Dinamika Krisis dan Revolusi di Timur Tengah

Dinamika Krisis dan Revolusi di Timur Tengah

Informasi dokumen

Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 244.45 KB
Jurusan Hubungan Internasional
Jenis dokumen Esai/Tugas Kuliah
  • Krisis Timur Tengah
  • Revolusi Arab Spring
  • Pergerakan Mahasiswa

Ringkasan

I.Latar Belakang Arab Spring Revolusi Tunisia dan Revolusi Mesir

Dokumen ini membahas Arab Spring, khususnya dampak Revolusi Melati di Tunisia terhadap demokrasi di Mesir tahun 2011. Pemberontakan rakyat di Tunisia, dipicu oleh aksi bunuh diri Mohamed Bouazizi, memicu gelombang demonstrasi besar-besaran yang menggulingkan Presiden Zine El Abidine Ben Ali. Keberhasilan ini menginspirasi gerakan massa di Mesir, yang menuntut pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak setelah 30 tahun berkuasa. Peran media sosial, seperti Facebook dan Twitter, sangat penting dalam mengorganisir demonstrasi dan menyebarkan informasi selama Revolusi Mesir. Peristiwa ini menandai titik penting dalam sejarah politik Timur Tengah, menunjukkan bagaimana gerakan sosial transnasional dapat menyebar dengan cepat dan efektif.

1. Konteks Arab Spring dan Krisis di Dunia Arab

Dokumen diawali dengan gambaran umum krisis di dunia Arab, menandai awal dari Arab Spring. Perlawanan rakyat terhadap pemerintahan absolut dan otoriter meluas dari Tunisia ke Mesir, Yaman, dan Libya, mempengaruhi negara-negara monarki dan republik Arab lainnya. Prof. Dr. Salim Said menekankan pentingnya melihat konflik Timur Tengah dalam konteks sejarah masing-masing negara, menolak generalisasi. Peristiwa di Mesir, misalnya, berbeda dengan yang terjadi di Libya, Tunisia, dan Bahrain. Krisis ini ditandai dengan demonstrasi besar-besaran sebagai bentuk perlawanan rakyat.

2. Peran Gerakan Mahasiswa dan Gerakan Massa

Artikel karya Christopher Rootes mengenai 'Student Movements' dibahas, yang menyoroti peran utama mahasiswa dalam revolusi. Meskipun gerakan mahasiswa merupakan fenomena umum dalam revolusi, gerakan yang terorganisir di lingkungan universitas merupakan fenomena modern. Universitas menjadi tempat ideal untuk pengumpulan massa dan penyebaran ide-ide revolusioner. Di Tunisia, gerakan massa yang berani kemudian memicu gerakan mahasiswa, menunjukkan interaksi antara gerakan massa dan student movements dalam konteks Arab Spring. Revolusi Melati di Tunisia adalah contoh nyata dari keberhasilan gerakan ini dalam menggulingkan rezim.

3. Revolusi Melati Tunisia dan Dampaknya terhadap Mesir

Keberhasilan Revolusi Melati di Tunisia, yang memaksa pengunduran diri Presiden Ben Ali pada awal 2011, memberikan inspirasi bagi rakyat Mesir. Mesir, negara kuat di Timur Tengah, juga mengalami dampak dari keberhasilan revolusi di Tunisia. Rakyat Mesir melakukan demonstrasi besar-besaran untuk menggulingkan Presiden Hosni Mubarak. Aksi pembakaran diri Mohamed Bouazizi pada 17 Desember 2010 di Sidi Bousaid, Tunisia, yang dipicu oleh kekecewaan terhadap pemerintah dan pengangguran, menjadi titik awal Revolusi Melati. Demonstrasi meluas ke berbagai kota di Tunisia melibatkan berbagai lapisan masyarakat, mengakibatkan kekacauan dan akhirnya memaksa Ben Ali melarikan diri. Kejenuhan terhadap pemerintahan otoriter di Tunisia dan Mesir merupakan faktor penting yang memungkinkan terjadinya revolusi.

4. Revolusi Mesir dan Peran Media Sosial

Revolusi Mesir, yang dimulai pada 25 Januari 2011 di Alun-alun Tahrir, Kairo, melibatkan lebih dari satu juta orang dari berbagai kalangan. Demonstrasi juga terjadi di kota-kota lain seperti Alexandria, Suez, Dimyat, dan Assiut. Setelah 18 hari demonstrasi yang menewaskan lebih dari 300 orang dan melukai ribuan lainnya, Presiden Mubarak mengundurkan diri pada 11 Februari 2011. Pengunduran diri diumumkan oleh Wakil Presiden Omar Suleiman melalui televisi nasional. Peran media sosial dalam Revolusi Mesir sangat krusial, memungkinkan komunikasi antar demonstran. Pemerintah Mesir sempat memblokir akses internet dan telepon seluler untuk beberapa hari sebagai upaya untuk membatasi penyebaran informasi dan koordinasi aksi protes. Kejatuhan Mubarak merupakan hasil dari akumulasi keputusasaan masyarakat terhadap pemerintahannya yang otoriter dan bertahan lama.

