
Analisis Penerapan Prinsip Ekonomi Islam dalam Pengelolaan Masjid di Kota Medan
Informasi dokumen
Penulis | Mhd Tagor Saleh |
Sekolah | Fakultas Ekonomi, Universitas Medan Area (atau universitas yang relevan) |
Jurusan | Ekonomi Pembangunan |
Jenis dokumen | Skripsi |
Tahun terbit | Tidak tersedia dalam teks |
Tempat | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 3.73 MB |
- Prinsip Ekonomi Islam
- Pengelolaan Masjid
- Hambatan Penerapan Ekonomi Islam
Ringkasan
I.Penerapan Prinsip Prinsip Ekonomi Islam di Institusi Masjid Kota Medan
Penelitian ini menganalisis sejauh mana prinsip-prinsip ekonomi Islam diterapkan di 40 Masjid di Kota Medan. Hasilnya menunjukkan sekitar 76% prinsip ekonomi Islam telah diterapkan, sementara 24% belum. Hambatan utama meliputi rendahnya kesadaran akan pentingnya audit keuangan Masjid (43%), kekurangan dana Masjid (42%), perbedaan harga barang di toko Muslim dan non-Muslim (9%), serta jarak ke bank syariah (6%). Kota Medan memiliki 1040 Masjid dan Surau, sehingga potensi penerapan ekonomi Islam di institusi ini sangat besar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
1. Tingkat Penerapan Prinsip Ekonomi Islam di Masjid Medan
Analisis awal menunjukkan bahwa sekitar 76% prinsip ekonomi Islam telah diterapkan di institusi masjid di Kota Medan, sedangkan sisanya sekitar 24% belum diterapkan. Temuan ini menunjukkan adanya upaya penerapan, namun masih terdapat ruang yang cukup besar untuk peningkatan. Penelitian ini meneliti lebih dalam tentang kendala yang dihadapi dalam penerapan prinsip-prinsip tersebut. Data tersebut menjadi dasar untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi ekonomi Islam di lingkungan masjid. Tingginya persentase penerapan menunjukkan adanya kesadaran dan upaya dari pengelola masjid untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam kegiatan operasional mereka. Namun, angka 24% yang belum diterapkan menunjukan perlunya strategi untuk mengatasi hambatan yang menghalangi penerapan yang lebih menyeluruh.
2. Hambatan dalam Penerapan Prinsip Ekonomi Islam di Masjid Medan
Beberapa hambatan signifikan menghambat penerapan prinsip ekonomi Islam di masjid-masjid Kota Medan. Kurangnya kesadaran akan pentingnya bantuan Akuntan Publik untuk proses audit keuangan masjid merupakan hambatan terbesar (43%). Ini menunjukkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya transparansi dan pertanggungjawaban keuangan. Kekurangan dana (42%) juga menjadi kendala utama, menunjukkan terbatasnya sumber daya untuk menjalankan program-program ekonomi Islam yang lebih luas. Perbedaan harga barang antara toko Muslim dan non-Muslim (9%) serta lokasi dan jarak ke bank syariah (6%) menjadi hambatan lain, yang menunjukkan tantangan dalam bertransaksi sesuai prinsip ekonomi Islam. Faktor-faktor ini menunjukkan perlunya intervensi untuk meningkatkan kapasitas pengelola masjid dalam hal keuangan dan akses ke sumber daya.
3. Peran Masjid dalam Perekonomian Masyarakat Medan
Masjid di Kota Medan, dengan jumlah mencapai 1040 masjid dan surau, memiliki potensi besar dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan sosial, masjid dapat berperan sebagai penggerak ekonomi syariah. Pengelolaan infaq dan sedekah yang sesuai dengan prinsip ekonomi Islam dapat menjadi sumber daya yang signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan jamaah dan masyarakat sekitar. Masjid dapat menjadi instrumen pemberdayaan umat yang strategis, karena potensi keuangan yang dikumpulkan dari infaq dan shodaqah sangat besar. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan pengelolaan keuangan masjid secara profesional demi mencapai tujuan pemberdayaan ekonomi ini. Dengan pengelolaan yang baik, potensi ini mampu memberikan dampak yang lebih luas bagi peningkatan perekonomian masyarakat di sekitarnya.
