
Analisis Perwilayahan Komoditas Kubis/Kol di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara
Informasi dokumen
Penulis | Ricky Hendra Siagian |
instructor | Dr. Ir. Salmiah, MS |
Sekolah | Universitas Sumatera Utara |
Jurusan | Agribisnis |
Jenis dokumen | Skripsi |
Tempat | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 3.53 MB |
- Analisis Perwilayahan
- Komoditas Kubis
- Ekonomi Pertanian
Ringkasan
I.Latar Belakang Penelitian Research Background
Penelitian ini berfokus pada analisis perwillayahan komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, salah satu daerah penghasil kubis terbesar. Tujuannya untuk mengidentifikasi sektor kegiatan produksi kubis/kol yang menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi daerah, serta menganalisis lokalita dan spesialisasi produksi kubis di wilayah tersebut. Kabupaten Karo memiliki potensi pertanian yang tinggi, khususnya hortikultura, namun produksi kubis/kol menunjukkan fluktuasi karena permintaan pasar yang tidak stabil. Penelitian ini penting untuk perencanaan pengembangan agribisnis dan peningkatan daya saing produk kubis Kabupaten Karo.
1. Otonomi Daerah dan Pembangunan Ekonomi
Latar belakang penelitian diawali dengan menekankan pentingnya otonomi daerah (UU No. 32 Tahun 2004) dalam mendorong pembangunan ekonomi lokal. Wilayah yang tertinggal dituntut mengurangi ketergantungan pada wilayah lain dan mengembangkan sektor perekonomiannya sendiri untuk mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan, dan menstabilkan harga. Sektor pertanian di Indonesia, termasuk di Sumatera Utara, memegang peranan krusial dalam pembangunan ekonomi nasional karena fungsinya sebagai penyedia devisa, lapangan kerja, bahan baku industri, dan pangan. Sumatera Utara, dengan topografinya yang bervariasi, memiliki potensi pertanian yang tinggi, khususnya komoditas hortikultura seperti jeruk, kol, tomat, kentang, dan wortel, beberapa diantaranya telah diekspor. Pengembangan agribisnis hortikultura diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani, memperluas lapangan kerja, dan mendorong ekonomi pedesaan. Namun, produksi hortikultura di Kabupaten Karo, khususnya pada periode 2008-2010, mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh permintaan pasar dan harga jual yang tidak stabil, menunjukkan perlunya analisis lebih dalam untuk menentukan komoditas unggulan yang berdaya saing.
2. Potensi Pertanian Hortikultura Kabupaten Karo
Kabupaten Karo di Sumatera Utara, dengan luas wilayah 2.127,25 km² dan kepadatan penduduk 165,03 jiwa/km² (BPS Kabupaten Karo, 2011), memiliki sektor pertanian yang dominan. Data produksi hortikultura tahun 2008-2010 menunjukkan produksi jeruk (479.534 ton), alpukat (2.202 ton), pisang (2.715 ton), durian (5.612 ton), markisa (3.524 ton), nanas (94 ton), kentang (42.354 ton), kol/kubis (115.724 ton), sawi (61.166 ton), wortel (35.974 ton), cabe (40.378 ton), dan tomat (40.197 ton) (Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2011). Kabupaten Karo berupaya menjadi kawasan agroindustri berbasis komoditas unggulan ekspor, memerlukan identifikasi komoditas unggulan yang memiliki keunggulan komparatif dari sisi penawaran dan permintaan. Komoditas unggulan berpotensi mendorong perkembangan sektor lain dan menjadi sumber penghidupan masyarakat, sehingga perlu dilakukan analisis untuk menentukan komoditas yang tepat untuk dikembangkan secara cepat dan berkelanjutan. Komoditi yang dipilih dalam penelitian ini adalah kubis/kol, yang produksinya relatif stabil dalam lima tahun terakhir.
3. Peran Komoditas Unggulan dan Analisis Location Quotient
Pengembangan komoditas unggulan merupakan kebijakan pembangunan ekonomi daerah yang didasarkan pada keuntungan kompetitif, mendorong setiap wilayah untuk mengembangkan satu atau dua komoditas utama. Hal ini penting untuk menghadapi persaingan antar wilayah dan global. Location Quotient (LQ) dipilih sebagai metode analisis karena kesederhanaannya, kemudahan penerapan, dan kemampuannya memperhitungkan ekspor langsung dan tidak langsung. LQ memberikan gambaran awal tentang sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi. Meskipun metode LQ memiliki keterbatasan, seperti kebutuhan akurasi data, metode ini relevan untuk menentukan komoditas unggulan, khususnya dari sisi penawaran (produksi). Untuk komoditas berbasis lahan seperti kubis/kol, perhitungan LQ didasarkan pada produksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditas basis dan bukan basis kubis/kol di Kabupaten Karo, serta menganalisis potensi pertanian hortikultura kubis/kol di masing-masing kecamatan.