II.Perbedaan Negara Arab Monarki vs Republik

Penulis membandingkan negara-negara Arab, membagi mereka ke dalam negara monarki (Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Qatar, UEA, Oman, Jordan, Maroko) dan republik (Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, PLO). Negara monarki, meskipun otoriter, cenderung lebih stabil karena modernisasi dan partisipasi politik terbatas. Sementara itu, negara republik, yang lebih keras dalam mengobarkan nasionalisme Arab, menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mempertahankan legitimasi politik. Perbedaan ini relevan dalam memahami konteks Arab Spring dan mengapa beberapa negara lebih rentan terhadap revolusi daripada yang lain. Arab Saudi, sebagai contoh, menjadi sorotan karena sistem patriarkinya.

1. Pengelompokan Negara Negara Arab oleh Amien Rais

Amien Rais mengklasifikasikan negara-negara di Timur Tengah menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah negara-negara monarki, termasuk Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Oman, Jordan, dan Maroko. Keberhasilan negara-negara monarki dalam bertahan dari gejolak Arab Spring dikaitkan dengan upaya modernisasi dan pembukaan partisipasi politik bagi rakyat, meskipun tetap dalam batasan tertentu. Beberapa negara monarki bersifat patriarkal seperti Arab Saudi, sementara yang lain lebih birokratis seperti Maroko dan Yordania. Klasifikasi ini memberikan kerangka untuk memahami perbedaan dinamika politik internal negara-negara Arab.

2. Negara Negara Republik Pan Arabisme

Kelompok kedua yang diidentifikasi oleh Amien Rais adalah negara-negara republik Pan-Arabisme, meliputi Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, dan PLO. Pemerintah di negara-negara ini mempertahankan legitimasi politiknya dengan menghubungkan program pembangunan dan modernisasi dengan tradisi lokal, menghindari kesan pemutusan dari akar budaya masyarakat. Negara-negara republik ini digambarkan sebagai lebih tegas dan bersemangat dalam mengobarkan nasionalisme Arab, sehingga dianggap sebagai negara inti di dunia Arab. Perbedaan pendekatan antara negara-negara monarki dan republik terhadap pembangunan dan nasionalisme menjadi kunci pemahaman terhadap kerentanan masing-masing terhadap revolusi.

3. Perbedaan Negara Arab Inti dan Periferal

Dokumen selanjutnya membandingkan negara-negara Arab inti dan periferal. Negara Arab periferal tidak terlibat secara langsung dalam konflik Arab-Israel, tidak seperti negara-negara inti. Umur negara-negara periferal yang lebih muda mengakibatkan sistem kelembagaan yang kurang stabil dan legitimasi yang rapuh. Hal ini memicu ketegangan antara kelompok sosial modern dan tradisional. Meskipun terdapat perbedaan tersebut, terdapat kesamaan antara negara inti dan periferal yaitu dalam pandangan mengenai perlunya revolusi untuk melawan rezim lama yang korup. Pemerintahan di negara-negara periferal cenderung tersentralisir dengan kepemimpinan perorangan yang menonjol. Perbedaan ini menyoroti kompleksitas dan keragaman dunia Arab dalam menghadapi gelombang perubahan.

III.Faktor Faktor yang Mendorong Revolusi

Berbagai faktor berkontribusi terhadap revolusi di Timur Tengah, termasuk gerakan mahasiswa (student movements) dan gerakan massa (mass movements). Kekecewaan terhadap pemerintahan yang otoriter dan korup, tingginya pengangguran, dan kurangnya kesempatan ekonomi menjadi pemicu utama. Di Tunisia, kasus Mohamed Bouazizi menjadi simbol dari ketidakadilan sistemik. Pengaruh gerakan sosial global (globalizing social movements) juga dibahas, menekankan bagaimana peristiwa di satu negara dapat memicu perubahan di negara lain.

1. Student Movements dan Mass Movements sebagai Pemicu Revolusi

Dokumen menjelaskan bahwa revolusi di Timur Tengah, khususnya di Tunisia dan Mesir, dipicu oleh dua faktor utama: Student Movements dan Mass Movements. Revolusi di Timur Tengah berawal dari Mass Movements di Tunisia, yang kemudian mempengaruhi munculnya Student Movements di negara tersebut. Keberanian rakyat Tunisia dalam melakukan berbagai aksi langsung memicu apa yang disebut Revolusi Melati, memaksa Presiden Ben Ali turun dari jabatannya. Christopher Rootes, dalam tulisannya tentang Student Movements, menekankan peran penting mahasiswa sebagai aktor kunci dalam banyak revolusi, meskipun gerakan mahasiswa yang terorganisir di universitas merupakan fenomena modern. Universitas, dengan kemampuannya mengumpulkan massa, menjadi tempat subur bagi pertumbuhan gerakan ini.

