Perbandingan Sektor Pertanian dan Ekonomi China dan Indonesia dalam Konteks Liberalisasi

Perbandingan Sektor Pertanian dan Ekonomi China dan Indonesia dalam Konteks Liberalisasi

Informasi dokumen

Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 456.73 KB
Jurusan Ekonomi Pertanian / Studi Pembangunan
Jenis dokumen Skripsi/Tesis/Tugas Akhir
  • Pertanian
  • Ekonomi
  • Liberalisasi

Ringkasan

I.Persamaan Geografis dan Demografis China dan Indonesia

Skripsi ini meneliti kebijakan pertanianChina dan Indonesia, dua negara agraris dengan kesamaan geografis dan demografis yang signifikan. Baik China maupun Indonesia memiliki wilayah yang luas dan populasi yang besar, menjadikan pertanian sebagai pilar utama perekonomian. Kedua negara ini sama-sama mengandalkan sektor pertanian untuk menopang ketahanan pangan dan perekonomian nasional.

1. Luas Wilayah dan Populasi

China dan Indonesia sama-sama memiliki keistimewaan di kawasan masing-masing. China, di Asia Timur, merupakan negara dengan wilayah terluas dan sekaligus negara terluas ketiga di dunia, dengan luas mencapai 9.600.000 km persegi. Populasinya juga sangat besar, hampir setengah dari populasi dunia. Indonesia, di kawasan Asia Tenggara, juga merupakan negara terluas dan terpadat penduduknya di kawasan tersebut. Kesamaan geografis yang mencolok ini menjadi dasar perbandingan dalam penelitian ini, khususnya terkait dengan bagaimana luas wilayah dan jumlah penduduk yang besar berdampak pada kebijakan pertanian kedua negara.

2. Sumber Daya Alam dan Karakteristik Geografis

Baik China maupun Indonesia memiliki wilayah yang luas dan beragam secara geografis. China, dengan bentang alamnya yang terdiri dari pegunungan, dataran tinggi, perbukitan, dan lembah, kaya akan sumber daya alam. Hal yang sama juga berlaku untuk Indonesia. Keragaman geografis ini, selain mempengaruhi potensi sumber daya alam, juga berdampak pada praktik pertanian dan strategi pengelolaan sumber daya di kedua negara. Persamaan karakteristik geografis ini menjadi landasan untuk membandingkan bagaimana faktor geografis memengaruhi kebijakan pertanian di kedua negara, yang selanjutnya akan dikaitkan dengan dampak liberalisasi ekonomi dan keanggotaan WTO.

3. Pertanian sebagai Basis Perekonomian

Salah satu persamaan penting antara China dan Indonesia adalah pertanian sebagai basis perekonomiannya. Dalam sejarah China, pertanian merupakan pondasi pembangunan bangsa, meskipun kemudian terjadi industrialisasi besar-besaran pada tahun 1950-an. Meskipun demikian, pertanian tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB. Indonesia, sampai sekarang, masih bergantung besar pada sektor pertanian dan perkebunan. Bahkan pada masa Orde Baru, Indonesia sempat mencapai swasembada beras. Ini menunjukkan peran sentral pertanian dalam sejarah ekonomi kedua negara, sehingga menjadi titik fokus penelitian ini dalam konteks implikasi liberalisasi ekonomi dan keanggotaan WTO.

II.Peran Pertanian dalam Perekonomian China dan Indonesia

Secara historis, pertanian berperan vital dalam pembangunan ekonomi kedua negara. Meskipun China telah mengalami industrialisasi besar-besaran sejak tahun 1950-an, sektor pertanian tetap berkontribusi signifikan terhadap PDB. Indonesia, hingga kini masih dikenal sebagai negara agraris, dengan sebagian besar perekonomiannya bergantung pada hasil pertanian dan perkebunan. Mayoritas penduduk di kedua negara bergantung pada sektor ini untuk mata pencahariannya.

