Pengaruh Modernisasi Militer China terhadap Aliansi Jepang dan Amerika Serikat

Pengaruh Modernisasi Militer China terhadap Aliansi Jepang dan Amerika Serikat

Informasi dokumen

Penulis

Risco Valentino

school/university Universitas Muhammadiyah Malang
subject/major Ilmu Hubungan Internasional
Jenis dokumen Skripsi
city_where_the_document_was_published Malang
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 330.24 KB
  • Modernisasi Militer
  • Aliansi Jepang-Amerika Serikat
  • Hubungan Internasional

Ringkasan

I.Modernisasi Militer China dan Respon Aliansi Jepang Amerika Serikat

Penelitian ini mengkaji pengaruh modernisasi militer China terhadap peningkatan aliansi Jepang-Amerika Serikat. Modernisasi militer China, yang meliputi pengembangan teknologi canggih dan peningkatan jumlah pasukan PLA (People's Liberation Army), menimbulkan ancaman keamanan regional bagi negara-negara tetangga, khususnya Jepang. Sebagai respons terhadap ancaman militer China, Jepang memperkuat aliansi pertahanan dengan Amerika Serikat, memanfaatkan konsep Balance of Power untuk menyeimbangkan kekuatan di kawasan Asia Timur. Ketergantungan Jepang pada security umbrella AS tetap menjadi faktor kunci dalam keamanan nasional Jepang, meskipun Jepang berupaya meningkatkan kemampuan pertahanannya sendiri melalui National Defense Program Guideline (NDPG).

1. Ancaman Modernisasi Militer China

Modernisasi militer China telah menimbulkan berbagai dampak, yang paling signifikan adalah munculnya ancaman bagi negara-negara di kawasan tersebut, termasuk Jepang. Tindakan China ini memicu respon dari Jepang yang berupaya mencari cara untuk menyeimbangkan kekuatan. Kerjasama pertahanan antara Jepang dan Amerika Serikat menjadi fokus utama, digunakan sebagai alat penyeimbang kekuatan dan upaya untuk mencegah hegemoni China. Penguatan kekuatan militer dan persenjataan menjadi hal utama dalam aliansi kedua negara. Jepang sangat terbantu oleh security umbrella dari Amerika Serikat, meskipun ini juga berarti Jepang berada di bawah keputusan Amerika Serikat dalam menentukan masa depan pertahanannya. Perkembangan aliansi ini merupakan respon langsung terhadap kekuatan besar yang dibangun oleh China. Penelitian ini menggunakan konsep Balance of Power dan teori aliansi untuk memahami permasalahan yang muncul baik dalam perkembangan China maupun hubungan Jepang dan Amerika Serikat. Situasi keamanan internasional yang terus berubah dan tak terduga menjadi latar belakang penting dalam analisis ini.

2. Aliansi Jepang Amerika Serikat sebagai Respon Strategis

Penelitian ini didorong oleh keinginan untuk memahami bagaimana kerjasama Jepang dan Amerika Serikat dapat membentuk kebijakan baru dalam menghadapi kemajuan pesat China. Konsep Balance of Power dan teori aliansi menjadi kerangka analisis utama. Keadaan keamanan internasional yang dinamis dan tidak dapat diprediksi menekankan perlunya penguatan hubungan Jepang-Amerika Serikat untuk mendapatkan hasil maksimal dalam menentukan kebijakan pertahanan. Modernisasi militer China memberikan dampak yang besar, terutama dalam hal ancaman. Respon Jepang terhadap tindakan China telah mengarah pada peningkatan kerjasama pertahanan dengan Amerika Serikat, yang digunakan untuk menyeimbangkan kekuatan dan mencegah munculnya hegemoni China. Perlindungan security umbrella AS sangat membantu Jepang, namun juga menunjukkan ketergantungan Jepang pada keputusan AS dalam menentukan masa depan pertahanannya. Pengembangan aliansi ini dikaji sebagai upaya kedua negara dalam merespon kekuatan besar yang dibangun oleh China.

