Peran Kepemimpinan Yingluck Shinawatra dalam Kebijakan Ekspor Beras Thailand-Indonesia
Informasi dokumen
| Sekolah | Universitas Muhammadiyah Malang |
| Jurusan | Hubungan Internasional |
| Tempat | Malang |
| Jenis dokumen | Tugas Akhir (Skripsi) |
| Bahasa | Indonesian |
| Format | |
| Ukuran | 481.31 KB |
- Kepemimpinan
- Kebijakan Publik
- Kerjasama Internasional
Ringkasan
I. Biografi dan Karakteristik Kepemimpinan Yingluck Shinawatra
Skripsi ini menganalisis kebijakan pembatalan ekspor beras antara Thailand dan Indonesia pada tahun 2011 di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra. Fokus penelitian diarahkan pada karakteristik kepemimpinan Yingluck Shinawatra yang bersifat pro-poor, yang dibentuk oleh pengalaman hidupnya dan latar belakang keluarganya sebagai pedagang pasar di Chiangmai. Pengalaman ini mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri Thailand, khususnya dalam hubungan bilateral dengan Indonesia. Partai Pheu Thai, yang memenangkan pemilu 2011 dengan dukungan mayoritas dari kalangan menengah ke bawah, berperan besar dalam mengangkat Yingluck menjadi Perdana Menteri.
1. Latar Belakang Keluarga dan Pengaruhnya pada Kepribadian Pro Poor Yingluck Shinawatra
Dokumen tersebut menjelaskan bahwa Yingluck Shinawatra lahir di Chiangmai, Thailand, dari keluarga pedagang pasar. Kondisi ekonomi keluarga yang fluktuatif memaksa mereka untuk terjun ke dunia pertanian di pedesaan. Pengalaman hidup ini membentuk karakter Yingluck yang pro-poor, di mana ia memahami kehidupan petani dan permasalahan kemiskinan di daerah terpencil. Karakter pro-poor ini menjadi ciri khas kepemimpinannya dan sangat berpengaruh pada kebijakan-kebijakan yang ia ambil selama menjabat sebagai Perdana Menteri. Bahkan, sebelum terjun ke dunia politik, Yingluck telah lama berkecimpung di bidang bisnis, yang membentuk dua standar dalam pembuatan kebijakan: tanggung jawab sosial dan materialisme. Namun, latar belakang keluarganya yang sederhana dan pengalaman hidup di pedesaan tampaknya lebih dominan dalam membentuk karakteristik kepemimpinannya yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat miskin.
2. Kiprah Yingluck Shinawatra dalam Politik dan Kemenangan Partai Pheu Thai
Yingluck Shinawatra muncul dalam dunia politik Thailand dan kemenangan telak Partai Pheu Thai pada Pemilu 2011 menjadi titik tolak analisis ini. Partai Pheu Thai berhasil meraih 48% suara dan 282 dari 500 kursi parlemen, mayoritas dukungan berasal dari kalangan menengah ke bawah, termasuk buruh, kaum proletar, dan petani. Dukungan kuat dari kelompok masyarakat ini menunjukkan basis elektoral yang kuat bagi Yingluck dan Partai Pheu Thai, yang dikaitkan dengan kebijakan populis yang diusungnya. Kemenangan ini kemudian mengantarkan Yingluck ke kursi Perdana Menteri Thailand. Pergantian kepemimpinan di tahun 2011 menandai perubahan arah kebijakan, khususnya dalam hal pembatalan kesepakatan ekspor beras dengan Indonesia. Hal ini menunjukkan bagaimana kepemimpinan Yingluck berbeda dengan pendahulunya dan didorong oleh faktor individu serta komitmen politik yang ia usung.