1. Sejarah dan Kontribusi Pertanian terhadap PDB

Baik China maupun Indonesia memiliki sejarah panjang di mana sektor pertanian menjadi tulang punggung perekonomian. Di China, pertanian merupakan basis pembangunan negara, meskipun sejak tahun 1950-an terjadi industrialisasi besar-besaran. Namun, sektor pertanian tetap memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara. Di Indonesia, pertanian tetap menjadi sektor dominan dalam perekonomian hingga saat ini, bahkan dikenal sebagai negara agraris. Pada masa Orde Baru, Indonesia bahkan meraih penghargaan dari FAO atas keberhasilannya mencapai swasembada beras, yang menunjukkan betapa pentingnya sektor pertanian bagi perekonomian dan ketahanan pangan nasional.

2. Peran Pertanian dalam Kehidupan Penduduk

Di kedua negara, mayoritas penduduk bergantung pada pertanian sebagai mata pencaharian utama. Di China, pertanian harus mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi populasi yang sangat padat dan tersebar di berbagai provinsi. Situasi serupa juga terjadi di Indonesia, di mana penduduknya tersebar di berbagai pulau. Ketergantungan yang tinggi pada sektor pertanian ini menunjukkan betapa pentingnya peran sektor ini tidak hanya dalam konteks perekonomian makro, tetapi juga dalam menopang kehidupan sehari-hari sebagian besar penduduk kedua negara. Hal ini menjadi pertimbangan penting dalam merumuskan kebijakan pertanian yang berkelanjutan di tengah proses liberalisasi ekonomi.

3. Perkembangan Sektor Pertanian di China dan Indonesia

Meskipun peran sektor pertanian di China mengalami penurunan relatif seiring perkembangan sektor industri, tetap ada pertumbuhan yang stabil di sektor pertanian, yang dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi. Di Indonesia, sektor pertanian menjadi fokus utama strategi pengembangan ekonomi pada masa Orde Baru. Perbedaan perkembangan ini, meskipun sama-sama bergantung pada pertanian, menunjukkan perbedaan strategi dan penekanan kebijakan yang diterapkan kedua negara, yang akan dikaji lebih lanjut dalam konteks tantangan liberalisasi ekonomi dan keanggotaan WTO.

III.Dampak Liberalisasi Ekonomi dan Bergabungnya Kedua Negara dengan WTO terhadap Kebijakan Pertanian

Keikutsertaan China (2001) dan Indonesia (1995) dalam WTO mengharuskan liberalisasi ekonomi, termasuk di sektor pertanian. Hal ini menimbulkan tantangan bagi kedua negara untuk menyeimbangkan komitmen liberalisasi dengan upaya melindungi sektor pertanian dan ketahanan pangan. Skripsi ini menganalisis bagaimana China dan Indonesia menyesuaikan kebijakan pertanian mereka untuk menghadapi persaingan internasional yang semakin ketat pasca-liberalisasi. Studi ini menitikberatkan pada strategi proteksi pertanian yang diterapkan oleh kedua negara sebagai respon terhadap liberalisasi perdagangan.

1. Bergabungnya China dan Indonesia ke WTO dan Kewajiban Liberalisasi

China bergabung dengan World Trade Organization (WTO) pada akhir tahun 2001, sementara Indonesia menjadi anggota tetap pada tahun 1995. Keanggotaan WTO mensyaratkan liberalisasi ekonomi, termasuk di sektor pertanian. Baik China maupun Indonesia, sebagai anggota WTO, berkewajiban untuk menghapuskan berbagai hambatan perdagangan. Dampak liberalisasi ekonomi ini kemudian dirasakan oleh sektor pertanian kedua negara, baik dari sisi produktivitas maupun kontribusi terhadap Gross Domestic Product (GDP). Kondisi ini mendorong pemerintah kedua negara untuk merekonstruksi kebijakan pertaniannya agar tetap kompetitif di pasar internasional yang lebih terbuka.

