Sistem Distribusi Benih Padi di Desa Melati II

Sistem Distribusi Benih Padi di Desa Melati II

Informasi dokumen

Penulis

Rico Ayatul Yuza

Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Agribisnis
Tempat Medan
Jenis dokumen Skripsi
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 1.85 MB
  • Distribusi Benih
  • Pertanian
  • Agribisnis

Ringkasan

I.Sumber dan Sistem Distribusi Benih Padi di Desa Melati II

Penelitian ini mengkaji sistem distribusi benih padi di Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Sumber benih padi utama berasal dari pemerintah (melalui program bantuan langsung yang diatur melalui RDKK), penangkar benih, dan benih hasil panen petani. Sistem distribusi benih pemerintah diawali dengan penyusunan RDKK oleh kelompok tani, disetujui bertingkat hingga ke pusat, lalu disalurkan melalui cabang PT. SHS (misalnya: Perum Sang Hyang Seri, PT. Pertani) . Namun, alokasi benih padi dari pemerintah seringkali tidak mencukupi kebutuhan petani, sehingga mereka membeli tambahan dari penangkar benih. Petani di Desa Melati II juga menggunakan varietas benih padi Ciherang. Masalah kekurangan benih padi ini merupakan tantangan utama dalam mencapai swasembada pangan.

1. Sumber Benih Padi di Desa Melati II

Penelitian di Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, mengidentifikasi tiga sumber utama benih padi yang digunakan petani. Pertama, benih dari pemerintah yang didistribusikan melalui program bantuan langsung, biasanya melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Bantuan ini, meskipun bertujuan baik, seringkali tidak mencukupi kebutuhan petani. Kedua, benih diperoleh dari penangkar benih, yang merupakan alternatif bagi petani yang kekurangan benih bantuan pemerintah. Ketiga, beberapa petani memanfaatkan benih hasil panen mereka sendiri untuk musim tanam berikutnya, sebagai upaya penghematan biaya, meskipun hal ini tidak banyak dilakukan oleh sampel petani dalam penelitian ini. Ketiga sumber benih ini mencerminkan kompleksitas sistem penyediaan benih padi di daerah penelitian, yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan dinamika pasar.

2. Sistem Distribusi Benih Padi Pemerintah melalui RDKK

Sistem distribusi benih padi di Desa Melati II yang berasal dari pemerintah bergantung pada mekanisme RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Prosesnya dimulai dengan penyusunan RDKK oleh kelompok tani satu bulan sebelum tanam. RDKK kemudian diajukan melalui jalur birokrasi, mulai dari KUPTD (Kecamatan Unit Pelaksana Teknis Dinas) ke Dinas Pertanian Kabupaten, Propinsi, dan akhirnya ke pusat. Di tingkat pusat, pengadaan benih dilakukan melalui proses tender yang diikuti berbagai perusahaan benih. Perusahaan pemenang tender kemudian mendistribusikan benih melalui cabang-cabangnya di daerah, dengan pendampingan petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Meskipun mekanisme ini terstruktur, terdapat masalah ketidaksesuaian jumlah benih yang diberikan (10 kg per petani) dengan kebutuhan riil petani berdasarkan RDKK, menimbulkan kekurangan benih yang harus diatasi petani dengan membeli dari penangkar.

3. Masalah Kekurangan Benih dan Upaya Petani

Masalah utama yang dihadapi petani di Desa Melati II adalah jumlah benih padi bantuan pemerintah yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Meskipun pemerintah berupaya menyediakan benih melalui RDKK dan program bantuan langsung, jumlahnya seringkali terbatas. Hal ini memaksa petani untuk mencari sumber benih alternatif, yaitu membeli benih dari penangkar. Pembelian dari penangkar ini menambah biaya produksi petani, dan berpotensi mengurangi pendapatan jika harga jual gabah tidak sebanding dengan peningkatan biaya tersebut. Situasi ini menjadi poin krusial dalam konteks pengadaan dan distribusi benih padi, sekaligus menunjukkan kelemahan dari sistem yang ada dalam memenuhi kebutuhan petani.

II.Kualitas Benih Padi dan Pengaruhnya terhadap Produktivitas

Penelitian menekankan pentingnya kualitas benih padi unggul dalam meningkatkan produktivitas. Petani menyadari pentingnya memilih benih padi yang baik, melakukan seleksi benih (misalnya dengan metode perendaman dalam larutan abu dapur) untuk memisahkan benih padi berkualitas dari yang tidak. Penggunaan benih unggul berdampak signifikan pada hasil panen dan pendapatan petani. Benih bersertifikat umumnya didapatkan di kios saprodi dan penyalur benih, sementara benih pokok berasal dari balai benih.