3. Karakteristik Kepemimpinan Yingluck Populis dan Pro Poor
Dokumen ini menekankan karakteristik kepemimpinan Yingluck Shinawatra yang populis dan pro-poor. Kebijakan-kebijakannya cenderung menguntungkan masyarakat miskin. Hal ini terlihat jelas dalam konteks pembatalan kesepakatan ekspor beras dengan Indonesia. Penulis menghubungkan pembatalan tersebut dengan faktor personal Yingluck, yaitu komitmennya pada kebijakan pro-poor. Meskipun tujuan dan strategi Yingluck dalam pengambilan kebijakan ditentukan oleh faktor individu, hal itu tidak serta merta mengabaikan pertimbangan rasional. Analisis akan lebih memperdalam pertimbangan yang melatarbelakangi kebijakan pembatalan ekspor beras dengan menggunakan pendekatan idiosyncratic dan Rational Choice. Dengan memahami latar belakang pribadi dan pengalaman hidup Yingluck, penelitian ini berusaha mengungkap rasionalitas di balik kebijakan yang diambilnya dan dampaknya terhadap hubungan bilateral Thailand dan Indonesia.
II. Pembatalan Kesepakatan Ekspor Beras Thailand Indonesia
Kesepakatan ekspor beras antara Thailand dan Indonesia, yang ditandatangani pada tahun 2007 oleh Menteri Pertanian kedua negara, dibatalkan secara sepihak oleh Yingluck Shinawatra pada tahun 2011, sebelum masa perjanjian berakhir. Penelitian ini menyelidiki rasionalitas di balik keputusan tersebut, dengan melihat pengaruh faktor individual (idiosyncratic) dan teori pilihan rasional (Rational Choice) dalam pengambilan keputusan Yingluck Shinawatra terkait kebijakan ekspor beras ini. Keputusan ini dinilai penting untuk diteliti karena bertentangan dengan kesepakatan sebelumnya.
1. Kesepakatan Ekspor Beras Thailand Indonesia Tahun 2007
Kerjasama ekspor beras antara Thailand dan Indonesia dimulai pada tahun 2007 melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU). MoU tersebut ditandatangani oleh Menteri Pertanian Anton Apriyantono (Indonesia) dan Menteri Pertanian dan Koperasi Thailand, Khunying Sudarat Keyuprahan, pada 6 Januari 2007 di Bangkok, disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kerjasama tersebut mencakup promosi perdagangan komoditi pertanian, pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati pertanian, pengembangan dan penyuluhan pertanian, kerjasama teknik dan peningkatan SDM, serta pengelolaan dan perlindungan lahan dan air pertanian. Thailand berkomitmen mengekspor 1 juta ton beras per tahun ke Indonesia hingga tahun 2012. Kesepakatan ini merupakan kerjasama antar pemerintah (Government to Government/G to G).
2. Pembatalan Sepihak Kesepakatan Ekspor Beras Tahun 2011
Pada tahun 2011, seiring pergantian pemerintahan di Thailand dengan terpilihnya Yingluck Shinawatra sebagai Perdana Menteri, kerjasama ekspor beras tersebut dihentikan sebelum masa perjanjian berakhir. Pembatalan sepihak ini menjadi fokus utama penelitian, karena merupakan peristiwa yang penting dan menarik untuk dikaji lebih dalam mengingat kesepakatan sebelumnya belum berakhir pada jatuh tempo. Penelitian ini akan membahas rasionalitas Yingluck Shinawatra dan faktor idiosyncratic yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut. Perubahan kebijakan ini dikaitkan dengan karakter kepemimpinan Yingluck yang populis dan pro-poor, yang cenderung menguntungkan masyarakat miskin. Penelitian akan difokuskan pada faktor idiosyncratic Yingluck yang mempengaruhi rasionalitasnya dalam menghasilkan kebijakan pembatalan ekspor beras.
3. Signifikansi Pembatalan Kesepakatan dan Pertanyaan Penelitian
Pembatalan sepihak kerjasama ekspor beras oleh PM Yingluck Shinawatra merupakan peristiwa penting yang memerlukan analisis mendalam. Penelitian ini menganggap pembatalan tersebut sangat signifikan karena kesepakatan kerjasama belum berakhir pada jatuh temponya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji rasionalitas Yingluck Shinawatra dan faktor idiosyncratic yang berpengaruh dalam pengambilan kebijakan tersebut. Penelitian ini akan berfokus pada faktor-faktor idiosyncratic PM Yingluck Shinawatra yang berpengaruh pada rasionalitasnya, yang akhirnya menghasilkan kebijakan pembatalan tersebut. Pertanyaan kunci penelitian adalah bagaimana faktor-faktor idiosyncratic dan pertimbangan rasional mempengaruhi keputusan Yingluck dalam membatalkan kerjasama ekspor beras dengan Indonesia.
