Analisis Usahatani Bawang Merah di Kelurahan Haranggaol

Analisis Usahatani Bawang Merah di Kelurahan Haranggaol

Informasi dokumen

Penulis

Ronal Sinaga

instructor/editor M. Mozart B. Darus, M.Sc
school/university Universitas Sumatera Utara Medan
subject/major Agribisnis
Jenis dokumen Skripsi
city_where_document_was_published Medan
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 2.10 MB
  • Usahatani
  • Bawang Merah
  • Kelayakan Produksi

Ringkasan

I.Metode Penelitian dan Lokasi Studi

Penelitian ini menganalisis kelayakan usahatani bawang merah di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel menggunakan stratified random sampling, membagi populasi petani bawang merah (254 KK) menjadi dua strata berdasarkan luas lahan ( > 0,5 Ha dan ≤ 0,5 Ha), dengan total sampel 30 KK. Kecamatan Haranggaol Horisan dipilih secara purposive karena merupakan sentra produksi bawang merah di daerah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analisis data deskriptif produksi, perhitungan biaya produksi, penerimaan, pendapatan bersih, serta rumus kriteria kelayakan usaha (R/C Ratio, ROI, dan BEP).

1. Penetapan Lokasi Penelitian

Penelitian ini berfokus pada analisis usahatani bawang merah. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive di Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Kecamatan Haranggaol Horisan merupakan sentra produksi usahatani bawang merah, sehingga data yang dikumpulkan akan lebih representatif dan akurat untuk tujuan penelitian. Penelitian ini secara spesifik mengambil studi kasus di Kelurahan Haranggaol dalam Kecamatan tersebut, memfokuskan pada karakteristik produksi dan ekonomi usahatani bawang merah di wilayah tersebut. Dengan demikian, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif tentang kondisi usahatani bawang merah di daerah sentra produksi yang terpilih secara sengaja ini. Keputusan memilih lokasi secara purposive ini memastikan fokus penelitian tepat pada area yang kaya akan data dan informasi terkait budidaya bawang merah, memudahkan pengumpulan data primer dan sekunder yang relevan. Hal ini juga memungkinkan peneliti untuk melakukan pengamatan langsung terhadap praktik-praktik pertanian bawang merah di lapangan, sehingga menghasilkan temuan penelitian yang lebih mendalam dan terpercaya.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified random sampling. Metode ini dipilih karena memungkinkan peneliti untuk membagi populasi petani bawang merah menjadi beberapa strata berdasarkan karakteristik tertentu, dalam hal ini luas lahan yang dimiliki. Populasi petani bawang merah di Kelurahan Haranggaol berjumlah 254 KK. Stratifikasi dilakukan berdasarkan luas lahan, membagi populasi menjadi dua strata: petani dengan luas lahan > 0,5 Ha dan petani dengan luas lahan ≤ 0,5 Ha. Penggunaan stratified random sampling memastikan representasi yang seimbang dari setiap strata dalam sampel, sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasi dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi. Setelah melakukan stratifikasi, sampel diambil secara acak dari masing-masing strata. Hal ini memastikan bahwa setiap anggota dalam setiap strata memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 KK, yang dianggap cukup untuk mewakili populasi dan menghasilkan temuan penelitian yang signifikan secara statistik. Dengan teknik ini, peneliti berupaya meminimalisir bias sampling dan meningkatkan keakuratan hasil analisis data.

3. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik produksi usahatani bawang merah, meliputi aspek produksi, biaya produksi, penerimaan, dan pendapatan bersih. Analisis kuantitatif meliputi perhitungan rumus kriteria kelayakan usaha, seperti R/C Ratio, ROI (Return on Investment), dan BEP (Break-Even Point). Perhitungan ini bertujuan untuk menilai kelayakan ekonomi usahatani bawang merah di daerah penelitian. Selain itu, analisis juga akan meneliti kontribusi pendapatan usahatani bawang merah terhadap pendapatan petani. Penggunaan metode analisis yang terpadu ini memungkinkan peneliti untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh tentang aspek produksi dan ekonomi usahatani bawang merah, dari gambaran umum hingga penilaian kelayakan usaha secara finansial. Data yang dianalisis meliputi data primer yang diperoleh langsung dari petani melalui kuesioner dan wawancara, serta data sekunder yang diperoleh dari lembaga terkait seperti Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun, Kantor Kecamatan Haranggaol Horisan, dan Kantor Kelurahan Haranggaol. Kombinasi data primer dan sekunder ini diharapkan dapat memperkaya dan memperkuat analisis yang dilakukan.

