
Prediksi Kondisi Perberasan Indonesia Pasca Implementasi AFTA 2015
Informasi dokumen
Penulis | Fadhor Rohman |
instructor | Dyah Estu Kurniawati, S.Sos., M.Si. |
Sekolah | Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) |
Jurusan | Hubungan Internasional |
Jenis dokumen | Skripsi |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 314.85 KB |
- Perberasan
- AFTA
- Hubungan Internasional
Ringkasan
I.Latar Belakang Masalah Ancaman AFTA 2015 terhadap Perberasan Indonesia
Skripsi ini meneliti prediksi kondisi perberasan Indonesia paska implementasi AFTA 2015. Indonesia, sebagai negara agraris dengan beras sebagai makanan pokok 98% penduduknya, menghadapi potensi ancaman berupa peningkatan impor beras dari negara-negara ASEAN. Hal ini disebabkan oleh kebijakan AFTA yang akan menghapus tarif dan kuota impor beras mulai tahun 2015, dan harga beras di beberapa negara ASEAN (Vietnam, Thailand) lebih murah daripada di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing beras Indonesia dalam menghadapi liberalisasi pasar beras ASEAN.
1. Pentingnya Beras sebagai Komoditas Pangan di Indonesia
Penulis memilih tema penelitian tentang beras karena beras merupakan komoditas pangan yang unik dan sangat penting di Indonesia. Beras dikonsumsi oleh 90% masyarakat Indonesia, dan kekurangan pangan dapat menyebabkan peningkatan kriminalitas seperti pencurian dan unjuk rasa. Tujuan penelitian ini sejalan dengan tujuan awal studi Hubungan Internasional, yaitu menciptakan perdamaian dunia melalui rumusan-rumusan yang tepat. Meskipun banyak penelitian membahas masalah perberasan di Indonesia, sedikit sekali yang memprediksi kondisi perberasan di masa depan, khususnya pasca implementasi AFTA. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengisi kekosongan tersebut dengan menganalisis dampak AFTA 2015 terhadap impor beras dan daya saing beras Indonesia.
2. Sejarah Impor Beras Indonesia dan Dampak Kebijakan Internasional
Sebelum tahun 1995, Indonesia relatif sedikit mengimpor beras. Namun, setelah Indonesia menjadi anggota WTO dan menerapkan Agreement on Agriculture (AoA), Indonesia diwajibkan membuka pasar impor, mengurangi, dan menghapuskan subsidi pertanian. Akibatnya, impor beras meningkat drastis pada tahun 1995-1997. Krisis ekonomi dan politik tahun 1998 dan kesepakatan dengan IMF (International Monetary Fund) mengakibatkan penghentian kebijakan penetapan harga beras dan hilangnya monopoli impor BULOG. Tarif impor yang mencapai nol persen menyebabkan lonjakan impor beras hingga 5,7 juta ton pada tahun 1998. Di era pemerintahan Abdurrahman Wahid, tarif impor beras dinaikkan menjadi 30%, yang mengakibatkan penurunan impor menjadi 1,5 juta ton pada tahun 2000. Thailand, Vietnam, Cina, India, Pakistan, Myanmar, dan Amerika Serikat menjadi pengekspor beras utama ke Indonesia, dengan Vietnam dan Thailand sebagai pemasok utama pada tahun 2011.
3. AFTA dan Potensi Ancaman terhadap Perberasan Nasional
AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang disepakati pada KTT ASEAN ke-4 tahun 1992 bertujuan untuk mempermudah arus barang antar negara ASEAN, termasuk penghapusan tarif dan kuota impor. Implementasi AFTA dipercepat hingga tahun 2002 untuk ASEAN 6, dan lebih lama untuk negara CLMV. Skema CEPT (Common Effective Preferential Tariff) dengan empat daftar (IL, GEL, TEL, SL) digunakan untuk mengatur penurunan tarif. Indonesia memasukkan beras ke dalam Highly Sensitive List (HSL), namun kemudian disetujui untuk masuk ke dalam Inclusion List (IL) pada tahun 2015. Hal ini berarti Indonesia harus mengurangi bahkan mengeliminasi tarif dan non-tarif impor, serta menghapus batasan kuota impor beras mulai tahun 2015. Kondisi ini berpotensi menjadi ancaman bagi perberasan nasional karena meningkatnya kuantitas impor beras dari negara anggota ASEAN yang merupakan pemasok utama beras Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk memprediksi kondisi perberasan Indonesia pasca implementasi AFTA 2015.