II.Prinsip Prinsip Ekonomi Islam dan Perannya di Masjid
Studi ini menjelaskan beberapa prinsip dasar ekonomi Islam, termasuk keharaman riba dan pentingnya penggunaan harta untuk kesejahteraan umat. Masjid, sebagai pusat ibadah dan pemberdayaan umat, memiliki peran krusial dalam penerapan prinsip-prinsip ini. Pengelolaan keuangan Masjid yang baik, termasuk manajemen keuangan Masjid, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Studi ini menekankan pentingnya transparansi dan pertanggungjawaban dalam pengelolaan dana Masjid.
1. Prinsip Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Dokumen ini menjabarkan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam. Sumber daya dipandang sebagai titipan dari Allah SWT yang penggunaannya harus dipertanggungjawabkan di akhirat. Manusia wajib memanfaatkannya untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Riba dalam segala bentuk dilarang keras, seperti yang tercantum dalam Surat Al-Baqarah ayat 275. Prinsip-prinsip ini menekankan pentingnya kejujuran, keadilan, dan menghindari segala hal yang haram. Selain itu, dokumen juga menyinggung tentang larangan penipuan (tadlis) dan najsy (penawaran palsu untuk menaikkan harga) dalam transaksi ekonomi. Semua ini bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan, sesuai dengan nilai-nilai Islam. Penerapan prinsip-prinsip ini, terutama mengenai pengelolaan harta, menjadi kunci untuk mencapai kesejahteraan umat. Harta yang ada, baik harta individu maupun harta bersama seperti di Masjid, harus dikelola dengan bijak dan bertanggung jawab.
2. Masjid sebagai Institusi Penting dalam Ekonomi Islam
Masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga sarana pemberdayaan umat, termasuk dalam aspek ekonomi. Infaq dan sedekah yang terkumpul di masjid harus dikelola dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam demi kesejahteraan bersama. Di Kota Medan, dengan jumlah masjid dan surau mencapai 1040, potensi peran masjid dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sangat besar. Pengelolaan keuangan masjid yang baik, berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi Islam, menjadi penting untuk mencapai tujuan ini. Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan Islam, termasuk kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, pengelolaan masjid harus profesional dan memperhatikan aspek keagamaan serta kesejahteraan masyarakat. Memakmurkan masjid berarti menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bernilai ibadah, termasuk kegiatan yang berdampak positif pada perekonomian umat.
3. Manajemen Masjid yang Profesional
Pengelolaan manajemen masjid yang profesional sangat penting, mengingat masjid merupakan instrumen pemberdayaan umat yang strategis dalam peningkatan kualitas masyarakat dan kesejahteraan. Pengurus masjid harus bertanggung jawab, peduli, mampu bekerja sama, dan visioner dalam memanfaatkan potensi masjid untuk kebaikan umat. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam QS. At-Taubah ayat 18 yang menekankan pentingnya memakmurkan masjid bagi orang-orang yang beriman. Pengurus masjid idealnya memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan dengan baik, transparan, dan akuntabel kepada masyarakat. Mereka juga perlu memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam agar dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan syariat. Dengan manajemen yang profesional, masjid dapat memainkan perannya secara optimal dalam membangun masyarakat yang lebih baik dan sejahtera.
III.Hasil Analisis Penerapan Prinsip Ekonomi Islam di Masjid Kota Medan
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa sebagian besar (87.5%) nazir Masjid Kota Medan menyimpan uang kas di bank syariah, menunjukkan upaya menghindari riba. Namun, hanya 5% Masjid yang pernah diaudit oleh akuntan publik. Meskipun 100% Masjid memiliki papan pengumuman keuangan, 87.5% belum mengembangkan hartanya secara ekonomis dan sosial. Sebagian besar nazir (87.5%) memprioritaskan berbelanja di toko Muslim, meskipun harganya lebih mahal, menunjukkan komitmen pada prinsip tolong-menolong sesama Muslim. Kemampuan pembukuan keuangan Masjid dinilai baik pada 95% responden. Hambatan lain meliputi kurangnya dana untuk pengembangan ekonomis dan sosial serta jarak ke bank syariah (meskipun dinilai tidak signifikan oleh sebagian besar nazir).
