Analisis Respon Korea Selatan Terhadap Pemboman Pulau Yeonpyeong oleh Korea Utara

Analisis Respon Korea Selatan Terhadap Pemboman Pulau Yeonpyeong oleh Korea Utara

Informasi dokumen

Penulis

Mustikasari

instructor/editor Tonny Dian Effendi, M.Si
school/university Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
subject/major Hubungan Internasional
Jenis dokumen Skripsi
city_where_the_document_was_published Malang
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 402.32 KB
  • Konflik Korea
  • Respon Militer
  • Hubungan Internasional

Ringkasan

I.Latar Belakang Konflik Pulau Yeonpyeong 2010

Skripsi ini menganalisis respon Korea Selatan terhadap penyerangan Korea Utara di Pulau Yeonpyeong pada November 2010. Serangan tersebut, yang melibatkan tembakan artileri, terjadi setelah latihan militer gabungan Korea Selatan-AS. Penelitian ini meneliti mengapa respon balasan Korea Selatan lebih kecil daripada serangan awal Korea Utara, dengan fokus pada rasionalitas keputusan tersebut dan peran deterrence melalui demonstrasi kekuatan (show force) dalam bentuk latihan militer skala besar. Konflik ini merupakan bagian dari sejarah panjang konflik Korea Selatan-Korea Utara, yang dipengaruhi oleh Perang Dingin dan perbedaan ideologi, serta pengembangan nuklir Korea Utara dan peran negara-negara regional seperti China dan Amerika Serikat.

1. Konflik Korea Selatan Korea Utara Sebuah Latar Belakang Bersejarah

Bagian awal menjelaskan bahwa konflik antara Korea Selatan dan Korea Utara merupakan isu yang telah lama diteliti, khususnya terkait pengembangan nuklir Korea Utara dan respon negara-negara Asia Timur. Penelitian ini memfokuskan pada insiden di Pulau Yeonpyeong tahun 2010. Konflik Korea Selatan-Korea Utara pada dasarnya adalah perebutan kekuasaan antara dua bagian dari negara yang terpecah. Sebelum kemerdekaan Korea tahun 1945, Semenanjung Korea merupakan satu kesatuan. Namun, setelah kemerdekaan, pengaruh Amerika Serikat di Selatan dan Uni Soviet di Utara menyebabkan perpecahan dan memicu Perang Dingin di kawasan Asia Timur. Meskipun berakhirnya Perang Dingin menandai runtuhnya Tembok Berlin, perpecahan di Semenanjung Korea tetap berlanjut, dengan Korea Utara mempertahankan sistem pemerintahan komunis dan Korea Selatan menjadi negara liberal demokratis dengan sistem ekonomi kapitalis. Perbedaan ideologi yang mendalam ini, ditambah dengan pengembangan senjata nuklir Korea Utara, menjadi faktor utama penyebab ketegangan berkepanjangan antara kedua negara.

2. Upaya Internasional dan Peran Negara Negara Regional

Teks selanjutnya membahas berbagai upaya internasional untuk meredakan konflik, termasuk Six Party Talks yang dibentuk pada tahun 2003. Forum ini melibatkan Korea Utara, AS, Rusia, Jepang, China, dan Korea Selatan, dengan tujuan meningkatkan stabilitas keamanan di Semenanjung Korea, khususnya terkait pengembangan nuklir Korea Utara. Meskipun telah dilakukan beberapa pertemuan, Six Party Talks belum menghasilkan kesepakatan yang signifikan untuk menghentikan pengembangan nuklir Korea Utara. China, sebagai sekutu terdekat Korea Utara, memainkan peran penting, memberikan dukungan politik dan bahkan bantuan material untuk program nuklir Korea Utara. Sikap China yang lebih lunak dibandingkan negara-negara lain dalam Six Party Talks menjadi sorotan. Berbagai literatur menunjukkan pengaruh signifikan China terhadap pengembangan senjata nuklir Korea Utara.

3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Ketegangan dan Insiden Yeonpyeong

Ketegangan hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perbedaan ideologi, sensitivitas masalah kedaulatan, dan efek deterrence dari pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kehadiran AS dan China di kawasan Asia Timur juga turut mempengaruhi tensi konflik. AS memiliki aliansi keamanan dengan Korea Selatan dan Jepang, sementara China memiliki hubungan dekat dengan Korea Utara karena ideologi yang sama. Pada November 2010, latihan militer gabungan Korea Selatan-AS di sekitar perairan Laut Kuning memicu protes keras dari China dan dianggap sebagai provokasi oleh Korea Utara. Hal ini berujung pada serangan artileri Korea Utara ke Pulau Yeonpyeong, yang mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa. Korea Selatan membalas serangan tersebut, tetapi dengan skala yang lebih kecil. Peristiwa ini kemudian diikuti oleh latihan militer gabungan yang lebih besar antara Korea Selatan dan AS sebagai tindakan pencegahan dan deterrence.