II.Metode Penelitian Research Methods
Metode utama yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) untuk mengidentifikasi wilayah basis produksi kubis/kol. Selain itu, analisis koefisien lokalita mengukur persebaran produksi kubis/kol di berbagai kecamatan, dan koefisien spesialisasi mengukur tingkat kekhususan produksi kubis/kol di setiap kecamatan. Kabupaten Karo dipilih sebagai daerah penelitian menggunakan purposive sampling karena merupakan penghasil kubis utama di Sumatera Utara. Data produksi kubis/kol digunakan selama lima tahun (2007-2011) untuk analisis LQ, koefisien lokalita, dan koefisien spesialisasi. Kabupaten Karo terdiri dari 17 kecamatan, termasuk Barusjahe, Tigapanah, Kabanjahe, Simpang Empat, Dolat Rakyat, dan Naman Teran.
1. Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, dipilih secara purposive sampling karena daerah ini merupakan salah satu penghasil kubis terbesar di Sumatera Utara. Kabupaten Karo terdiri dari 17 kecamatan, yaitu Barusjahe, Tigapanah, Kabanjahe, Simpang Empat, Payung, Munte, Tigabinanga, Juhar, Kutabuluh, Mardinding, Berastagi, Merek, Laubaleng, Dolat Rakyat, Naman Teran, Merdeka, dan Tiga Nderket. Pemilihan Kabupaten Karo didasarkan pada potensi sektor pertaniannya, khususnya komoditas hortikultura yang sebagian besar telah berbasis ekspor, sehingga memiliki prospek baik untuk pembangunan ekonomi wilayah. Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup periode lima tahun terakhir (2007-2011) untuk melihat tren produksi kubis/kol.
2. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga pendekatan utama: Pertama, analisis Location Quotient (LQ) untuk mengidentifikasi wilayah basis dan bukan basis produksi kubis/kol di setiap kecamatan di Kabupaten Karo. Analisis LQ membandingkan kemampuan suatu wilayah menghasilkan komoditas tertentu dengan wilayah lain yang memproduksi komoditas yang sama. Kedua, koefisien lokalita digunakan untuk mengukur persebaran atau pemusatan kegiatan produksi pertanian kubis/kol di suatu wilayah, menunjukkan apakah produksi terpusat di satu kecamatan atau tersebar di beberapa kecamatan. Ketiga, koefisien spesialisasi digunakan untuk mengukur tingkat kekhususan suatu kecamatan dalam memproduksi komoditas kubis/kol. Ketiga metode ini digunakan untuk menganalisis data produksi kubis/kol selama lima tahun (2007-2011) guna mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang pola produksi dan spesialisasi komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo.
III.Hasil Penelitian Research Findings
Analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan empat kecamatan di Kabupaten Karo (Barusjahe, Simpang Empat, Dolat Rakyat, dan Naman Teran) memiliki nilai LQ > 1 selama lima tahun terakhir, mengindikasikan sebagai wilayah basis produksi komoditas unggulan kubis/kol. Analisis koefisien lokalita menunjukkan produksi kubis/kol tersebar di berbagai kecamatan, tidak terpusat di satu wilayah. Begitu pula analisis koefisien spesialisasi, yang menunjukkan tidak adanya spesialisasi produksi kubis/kol di kecamatan manapun di Kabupaten Karo. Hal ini menunjukkan potensi untuk mengurangi risiko kegagalan panen.
1. Analisis Location Quotient LQ
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis Location Quotient (LQ), terdapat enam kecamatan di Kabupaten Karo yang memiliki rata-rata nilai koefisien LQ lebih besar dari satu (LQ > 1) dalam lima tahun terakhir (2007-2011). Keenam kecamatan tersebut adalah Barusjahe, Tigapanah, Kabanjahe, Simpang Empat, Dolat Rakyat, dan Naman Teran. Temuan ini mengindikasikan bahwa keenam kecamatan tersebut merupakan wilayah basis produksi kubis/kol dan berperan sebagai penghasil komoditas unggulan kubis di Kabupaten Karo. Analisis LQ ini memberikan gambaran mengenai konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi di masing-masing kecamatan dalam memproduksi kubis/kol dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas. Data yang digunakan adalah data jumlah produksi kubis/kol dalam ton selama periode tersebut.