III. Analisis Kebijakan Menggunakan Pendekatan Idiosyncratic dan Rational Choice
Penelitian ini menggunakan pendekatan idiosyncratic untuk mengkaji bagaimana karakteristik pribadi Yingluck Shinawatra, termasuk latar belakang keluarga dan pengalaman hidupnya, mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri. Selain itu, teori pilihan rasional (Rational Choice) digunakan untuk menjelaskan rasionalitas di balik keputusan pembatalan ekspor beras. Analisis ini bertujuan untuk memahami bagaimana faktor individual dan perhitungan rasional mempengaruhi kebijakan Yingluck Shinawatra dalam konteks hubungan Indonesia-Thailand dan ekspor beras.
1. Pendekatan Idiosyncratic Menganalisis Faktor Individual dalam Pengambilan Keputusan
Penelitian ini menggunakan pendekatan idiosyncratic untuk memahami bagaimana karakteristik individu Perdana Menteri Yingluck Shinawatra mempengaruhi kebijakan pembatalan ekspor beras ke Indonesia. Pendekatan ini berfokus pada faktor internal seperti nilai-nilai, pengalaman, bakat, dan kepribadian Yingluck yang membentuk persepsinya terhadap kebijakan luar negeri dan tujuan nasional. Idiosyncratic dianggap sebagai sumber internal yang memengaruhi persepsi, kalkulasi, dan penilaian elit politik terhadap kebijakan luar negeri, termasuk persepsi tentang kondisi internasional dan tujuan nasional yang ingin dicapai. Dalam konteks ini, pengalaman hidup Yingluck, yang membentuk karakter kepemimpinan pro-poor-nya, dianggap sebagai faktor kunci yang mempengaruhi keputusannya. Pendekatan ini menekankan nilai-nilai, talenta, pengalaman, dan kepribadian seorang pemimpin dalam pembuatan kebijakan. Variabel idiosyncratic mencakup semua aspek personalitas pemimpin yang membedakannya dari pembuat keputusan lain.
2. Teori Pilihan Rasional Rational Choice Menganalisis Rasionalitas di Balik Kebijakan
Selain pendekatan idiosyncratic, penelitian ini juga menggunakan teori pilihan rasional (Rational Choice) untuk menganalisis mengapa Yingluck Shinawatra mengambil keputusan membatalkan ekspor beras. Teori ini berasumsi bahwa negara mempertimbangkan semua pilihan dan bertindak rasional untuk memaksimalkan keuntungan. Rational Choice mempelajari sisi individu pembuat keputusan, terutama pengalaman masa lalunya. Pengalaman masa lalu Yingluck berpengaruh dalam membentuk karakter pro-poor yang memengaruhi pengambilan kebijakan. Teori ini memandang individu sebagai aktor yang memiliki keinginan dan tujuan, mengungkapkan preferensi mereka berdasarkan informasi yang dimiliki. Individu membuat pilihan untuk mencapai tujuan mereka dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat dari berbagai tindakan. Dalam konteks ini, teori Rational Choice akan menjelaskan mengapa Yingluck konsisten memilih cara paling efisien untuk mencapai tujuannya, dengan mempertimbangkan pengalaman masa lalunya dan perhitungan rasional atas keuntungan dan kerugian.
3. Level Analisis Reduksionis dan Jenis Penelitian Eksplanatif
Penelitian ini menggunakan level analisis reduksionis karena kebijakan luar negeri Thailand yang dibahas dapat dijelaskan melalui perilaku individu Yingluck Shinawatra. Hubungan internasional dilihat sebagai hasil interaksi individu-individu di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian ini lebih berfokus pada perilaku dan rasionalitas Yingluck serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam membuat kebijakan baru. Penelitian ini bersifat eksplanatif, di mana analisis digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Penelitian ini bertujuan menggambarkan dan menjelaskan faktor idiosyncratic Yingluck Shinawatra yang berpengaruh dalam pengambilan kebijakan pembatalan ekspor beras ke Indonesia. Pendekatan idiosyncratic dipadukan dengan teori Rational Choice (John Scott) untuk mencapai tujuan tersebut, dengan menggunakan pola pikir deduktif berdasarkan teori yang ada.