1. Pentingnya Kualitas Benih Padi

Dokumen tersebut secara tegas menyatakan bahwa kualitas benih padi merupakan faktor kunci dalam menentukan produktivitas dan keberhasilan panen. Benih unggul, atau benih berlabel dari pemerintah, dianggap sebagai pilihan terbaik karena memiliki daya adaptasi yang lebih baik, bahkan di lahan kurang produktif. Benih berkualitas juga mengurangi risiko kegagalan panen akibat hama dan penyakit. Petani, sejak zaman Hindia Belanda, telah memiliki kesadaran akan pentingnya benih berkualitas untuk meningkatkan hasil panen, baik kualitas maupun kuantitas. Penggunaan benih unggul secara langsung berkontribusi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Kebijakan pemerintah terkait subsidi harga dan distribusi benih juga bertujuan untuk menjamin ketersediaan benih berkualitas dengan harga terjangkau bagi petani.

2. Sumber dan Jenis Benih Padi Unggul

Benih padi unggul dapat diperoleh dari beberapa sumber. Benih bersertifikat atau berlabel tersedia di kios-kios atau toko saprodi, dan penyalur benih. Benih ini termasuk dalam kategori benih sebar (extension seed) yang dihasilkan oleh penangkar benih atau kebun benih. Selain itu, terdapat benih pokok (stock seed) dari balai benih, dan benih dasar/foundation seed. Kualitas benih unggul dapat dilihat dari aspek fisik, seperti kadar air yang tepat (11-12 persen), daya kecambah yang tinggi, kesehatan benih yang prima, dan kesegaran benih. Proses produksi benih unggul memerlukan pengawasan ketat mulai dari penanaman hingga panen untuk menjamin kualitasnya. Dalam penelitian ini, varietas Ciherang disebutkan sebagai salah satu benih bersertifikat yang digunakan petani.

3. Seleksi Benih dan Pengelolaan Persemaian

Petani di Desa Melati II menggunakan metode seleksi benih untuk memilah benih yang berkualitas. Salah satu teknik yang disebutkan adalah perendaman benih dalam larutan abu dapur. Benih yang tenggelam dianggap baik, sedangkan yang mengapung dibuang karena kemungkinan berisi hampa atau tidak penuh. Persiapan lahan persemaian juga penting, meliputi pemilihan tanah subur, penyediaan cahaya matahari yang cukup, pengairan yang terkontrol, dan pengawasan pertumbuhan bibit secara berkala. Kondisi lingkungan yang optimal selama masa persemaian sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit dan keberhasilan panen selanjutnya. Proses pembibitan melibatkan tenaga kerja, umumnya dari keluarga petani.

III.Analisis Ekonomi Usahatani Padi Sawah

Analisis ekonomi menunjukkan biaya produksi usahatani padi sawah di Desa Melati II, termasuk biaya benih padi, pupuk, dan tenaga kerja. Meskipun harga pupuk relatif stabil, kekurangan benih padi memaksa petani untuk membeli dari penangkar, meningkatkan biaya produksi. Harga jual gabah di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tahun 2010 (rata-rata Rp 2980/Kg). Pendapatan bersih petani bervariasi tergantung pada produktivitas. Data rinci mengenai biaya produksi dan pendapatan petani dapat dilihat dalam tabel-tabel pada laporan penelitian lengkap.

1. Biaya Produksi Usahatani Padi Sawah

Analisis ekonomi usahatani padi sawah di Desa Melati II mencatat biaya produksi yang dikeluarkan petani. Meskipun biaya sarana produksi seperti pupuk relatif stabil dan mudah diperoleh di toko distribusi pupuk desa atau melalui Gapoktan, biaya benih menjadi variabel penting. Banyak petani harus membeli benih tambahan dari penangkar karena bantuan benih dari pemerintah (10 kg per petani) tidak mencukupi kebutuhan lahan mereka. Biaya tenaga kerja juga menjadi komponen signifikan, dengan pengolahan lahan, pencabutan bibit, dan penanaman umumnya menggunakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dengan rata-rata biaya Rp. 756.533 per Ha. Pemupukan dan penyiangan menggunakan kombinasi tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan TKLK, sementara pemberantasan hama penyakit hanya menggunakan TKDK. Biaya tenaga kerja untuk panen dihitung terpisah. Total biaya tenaga kerja per musim tanam per petani sekitar Rp. 858.500 atau Rp. 1.866.304 per Ha.

2. Penerimaan dan Pendapatan Bersih Petani

Penerimaan usahatani padi sawah ditentukan oleh hasil produksi dan harga jual gabah. Produksi yang beragam antar petani menyebabkan perbedaan penerimaan. Meskipun harga jual gabah di daerah penelitian lebih tinggi daripada Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tahun 2010 (rata-rata Rp. 2980/kg), pendapatan bersih petani tetap bervariasi. Pendapatan bersih merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya produksi. Tinggi rendahnya pendapatan bersih dipengaruhi oleh produktivitas dan efisiensi biaya produksi, termasuk biaya benih yang signifikan karena keterbatasan bantuan pemerintah. Data rinci mengenai pendapatan bersih petani dapat dilihat pada tabel yang ada di laporan penelitian lengkap.