2. Analisis Koefisien Lokalita
Hasil analisis lokalita menunjukkan bahwa tidak terjadi pengumpulan pusat produksi komoditas kubis/kol di Kabupaten Karo. Produksi kubis/kol cenderung menyebar di banyak wilayah (kecamatan). Hal ini terlihat dari nilai koefisien lokalita masing-masing kecamatan selama lima tahun, di mana tidak ada satupun wilayah yang berkoefisien sama dengan satu, bahkan cenderung di bawah nol (-0). Koefisien lokalita digunakan untuk melihat ada atau tidaknya pemusatan kegiatan pertanian di suatu wilayah, memberikan informasi apakah produksi komoditas tersebut terpusat pada suatu kecamatan atau tersebar di beberapa kecamatan. Hasil ini mengindikasikan distribusi produksi kubis/kol yang relatif merata di Kabupaten Karo.
3. Analisis Koefisien Spesialisasi
Analisis spesialisasi komoditas kubis/kol menunjukkan tidak adanya kegiatan spesialisasi produksi komoditas kubis/kol di setiap kecamatan Kabupaten Karo. Pola produksi cenderung terbagi pada beberapa komoditas di masing-masing kecamatan. Rata-rata selama lima tahun menunjukkan tidak ada satupun kecamatan/wilayah yang memiliki koefisien β = 1, bahkan nilainya cenderung di bawah nol (-0). Koefisien spesialisasi digunakan untuk mengukur tingkat kekhususan suatu kecamatan terhadap suatu komoditas. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap kecamatan di Kabupaten Karo tidak hanya fokus pada produksi kubis/kol, melainkan juga pada komoditas pertanian lainnya.
IV.Kesimpulan dan Saran Conclusion and Suggestions
Kesimpulannya, penelitian ini mengidentifikasi empat kecamatan di Kabupaten Karo sebagai wilayah basis produksi kubis/kol berdasarkan analisis LQ. Produksi kubis/kol tersebar secara geografis, mengurangi risiko kegagalan panen. Penelitian lebih lanjut disarankan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga dan produksi kubis/kol serta strategi pengembangan agribisnis hortikultura di Kabupaten Karo guna meningkatkan pendapatan petani dan pertumbuhan ekonomi daerah.
1. Kesimpulan Utama
Penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan analisis Location Quotient (LQ), empat kecamatan di Kabupaten Karo, yaitu Barusjahe, Simpang Empat, Dolat Rakyat, dan Naman Teran, menunjukkan rata-rata nilai koefisien LQ lebih besar dari satu (LQ > 1) selama lima tahun terakhir. Ini menunjukkan keempat kecamatan tersebut sebagai wilayah basis produksi dan penghasil komoditas unggulan kubis di Kabupaten Karo. Lebih lanjut, analisis koefisien lokalita dan spesialisasi menunjukkan bahwa produksi kubis/kol di Kabupaten Karo tersebar di berbagai kecamatan, tidak terpusat, dan tidak ada spesialisasi produksi kubis/kol di kecamatan manapun. Nilai koefisien lokalita dan spesialisasi cenderung di bawah nol (-0) selama periode penelitian.
2. Implikasi Persebaran Produksi
Meskipun produksi kubis/kol yang tersebar di berbagai kecamatan mempersulit pengembangan komoditas unggulan di masing-masing kecamatan, hal ini juga memiliki keuntungan. Persebaran produksi dapat mengurangi risiko kegagalan panen akibat serangan hama penyakit, kondisi cuaca yang tidak menentu, atau faktor tak terduga lainnya. Jika suatu wilayah mengalami kegagalan panen, keberhasilan di wilayah lain dapat menjadi penyangga. Kondisi ini menuntut strategi pengembangan yang memperhatikan aspek ketahanan dan diversifikasi produksi di setiap kecamatan.
3. Saran untuk Penelitian Lanjutan
Penelitian lebih lanjut disarankan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga dan produksi kubis/kol di Kabupaten Karo. Pemahaman yang lebih mendalam mengenai dinamika pasar dan faktor produksi sangat penting untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis hortikultura yang efektif. Penelitian juga dapat difokuskan pada strategi pengembangan komoditas unggulan di setiap kecamatan, dengan mempertimbangkan kondisi spesifik lokal dan potensi diversifikasi komoditas untuk meningkatkan pendapatan petani dan pertumbuhan ekonomi daerah secara berkelanjutan.