4. Respon Korea Selatan dan Pertimbangan Rasionalitas

Penulis mencatat bahwa Korea Selatan memberikan respon yang lebih kecil terhadap serangan Korea Utara di Pulau Yeonpyeong. Hal ini menjadi fokus utama penelitian. Pada masa Presiden Lee Myung-bak, Korea Selatan dan Amerika Serikat memiliki kerja sama militer yang erat. Kehadiran pasukan AS di Korea Selatan dianggap penting untuk menjaga keseimbangan kekuatan dan mencegah serangan mendadak dari Korea Utara. Meskipun AS pernah mempertimbangkan untuk menarik pasukannya, Korea Selatan menolak karena alasan keamanan. China, sebagai sekutu utama Korea Utara, memberikan dukungan ekonomi dan politik yang signifikan, termasuk dalam hal pengembangan nuklir. Peristiwa di Pulau Yeonpyeong 2010 menjadi titik sentral penelitian, di mana respon Korea Selatan yang terukur—yang lebih kecil daripada serangan awal— menjadi kunci untuk memahami rasionalitas kebijakan luar negeri Korea Selatan pada saat itu.

II.Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan: Mengapa respon balik Korea Selatan terhadap penyerangan di Pulau Yeonpyeong lebih kecil daripada serangan yang dilakukan Korea Utara? Penelitian ini akan menyelidiki rasionalitas di balik keputusan Korea Selatan untuk membalas dengan serangan yang lebih kecil, serta mengkaji efek deterrence dari latihan militer gabungan dengan AS sebagai respons terhadap agresi Korea Utara.

1. Rumusan Masalah Respon Terukur Korea Selatan

Bagian ini menjabarkan rumusan masalah utama penelitian: Mengapa respon Korea Selatan terhadap serangan Korea Utara di Pulau Yeonpyeong pada tahun 2010 lebih kecil dibandingkan serangan yang dilancarkan oleh Korea Utara? Pertanyaan ini menjadi inti dari penelitian, yang berusaha mengungkap alasan di balik strategi militer Korea Selatan yang terukur tersebut. Rumusan masalah ini menggarisbawahi adanya disparitas antara skala serangan Korea Utara dan respon balasan Korea Selatan. Penelitian bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan Korea Selatan memilih untuk merespon dengan proporsi yang lebih kecil, serta implikasi dari strategi tersebut terhadap dinamika konflik Korea Selatan-Korea Utara. Pemilihan rumusan masalah ini menunjukkan fokus penelitian pada aspek rasionalitas keputusan Korea Selatan dalam konteks hubungan internasional dan strategi keamanan.

2. Tujuan Penelitian Mengungkap Rasionalitas Kebijakan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengapa respon Korea Selatan terhadap serangan di Pulau Yeonpyeong lebih kecil dibandingkan serangan awal Korea Utara. Penelitian akan menyelidiki rasionalitas di balik keputusan Korea Selatan untuk mengambil tindakan yang terukur, menganalisis faktor-faktor yang membentuk keputusan tersebut dalam konteks situasi politik dan keamanan yang kompleks. Tujuan penelitian ini bukan hanya untuk menjelaskan fakta, tetapi juga untuk memahami proses pengambilan keputusan Korea Selatan. Pemahaman tentang rasionalitas ini penting untuk memahami dinamika konflik Korea Selatan-Korea Utara dan bagaimana negara-negara tersebut mengelola risiko dan ancaman keamanan. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemahaman yang lebih komprehensif tentang strategi keamanan dan pengambilan keputusan di tingkat negara dalam konflik internasional.

III.Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

Penelitian ini merujuk pada studi-studi sebelumnya mengenai konflik Korea Selatan-Korea Utara, termasuk analisis tentang pengembangan nuklir Korea Utara, peran Six Party Talks, dan dampak insiden seperti tenggelamnya kapal Cheonan. Kerangka teoritis yang digunakan meliputi Realisme, teori rasional choice, dan konsep deterrence. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana konsep-konsep ini dapat menjelaskan respon Korea Selatan yang lebih kecil terhadap serangan di Pulau Yeonpyeong.