II.Gambaran Umum Usahatani Bawang Merah di Haranggaol

Daerah penelitian memiliki ketinggian 751-1400 m dpl, pH tanah 6,38, dan suhu rata-rata 26-28 °C, kondisi yang sangat cocok untuk budidaya bawang merah. Luas lahan pertanian di Kelurahan Haranggaol adalah 975 Ha, dengan 60 Ha digunakan untuk produksi bawang merah. Petani bawang merah di Haranggaol umumnya menggunakan sistem monokultur, dengan orientasi perdagangan untuk memenuhi kebutuhan lokal dan antar daerah. Produksi bawang merah rata-rata 7.219 kg/Ha. Tantangan utama dalam budidaya bawang merah adalah hama dan penyakit, serta fluktuasi harga yang tinggi.

1. Kondisi Geografis dan Iklim

Kelurahan Haranggaol, lokasi penelitian, memiliki kondisi geografis dan iklim yang mendukung budidaya bawang merah. Ketinggian tempat berkisar antara 751-1400 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan pH tanah 6,38 (berdasarkan analisis BPTP Medan) dan suhu rata-rata 26-28°C. Kondisi ini sesuai dengan persyaratan tumbuh bawang merah yang ideal, yaitu ketinggian 0-1000 mdpl, pH tanah 5,6-6,5, dan suhu 20-30°C. Luas lahan pertanian di Kelurahan Haranggaol mencapai 975 Ha, namun hanya 60 Ha yang digunakan untuk budidaya bawang merah. Luas lahan rata-rata yang digunakan per petani adalah 0,28 Ha. Kebanyakan lahan pertanian merupakan lahan milik sendiri yang diwariskan secara turun-temurun, menunjukkan adanya keterikatan kuat antara masyarakat dengan lahan pertanian mereka. Kondisi ini menggambarkan potensi pengembangan usaha tani bawang merah di wilayah tersebut, didukung oleh faktor alam yang mendukung pertumbuhan tanaman dan ketersediaan lahan yang meski terbatas, tetap dikelola secara turun temurun.

2. Sistem dan Orientasi Perdagangan

Sistem usahatani bawang merah di Kelurahan Haranggaol umumnya menggunakan pola tanam monokultur. Orientasi perdagangannya terbagi menjadi dua, yaitu untuk memenuhi kebutuhan lokal masyarakat Simalungun (substitusi impor) dan untuk perdagangan antar daerah. Strategi ini menunjukkan adanya diversifikasi pasar yang dilakukan oleh petani bawang merah di wilayah ini. Pemilihan sistem usahatani dan orientasi perdagangan yang tepat sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Hal ini menunjukkan adanya upaya adaptasi dan inovasi yang dilakukan petani dalam menghadapi tantangan pasar, khususnya dalam mengantisipasi kebutuhan bawang merah nasional dan upaya pengurangan impor. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas strategi ini dan potensi peningkatannya, mengingat fluktuasi harga bawang merah yang cukup tinggi dan sensitivitasnya terhadap perubahan permintaan dan penawaran. Keunggulan komparatif Kabupaten Simalungun dalam hal potensi wilayah dan tenaga kerja diharapkan dapat meningkatkan daya saing komoditas bawang merah.