3. Persepsi Ancaman dan Dilema Keamanan Jepang

Kekhawatiran Jepang terhadap modernisasi militer China muncul karena beberapa alasan, salah satunya adalah sifat senjata nuklir yang mampu menghancurkan wilayah dalam waktu singkat, pengalaman yang pernah dialami Jepang pada Perang Dunia II. Pengembangan militer bagi China adalah langkah untuk meningkatkan kekuatan nasional secara bertahap dan berkelanjutan, dengan harapan dapat menjamin posisi China dalam sistem pengaturan keamanan regional dan menopang pengaruh politik luar negerinya. Kondisi kawasan yang labil terhadap isu keamanan mempengaruhi perilaku negara-negara di dalamnya, termasuk Jepang. Jepang telah memperbarui program pertahanannya, National Defense Program Guideline (NDPG), untuk merespon dinamika keamanan kawasan yang berubah, khususnya modernisasi militer China. Kebijakan pertahanan Jepang sebelumnya, seperti National Defense Program Outline (NDPO) tahun 1976, kurang relevan dengan kondisi saat ini. Jepang perlu meningkatkan keamanan internasional untuk mencegah potensi ancaman. Tiga pendekatan yang dapat dilakukan adalah fokus pada kekuatan nasional sendiri, kerjasama dengan negara besar (aliansi dengan AS), dan aktif dalam komunitas internasional. Aliansi keamanan Jepang-AS menjadi upaya penting dalam merespon modernisasi militer China.

4. Ketergantungan Jepang terhadap Amerika Serikat dan Relevansi Aliansi

Hubungan aliansi Jepang-Amerika Serikat terus diperbarui karena adanya perubahan lingkungan strategis kedua negara dan persepsi yang berbeda dalam berbagi beban, tanggung jawab, dan kekuatan. Bagi Jepang, kerjasama dengan Amerika Serikat merupakan upaya Balance of Power untuk kepentingan keamanannya. Ketergantungan Jepang pada Amerika Serikat masih terlihat, meskipun Jepang ingin memprioritaskan keberhasilan pertahanan nasionalnya secara mandiri dalam NDPG. Aliansi tetap menjadi acuan terbaik sebagai penunjang keamanan Jepang seiring dengan modernisasi militer China yang semakin maju. Perkembangan ini memunculkan pertanyaan mengenai relevansi aliansi terhadap kepentingan Jepang di masa depan. Mungkin aliansi tersebut akan tetap menjadi respons terhadap modernisasi militer China, atau mungkin fungsinya akan bergeser seiring kemajuan zaman. Penelitian ini menganalisis dilema keamanan dan ancaman yang mendasari keputusan Jepang untuk mempertahankan aliansi tersebut.

II.Teori Balance of Power dan Teori Aliansi dalam Hubungan Trilateral

Penelitian ini menggunakan teori Balance of Power dan teori aliansi untuk menganalisis dinamika hubungan trilateral antara China, Jepang, dan Amerika Serikat. Teori Balance of Power menjelaskan upaya negara-negara untuk menyeimbangkan kekuatan, sementara teori aliansi menjelaskan pembentukan aliansi sebagai respons terhadap ancaman. Dalam konteks ini, aliansi Jepang-Amerika Serikat dilihat sebagai upaya untuk menghadapi modernisasi militer China dan mencegah dominasi China di kawasan Asia Timur. Penelitian ini juga meneliti bagaimana security dilemma mempengaruhi keputusan Jepang untuk memperkuat hubungan dengan Amerika Serikat.

1. Konsep Balance of Power dalam Hubungan Internasional

Dalam pandangan realis, sistem internasional bersifat anarkis, tanpa hukum atau pemerintahan yang mengatur negara-negara. Setiap negara berlomba mengamankan diri dari ancaman negara lain, dan salah satu upaya yang dilakukan adalah Balance of Power (BOP). Pfaltzgraff menjabarkan BOP sebagai kondisi pemerataan distribusi kekuatan internasional agar setiap negara merasa aman. Keamanan nasional menjadi pertimbangan utama setiap negara dalam berinteraksi. Jika suatu negara mengalami dilema keamanan, negara tersebut akan berlomba memenuhi kepentingan nasionalnya. Semakin besar kemampuan ofensif suatu negara, semakin besar kecenderungan negara lain untuk mengimbanginya dengan membentuk koalisi defensif. Aliansi yang dibentuk bertujuan menangkal ancaman dan serangan, dan aliansi tersebut akan berakhir jika sumber ancaman tersebut hilang. Membentuk aliansi merupakan upaya lanjutan dalam proses Balance of Power untuk mengamankan negara dari ancaman secara efektif. Dua tujuan utama pembentukan aliansi adalah untuk menghentikan negara lain yang berpotensi menjadi kekuatan hegemon dan memperluas atau memperdalam pengaruh atas negara lain yang lebih lemah.