II.Rumusan Masalah Menganalisis Impor Beras di bawah AFTA
Penelitian ini merumuskan masalah: Bagaimana kondisi perberasan nasional, khususnya impor beras, ketika AFTA diimplementasikan terhadap komoditas beras mulai tahun 2015? Fokus utama adalah dampak penghapusan tarif dan kuota impor terhadap impor beras Indonesia dan daya saing beras Indonesia di pasar ASEAN.
1. Urgensi Pertanyaan Penelitian Terkait Impor Beras dan AFTA 2015
Rumusan masalah utama penelitian ini berfokus pada dampak implementasi AFTA 2015 terhadap kondisi perberasan nasional, khususnya impor beras. Penelitian ini didorong oleh urgensi penurunan tarif dan non-tarif, serta penghapusan kuota impor beras yang dimulai pada tahun 2015. Pertanyaan kunci yang diajukan adalah: Bagaimana kondisi perberasan nasional, terutama impor beras, ketika AFTA diimplementasikan terhadap komoditas beras mulai tahun 2015? Pertanyaan ini sangat relevan karena kebijakan AFTA akan secara signifikan mempengaruhi pasar beras di Indonesia, mengingat beras merupakan komoditas utama dan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif tentang dampak AFTA terhadap impor beras sangat penting untuk perencanaan dan kebijakan ketahanan pangan nasional. Penelitian ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai potensi perubahan dalam volume impor beras dan dampaknya terhadap pasar domestik.
III.Kerangka Pemikiran Integrasi Ekonomi Keunggulan Komparatif dan Teori Permintaan
Penelitian ini menggunakan konsep integrasi ekonomi ASEAN dalam kerangka AEC (ASEAN Economic Community), keunggulan komparatif (dengan membandingkan harga beras di Indonesia dan negara-negara ASEAN seperti Vietnam dan Thailand), dan teori permintaan untuk menganalisis dampak AFTA 2015 terhadap perberasan Indonesia. Studi ini memprediksi peningkatan impor beras akibat harga beras impor yang lebih rendah dan belum tercukupinya produksi domestik.
1. Level Analisis Prediksi Kondisi Perberasan Indonesia dan Implementasi AFTA 2015
Kerangka pemikiran penelitian ini menggunakan pendekatan induksionis, di mana unit analisis (prediksi kondisi perberasan Indonesia) lebih rendah daripada unit eksplanasi (implementasi AFTA 2015). Ini berarti penelitian akan menganalisis bagaimana kebijakan AFTA 2015 yang lebih luas mempengaruhi kondisi spesifik industri perberasan Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini akan meneliti bagaimana implementasi AFTA 2015, sebagai variabel independen, mempengaruhi prediksi kondisi perberasan Indonesia sebagai variabel dependen. Pendekatan ini memungkinkan penelitian untuk fokus pada dampak spesifik dari kebijakan AFTA terhadap industri beras di Indonesia, memberikan pemahaman yang lebih terarah dan mendalam tentang permasalahan yang dihadapi.
2. Integrasi Ekonomi ASEAN dan Implikasinya terhadap Perdagangan Beras
Penelitian ini menggunakan konsep integrasi ekonomi untuk menjelaskan kondisi perberasan Indonesia pasca implementasi AFTA 2015. Integrasi ekonomi didefinisikan sebagai proses di mana negara-negara sepakat untuk mengabaikan batas-batas ekonomi mereka untuk tujuan ekonomi tertentu, menciptakan sistem pasar yang lebih besar dan terhubung. AFTA, sebagai bentuk integrasi ekonomi regional, telah melalui beberapa tahapan, dimulai dari free trade area hingga menuju common market. Dalam konteks ASEAN, pembentukan AEC (ASEAN Economic Community) menandai tahap common market, di mana arus barang, jasa, investasi, dan modal lebih bebas. Tujuan AEC adalah untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang setara dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Implementasi AFTA melalui skema CEPT (Common Effective Preferential Tariff) dengan Inclusion List (IL), General Exception List (GEL), Temporary Exclusion List (TEL), dan Sensitive List (SL) termasuk beras yang masuk dalam Highly Sensitive List (HSL) dan kemudian dialihkan ke IL pada tahun 2015, menjadi fokus analisis dalam konteks integrasi ekonomi ini.