3. Analisis Biaya Benih dan Sistem Distribusi

Analisis biaya benih menunjukkan bahwa meskipun bantuan pemerintah menyediakan benih dengan harga murah (Rp. 2000 untuk 10 kg), kebutuhan petani yang lebih besar menyebabkan mereka harus membeli dari penangkar dengan harga yang lebih tinggi (Rp. 14.000 – Rp. 280.000). Sistem distribusi benih dari pemerintah (melalui PT. SHS) ke petani digambarkan sebagai distribusi langsung, dengan proses pengajuan RDKK yang harus diajukan satu bulan sebelum tanam. Meskipun distribusi dari cabang PT. SHS cepat, masalah utama tetap pada jumlah benih yang tidak mencukupi kebutuhan petani. Sistem distribusi langsung ini, meskipun efisien, tidak mampu mengatasi masalah ketidaksesuaian jumlah benih dengan kebutuhan riil di lapangan.

IV.Kesimpulan Tantangan dan Implikasi Sistem Distribusi Benih Padi

Sistem distribusi benih padi di Desa Melati II memiliki kelemahan utama berupa ketidaksesuaian antara jumlah benih padi yang disalurkan pemerintah (10 kg/petani) dengan kebutuhan riil petani. Hal ini mendorong petani untuk membeli benih padi tambahan dari penangkar, meningkatkan biaya dan berpotensi mengurangi profitabilitas usahatani padi sawah. Penelitian menyoroti pentingnya perbaikan sistem distribusi benih padi yang lebih responsif terhadap kebutuhan petani untuk mendukung swasembada pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian selanjutnya dapat berfokus pada strategi optimalisasi distribusi benih padi yang lebih efisien dan efektif.

1. Kelemahan Sistem Distribusi Benih Pemerintah

Kesimpulan utama dari penelitian ini menunjukkan kelemahan dalam sistem distribusi benih padi di Desa Melati II, khususnya terkait dengan bantuan benih dari pemerintah. Meskipun bantuan benih diberikan melalui program yang terstruktur (melalui RDKK dan jalur birokrasi hingga ke pusat), kuantitas benih yang diterima petani (10 kg per petani) jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan lahan mereka. Hal ini memaksa petani untuk membeli benih tambahan dari penangkar, yang meningkatkan biaya produksi secara signifikan. Sistem distribusi, meskipun terkesan efisien dengan penyaluran langsung dari produsen benih (misalnya PT. SHS) ke petani, tidak mampu mengakomodasi kebutuhan riil petani di lapangan. Ketidaksesuaian antara jumlah benih yang tersedia dan kebutuhan petani ini merupakan hambatan serius dalam upaya meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.

2. Dampak Kekurangan Benih terhadap Petani

Kekurangan benih yang disebabkan oleh sistem distribusi yang kurang optimal berdampak langsung pada perekonomian petani. Petani dipaksa untuk mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli benih dari penangkar, yang menekan pendapatan bersih mereka. Meskipun harga jual gabah di daerah penelitian lebih tinggi dari HPP, peningkatan biaya produksi akibat pembelian benih tambahan dapat mengurangi profitabilitas usahatani padi sawah. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan benih yang memadai dan terjangkau merupakan faktor krusial dalam keberhasilan usahatani padi dan kesejahteraan petani. Penelitian ini menyoroti perlunya evaluasi dan perbaikan sistem distribusi untuk memastikan akses petani terhadap benih berkualitas dan jumlah yang cukup.

3. Rekomendasi dan Penelitian Selanjutnya

Berdasarkan temuan penelitian, disarankan adanya perbaikan sistem distribusi benih padi untuk mengatasi masalah ketidaksesuaian antara jumlah benih yang disalurkan dengan kebutuhan petani. Penelitian selanjutnya dapat fokus pada strategi optimalisasi distribusi benih yang lebih efisien dan efektif, mempertimbangkan kebutuhan riil petani berdasarkan luas lahan dan jenis varietas yang ditanam. Evaluasi mekanisme RDKK dan proses pengadaan benih di tingkat pusat juga perlu dilakukan untuk memastikan distribusi benih yang tepat sasaran dan jumlah yang mencukupi. Penelitian lebih lanjut juga dapat menggali strategi alternatif dalam memenuhi kebutuhan benih padi petani, misalnya melalui pemberdayaan penangkar benih lokal atau pengembangan sistem pengelolaan benih yang lebih terintegrasi.