2. Tantangan Liberalisasi terhadap Sektor Pertanian

Liberalisasi ekonomi, sebagai prasyarat keanggotaan WTO, menimbulkan pertanyaan menarik terkait sektor pertanian China dan Indonesia. Populasi yang padat dan pertanian sebagai penopang perekonomian negara dan rakyat, menempatkan kedua negara dalam dilema ketika menghadapi liberalisasi. Pertanian, yang selama ini menjadi basis perekonomian dan penjamin ketahanan pangan, terancam oleh persaingan global yang semakin ketat pasca-liberalisasi. Penelitian ini pun mencoba menganalisis bagaimana kedua negara menghadapi tantangan ini, bagaimana penyesuaian kebijakan dilakukan, dan strategi apa yang diambil untuk tetap melindungi sektor pertaniannya.

3. Strategi Proteksi dan Penyesuaian Kebijakan Pertanian

Meskipun berkomitmen pada liberalisasi ekonomi melalui keanggotaan WTO, China dan Indonesia memiliki strategi untuk melindungi sektor pertanian sebagai basis perekonomiannya. Penelitian ini mengkaji bagaimana pemerintah China melakukan penyesuaian kebijakan terhadap aturan WTO, sekaligus tetap melindungi pertaniannya. Begitu pula dengan Indonesia, bagaimana pemerintah menghadapi liberalisasi sebagai agenda mutlak WTO dan sekaligus melindungi sektor pertanian dari dampak negatifnya. Keikutsertaan dalam WTO memberikan keuntungan bagi kedua negara, tetapi juga mengharuskan mereka untuk menjaga dan melindungi sektor pertanian dari persaingan internasional yang semakin ketat, mengingat pertanian sangat penting bagi ketahanan pangan.

IV.Kajian Literatur dan Metodologi Penelitian

Penelitian ini merujuk pada berbagai studi sebelumnya yang membandingkan kebijakan pertanian di negara berkembang, khususnya China dan Indonesia. Studi-studi tersebut antara lain meneliti dampak kebijakan pertanian terhadap produsen, serta penggunaan metode seperti Market Price Support (MPS) dan Producer Support Estimates (PSE) untuk mengukur tingkat proteksi pertanian. Penelitian ini menggunakan pendekatan comparative politics untuk menganalisis kebijakan pertanianChina dan Indonesia pasca-aksesi WTO, berbeda dengan penelitian sebelumnya yang lebih banyak menggunakan pendekatan ekonomi. Data dikumpulkan melalui studi literatur dan dianalisis secara kualitatif.

1. Penelitian Terdahulu tentang Kebijakan Pertanian

Penelitian ini menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai acuan. Penelitian-penelitian tersebut membahas perbandingan kebijakan pertanian, khususnya antara China dan Indonesia. Salah satu referensi adalah tulisan Wing Thye Woo dan Chang Hong, "Indonesia’s Economic Performance in Comparative Perspective and A New Policy Framework for 2049", yang membandingkan kinerja ekonomi Indonesia dengan negara-negara lain, termasuk China, berdasarkan karakteristik populasi dan luas wilayah. Penelitian lain, "Agriculture Policy Interventions in Developing Countries: Mapping The Nature, Degree, and Progress of Reforms", oleh Kathleen Mullen dkk., menjelaskan kebijakan pertanian di negara berkembang, termasuk China dan Indonesia, serta dampaknya terhadap produsen pertanian. Penelitian lain yang relevan berfokus pada Agricultural Producer Support Estimates (PSE) di India, Indonesia, China, dan Vietnam, menggunakan metode MPS (Market Price Support) dan PSE untuk menganalisis dukungan pemerintah terhadap produsen pertanian. Semua penelitian ini digunakan untuk mendukung dan membandingkan temuan penelitian yang sedang dilakukan.

