
Perluasan dan Integrasi Uni Eropa di Benua Eropa
Informasi dokumen
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 305.48 KB |
Jurusan | Hubungan Internasional |
Jenis dokumen | Skripsi/Tesis |
- Uni Eropa
- Perluasan Keanggotaan
- Integrasi Regional
Ringkasan
I.Uni Eropa EU dan Integrasi Maksimal
Dokumen ini membahas Uni Eropa (EU) sebagai contoh regionalisme di Eropa yang telah mencapai tingkat integrasi maksimal. Perluasan Uni Eropa melalui lima tahapan, terutama Perluasan Tahap Kelima pada 2004 yang menambahkan 10 negara Eropa Tengah dan Timur (CEE), termasuk tiga negara Baltik (Estonia, Latvia, Lithuania), menjadi fokus utama. Perluasan ini bertujuan memperbesar dan menyatukan warga Eropa melalui supremasi hukum dan pasar internal tunggal, seperti yang diutarakan Jean Monet. EU telah menciptakan kerjasama luas di berbagai bidang, termasuk integrasi ekonomi dan moneter dengan mata uang Euro.
1. Uni Eropa sebagai Regionalisme dan Integrasi Maksimal
Bagian ini memperkenalkan Uni Eropa (UE) sebagai bentuk regionalisme di Benua Eropa yang telah mencapai tingkat integrasi maksimal. Integrasi ini meliputi berbagai bidang kerjasama antar negara anggota. Keberhasilan integrasi inilah yang mendorong UE untuk memperluas keanggotaannya kepada negara-negara tetangga di Eropa. Hal ini diwujudkan melalui kebijakan perluasan yang telah meningkatkan jumlah anggota UE dari 6 negara pada tahun 1951 (Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Belgia, dan Luxemburg) menjadi 27 negara pada Januari 2007. Proses perluasan ini berlangsung melalui lima tahapan. Jean Monet, salah satu pendiri Uni Eropa, dalam pidatonya mendefinisikan kebijakan perluasan sebagai upaya memperbesar dan menyatukan warga Eropa, membangun masa depan bersama berdasarkan supremasi hukum, pasar internal tunggal, dan penghapusan bertahap batas-batas internal. Ia menekankan bahwa UE bukan sekadar koalisi negara, melainkan mempersatukan rakyat. Berbagai literatur menyebutkan UE sebagai bentuk regionalisme dengan tingkat integrasi tinggi, ditandai dengan peningkatan kerjasama dari bidang-bidang 'low politics' hingga kerjasama yang beragam di berbagai bidang sebagai efek berkelanjutan (spill over effect) dari kerjasama awal batubara dan baja. Integrasi telah mencapai tingkat tinggi, meliputi integrasi wilayah, ekonomi, dan moneter dengan adanya Euro sebagai mata uang bersama. Posisi geografis negara-negara di Eropa yang berdekatan dan sebagian besar berbatasan langsung satu sama lain turut mendukung terwujudnya integrasi ini dan berdampak pada negara-negara di sekitarnya, termasuk Rusia.
