Peran Diplomasi Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Israel-Hizbullah di Lebanon

Peran Diplomasi Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Israel-Hizbullah di Lebanon

Informasi dokumen

Penulis

Lalu Aryan Hidayat

instructor Gonda Yumitro, MA
Sekolah

Universitas Muhammadiyah Malang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Tempat Malang
Jenis dokumen Skripsi
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 328.14 KB
  • Diplomasi Indonesia
  • Konflik Israel-Hizbullah
  • Hubungan Internasional

Ringkasan

I.Latar Belakang Konflik Israel Hizbullah di Lebanon dan Peran UNIFIL

Skripsi ini membahas peran diplomasi Indonesia, khususnya diplomasi militer, dalam penyelesaian konflik Israel-Hizbullah di Lebanon tahun 2006. Konflik yang dimulai pada 12 Juli 2006 akibat penculikan dua tentara Israel oleh Hizbullah di Blue Line, berlangsung selama 34 hari dan menyebabkan banyak korban sipil. Pemerintah Lebanon meminta bantuan PBB, yang kemudian mengeluarkan Resolusi 1701 pada 11 Agustus 2006 untuk mengaktifkan kembali UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon) dalam menyelesaikan konflik. UNIFIL, dengan kontribusi dari berbagai negara, termasuk Indonesia, berperan penting dalam menciptakan stabilitas keamanan di Lebanon.

1. Latar Belakang Konflik Israel Hizbullah

Konflik Israel-Hizbullah di Lebanon tahun 2006 menjadi fokus utama penelitian ini. Konflik bermula dari penculikan dua tentara Israel oleh kelompok Hizbullah di Blue Line pada 12 Juli 2006. Peristiwa ini memicu pertempuran selama 34 hari, mengakibatkan banyak korban jiwa, terutama dari kalangan sipil Lebanon. Ketidakmampuan pemerintah Lebanon untuk menghentikan konflik tersebut mendorong Perdana Menteri Fouad Siniora untuk mengajukan permintaan resmi kepada Dewan Keamanan PBB guna menggelar misi perdamaian di Lebanon. Situasi ini kemudian memunculkan peran penting UNIFIL dalam upaya penyelesaian konflik. Konflik tersebut menjadi latar belakang penting bagi pemahaman peran diplomasi Indonesia dalam konteks internasional, terutama dalam konteks peran Indonesia sebagai negara yang aktif dalam misi pemeliharaan perdamaian dunia.

2. Peran UNIFIL United Nations Interim Force in Lebanon dalam Resolusi Konflik

Menanggapi krisis kemanusiaan dan konflik berskala besar di Lebanon, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No. 1701 pada 11 Agustus 2006. Resolusi ini memberikan mandat kepada UNIFIL untuk kembali bertugas di Lebanon, bertujuan untuk menyelesaikan konflik dan mengembalikan stabilitas keamanan. UNIFIL, sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB, berperan dalam mengawasi gencatan senjata, melindungi warga sipil, dan membantu pemerintah Lebanon dalam upaya stabilisasi keamanan. Keberhasilan UNIFIL dalam meredakan konflik dan menciptakan lingkungan yang kondusif sangat dipengaruhi oleh kontribusi berbagai negara anggota PBB, termasuk Indonesia. Keberadaan UNIFIL di Lebanon menjadi faktor kunci dalam upaya internasional untuk mengakhiri kekerasan dan membangun perdamaian di wilayah tersebut. Resolusi 1701 menjadi landasan hukum bagi operasi UNIFIL di Lebanon, dan menjadi titik fokus bagi analisis peran Indonesia dalam konflik tersebut.

II.Partisipasi Kontingen Garuda dalam Misi Perdamaian PBB di Lebanon

Indonesia, dengan komitmennya pada politik luar negeri bebas aktif dan prinsip 'Seribu Teman Nol Musuh', menyambut baik Resolusi 1701 dan mengirimkan Kontingen Garuda untuk bergabung dengan UNIFIL. Pengiriman Kontingen Garuda merupakan wujud diplomasi militer Indonesia dalam misi perdamaian PBB di Timur Tengah. Peran Kontingen Garuda meliputi menjaga proses perdamaian dan bekerja sama dengan LAF (Lebanese Armed Forces) untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Indonesia menolak permintaan untuk melucuti senjata Hizbullah, menekankan pentingnya implementasi penuh Resolusi 1701 dan gencatan senjata.

1. Respon Indonesia terhadap Resolusi 1701 dan Pengiriman Kontingen Garuda

Indonesia menyambut baik Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1701 yang dikeluarkan pada 11 Agustus 2006 terkait konflik Israel-Hizbullah. Sebagai bentuk komitmen terhadap perdamaian dunia dan sesuai amanat Pembukaan UUD 1945, serta prinsip politik luar negeri Indonesia 'Seribu Teman Nol Musuh', Indonesia menyatakan kesiapannya mengirimkan Kontingen Garuda (KONGA) ke Lebanon. Pengiriman Kontingen Garuda ini merupakan bagian dari kontribusi Indonesia dalam pasukan UNIFIL di bawah mandat PBB, merupakan implementasi dari diplomasi militer Indonesia di Lebanon. Partisipasi aktif Indonesia dalam misi perdamaian PBB di Timur Tengah ini menunjukkan komitmen berkelanjutan Indonesia dalam upaya menciptakan perdamaian internasional. Keputusan ini juga mencerminkan konsistensi Indonesia dalam menjalankan peran di panggung internasional sesuai dengan prinsip-prinsip politik luar negerinya.