3. Produksi dan Tantangan

Produksi bawang merah di daerah penelitian rata-rata mencapai 7.219 kg/Ha. Angka ini menunjukkan potensi produktivitas yang cukup tinggi. Namun, budidaya bawang merah menghadapi beberapa tantangan, salah satunya adalah hama dan penyakit. Berbagai jenis hama dan penyakit menyerang tanaman bawang merah, mulai dari akar, umbi, batang, hingga daun. Salah satu penyakit yang paling berbahaya adalah penyakit blorok (disebabkan oleh cendawan Perenospora destructor). Selain itu, bawang merah juga memiliki fluktuasi harga yang cukup tinggi, dipengaruhi oleh perubahan permintaan dan penawaran di pasar. Oleh karena itu, pengelolaan hama penyakit dan antisipasi terhadap fluktuasi harga menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh petani bawang merah dalam upaya meningkatkan keberlanjutan usaha taninya. Perlu adanya strategi yang tepat untuk mengatasi tantangan ini, misalnya dengan penerapan teknologi pertanian yang tepat dan diversifikasi usaha untuk meminimalkan risiko kerugian.

III.Analisis Biaya dan Pendapatan

Analisis biaya produksi bawang merah menunjukkan total biaya sebesar Rp 9.191.267,- per petani dan Rp 33.241.659,- per hektar. Pendapatan bersih rata-rata mencapai Rp 15.508.733,- per petani dan Rp 53.386.271,- per hektar. Rasio R/C mencapai 2,60, menunjukkan kelayakan usaha yang tinggi. ROI (Return on Investment) sebesar 160,05%, mengindikasikan efisiensi penggunaan modal dalam usahatani bawang merah di daerah penelitian. Terdapat perbedaan signifikan antara penerimaan petani dengan luas lahan > 0,5 Ha (Rp 50.400.000,-) dan ≤ 0,5 Ha (Rp 19.560.000,-).

1. Total Biaya dan Penerimaan

Analisis biaya produksi menunjukkan total biaya mencapai Rp 9.191.267,- per petani dan Rp 33.241.659,- per hektar. Biaya ini mencakup biaya lahan, bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, penyusutan peralatan, timbang, dan transportasi. Sementara itu, penerimaan rata-rata per petani mencapai Rp 24.700.000,- dengan harga jual bawang merah Rp 12.000,-/kg, dan Rp 86.627.930,- per hektar. Perbedaan penerimaan ini signifikan, mencerminkan pengaruh skala usaha terhadap pendapatan. Selisih antara penerimaan dan biaya produksi menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp 15.508.733,- per petani dan Rp 53.386.271,- per hektar. Data ini menunjukkan potensi keuntungan yang signifikan dari budidaya bawang merah di wilayah penelitian, khususnya bagi petani dengan skala usaha yang lebih besar. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi komponen biaya yang paling signifikan dan potensi pengurangan biaya untuk meningkatkan efisiensi usaha tani.

2. Rasio Kelayakan Usaha R C Ratio dan ROI

Berdasarkan data biaya dan penerimaan, penelitian menghitung rasio kelayakan usaha (R/C Ratio) yang mencapai 2,60. Artinya, setiap Rp 1,- biaya yang dikeluarkan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,60, atau 260% dari biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C Ratio ini jauh di atas 1, menunjukkan bahwa usahatani bawang merah di daerah penelitian sangat layak diusahakan. Selain itu, Return on Investment (ROI) selama satu musim tanam mencapai 160,05%. Ini berarti, setiap modal Rp 100,- yang diinvestasikan menghasilkan keuntungan Rp 160,05,-. Nilai ROI yang tinggi ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal dan profitabilitas usaha tani bawang merah yang tinggi. Kedua indikator ini memberikan gambaran yang kuat tentang potensi keuntungan dan kelayakan ekonomi usahatani bawang merah di daerah penelitian, serta memberikan argumentasi yang kuat untuk mendukung keberlanjutan usaha tani bawang merah di masa mendatang. Analisis ini dapat menjadi referensi bagi petani dan pihak terkait dalam pengambilan keputusan investasi dan pengembangan usaha tani bawang merah.