2. Teori Aliansi dan Respon Jepang terhadap Modernisasi Militer China

Dalam konteks hubungan Jepang yang merespon modernisasi militer China, pembentukan aliansi dengan Amerika Serikat merupakan upaya untuk menyeimbangkan kekuatan. Stephen M. Walt berpendapat bahwa negara akan beraliansi jika dihadapkan pada ancaman atau dominasi dari negara lain yang lebih kuat. Perilaku ini merupakan respon atas ancaman yang diterima. Balance of Power dapat digunakan untuk menganalisis perilaku Jepang dan Amerika Serikat terhadap China karena distribusi kekuatan yang tidak seimbang, terutama kapabilitas militer antara Jepang dan China. Persaingan dan konflik yang berkesinambungan mendorong Jepang dan AS untuk menggabungkan kekuatan. Aliansi dalam Balance of Power merupakan respon terhadap negara yang memiliki power (militer, ekonomi, teknologi) lebih besar. Hubungan aliansi Jepang-AS diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian kedua negara, termasuk perkembangan National Defense Program Guideline (NDPG) hingga tahun 2010 dan Pedoman Kerjasama Pertahanan Jepang-Amerika Serikat. Peningkatan aliansi berkala meningkatkan fungsi aliansi Jepang-AS agar lebih efektif merespon perkembangan keamanan regional, khususnya pengembangan kekuatan militer China. Kerjasama keamanan dengan AS sangat penting bagi Jepang untuk mencapai kepentingan keamanan wilayahnya, begitu pula sebaliknya bagi Amerika Serikat.

3. Aliansi Jepang AS sebagai Insurance Policy dan Investment Policy

Dalam konteks kawasan Asia Timur, Amerika Serikat mencari bentuk aliansi yang dapat menjadi insurance policy, yaitu menyediakan pertahanan bagi Jepang dan menjamin stabilitas di Asia Timur. Selain itu, aliansi tersebut berfungsi sebagai investment policy untuk meningkatkan kontribusi bagi stabilitas regional dan keamanan global. Perkembangan aliansi tersebut diharapkan agar misi kedua negara dapat terealisasi secara optimal. Khususnya di kawasan Asia Timur, Amerika Serikat mencari bentuk aliansi yang dapat terus menjadi insurance policy, yaitu menyediakan pertahanan bagi Jepang dan menjamin stabilitas di Asia Timur. Selain itu, aliansi tersebut dapat bertindak sebagai investment policy, yaitu dalam hal meningkatkan kontribusi bagi stabilitas regional dan keamanan global. Karena itu, perkembangan dari aliansi tersebut sangat diharapkan agar misi dari dua negara dapat terealisasi secara optimal. Ketergantungan Jepang terhadap Amerika Serikat masih sangat terlihat meskipun Jepang dalam perkembangan NDPG-nya ingin memprioritaskan keberhasilan pertahanan nasionalnya secara mandiri. Aliansi tetap dijadikan acuan terbaik sebagai penunjang keamanan Jepang seiring dengan modernisasi militer China yang semakin maju.

III.Modernisasi Militer China Capaian dan Strategi

Modernisasi militer China merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan kekuatan nasional dan pengaruh global. Kemajuan ekonomi China telah memungkinkan peningkatan signifikan dalam anggaran militer, yang digunakan untuk modernisasi persenjataan, termasuk pengembangan misil balistik bermuatan nuklir. Meskipun China menyatakan bahwa modernisasi militernya bertujuan untuk pertahanan, kurangnya transparansi mengenai program nuklirnya meningkatkan ancaman keamanan bagi negara-negara di sekitarnya. Strategi China untuk mempertahankan kedaulatan, perekonomian, dan integritas wilayah telah memicu kekhawatiran di Jepang dan negara-negara lain di kawasan tersebut. Modernisasi ini mencakup reformasi PLA dan penguatan kemampuan tempur berbasis teknologi informasi.