2. Peran dan Kontribusi Kontingen Garuda dalam Misi UNIFIL

Kontingen Garuda yang tergabung dalam pasukan UNIFIL di Lebanon berperan penting dalam upaya menciptakan stabilitas keamanan. Mereka berkontribusi pada keberhasilan UNIFIL dalam meredakan konflik, baik secara independen maupun melalui kerja sama dengan LAF (Lebanese Armed Forces). Kontribusi Kontingen Garuda ini sejalan dengan mandat PBB yang tertuang dalam Resolusi 1701, yaitu menjaga proses perdamaian di Lebanon. Indonesia, melalui Kontingen Garuda, menunjukkan komitmen yang kuat dalam mendukung upaya perdamaian internasional di bawah payung PBB. Meskipun terdapat tekanan dari beberapa negara, termasuk Israel dan Amerika Serikat, untuk melucuti senjata Hizbullah, Indonesia konsisten menolak tugas tersebut dan tetap fokus pada mandat utama UNIFIL, yaitu menjaga perdamaian dan stabilitas di Lebanon. Hal ini menunjukkan ketegasan Indonesia dalam menjalankan peran diplomasi militernya di Lebanon.

III.Diplomasi Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Sikap dan Upaya

Indonesia aktif melakukan diplomasi melalui berbagai jalur, termasuk komunikasi dengan Lebanon dan Israel melalui pihak ketiga, serta melalui forum PBB dan OKI. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan komitmen Indonesia pada perdamaian dan menjelaskan rencana pengiriman Kontingen Garuda kepada Presiden Lebanon, Emile Lahoud. Peran Indonesia dalam penyelesaian konflik menekankan pentingnya implementasi Resolusi 1701 dan upaya menciptakan stabilitas keamanan di Lebanon. Partisipasi Indonesia dalam misi perdamaian ini sejalan dengan amanat Pembukaan UUD 1945.

1. Diplomasi Indonesia di PBB dan OKI

Dalam upaya penyelesaian konflik Israel-Hizbullah, Indonesia aktif menjalankan diplomasi di berbagai forum internasional. Indonesia berperan aktif di PBB dan negara-negara OKI (Organisasi Konferensi Islam), melakukan komunikasi dengan Lebanon dan Israel melalui jalur komunikasi pihak ketiga. Upaya ini bertujuan untuk meyakinkan semua pihak bahwa Indonesia siap mengirimkan pasukan perdamaian ke Lebanon. Sikap Indonesia ini sejalan dengan komitmennya dalam menjaga perdamaian dunia dan sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945. Meskipun terdapat perbedaan pandangan dengan beberapa negara, khususnya Israel dan Amerika Serikat, terkait peran UNIFIL dalam melucuti senjata Hizbullah, Indonesia tetap pada pendiriannya untuk mendukung implementasi penuh Resolusi DK PBB 1701 dan mendorong gencatan senjata.

2. Pertemuan Presiden SBY dengan Presiden Lebanon dan Penegasan Komitmen Perdamaian

Pertemuan bilateral antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Lebanon, Emile Lahoud, di Havana, Kuba, pada September 2006, menjadi momen penting dalam diplomasi Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Presiden SBY menjelaskan rencana pengiriman pasukan perdamaian Indonesia ke Lebanon, menekankan kesiapan Indonesia dan rencana pengiriman tim pendahulu (advance team). Presiden SBY juga menegaskan pentingnya implementasi Resolusi DK PBB 1701 oleh masyarakat internasional. Pertemuan ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia dalam upaya memelihara perdamaian dunia dan menjalankan diplomasi sesuai arahan politik luar negeri Indonesia. Komunikasi tingkat tinggi ini menjadi contoh nyata bagaimana Indonesia menggunakan diplomasi untuk mencapai tujuan perdamaian di kawasan Timur Tengah yang konflik.

3. Diplomasi Militer Indonesia dan Peran Kontingen Garuda

Pengiriman Kontingen Garuda ke Lebanon merupakan wujud nyata dari diplomasi militer Indonesia di bawah mandat PBB. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam misi pemeliharaan perdamaian yang telah dimulai sejak tahun 1957. Dalam konteks konflik Israel-Hizbullah, peran diplomasi militer Indonesia melalui Kontingen Garuda sangat penting, bahkan nuansa diplomasi yang ditunjukkan oleh Kontingen Garuda dinilai tidak kalah penting dibandingkan tugas utamanya sebagai pasukan penjaga perdamaian. Partisipasi Indonesia dalam penyelesaian konflik di Lebanon ini merupakan implementasi dari nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945, yaitu turut serta dalam pemeliharaan perdamaian dunia. Kontingen Garuda, yang tergabung dalam UNIFIL, berperan aktif dalam upaya resolusi konflik untuk menciptakan perdamaian berdasarkan Resolusi DK PBB 1701.