1. Penelitian Terdahulu tentang Konflik Korea

Bagian tinjauan pustaka menyebutkan beberapa penelitian sebelumnya yang membahas konflik antara Korea Selatan dan Korea Utara. Salah satu skripsi yang dirujuk berjudul "Latar Belakang Penyerangan Artileri Korea Utara ke Pulau Yeonpyeong Korea Selatan 2010", yang menjelaskan penyebab serangan Korea Utara sebagai respons terhadap latihan militer gabungan Korea Selatan-AS. Skripsi lain, berjudul "Respon Negara-Negara Asia Timur Terhadap Pengembangan Nuklir Korea Utara", membahas berbagai reaksi negara-negara di kawasan Asia Timur terhadap pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Disebutkan bahwa Korea Selatan dan Jepang menentang keras pengembangan nuklir Korea Utara, sementara China, sebagai sekutu terdekat Korea Utara, memberikan respon yang lebih lunak dan bahkan memberikan dukungan. Penelitian lain yang dirujuk membahas pengaruh insiden tenggelamnya kapal Cheonan terhadap proses perdamaian Korea, yang menunjukkan bagaimana peristiwa tersebut semakin memperburuk hubungan kedua Korea dan menghambat upaya reunifikasi. Studi-studi ini memberikan konteks penting untuk memahami kompleksitas konflik Korea Selatan-Korea Utara dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

2. Kerangka Teori Realisme Rasional Choice dan Deterrence

Penelitian ini menggunakan kerangka teori Realisme untuk menganalisis konflik Korea Selatan-Korea Utara. Model Aktor Rasional dan konsep Deterrence juga digunakan untuk menjelaskan rasionalitas keputusan Korea Selatan dalam merespon serangan Korea Utara. Konsep Realisme dijelaskan sebagai model yang paling bertahan lama dan rentan dalam Hubungan Internasional. Teori Rasional Choice difokuskan pada bagaimana Korea Selatan, sebagai aktor rasional, mengambil keputusan untuk membalas serangan Korea Utara dengan skala yang lebih kecil, mempertimbangkan kalkulasi serangan, korban, dan dampaknya. Konsep Deterrence dijelaskan sebagai upaya untuk mencegah perang dengan cara mengintimidasi lawan. Penelitian ini juga membahas konsep Aliansi dalam teori Realisme, termasuk balancing dan bandwagoning, untuk menjelaskan aliansi Korea Selatan dengan AS sebagai upaya untuk menyeimbangkan kekuatan dengan Korea Utara. Konsep deterrence dijelaskan sebagai upaya untuk mempengaruhi psikologi lawan agar tidak melakukan tindakan penyerangan lebih lanjut. Penulis menekankan pentingnya pertimbangan kalkulasi serangan yang mencakup jenis senjata, jumlah tembakan, dan dampak kerusakan.

IV.Hipotesis Penelitian

Penelitian ini berhipotesis bahwa keputusan Presiden Lee Myung-bak untuk membalas serangan Korea Utara dengan serangan yang lebih kecil merupakan tindakan rasional untuk menghindari eskalasi konflik. Strategi ini dipadukan dengan deterrence melalui demonstrasi kekuatan (show force) berupa latihan militer gabungan berskala besar dengan AS untuk mencegah serangan lebih lanjut dari Korea Utara. Dengan demikian, serangan yang lebih kecil dapat diartikan sebagai bagian dari strategi yang lebih besar untuk mencapai tujuan keamanan nasional Korea Selatan.

1. Keputusan Respon Terukur Korea Selatan Sebuah Tindakan Deterrence

Hipotesis utama penelitian ini adalah bahwa keputusan Presiden Lee Myung-bak untuk membalas serangan Korea Utara dengan kapasitas yang lebih kecil, disebabkan oleh upaya untuk menghindari perang besar. Strategi ini dijalankan dengan melakukan 'show of force' berupa latihan militer gabungan skala besar dengan Amerika Serikat setelah insiden di Pulau Yeonpyeong. Tindakan ini bertujuan untuk memberikan efek gentar (deterrence) kepada Korea Utara, menunjukkan bahwa Korea Selatan mampu memberikan serangan yang lebih besar jika provokasi berlanjut. Pemilihan respon yang lebih kecil, meskipun mungkin merugikan dalam konteks langsung, dianggap sebagai keputusan rasional dalam konteks yang lebih luas untuk mencegah eskalasi konflik. Dengan kata lain, respon terukur ini bukan sebagai tanda kelemahan, melainkan bagian dari strategi yang lebih besar untuk mencapai keamanan nasional Korea Selatan. Penelitian ini akan menguji hipotesis ini dengan mengkaji bukti empiris yang mendukung dan mengidentifikasi faktor pendukung dari keputusan tersebut.