemen laba (earnings management), yang diukur menggunakan rasio modal kerja akrual. Variabel independen meliputi empat proxy dari mekanisme Good Corporate Governance (GCG), yaitu kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit. Definisi operasional dari masing-masing variabel dijelaskan secara detail dalam penelitian ini untuk memastikan konsistensi dan kejelasan dalam pengukuran dan analisis. Pemilihan variabel dan metode pengukurannya didasarkan pada literatur dan penelitian terdahulu yang relevan.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda, yang dilakukan menggunakan program SPSS 17. Regresi berganda dipilih untuk menganalisis pengaruh simultan dari beberapa variabel independen (proxy GCG) terhadap variabel dependen (manajemen laba). Sebelum melakukan analisis regresi, uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa model regresi memenuhi persyaratan Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Uji asumsi klasik meliputi uji autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson dan uji heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot. Pemenuhan asumsi klasik memastikan hasil analisis regresi valid dan dapat diandalkan.
IV.Hasil dan Pembahasan Results and Discussion
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hanya kepemilikan institusional yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh signifikan secara parsial maupun simultan. Hasil ini sebagian sejalan dan sebagian bertentangan dengan temuan penelitian sebelumnya, kemungkinan disebabkan perbedaan metodologi atau sektor industri yang diteliti. Koefisien determinasi (R²) sebesar 0.071 mengindikasikan bahwa hanya 7.1% variansi manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel GCG yang diteliti.
1. Hasil Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisis regresi, dilakukan pengujian asumsi klasik untuk memastikan model regresi memenuhi syarat Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Uji autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson menghasilkan nilai 2.216. Berdasarkan nilai batas bawah (dl) 1.679 dan batas atas (du) 1.758 dari tabel Durbin-Watson dengan n=105 dan k=4, nilai D-W berada di antara du (1.758) dan 4-du (2.242), menunjukkan tidak ada gejala autokorelasi. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi (ZPRED) dan residual (SRESID). Tidak terdapat pola tertentu yang teratur pada grafik, mengindikasikan tidak adanya gejala heteroskedastisitas. Pemenuhan asumsi klasik ini memastikan hasil analisis regresi dapat diandalkan.
2. Hasil Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda menggunakan SPSS 17 dilakukan untuk menguji pengaruh simultan dan parsial variabel Good Corporate Governance (GCG) terhadap manajemen laba. Koefisien korelasi (R) sebesar 0.266 menunjukkan hubungan yang tidak terlalu kuat antara manajemen laba dengan mekanisme GCG (kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen, dan komite audit). Koefisien determinasi (R²) sebesar 0.071 mengindikasikan bahwa hanya 7.1% variansi manajemen laba yang dapat dijelaskan oleh variabel GCG, sementara 92.9% dijelaskan faktor lain. Standard Error of the Estimate (SEE) lebih kecil dari standar deviasi manajemen laba, menunjukkan model regresi dapat digunakan.
3. Hasil Uji Parsial Uji t
Hasil uji parsial (uji t) menunjukkan bahwa hanya variabel kepemilikan institusional yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba (t-hitung > t-tabel; signifikansi < 0.05). Variabel lain, yaitu ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit, tidak berpengaruh signifikan secara parsial (signifikansi > 0.05). Hal ini berarti, berdasarkan data yang digunakan, hanya kepemilikan institusional yang memiliki hubungan yang signifikan dengan praktik manajemen laba dalam konteks perusahaan perbankan yang diteliti. Temuan ini menunjukkan kompleksitas pengaruh GCG terhadap manajemen laba.
4. Hasil Uji Simultan Uji F dan Pembahasan
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh simultan dari seluruh variabel GCG terhadap manajemen laba. Hasil uji menunjukkan bahwa secara simultan, mekanisme GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba (signifikansi > 0.05). Hal ini konsisten dengan nilai R² yang rendah (0.071), menunjukkan bahwa variabel GCG yang diteliti hanya mampu menjelaskan sebagian kecil dari variansi manajemen laba. Pembahasan lebih lanjut membandingkan temuan ini dengan penelitian sebelumnya, yang menunjukkan hasil yang beragam. Perbedaan hasil penelitian kemungkinan disebabkan perbedaan metodologi, periode penelitian, dan sektor industri yang diteliti. Temuan ini menyoroti kompleksitas dan multidimensi dari praktik manajemen laba dan efektivitas mekanisme GCG dalam mengendalikannya.
V.Kesimpulan Conclusion
Kesimpulannya, secara simultan, mekanisme GCG (kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di BEI periode 2006-2010. Hanya kepemilikan institusional yang menunjukkan pengaruh signifikan. Penelitian ini menyoroti kompleksitas hubungan antara GCG dan manajemen laba di sektor perbankan Indonesia.
1. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Laba
Kesimpulan utama penelitian ini adalah hanya kepemilikan institusional yang memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian. Hasil analisis menunjukkan pengaruh positif, namun hipotesis yang diajukan ditolak karena nilai signifikansi berada di atas 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional, khususnya kepemilikan publik, tidak mampu secara efektif mempengaruhi tindakan manajemen laba oleh manajemen perusahaan. Dugaan sementara adalah institusi tersebut cenderung memiliki insentif yang kuat untuk mengembangkan informasi privat, yang dapat berdampak pada praktik manajemen laba.
2. Pengaruh Komponen GCG Lainnya terhadap Manajemen Laba
Ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba, baik secara parsial maupun simultan. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel-variabel GCG tersebut, berdasarkan data yang digunakan, tidak mampu memberikan mekanisme monitoring yang efektif terhadap tindakan manajemen laba. Temuan ini sebagian mendukung dan sebagian bertentangan dengan penelitian terdahulu, menunjukkan keragaman hasil penelitian yang mungkin disebabkan perbedaan metodologi, periode penelitian, atau sektor industri yang diteliti. Penelitian ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan konteks spesifik industri dalam menganalisis efektivitas GCG.
3. Pengaruh Simultan Mekanisme GCG terhadap Manajemen Laba
Secara simultan, mekanisme Good Corporate Governance (GCG) yang terdiri dari kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit, tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Nilai R² sebesar 0.071 menunjukkan bahwa hanya 7.1% variansi manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel GCG, sisanya 92.9% dipengaruhi faktor lain. Ini mengindikasikan bahwa mekanisme GCG yang diteliti dalam penelitian ini tidak efektif dalam memonitoring tindakan oportunistik manajer dalam pengelolaan kekayaan perusahaan perbankan. Temuan ini memberikan implikasi penting bagi pengembangan dan penerapan GCG yang lebih komprehensif di sektor perbankan Indonesia.