2. Perluasan Uni Eropa Tahap Kelima dan Negara negara Baltik
Fokus utama bagian ini adalah Perluasan Uni Eropa tahap kelima, yang terjadi pada 1 Mei 2004. Perluasan ini menambah 10 negara anggota baru dari Eropa Tengah dan Timur (Central and Eastern Europe/CEE), termasuk Estonia, Latvia, dan Lithuania – tiga negara Baltik yang sebelumnya merupakan bagian dari Uni Soviet. Perluasan ini meningkatkan jumlah anggota UE dari 15 menjadi 25 negara. Ketiga negara Baltik ini memiliki karakteristik internal yang berbeda dengan negara anggota UE sebelumnya, sehingga memerlukan transisi internal untuk menyesuaikan diri dengan standar dan aturan UE. Secara geografis, negara-negara Baltik terletak di dekat Rusia, sehingga perluasan ini menimbulkan dampak signifikan terhadap Rusia. Rusia menganggap perluasan UE ke wilayah dekatnya ('kawasannya') sebagai gangguan terhadap keamanan regional, karena menurut Rusia keamanan kawasannya seharusnya hanya dipegang oleh Rusia sebagai Great Power. Perluasan EU ke negara-negara Baltik, khususnya, dianggap mengancam keamanan dan pengaruh Rusia. Respon Rusia terhadap perluasan ini beragam, termasuk upaya untuk menahan gelombang demokratisasi di negara-negara near abroad dan dukungan terhadap kelompok-kelompok pro-Rusia di negara-negara Baltik dan gerakan separatis di negara-negara seperti Georgia, Moldova, dan Ukraina. Perluasan ini juga membatasi pencapaian tujuan politik luar negeri Rusia dan menimbulkan ancaman terhadap stabilitas politik di negara-negara Baltik karena adanya transisi menuju demokrasi yang dipersyaratkan oleh kriteria keanggotaan UE (The Copenhagen Criteria).
II.Dampak Perluasan EU terhadap Rusia Ancaman Keamanan
Perluasan Uni Eropa, khususnya masuknya negara-negara Baltik, menimbulkan dampak signifikan terhadap Rusia. Dokumen ini menganalisis bagaimana hal ini mengancam keamanan Rusia, khususnya soft security (keamanan non-militer) negara tersebut. Rusia, sebagai Great Power di kawasannya, memandang perluasan EU sebagai ancaman terhadap dominasinya dan stabilitas regional. Masuknya negara-negara Baltik ke dalam RSC (Regional Security Community) yang berpusat di EU mengurangi pengaruh Rusia di wilayah near abroad-nya. Rusia merespon dengan berbagai cara, termasuk mendukung kelompok-kelompok oposisi di negara-negara Baltik dan negara-negara near abroad lainnya (Georgia, Moldova, Ukraina) untuk mempertahankan pengaruhnya. Ketidakpastian nasib warga Russian-speaking minorities di negara-negara Baltik juga menjadi sumber kekhawatiran.
1. Ancaman Keamanan Rusia akibat Perluasan EU ke Negara negara Baltik
Bagian ini menjelaskan pandangan Rusia terhadap perluasan Uni Eropa (EU), khususnya masuknya negara-negara Baltik (Estonia, Latvia, dan Lithuania) sebagai anggota baru. Rusia, sebagai negara besar (Great Power) dan menganggap dirinya sebagai penjaga keamanan regional (RSC tipe Great Power-concerned), melihat perluasan ini sebagai ancaman serius terhadap keamanan nasionalnya. Ancaman ini bukan dalam bentuk militer langsung, mengingat EU bukan aliansi pertahanan, tetapi lebih pada aspek soft security (keamanan non-militer). Ketiga negara Baltik, yang sebelumnya merupakan bagian dari Uni Soviet, kini berada di bawah payung keamanan EU, mengurangi pengaruh dan kontrol Rusia di wilayah near abroad-nya. Dengan bergabungnya negara-negara Baltik ke dalam RSC yang berpusat di EU, Rusia merasa dominasinya di kawasan tersebut terancam, menimbulkan instabilitas regional dan domestik. Rusia mendefinisikan keamanan kawasannya sebagai kondisi di mana negara-negara near abroad bergantung pada Rusia, sehingga perluasan EU, yang dianggap mendorong kemandirian negara-negara tersebut, menjadi ancaman bagi keamanan Rusia.
