
Valuasi Ekonomi Ruang Terbuka Hijau di Kota Lubuk Pakam
Informasi dokumen
Penulis | Julian Hisky Tyaspambudi |
instructor | Agus Purwoko |
Sekolah | Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian |
Jurusan | Kehutanan |
Jenis dokumen | Skripsi |
Tempat | Lubuk Pakam, Deli Serdang, Sumatera Utara |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 5.08 MB |
- Ruang Terbuka Hijau
- Penyerapan Karbon
- Produksi Oksigen
Ringkasan
I.Metode Penelitian Penilaian Ekonomi Ruang Terbuka Hijau RTH di Lubuk Pakam
Penelitian ini dilakukan di ruang terbuka hijau (RTH) Lubuk Pakam, Deli Serdang, Sumatera Utara, dari Juli hingga Oktober 2013. Metode penelitian meliputi pengukuran cadangan karbon pada pohon, tiang, dan pancang menggunakan metode non-destruktif dan estimasi allometrik. Cadangan karbon serasah diukur dengan metode destruktif. Produksi oksigen diestimasi dari luasan tutupan tajuk. Penilaian ekonomi dilakukan dengan memperhitungkan harga pasar karbon ($9/ton) dan oksigen (Rp 25.000/liter). Penelitian menggunakan petak kerja 20x20 m sebanyak 5 petak contoh. Lokasi penelitian dipilih secara purposive di hutan kota dan jalur hijau Lubuk Pakam karena aksesibilitasnya yang tinggi.
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian tentang penilaian ekonomi ruang terbuka hijau (RTH) ini dilakukan di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung selama empat bulan, yaitu dari bulan Juli hingga Oktober 2013. Lokasi penelitian secara spesifik mencakup hutan kota dan jalur hijau di Lubuk Pakam, yang dipilih secara purposive karena aksesibilitasnya yang relatif mudah dijangkau dari Medan. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan strategis untuk menilai kondisi RTH di area perkotaan yang sedang berkembang. Data yang dikumpulkan mencakup berbagai aspek ekologis dan ekonomi RTH, guna menghasilkan gambaran komprehensif tentang nilai dan fungsi RTH di wilayah tersebut. Periode penelitian yang ditentukan memungkinkan pengamatan yang cukup representatif untuk kondisi RTH di musim kemarau, yang dapat memberikan informasi penting terkait kondisi vegetasi dan kemampuan RTH dalam menyerap karbon serta memproduksi oksigen. Data yang dihasilkan kemudian digunakan untuk perhitungan nilai ekonomi RTH di Lubuk Pakam.
2. Metode Pengukuran Cadangan Karbon
Pengukuran cadangan karbon dilakukan di hutan kota Lubuk Pakam menggunakan petak kerja berukuran 20x20 meter sebanyak lima petak contoh. Pengukuran dilakukan pada berbagai tingkat vegetasi, meliputi pohon, tiang, pancang, semai, tumbuhan bawah, dan serasah. Untuk tingkat pohon, tiang, dan pancang, pengukuran tinggi dan diameter setinggi dada (DBH) dilakukan dengan metode non-destruktif. Pendugaan karbon dilakukan dengan menggunakan estimasi allometrik berdasarkan penelitian sebelumnya dan zona iklim setempat. Metode ini memungkinkan pengukuran karbon tanpa merusak pohon, sehingga tidak mengganggu ekosistem. Sementara itu, untuk tumbuhan bawah dan serasah, metode destruktif (pemanenan langsung) digunakan untuk menghitung berat basah dan kering serta jumlah individu. Data ini kemudian digunakan untuk menghitung cadangan karbon di berbagai tingkat vegetasi, memberikan gambaran yang lebih rinci tentang penyimpanan karbon di RTH Lubuk Pakam. Metode pengukuran yang terinci ini memastikan data yang akurat dan terpercaya untuk analisis lebih lanjut.
3. Metode Pengukuran Produksi Oksigen dan Penilaian Ekonomi
Produksi oksigen di hutan kota dan jalur hijau diukur dengan estimasi luasan tutupan tajuk. Luas tajuk vegetasi yang menutupi permukaan tanah digunakan sebagai indikator produksi oksigen. Dengan menggunakan data luasan tutupan tajuk ini, peneliti dapat memperkirakan jumlah oksigen yang dihasilkan oleh vegetasi di RTH. Penilaian ekonomi dilakukan untuk penyerapan karbon dan produksi oksigen. Untuk penyerapan karbon, digunakan harga pasar karbon rata-rata sebesar $9 per ton. Sedangkan untuk produksi oksigen, digunakan harga pasar sebesar Rp 25.000 per liter. Dengan menggunakan harga pasar ini, nilai ekonomi dari jasa lingkungan RTH, khususnya dalam hal penyerapan karbon dan produksi oksigen, dapat dihitung dan dinilai. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memberikan informasi kuantitatif tentang cadangan karbon dan produksi oksigen, tetapi juga mengukur nilai ekonomi dari jasa lingkungan yang diberikan oleh RTH di Lubuk Pakam. Informasi ini sangat penting untuk mendukung kebijakan dan perencanaan pengelolaan RTH di masa mendatang.