1. Modernisasi Militer sebagai Strategi Nasional China

Modernisasi militer China merupakan bagian integral dari strategi nasional untuk meningkatkan kekuatan dan pengaruh negara. Kemajuan ekonomi yang pesat memungkinkan peningkatan anggaran militer yang signifikan. Anggaran tersebut digunakan untuk memodernisasi persenjataan dan meningkatkan kapabilitas militer People’s Liberation Army (PLA). Modernisasi ini mencakup pembangunan angkatan bersenjata yang terkomputerisasi dan unggul dalam kemampuan tempur berbasis teknologi informasi, didukung oleh prajurit berkualitas tinggi dalam jumlah besar. Program modernisasi ini merupakan bagian dari empat modernisasi yang dicanangkan Deng Xiaoping pada tahun 1978, yang meliputi bidang militer, ekonomi, politik, dan teknologi. Tujuan utama modernisasi militer China, menurut pernyataan resmi, adalah untuk menjaga keamanan kedaulatan, perekonomian, dan integritas wilayah. Namun, kurangnya transparansi mengenai program senjata nuklirnya menimbulkan kekhawatiran di kalangan negara lain, khususnya Jepang.

2. Pengembangan Kapasitas Militer dan Reformasi PLA

China beralasan bahwa pengembangan militernya semata-mata untuk pertahanan dan menjaga keamanan nasional. Keberhasilan ekonomi China dan alokasi sumber daya yang efektif telah memungkinkan peningkatan besar dalam anggaran militer, yang digunakan untuk modernisasi pertahanan. Kemajuan ini telah membuat China menjadi kekuatan militer yang signifikan, sebanding dengan Amerika Serikat. Modernisasi militer China tidak hanya berupa peningkatan anggaran, tetapi juga mencakup reformasi internal PLA. Reformasi ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas, strategi, dan kemampuan PLA dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi canggih. China menekankan bahwa jumlah tentara yang besar bukanlah ukuran kekuatan militer yang utama, tetapi tingkat profesionalitas dan strategi yang matang jauh lebih penting. China juga berpegang pada kebijakan menahan diri dalam pengembangan senjata nuklir, tidak akan terlibat dalam perlombaan senjata nuklir, dan tidak akan menempatkan senjata nuklir di luar wilayahnya. Kepemilikan senjata nuklir hanya sebagai kemampuan serangan balasan.

3. Kurangnya Transparansi dan Persepsi Ancaman dari Jepang

Kurangnya transparansi dari China mengenai detail modernisasi militernya, terutama terkait kepemilikan senjata nuklir dan visi pengembangan teknologi militer, menimbulkan kekhawatiran bagi negara lain, khususnya Jepang. Keengganan China untuk memberikan informasi yang detail membuat Jepang kesulitan untuk mengukur kemajuan militer China baik secara kualitas maupun kuantitas. China berdalih bahwa tertutupnya informasi tersebut bertujuan untuk menjaga keamanan nasionalnya. Meskipun begitu, Jepang tetap khawatir akan modernisasi militer China, terutama karena dampak dahsyat senjata nuklir yang pernah dialami pada Perang Dunia II. Pengembangan militer China dipandang sebagai upaya untuk membangun negara yang besar di segala bidang dan meningkatkan kekuatan nasional secara bertahap dan berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk menjadi bagian dari sistem pengaturan keamanan di kawasan dan menopang pengaruh politik luar negeri China di mata internasional. Kekhawatiran Jepang diperkuat oleh laporan pembangunan kapal selam rudal balistik bertenaga nuklir tipe 094, meskipun detailnya masih belum diketahui.