2. Respon Rusia terhadap Ancaman Keamanan dan Dampak pada Soft Security
Sebagai respons terhadap perluasan EU dan ancaman terhadap keamanan nasionalnya, Rusia mengambil berbagai langkah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendekati pusat-pusat kekuatan di dalam EU untuk meningkatkan posisi tawar. Di sisi lain, Rusia juga berupaya menahan gelombang demokratisasi di negara-negara near abroad dengan mendukung kelompok-kelompok pro-Rusia, termasuk partai-partai politik dan gerakan separatis di Estonia, Georgia, Moldova, dan Ukraina. Isu perlakuan tidak adil terhadap warga Rusia ('Russian-speaking minorities') di negara-negara Baltik sering digunakan untuk melegitimasi tindakan ini. Perluasan EU juga membatasi akses Rusia dalam mewujudkan politik luar negerinya, mempertahankan pengaruhnya, dan meningkatkan prestise. Terganggunya keamanan kawasan, khususnya keamanan non-militer (soft security) Rusia, menjadi dampak utama yang dikaji. Dampak lain meliputi: instabilitas kawasan akibat gelombang demokratisasi Barat, ketidakpastian status kewarganegaraan Russian-speaking minorities, dan perubahan corak kerjasama eksternal Rusia dengan negara-negara near abroad karena adopsi aturan dan standar UE. Keamanan nasional Rusia, menurut dokumen, tidak bisa dipisahkan dari keamanan kawasannya, dan kedekatan geografis dengan negara-negara tetangga sangat berpengaruh pada keamanan nasional.
3. Teori Keamanan Rusia dan Perspektif RSC
Dokumen ini membahas teori keamanan Rusia, khususnya teori imposed insecurity, yang menyatakan bahwa keamanan Rusia bergantung pada ketidakamanan negara-negara tetangganya. Dengan menjaga ketidakpastian dan ketergantungan negara-negara tetangga, Rusia berharap mempertahankan pengaruhnya. Teori ini mencerminkan karakteristik Rusia sebagai Great Power yang menganggap dirinya bertanggung jawab untuk menjaga keamanan kawasannya. Kawasan Rusia dan negara-negara pecahan Uni Soviet (termasuk near abroad) dikategorikan sebagai RSC (Regional Security Community) tipe Great Power-concerned, di mana Rusia sebagai Great Power menjadi aktor utama dalam manajemen keamanan. Perluasan EU ke negara-negara Baltik dianggap sebagai tantangan bagi model RSC Rusia ini, karena mengurangi ketergantungan negara-negara tersebut pada Rusia dan menimbulkan ketidakamanan bagi Rusia. Kesimpulannya, ancaman keamanan Rusia akibat perluasan EU muncul dari pembatasan akses Rusia dalam menjalankan politik luar negerinya, instabilitas kawasan, ketidakpastian nasib Russian-speaking minorities, dan perubahan corak kerjasama eksternal, terutama dalam aspek soft security.
III.Definisi Keamanan dan Regional Security Community RSC
Dokumen ini mendefinisikan keamanan dari berbagai perspektif, menekankan perbedaan persepsi antar negara. Konsep Regional Security Community (RSC) dijelaskan sebagai kelompok negara dengan tingkat ketergantungan keamanan tinggi, yang keamanan masing-masing anggotanya tidak dapat dipisahkan. Terdapat tiga bentuk utama RSC: unipolar (berpusat pada Great Power atau Super Power), dan yang terintegrasi melalui institusionalisasi. Rusia, dengan kawasan near abroad-nya, digambarkan sebagai contoh RSC tipe Great Power-concerned, dimana keamanan kawasan menjadi tanggung jawab utamanya. Perluasan EU mengancam model RSC Rusia ini, yang didefinisikan Rusia sebagai terganggunya keamanan nasionalnya.