II.Analisis Vegetasi dan Cadangan Karbon
Analisis vegetasi difokuskan pada keanekaragaman jenis pohon, tiang, pancang, dan semai di hutan kota Lubuk Pakam. Hasil menunjukkan keanekaragaman jenis yang relatif rendah, didominasi beberapa jenis pohon tertentu. Pengukuran cadangan karbon menunjukkan total cadangan karbon (aboveground biomassa) sebesar 199,32 ton C/ha di hutan kota, nilai yang tergolong rendah dibandingkan penelitian lain di daerah lain Sumatera Utara. Analisis juga meliputi cadangan karbon serasah, yang memberikan tambahan data tentang total cadangan karbon di lokasi penelitian. Jenis-jenis pohon tertentu seperti Asam Jawa menunjukkan cadangan karbon yang lebih tinggi dibandingkan lainnya. Data cadangan karbon di jalur hijau di sepanjang Jalan Imam Bonjol, Jalan Sudirman, Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Galang juga dianalisis.
1. Analisis Keanekaragaman Jenis Vegetasi
Analisis vegetasi di hutan kota Lubuk Pakam bertujuan untuk mengetahui komposisi dan kuantitas jenis tumbuhan. Pengukuran dilakukan pada empat tingkat vegetasi: pohon (plot 20x20 m), tiang (10x10 m), pancang (5x5 m), dan semai (2x2 m). Pada tingkat pohon, ditemukan 10 individu dari tiga jenis pohon, yaitu jati (Tectona grandis), mahoni daun kecil (Swietenia mahogany), dan cemara laut (Casuarina equisetifolia), dengan total Luas Bidang Dasar (LBD) 20,22. Analisis indeks nilai penting menunjukkan dominansi mahoni daun kecil pada tingkat pancang, mengindikasikan pengaturan jarak tanam oleh pemerintah setempat. Indeks keanekaragaman jenis menunjukkan kategori rendah, yang mengindikasikan dominasi beberapa jenis pohon tertentu dan sedikitnya jumlah jenis yang ditemukan. Keanekaragaman jenis yang rendah ini, menurut Latifah (2004), disebabkan oleh dominasi jenis tertentu di area tersebut. Data ini penting untuk memahami struktur komunitas tumbuhan dan hubungannya dengan cadangan karbon.
2. Pengukuran Cadangan Karbon di Hutan Kota
Pengukuran cadangan karbon dilakukan pada berbagai tingkat vegetasi di hutan kota Lubuk Pakam. Untuk pohon, tiang, dan pancang, digunakan metode non-destruktif dengan mengukur tinggi dan DBH. Sementara itu, untuk semai dan tumbuhan bawah, metode destruktif (pemanenan) digunakan dengan pengukuran berat basah dan kering. Cadangan karbon serasah juga diukur menggunakan metode destruktif. Total cadangan karbon bagian atas (aboveground biomassa) di hutan kota Lubuk Pakam tercatat sebesar 199,32 ton C/ha. Nilai ini tergolong rendah dibandingkan dengan penelitian di tempat lain di Sumatera Utara, misalnya di TAHURA Bukit Barisan (459,11 ton C/ha) dan Hutan Kota Taman Beringin Medan (348,76 ton C/ha). Rendahnya cadangan karbon di Lubuk Pakam dikaitkan dengan rendahnya kerapatan kayu dan dominasi jenis pohon tertentu. Rahayu, dkk. (2007) menyatakan bahwa spesies pohon dengan kerapatan kayu tinggi akan memiliki biomassa yang lebih tinggi. Data cadangan karbon ini penting untuk memahami kapasitas RTH dalam menyerap dan menyimpan karbon.