2. Metode Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan comparative politics untuk menganalisis kebijakan pertanian China dan Indonesia, berbeda dengan penelitian sebelumnya yang kebanyakan menggunakan pendekatan ekonomi. Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur (library research), yang meliputi buku, jurnal penelitian, artikel ilmiah, dan literatur lain yang relevan. Data dikumpulkan, dikelompokkan, dan kemudian dianalisis untuk menjelaskan masalah dalam penelitian. Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif, berupa pengumpulan fakta dan bukti-bukti kasus terkait masalah yang diteliti. Analisis data bersifat non-statistik, di mana data yang diperoleh ditafsirkan ke dalam kalimat dan paragraf untuk menggambarkan dan menjelaskan kebijakan pertanian China dan Indonesia. Perbedaan metode ini menekankan pada analisis politik komparatif daripada hanya pendekatan ekonomi yang digunakan dalam sebagian besar penelitian terdahulu.

V.Liberalisasi dan Proteksionisme dalam Kebijakan Pertanian

Skripsi ini membahas dialektika antara liberalisasi ekonomi dan proteksionisme dalam konteks kebijakan pertanianChina dan Indonesia. Meskipun liberalisasi merupakan agenda utama WTO, kedua negara menerapkan berbagai bentuk proteksi pertanian untuk melindungi sektor ini dari dampak negatif liberalisasi perdagangan. Penelitian ini akan menelaah bagaimana China dan Indonesia menyeimbangkan komitmen mereka terhadap liberalisasi dengan kebutuhan untuk menjaga ketahanan pangan dan kesejahteraan para petani.

1. Definisi Liberalisasi Ekonomi dan Perdagangan

Liberalisasi ekonomi didefinisikan sebagai kebebasan dalam aktivitas ekonomi domestik dan luar negeri, termasuk institusi dan kebijakan yang menjamin kepentingan umum. Liberalisasi perdagangan merupakan langkah menuju perdagangan bebas melalui pengurangan tarif dan hambatan lainnya, yang seringkali dianggap sebagai dampak dari globalisasi. Peningkatan arus barang dan jasa yang melampaui batas negara meningkatkan integrasi ekonomi global. Namun, liberalisasi juga dikritik karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi, peningkatan pengangguran, dan ketidakmerataan upah, terutama di negara berkembang. Pemahaman tentang liberalisasi ini penting untuk menganalisis dampaknya terhadap kebijakan pertanian di China dan Indonesia.

2. Proteksionisme sebagai Strategi Perlindungan

Proteksionisme, meskipun dianggap sebagai kebijakan ekonomi yang gagal oleh beberapa ekonom karena kurangnya keadilan dan keterbukaan, tetap menjadi pilihan bagi beberapa aktor ekonomi untuk mengendalikan perdagangan dan melindungi kepentingan domestik. Proteksi ekonomi dapat berupa berbagai bentuk, termasuk penetapan hambatan tarif dan non-tarif, serta pembayaran langsung dari pemerintah kepada produsen. Negara biasanya menetapkan tarif yang lebih tinggi untuk komoditas penting bagi perekonomian nasional. Dalam konteks penelitian ini, proteksionisme dikaji sebagai strategi yang digunakan oleh China dan Indonesia untuk melindungi sektor pertaniannya dari persaingan internasional yang semakin ketat setelah liberalisasi ekonomi yang dipicu oleh keanggotaan WTO.

3. Liberalisasi Proteksi dan Kebijakan Pertanian China dan Indonesia

Penelitian ini meneliti bagaimana China dan Indonesia, setelah melakukan liberalisasi ekonomi sebagai konsekuensi keanggotaan WTO, menerapkan kebijakan protektif terhadap sektor pertaniannya. Meskipun terdapat kontradiksi antara liberalisasi dan proteksionisme, penelitian ini mencoba membandingkan strategi dan kebijakan yang diambil kedua negara untuk bertahan di pasar internasional. Bagi negara agraris seperti China dan Indonesia, proteksi pertanian digunakan sebagai alat untuk melindungi ketahanan pangan dalam negeri. Penelitian ini akan menganalisis bagaimana kebijakan protektif ini diterapkan di tengah komitmen terhadap liberalisasi ekonomi pasca-aksesi WTO, khususnya untuk komoditas pertanian.

Referensi dokumen

  • Agricultural Development and Policy Before and After China’s WTO Accession (Jikun Huang and Scott Rozelle)