IV. Penelitian Terdahulu dan Kerangka Teori
Penelitian ini merujuk pada beberapa studi sebelumnya, termasuk skripsi Okki Ayu Oktria tentang kebijakan Yingluck Shinawatra dalam sengketa Kuil Preah Vihear dan jurnal oleh Peter D Warr dan Francess J Wallmer tentang permintaan internasional untuk ekspor beras Thailand. Penelitian ini juga mengacu pada karya Hong Choeun, Yoshihisa Godo, dan Yujiro Hayami tentang pengaruh pajak ekspor beras terhadap ekonomi domestik Thailand. Penelitian ini berargumen bahwa pemahaman kebijakan Yingluck Shinawatra memerlukan analisis yang komprehensif, menggabungkan faktor individual dan pertimbangan rasional.
1. Studi Studi yang Relevan
Penulis merujuk pada tiga studi yang relevan untuk penelitian ini. Pertama, skripsi Okki Ayu Oktria berjudul "Kebijakan PM Yingluck Shinawatra Terhadap Sengketa Kuil Preah Vihear Antara Thailand dan Kamboja", yang meneliti peran worldview aktor dalam pengambilan kebijakan dengan pendekatan feminisme. Kedua, jurnal "The International Demand for Thailand’s Rice Export" oleh Peter D. Warr dan Francess J. Wallmer, yang membahas ekspor beras sebagai isu sentral dalam kebijakan ekonomi Thailand, termasuk pajak ekspor dan subsidi, serta intervensi pemerintah dalam mempengaruhi harga beras domestik. Ketiga, penelitian Hong Choeun, Yoshihisa Godo, dan Yujiro Hayami berjudul "The Economics and Politics of Rice Export Taxation in Thailand: A Historical Simulation Analysis, 1980-1985", yang meneliti peran pajak ekspor beras dalam meningkatkan ekonomi domestik Thailand, serta dampaknya terhadap kesejahteraan ekonomi dan stabilitas politik. Ketiga penelitian ini memberikan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi dalam memahami konteks kebijakan ekspor beras Thailand.
2. Kerangka Teori Pendekatan Idiosyncratic dan Teori Pilihan Rasional
Untuk menganalisis permasalahan dalam hubungan internasional, penulis menggunakan pendekatan idiosyncratic dan teori pilihan rasional (Rational Choice). Pendekatan idiosyncratic digunakan untuk menjelaskan karakter individu sebagai pengambil keputusan, khususnya PM Yingluck Shinawatra dalam konteks pembatalan ekspor beras. Pendekatan ini melihat nilai-nilai, pengalaman, bakat, dan kepribadian sebagai faktor internal yang memengaruhi persepsi dan keputusan politik luar negeri. Teori pilihan rasional, menurut John Scott, menjelaskan tindakan individu berdasarkan perhitungan rasional atas keuntungan dan kerugian. Teori ini melihat individu sebagai aktor yang memiliki keinginan dan tujuan, yang bertindak spesifik berdasarkan informasi yang mereka miliki untuk memaksimalkan utilitas mereka. Pengalaman masa lalu dianggap penting dalam membentuk karakter dan mempengaruhi pengambilan keputusan. Dalam kasus ini, pengalaman masa lalu Yingluck membentuk karakter pro-poor yang berpengaruh pada kebijakannya. Kedua teori ini digunakan secara bersamaan untuk memberikan analisis yang lebih komprehensif terhadap kasus pembatalan ekspor beras.
Referensi dokumen
- Thaksin Populis and Beyond ; A Study Of Thaksin’s Poor Populist Policies in Thailand (Patana Ginger Tangpianpant)
- The International demand for Thailand’s Rice Export (Peter G Warr and Frances J Wolmer)