3. Keunggulan Komparatif dan Teori Permintaan dalam Analisis Impor Beras
Konsep keunggulan komparatif, yang dikemukakan oleh David Ricardo, digunakan untuk menjelaskan mengapa negara mengimpor barang tertentu. Prinsip dasarnya adalah mengimpor barang jika kerugian akibat impor lebih kecil daripada biaya produksi domestik. Konsep ini didasarkan pada opportunity cost, yaitu nilai penggunaan alternatif terbaik dari sumber daya langka. Indonesia, sebagai produsen beras terbesar ketiga dunia, masih mengimpor beras karena harga beras di Indonesia lebih mahal dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Vietnam dan Thailand. Data FAO menunjukkan harga beras eceran di Indonesia lebih tinggi daripada di Vietnam dan Thailand pada tahun 2011. Teori permintaan, yang dikemukakan oleh Alfred Marshall, juga digunakan, yang menyatakan bahwa jika harga turun dan faktor lain tetap, jumlah barang yang diminta akan meningkat. Dengan harga beras yang lebih murah di beberapa negara ASEAN, impor beras ke Indonesia diperkirakan akan meningkat jika tarif impor dihapuskan, terutama karena produksi dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan domestik. Vincent Gasper juga menekankan bahwa permintaan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk harga, pendapatan konsumen, dan ekspektasi konsumen.
IV.Metodologi Penelitian Studi Pustaka dan Proyeksi Model Kecenderungan
Metode penelitian yang digunakan adalah prediktif dengan proyeksi model kecenderungan. Data dikumpulkan melalui studi pustaka (Library Research) yang meliputi literatur, buku, jurnal, dan data terkait perberasan Indonesia dan AFTA. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi dampak AFTA 2015 terhadap impor beras Indonesia dan kondisi perberasan Indonesia di masa mendatang.
1. Jenis Penelitian Pendekatan Prediktif dengan Proyeksi Model Kecenderungan
Penelitian ini menggunakan metode prediktif dengan tipe proyeksi model kecenderungan untuk memprediksi kondisi perberasan Indonesia pasca implementasi AFTA 2015. Metode prediktif berbeda dengan metode deskriptif (menjawab pertanyaan siapa, apa, di mana, kapan, atau berapa) dan eksplanatif (menjawab pertanyaan mengapa). Metode prediktif, khususnya proyeksi model kecenderungan, berfokus pada menjawab pertanyaan tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Hal ini dilakukan dengan menyeleksi unsur-unsur pokok yang relevan, memplot data yang ada, dan mengekstrapolasikan kecenderungan yang tampak pada data tersebut. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya mendeskripsikan kondisi perberasan saat ini atau menjelaskan penyebabnya, tetapi juga memproyeksikan kondisi di masa depan berdasarkan tren yang telah teridentifikasi.
2. Pengumpulan Data Studi Pustaka Library Research
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka (library research). Studi pustaka ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan berbagai bahan penelitian yang bersifat empiris (penelitian praktis dari peneliti terdahulu) dan kajian teoritis dari para ahli yang relevan. Data dikumpulkan dari berbagai literatur seperti buku, e-book, jurnal, majalah, dan surat kabar yang berkaitan dengan kajian perberasan Indonesia dan dampak AFTA. Data-data ini kemudian akan dianalisis untuk menghasilkan prediksi kondisi perberasan Indonesia di masa depan, khususnya setelah diberlakukannya AFTA 2015. Penelitian ini mengandalkan data sekunder yang telah ada dan dihimpun dari berbagai sumber untuk membangun model prediksi yang akurat.
V.Hipotesis Peningkatan Impor Beras dari Negara ASEAN
Hipotesis penelitian ini adalah: Dengan dihapuskannya tarif dan kuota impor beras mulai tahun 2015, impor beras dari negara-negara ASEAN (terutama Vietnam dan Thailand) akan meningkat karena harga yang lebih murah. Ini akan berdampak signifikan terhadap daya saing beras Indonesia.
1. Hipotesis Peningkatan Impor Beras dari Negara ASEAN pasca AFTA 2015
Hipotesis penelitian ini menyatakan bahwa dengan dihapuskannya tarif dan non-tarif serta kuota impor mulai tahun 2015 untuk komoditas beras di Indonesia, produk beras dari negara-negara ASEAN sebagai pemasok utama beras nasional akan semakin mudah dan murah didapatkan. Ini didasarkan pada asumsi bahwa penghapusan hambatan perdagangan akan menurunkan harga beras impor dari negara-negara ASEAN yang selama ini telah menjadi pemasok utama beras ke Indonesia. Harga beras yang lebih murah di negara-negara ASEAN seperti Vietnam dan Thailand dibandingkan dengan harga beras di Indonesia, diperkirakan akan mendorong peningkatan impor beras. Penelitian ini akan menguji kebenaran hipotesis ini dengan menganalisis data dan tren impor beras sebelum dan sesudah tahun 2015, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi impor beras, seperti produksi domestik dan permintaan dalam negeri. Pertimbangan penting lainnya adalah kesiapan petani dan industri beras lokal untuk bersaing di pasar bebas.