3. Pengaruh Luas Lahan terhadap Penerimaan

Analisis lebih lanjut menunjukkan perbedaan signifikan dalam penerimaan usahatani bawang merah berdasarkan strata luas lahan. Petani dengan luas lahan > 0,5 Ha (Strata I) memperoleh penerimaan sebesar Rp 50.400.000,- per petani, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan petani dengan luas lahan ≤ 0,5 Ha (Strata II) yang hanya memperoleh Rp 19.560.000,- per petani. Perbedaan ini menunjukkan pengaruh signifikan dari skala ekonomi dalam usahatani bawang merah. Petani dengan lahan yang lebih luas mampu menghasilkan produksi yang lebih besar dan karenanya mendapatkan penerimaan yang lebih tinggi. Temuan ini menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek skala ekonomi dalam pengembangan usaha tani bawang merah. Strategi untuk meningkatkan akses petani terhadap lahan atau mendorong kerjasama antar petani untuk meningkatkan skala usaha perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan pendapatan petani secara keseluruhan. Penelitian lebih lanjut dapat meneliti strategi-strategi untuk meningkatkan pendapatan petani dengan luas lahan terbatas.

IV.Kesimpulan dan Rekomendasi

Penelitian ini menyimpulkan bahwa usahatani bawang merah di Kelurahan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, secara ekonomi layak diusahakan, ditunjukkan oleh nilai R/C Ratio dan ROI yang tinggi. Namun, perlu diperhatikan fluktuasi harga dan pengendalian hama penyakit untuk meningkatkan keberlanjutan usaha tani bawang merah ini. Penelitian lebih lanjut dapat difokuskan pada strategi pemasaran dan diversifikasi produksi untuk meningkatkan pendapatan petani bawang merah.

1. Kesimpulan Kelayakan Usaha Tani Bawang Merah

Berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini menyimpulkan bahwa usahatani bawang merah di Kelurahan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, secara ekonomi layak diusahakan. Hal ini didukung oleh beberapa indikator kunci. Pertama, Rasio Kelayakan (R/C Ratio) yang mencapai 2,60 menunjukkan bahwa setiap rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,60. Kedua, Return on Investment (ROI) mencapai 160,05%, yang berarti setiap Rp 100,- investasi menghasilkan keuntungan Rp 160,05,-. Kedua indikator ini secara signifikan melebihi ambang batas kelayakan (R/C Ratio > 1), menunjukkan profitabilitas dan efisiensi usaha tani bawang merah yang tinggi di daerah penelitian. Pendapatan bersih yang signifikan, baik per petani maupun per hektar, juga mendukung kesimpulan ini. Namun, perlu diingat bahwa analisis ini didasarkan pada kondisi saat penelitian dilakukan, dan fluktuasi harga serta faktor eksternal lainnya perlu dipertimbangkan untuk perencanaan jangka panjang.

2. Rekomendasi untuk Peningkatan Keberlanjutan

Meskipun usahatani bawang merah di daerah penelitian terbukti layak secara ekonomi, beberapa rekomendasi perlu diperhatikan untuk meningkatkan keberlanjutan usaha ini. Pertama, perlu strategi untuk mengantisipasi fluktuasi harga bawang merah yang cukup tinggi. Diversifikasi produk atau pasar menjadi salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan. Kedua, pengendalian hama dan penyakit harus ditingkatkan melalui penerapan teknologi pertanian yang tepat dan berkelanjutan. Ketiga, mengingat perbedaan yang signifikan dalam penerimaan antara strata luas lahan, upaya untuk meningkatkan akses petani terhadap lahan atau mendorong kerjasama antar petani untuk meningkatkan skala usaha perlu dipertimbangkan. Keempat, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji secara mendalam aspek-aspek lain yang dapat memengaruhi keberhasilan usahatani bawang merah, seperti strategi pemasaran yang lebih efektif dan inovasi teknologi pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah produk. Dengan memperhatikan rekomendasi ini, diharapkan usahatani bawang merah di Kelurahan Haranggaol dapat lebih berkelanjutan dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi peningkatan pendapatan petani.