1. Definisi Keamanan Perspektif yang Beragam
Bagian ini membahas definisi keamanan, menekankan sifatnya yang relatif dan bergantung pada subjek yang mendefinisikannya. Definisi keamanan berakar pada bahasa Latin, mengarah pada arti ketenangan, kebebasan dari kesusahan, dan ketiadaan kekhawatiran. Namun, definisi ini bersifat subjektif dan bervariasi tergantung pada prioritas dan kekhawatiran masing-masing individu dan negara. Persepsi ancaman dan keamanan juga berbeda-beda antar negara, namun sejarah menunjukkan bahwa keberagaman persepsi ini mendorong kerjasama keamanan antar negara, khususnya di antara negara-negara tetangga karena faktor geografis. Dokumen menjelaskan berbagai model kerjasama keamanan regional: alliance (kerja sama pertahanan militer), collective security (kerja sama keamanan kolektif), security regimes (aturan dan norma dalam keamanan internasional), dan security community (kelompok negara yang saling menjamin keamanan satu sama lain dan menyelesaikan perselisihan secara damai). Security community ditandai dengan interaksi luas antar anggota dan ketergantungan yang kuat, bahkan di bidang non-militer, serta pentingnya kedekatan geografis antar negara anggotanya. Konsep 'region' dijelaskan sebagai level di mana negara-negara saling terhubung erat dan keamanannya tidak bisa dipisahkan, juga sebagai hubungan saling mempengaruhi antar aktor dan institusi dalam wilayah geografis alami.
2. Regional Security Community RSC dan Perannya
Bagian ini menjelaskan konsep Regional Security Community (RSC) sebagai sekelompok negara atau entitas lain yang memiliki tingkat ketergantungan keamanan yang tinggi, membentuk satu kesatuan yang berbeda dari kawasan keamanan di sekitarnya. RSC memiliki tiga bentuk utama: unipolar (berpusat pada Great Power atau Super Power), dan yang diintegrasikan lebih melalui institusionalisasi daripada single power. Rusia, dengan Commonwealth of Independent States (CIS), diberikan sebagai contoh RSC tipe Great Power-concerned. Kedekatan geografis memainkan peran krusial dalam pembentukan RSC, memperkuat interaksi di berbagai sektor (militer, politik, ekonomi, sosial, dan lingkungan). RSC membutuhkan dinamika sekuritisasi di mana aktor-aktor keamanan dalam kawasan dapat menjaga stabilitas dan kohesivitas keamanan regional. Pencapaian keamanan kawasan, yang bermuara pada keamanan nasional masing-masing negara, harus dilakukan secara bersama-sama. Keamanan tidak lagi hanya berfokus pada sektor militer, tetapi juga meliputi keamanan politik, ekonomi, sosial, dan lingkungan (soft security). Munculnya isu-isu non-militer dan pemahaman multidimensional tentang stabilitas dan keamanan menyebabkan perluasan definisi keamanan, termasuk perluasan definisi ancaman sebagaimana dikemukakan Richard H. Ullman: ancaman keamanan nasional adalah tindakan atau serangkaian peristiwa yang secara drastis menurunkan kualitas hidup penduduk suatu negara atau secara signifikan membatasi pilihan kebijakan pemerintah atau entitas swasta.
3. RSC Rusia dan Perspektif Keamanan Nasional
Bagian ini menganalisis RSC Rusia dari sudut pandang Rusia sendiri. Bagi Rusia, keamanan kawasan tercipta ketika negara-negara near abroad berada dalam kondisi tidak aman sehingga bergantung pada Rusia. Perluasan Uni Eropa (EU) yang membawa negara-negara Baltik ke dalam RSC yang berpusat di EU dianggap mengganggu keamanan kawasan dan nasional Rusia. Rusia, sebagai Great Power, melihat dirinya sebagai pihak yang paling berhak menjaga keamanan kawasannya. Barry Buzan dan Ole Waever dikutip untuk menjelaskan bahwa RSC Rusia berpusat pada Rusia sebagai Great Power, dan negara-negara Baltik termasuk di dalamnya terlepas dari keinginan mereka. Kaliningrad disebut sebagai komplikasi tambahan karena menjadi daerah kantung Rusia yang aksesnya ke Rusia bergantung pada negara-negara lain. Ancaman keamanan Rusia akibat perluasan EU meliputi pembatasan akses Rusia dalam mewujudkan politik luar negerinya, instabilitas kawasan akibat gelombang demokratisasi, ketidakpastian nasib Russian-speaking minorities, dan perubahan corak kerjasama eksternal karena adopsi aturan dan standar EU. Keamanan nasional Rusia tidak dapat dipisahkan dari keamanan kawasannya, dan kedekatan geografis negara-negara tetangga sangat penting dalam menentukan keamanan nasional.