3. Cadangan Karbon di Jalur Hijau
Selain di hutan kota, pengukuran cadangan karbon juga dilakukan di jalur hijau di beberapa ruas jalan di Lubuk Pakam. Metode pengukuran serupa dengan di hutan kota, menggunakan metode non-destruktif untuk pohon dan metode destruktif untuk serasah. Hasil menunjukkan variasi cadangan karbon di berbagai lokasi jalur hijau. Misalnya, di Jalan Imam Bonjol dan sekitar Taman Makam Pahlawan (TMP), total cadangan karbon mencapai 2,93 ton C/ha, dengan jenis Asam Jawa (Tamarindus indica) memiliki cadangan karbon tertinggi. Di Jalan Sudirman, jalur kiri memiliki cadangan karbon 2,14 ton C/ha, dan jalur kanan 1,75 ton C/ha, dengan Palem Raja (Oreodoxa regia) sebagai penyumbang karbon terbesar. Di Jalan Galang, cadangan karbon tercatat 0,57 ton C/ha. Variasi cadangan karbon di jalur hijau ini menunjukkan pengaruh perbedaan jenis dan kerapatan pohon di berbagai lokasi. Data ini memberikan gambaran tentang kontribusi jalur hijau terhadap penyimpanan karbon di kota Lubuk Pakam.
III. Produksi Oksigen dan Kebutuhan Oksigen Kota Lubuk Pakam
Penelitian juga mengestimasi produksi oksigen dari RTH di Lubuk Pakam berdasarkan luasan tutupan tajuk. Hasil dibandingkan dengan konsumsi oksigen penduduk Lubuk Pakam (81.708 jiwa pada tahun 2012, mengkonsumsi 70.595,712 kg O2/hari menurut data dari Herliani, 2007), menunjukkan defisit oksigen yang signifikan. Penelitian menyarankan penanaman pohon-pohon penghasil oksigen yang cepat tumbuh dan bermassa daun padat seperti angsana, akasia, beringin, ketapang, dan waru untuk meningkatkan produksi oksigen.
1. Estimasi Produksi Oksigen dari RTH Lubuk Pakam
Estimasi produksi oksigen di RTH Lubuk Pakam dilakukan dengan mengukur luasan tutupan tajuk di hutan kota dan jalur hijau. Luas tajuk vegetasi yang menutupi permukaan tanah diasumsikan berkorelasi dengan jumlah oksigen yang dihasilkan melalui proses fotosintesis. Metode ini memberikan perkiraan produksi oksigen secara keseluruhan di area RTH yang diteliti. Data luasan tutupan tajuk kemudian dianalisa untuk mengetahui potensi produksi oksigen dari berbagai jenis vegetasi dan kondisi kerapatannya di lokasi penelitian. Informasi ini sangat penting untuk menilai kontribusi RTH terhadap kualitas udara di Lubuk Pakam. Hasil estimasi ini memberikan gambaran kuantitatif tentang kapasitas RTH dalam menghasilkan oksigen, yang penting untuk menjaga kualitas udara di kota. Data ini kemudian dapat dibandingkan dengan kebutuhan oksigen penduduk Lubuk Pakam untuk menilai kecukupan RTH dalam menyediakan oksigen bagi masyarakat.
2. Kebutuhan Oksigen Kota Lubuk Pakam dan Perbandingannya dengan Produksi Oksigen RTH
Konsumsi oksigen penduduk Lubuk Pakam dihitung berdasarkan data jumlah penduduk dan konsumsi oksigen per kapita. Menggunakan data jumlah penduduk sebanyak 81.708 jiwa (Kecamatan Lubuk Pakam Dalam Angka 2012) dan konsumsi oksigen per kapita sebesar 0,864 kg/jiwa/hari (Herliani, 2007), konsumsi oksigen total kota Lubuk Pakam diperkirakan sebesar 70.595,712 kg O2/hari. Hasil estimasi produksi oksigen dari RTH (hutan kota, jalur hijau, dan taman buah) hanya sebesar 0,67 kg O2/hari. Perbandingan antara kebutuhan dan produksi oksigen menunjukkan defisit yang signifikan. Defisit ini menyoroti perlunya peningkatan jumlah dan jenis vegetasi di RTH Lubuk Pakam untuk mencukupi kebutuhan oksigen penduduk. Penelitian ini menyarankan penanaman pohon-pohon yang cepat tumbuh dan memiliki massa daun padat, seperti angsana, akasia, beringin, ketapang, dan waru, untuk meningkatkan produksi oksigen di RTH Lubuk Pakam. Perbandingan dengan penelitian di Kota Bogor (Lestari dan Jaya, 2005), yang melaporkan kebutuhan oksigen yang jauh lebih tinggi, juga memberikan konteks tentang pentingnya perencanaan dan pengelolaan RTH yang efektif.