IV.Penelitian Terdahulu dan Kerangka Konseptual

Skripsi ini merujuk pada beberapa penelitian terdahulu, termasuk karya Aryo Wicaksono tentang peran UNIFIL, Tami Amanda Jacoby tentang konflik di Lebanon, dan Indriana Kartini tentang peran Indonesia dalam misi perdamaian PBB. Penelitian ini menggunakan konsep diplomasi militer dan resolusi konflik untuk menganalisis peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Israel-Hizbullah. Skripsi ini berfokus pada bagaimana diplomasi Indonesia, termasuk pengiriman Kontingen Garuda, berkontribusi pada upaya perdamaian di Lebanon.

1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Bagian ini membahas beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan topik skripsi. Disebutkan skripsi Aryo Wicaksono (2009) yang berjudul "Peran United Nation Interim Force in Lebanon (UNIFIL) dalam Konflik Israel-Hizbullah di Lebanon Selatan 2006-2008", yang menganalisis peran UNIFIL dalam menyelesaikan konflik berdasarkan Resolusi DK PBB No. 1701. Kemudian, penelitian Tami Amanda Jacoby PhD (2007) yang berjudul "Conflict in Lebanon: On the Perpetual Threshold" yang membahas awal mula konflik pada 12 Juli 2006 dan peran komunitas internasional. Penelitian Indriana Kartini tentang peran Indonesia dalam pemeliharaan perdamaian PBB juga dirujuk, menekankan perubahan fokus dan mandat misi perdamaian PBB. Penelitian-penelitian ini memberikan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi, menunjukkan berbagai sudut pandang tentang konflik Israel-Hizbullah dan peran Indonesia di dalamnya. Penulis membandingkan dan kontraskan temuan-temuan dari penelitian terdahulu untuk memberikan kerangka acuan yang kuat bagi analisisnya sendiri.

2. Kerangka Konseptual Diplomasi dan Resolusi Konflik

Skripsi ini menggunakan kerangka konseptual yang berfokus pada diplomasi dan resolusi konflik. Diplomasi didefinisikan sebagai tindakan dalam hubungan internasional melalui negosiasi dan kepercayaan, dengan penggunaan militer sebagai jalan terakhir. Diplomasi militer dijelaskan sebagai penggunaan militer sebagai alat diplomasi untuk mencapai perdamaian, bukan untuk paksaan atau kekerasan. Penulis menggunakan konsep diplomasi militer untuk menjelaskan kebijakan pemerintah Indonesia yang menggunakan militer dalam menjalankan diplomasinya di Lebanon. Konsep resolusi konflik juga dibahas, mencakup unsur-unsur penting seperti kesepakatan pihak-pihak yang berkonflik, pengakuan keberadaan pihak lain sebagai mediator, dan penghentian kekerasan. Penulis juga merujuk pada definisi resolusi konflik menurut Peter Wallensteen dan enam makna diplomasi menurut Crister Johnson dan Karin Eggestam, untuk memperkuat landasan teoritis analisisnya terhadap peran diplomasi Indonesia dalam menyelesaikan konflik Israel-Hizbullah di Lebanon.

V.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari buku, media massa, artikel, dan tulisan-tulisan elektronik yang relevan dengan objek penelitian. Data tersebut dikumpulkan, diolah, dan dianalisis untuk menghasilkan kesimpulan.

1. Jenis Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder sebagai sumber informasi utamanya. Data sekunder yang digunakan berupa informasi yang telah terangkum dalam berbagai sumber seperti buku, media massa (baik cetak maupun elektronik), artikel, dan tulisan-tulisan lain yang relevan dengan objek penelitian. Penelitian ini tidak menggunakan data primer, seperti wawancara atau survei lapangan. Penggunaan data sekunder dipilih karena memungkinkan penulis untuk mengakses informasi yang luas dan komprehensif terkait peran diplomasi militer Indonesia dalam penyelesaian konflik Israel-Hizbullah di Lebanon. Metode ini memungkinkan penulis untuk melakukan analisis yang mendalam berdasarkan informasi yang telah ada dan terdokumentasi dengan baik. Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber untuk memastikan keakuratan dan kelengkapan informasi yang digunakan dalam penelitian.

2. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber yang telah disebutkan sebelumnya. Setelah data dikumpulkan, data tersebut kemudian diolah dan dipilah untuk kemudian di analisis. Proses analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang telah dikumpulkan untuk mengkaji peran diplomasi militer Indonesia dalam konflik Israel-Hizbullah di Lebanon. Analisis ini akan berfokus pada bagaimana diplomasi militer Indonesia, terutama melalui pengiriman Kontingen Garuda, berkontribusi pada upaya perdamaian di Lebanon. Penulis akan menganalisis data yang ada untuk mengidentifikasi pola, tema, dan tren dalam upaya diplomasi Indonesia dalam konteks penyelesaian konflik tersebut.