IV.Penelitian Terdahulu dan Metodologi
Dokumen ini merujuk pada penelitian-penelitian sebelumnya, antara lain oleh Olga Mrinska (dampak perluasan EU terhadap Ukraina), Igor Egorov (dampak ekonomi perluasan EU pada negara pasca-Soviet), dan Erry Mega Herlambang (agresifitas Rusia pasca perluasan NATO). Penelitian ini menggunakan metode eksplanatif dan studi pustaka untuk menganalisis mengapa perluasan EU ke negara-negara Baltik berdampak pada soft security Rusia. Hipotesis penelitian adalah bahwa perluasan EU ke negara-negara Baltik, khususnya tiga negara Baltik (Estonia, Latvia, Lithuania), merupakan ancaman bagi soft security Rusia.
1. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Bagian ini meninjau beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan topik skripsi. Penelitian Olga Mrinska membahas dampak perluasan Uni Eropa (EU) terhadap Ukraina, khususnya dalam sektor ekonomi dan sosial, terutama pasca perluasan tahap kelima (Eastern Enlargement) tahun 2004. Penelitian ini mencatat bagaimana posisi Ukraina yang diapit oleh EU dan Rusia menyebabkan gejolak internal dan terpecahnya opini publik menjadi kubu pro-Barat dan pro-Rusia. Kesenjangan ekonomi antara wilayah barat-tengah Ukraina yang berbatasan dengan EU dan wilayah lainnya juga menjadi sorotan. Penelitian Igor Egorov menguraikan masalah-masalah yang muncul di negara-negara yang berbatasan langsung dengan EU pasca perluasan, tetapi hanya secara deskriptif tanpa analisis mendalam menggunakan kerangka teori. Sementara itu, penelitian Erry Mega Herlambang menganalisis agresifitas Rusia pasca perluasan NATO ke Eropa Timur, terutama terkait konflik Ossetia Selatan dengan Georgia. Penelitian ini menekankan karakteristik Rusia sebagai Great Power, tanggung jawabnya sebagai penguasa kawasan, dan pengaruh kuat Putin dalam pengambilan kebijakan. Meskipun fokusnya berbeda (NATO vs. EU), penelitian ini relevan karena keduanya bisa dianggap sebagai kekuatan eksternal ('external power') yang berpengaruh terhadap Rusia.
2. Metodologi Penelitian Pendekatan dan Metode
Bagian ini menjelaskan metodologi penelitian yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode eksplanatif, yang melibatkan reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data meliputi pemilihan data yang relevan, penyederhanaan data tanpa mengurangi makna, dan pembuangan data yang tidak dibutuhkan. Data yang terpilih kemudian dijelaskan melalui pemahaman intelektual yang logis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, dengan mengumpulkan data dari buku, tulisan, artikel, dan sumber berita di media cetak dan elektronik. Penelitian ini dibatasi pada analisis mengapa perluasan EU ke negara-negara Baltik berdampak pada soft security Rusia, dengan indikator soft security difokuskan pada aspek non-militer. Hipotesis penelitian adalah bahwa perluasan EU tahap kelima ke negara-negara CEE, khususnya tiga negara Baltik (Estonia, Latvia, dan Lithuania), merupakan ancaman bagi Rusia, bukan dalam bentuk militer, tetapi dalam bentuk soft security. Rusia, sebagai Great Power, memandang dirinya sebagai yang paling berhak menjaga keamanan negara-negara di kawasannya (RSC tipe Great Power-concerned), sehingga merespons perluasan EU karena hal tersebut mengguncang stabilitas kawasan dan domestiknya.