IV.Kesimpulan Pentingnya Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau RTH untuk Penyerapan Karbon dan Produksi Oksigen di Lubuk Pakam
Penelitian ini menunjukkan pentingnya ruang terbuka hijau (RTH) di Lubuk Pakam untuk penyerapan karbon dan produksi oksigen. Meskipun cadangan karbon dan produksi oksigen masih relatif rendah, penelitian ini memberikan dasar ilmiah untuk pengelolaan yang lebih baik. Meningkatkan keanekaragaman jenis pohon, dan penanaman pohon-pohon yang efektif untuk penyerapan karbon dan produksi oksigen sangat penting untuk mengatasi defisit oksigen dan meningkatkan kualitas lingkungan di Lubuk Pakam. Valuasi ekonomi dari jasa lingkungan yang diberikan RTH juga menekankan pentingnya pelestarian dan pengembangan RTH di daerah perkotaan yang sedang berkembang pesat seperti Lubuk Pakam.
1. Pentingnya Pengelolaan RTH untuk Penyerapan Karbon
Penelitian ini menunjukkan pentingnya pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) di Lubuk Pakam untuk penyerapan karbon. Hasil pengukuran cadangan karbon di hutan kota dan jalur hijau menunjukkan variasi yang signifikan, tergantung pada jenis dan kerapatan vegetasi. Meskipun total cadangan karbon di hutan kota Lubuk Pakam (199,32 ton C/ha) relatif rendah dibandingkan dengan lokasi lain di Sumatera Utara, data ini tetap menekankan pentingnya pelestarian dan peningkatan kualitas RTH. Analisis cadangan karbon di jalur hijau di berbagai ruas jalan juga menunjukkan potensi yang perlu diperhatikan dalam strategi pengelolaan. Meningkatkan kerapatan dan memilih jenis pohon dengan kerapatan kayu tinggi dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan RTH dalam menyerap karbon. Hal ini sejalan dengan temuan Rahayu, dkk. (2007) yang menyoroti pentingnya pemilihan spesies pohon yang tepat untuk memaksimalkan penyimpanan karbon. Kesimpulannya, pengelolaan RTH yang terencana dan efektif sangat penting untuk meningkatkan kapasitas penyerapan karbon dan mengurangi dampak perubahan iklim di Lubuk Pakam.
2. Pentingnya Pengelolaan RTH untuk Produksi Oksigen dan Kesejahteraan Masyarakat
Penelitian ini juga menyoroti pentingnya pengelolaan RTH untuk produksi oksigen di Lubuk Pakam. Estimasi produksi oksigen dari RTH saat ini hanya 0,67 kg O2/hari, jauh lebih rendah dari kebutuhan oksigen penduduk Lubuk Pakam (70.595,712 kg O2/hari berdasarkan data Herliani, 2007 dan jumlah penduduk tahun 2012). Defisit oksigen ini menekankan perlunya peningkatan jumlah dan kualitas RTH. Penanaman pohon-pohon penghasil oksigen yang cepat tumbuh dan bermassa daun padat, seperti angsana, akasia, beringin, ketapang, dan waru, sangat direkomendasikan untuk meningkatkan produksi oksigen. Pengelolaan RTH yang efektif tidak hanya penting untuk lingkungan, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat Lubuk Pakam. RTH yang sehat dan produktif berkontribusi pada peningkatan kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, investasi dalam pengelolaan RTH merupakan investasi dalam kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Lubuk Pakam.
3. Rekomendasi Pengelolaan RTH di Lubuk Pakam
Berdasarkan temuan penelitian ini, beberapa rekomendasi pengelolaan RTH di Lubuk Pakam diajukan. Peningkatan keanekaragaman jenis pohon, dengan penambahan spesies yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap karbon dan memproduksi oksigen, perlu dilakukan. Strategi penanaman pohon yang terencana dan terintegrasi ke dalam perencanaan tata ruang kota sangat penting. Penggunaan metode non-destruktif dan estimasi allometrik yang lebih akurat perlu diterapkan untuk memonitor cadangan karbon di masa mendatang. Selain itu, perlu adanya edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya RTH bagi lingkungan dan kesejahteraan mereka. Dengan demikian, pengelolaan RTH di Lubuk Pakam dapat lebih efektif dan berkelanjutan, memberikan manfaat maksimal bagi lingkungan dan masyarakat. Penelitian ini memberikan dasar ilmiah yang kuat untuk mendukung kebijakan dan program pengelolaan RTH di Lubuk Pakam guna mencapai keseimbangan antara pembangunan perkotaan dan pelestarian lingkungan.