2. Kekecewaan Publik dan Pemerintahan Otoriter

Keberhasilan Revolusi Melati di Tunisia kemudian menyebar ke Mesir, negara dengan kondisi yang mirip. Rakyat Mesir, yang telah lama jenuh dengan pemerintahan otoriter dan kinerja pemerintahan yang buruk, terinspirasi oleh keberhasilan di Tunisia. Aksi pembakaran diri Mohamed Bouazizi di Sidi Bousaid, Tunisia, menjadi pemicu utama Revolusi Melati, tetapi sebenarnya merupakan puncak dari akumulasi keputusasaan dan kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah yang gagal menyediakan lapangan kerja dan kesejahteraan. Kondisi serupa juga terjadi di Mesir, sehingga rakyat Mesir memanfaatkan momentum untuk menuntut pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak setelah berkuasa selama 30 tahun. Ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan yang otoriter dan bertahan lama menjadi faktor kunci yang memicu revolusi di kedua negara.

3. Peran Media Sosial dalam Revolusi

Peran media sosial dalam revolusi Mesir sangat penting. Melalui jejaring sosial, para demonstran dapat berkomunikasi dan mengkoordinasikan aksi-aksi protes mereka. Pemerintah Mesir bahkan sempat memblokir akses internet dan telepon seluler untuk beberapa waktu dalam upaya untuk menghentikan komunikasi dan menghambat demonstrasi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran teknologi informasi dan komunikasi dalam memfasilitasi dan memperkuat gerakan sosial dalam konteks Arab Spring. Di Mesir, demonstrasi dipusatkan di Alun-alun Tahrir, Kairo, dan meluas ke kota-kota lain seperti Alexandria, Suez, Dimyat, dan Assiut. Revolusi ini menewaskan lebih dari 300 orang dan melukai ribuan lainnya sebelum Mubarak akhirnya mundur.

IV.Metode Penelitian dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, mengandalkan studi pustaka dan analisis isi (content analysis) dari berbagai sumber sekunder seperti buku, jurnal, artikel, dan laporan. Analisis dilakukan menggunakan kerangka teoritis Globalizing Social Movement Theory, untuk mengkaji pengaruh Revolusi Tunisia terhadap demokratisasi di Mesir. Tingkat analisis yang digunakan mencakup tingkat individu, kelompok, negara-bangsa, kelompok negara-bangsa, dan sistem internasional.

1. Jenis Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk memberikan gambaran terperinci tentang pengaruh Revolusi Tunisia terhadap demokratisasi Mesir 2011. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, meliputi berbagai sumber data sekunder seperti artikel koran dan majalah, buku, jurnal ilmiah, buletin, laporan, arsip organisasi, dan bahan-bahan lain. Sumber-sumber elektronik melalui internet juga dimanfaatkan. Penelitian ini berfokus pada analisis pengaruh Revolusi Tunisia terhadap proses demokratisasi di Mesir, bukan hanya sekedar kronologi peristiwa seperti beberapa penelitian terdahulu. Pendekatan ini berbeda dengan penelitian lain yang mungkin menggunakan sudut pandang ilmu komunikasi dan pendekatan komunikasi.

2. Tingkat Analisis dan Kerangka Teoritis

Penulis menggunakan tingkat analisis Patrick Morgan, meliputi tingkat individu, kelompok individu, negara-bangsa, pengelompokan negara-bangsa, dan sistem internasional. Unit analisis yang dipilih adalah demokratisasi Mesir 2011 (tingkat negara-bangsa), sedangkan unit eksplanasi adalah pengaruh Revolusi Tunisia (tingkat sistem internasional). Penelitian ini menggunakan pendekatan induksionis, di mana tingkat analisis lebih rendah daripada tingkat eksplanasi. Kerangka teoritis yang digunakan adalah Globalizing Social Movement Theory, yang menjelaskan bahwa gerakan sosial transnasional dipengaruhi faktor-faktor tingkat negara dan global. Dua mekanisme penyebaran gerakan sosial yang diidentifikasi Marco Giugni—difusi dan paralel—dibahas, dengan penelitian ini menekankan mekanisme paralel karena kesamaan pola peristiwa di Tunisia dan Mesir.

3. Analisis Data dan Asumsi Dasar

Teknik analisis data yang digunakan adalah content analysis (analisis isi), untuk menganalisis data dari literatur tentang Revolusi Tunisia dan Revolusi Mesir 2011. Asumsi dasar penelitian ini adalah demokratisasi di Mesir tahun 2011, yang ditandai dengan turunnya Presiden Mubarak, dipengaruhi oleh Revolusi Tunisia. Pergolakan politik di Mesir di awal tahun 2011 dipicu oleh inspirasi pola revolusi di Tunisia, di mana kepemimpinan Ben Ali memiliki kesamaan dengan Mubarak, yaitu pemerintahan otoriter yang korup dan bertahan lama. Peran jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter juga dianggap berpengaruh dalam revolusi Mesir karena fungsinya dalam membangkitkan semangat dan menyebarkan informasi.