IV.Respon Jepang terhadap Ancaman Militer China

Jepang memandang modernisasi militer China sebagai ancaman yang signifikan. Pengalaman sejarah Jepang, khususnya Perang Dunia II, turut mempengaruhi persepsi ini. Sebagai respons, Jepang memperkuat kerjasama keamanan dengan Amerika Serikat melalui aliansi pertahanan, yang telah mengalami beberapa perubahan seiring waktu (termasuk perubahan dalam NDPG). Meskipun terdapat upaya untuk meningkatkan kemampuan pertahanan nasional secara mandiri, ketergantungan Jepang pada AS tetap signifikan dalam menghadapi ancaman keamanan dari China. Penelitian ini meneliti relevansi aliansi Jepang-AS dalam konteks yang terus berkembang ini, juga melihat bagaimana hal ini berdampak terhadap keamanan regional Asia Timur.

1. Ancaman Modernisasi Militer China dan Perubahan Kebijakan Pertahanan Jepang

Modernisasi militer China, terutama pengembangan misil balistik dan program nuklir, menimbulkan permasalahan baru bagi keamanan regional, khususnya Jepang. Sebagai respons, Jepang di tuntut untuk memperbarui program pertahanannya. Perubahan ini tercermin dalam revisi National Defense Program Guideline (NDPG), yang bertujuan untuk memberikan poin-poin yang lebih kompleks, terperinci, dan sesuai dengan perkembangan permasalahan global. Kebijakan pertahanan Jepang sebelumnya, seperti National Defense Program Outline (NDPO) tahun 1976, yang fokus pada perdamaian dunia dan kestabilitas antar negara (terutama antara blok barat dan timur), tidak lagi relevan dengan kondisi lingkungan strategis yang semakin kompleks. Perubahan NDPG tahun 1995 yang memprioritaskan keamanan internasional pasca Perang Dingin juga perlu disesuaikan dengan ancaman baru yang muncul. Modernisasi militer China menjadi faktor penentu utama dalam perubahan kebijakan pertahanan Jepang.

2. Strategi Jepang dalam Menghadapi Ancaman Tiga Pendekatan Utama

Jepang memiliki tiga pendekatan utama untuk menghadapi potensi ancaman: Pertama, fokus dan kepercayaan pada kekuatan nasionalnya sendiri. Kedua, pembentukan kerjasama dengan negara besar, terutama aliansi dengan Amerika Serikat. Ketiga, peran aktif dalam komunitas internasional. Dalam konteks modernisasi militer China yang semakin kompleks, aliansi keamanan antara Jepang dan Amerika Serikat menjadi salah satu upaya utama Jepang untuk merespon ancaman tersebut. Keputusan Jepang untuk mempertahankan aliansi ini didorong oleh dilema keamanan dan ancaman yang terus berkembang. Kebijakan dalam aliansi tersebut senantiasa diperbarui karena adanya perubahan lingkungan strategis kedua negara dan persepsi yang berbeda dalam berbagi beban, tanggung jawab, dan kekuatan. Kerjasama dengan Amerika Serikat dilakukan sebagai upaya Balance of Power untuk kepentingan keamanan Jepang.

3. Relevansi Aliansi Jepang Amerika Serikat di Masa Depan

Ketergantungan Jepang pada Amerika Serikat masih sangat terlihat, meskipun Jepang ingin memprioritaskan keberhasilan pertahanan nasionalnya secara mandiri melalui pengembangan NDPG. Aliansi tetap menjadi acuan terbaik sebagai penunjang keamanan Jepang. Perkembangan permasalahan tersebut memunculkan asumsi yang berhubungan dengan relevansi aliansi terhadap kepentingan Jepang. Di masa depan, ada berbagai kemungkinan: aliansi tersebut mungkin akan tetap menjadi respons utama terhadap modernisasi militer China, atau mungkin fungsinya akan bergeser seiring kemajuan zaman. Penelitian ini akan mengkaji lebih lanjut apakah aliansi tersebut masih relevan sebagai respons terhadap modernisasi militer China atau sudah memiliki manfaat yang berbeda seiring dengan perkembangan situasi internasional. Dilema keamanan dan ancaman yang terus berubah merupakan faktor utama yang menentukan masa depan aliansi ini.

Referensi dokumen

  • The U.S.-Japan Alliance. Getting Asia Right Through 2020 (Armitage, Richard.L.Nye,Joseph)