1. Penggunaan Bank Syariah dan Audit Keuangan Masjid
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masjid di Kota Medan (87.5%) telah menyimpan dana kas di bank syariah, seperti Bank Muamalat, Bank Mandiri Syariah, dan Bank Sumut Syariah, menunjukkan upaya untuk menghindari unsur riba dalam pengelolaan keuangan. Namun, sebanyak 95% masjid belum pernah diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga keuangan swasta. Hanya dua masjid, Masjid Al-Musaddin dan Masjid Al-Jihad, yang telah diaudit. Alasan utama masjid belum diaudit adalah karena jumlah kas masjid dianggap tidak terlalu besar dan pencatatan yang dilakukan dianggap sudah cukup. Meskipun sebagian besar masjid telah berupaya menghindari riba dengan menggunakan bank syariah, rendahnya angka audit keuangan menunjukkan perlu adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana masjid.
2. Keterbukaan dan Pengembangan Harta Masjid
Penelitian menunjukkan bahwa semua masjid di Kota Medan (100%) memiliki papan pengumuman untuk pencatatan kas, mengindikasikan adanya komitmen terhadap transparansi keuangan. Namun, mayoritas masjid (87.5%) tidak mengembangkan hartanya untuk kegiatan produktif dan sosial, hanya digunakan untuk pembiayaan operasional masjid dan disimpan di bank. Hanya 12.5% masjid yang mengembangkan hartanya, terutama di bidang sosial, seperti Masjid Al-Musaddin dan Masjid Agung. Masjid Al-Musaddin misalnya, telah memiliki sekolah dan berbagai program sosial. Ini menunjukkan bahwa meskipun transparansi keuangan telah terpenuhi, masih terdapat potensi besar yang belum dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi dan sosial melalui pengelolaan harta masjid yang lebih produktif dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat.
3. Praktik Belanja di Toko Muslim dan Pembukuan Keuangan
Dalam hal pembelian barang dan peralatan masjid, mayoritas nazir (87.5%) menyatakan bahwa perbedaan harga antara toko Muslim dan non-Muslim tidak berpengaruh pada keputusan mereka. Mereka lebih mengutamakan membeli dari toko Muslim meskipun harganya lebih mahal, sebagai wujud tolong-menolong sesama muslim. Hanya 12.5% yang mempertimbangkan perbedaan harga. Terkait pembukuan, sebanyak 95% nazir mampu melakukan pembukuan harta masjid dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan 5% lainnya belum mencatat dengan baik. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar nazir memiliki kemampuan yang memadai dalam hal administrasi keuangan. Namun, kesadaran akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas keuangan masih perlu ditingkatkan, terutama yang berkaitan dengan audit independen, dan optimalisasi dana untuk kegiatan produktif dan sosial untuk kemaslahatan umat.
4. Hambatan Lain Dana Lokasi Bank Syariah dan Perbedaan Harga
Selain audit dan pengembangan harta, penelitian juga mengidentifikasi hambatan lain dalam penerapan prinsip ekonomi Islam di masjid-masjid Kota Medan. Kurangnya dana menjadi kendala utama dalam pengembangan harta secara ekonomis dan sosial, terutama di masjid-masjid kecil yang lokasinya jauh dari pusat kota dan masyarakat sekitarnya yang berpendapatan rendah. Jarak dan lokasi bank syariah juga menjadi pertimbangan, meskipun sebagian besar nazir menyatakan hal ini tidak terlalu menghambat. Perbedaan harga barang di toko Muslim dan non-Muslim juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Meskipun mayoritas nazir memprioritaskan toko Muslim, perbedaan harga tetap menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Pemahaman dan penerapan prinsip tolong menolong antar sesama muslim perlu diimbangi dengan perencanaan keuangan yang matang dan strategi pengelolaan dana yang efektif.
IV.Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulannya, penelitian ini mengungkap potensi besar penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam di Masjid Kota Medan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, masih ada tantangan yang perlu diatasi, terutama dalam hal audit keuangan Masjid, pengembangan harta secara ekonomis dan sosial, serta peningkatan kesadaran akan pentingnya manajemen keuangan Masjid yang profesional. Rekomendasi meliputi kerjasama pemerintah, ulama, dan ekonom Islam untuk membentuk badan pengelola keuangan Masjid dan menciptakan produk-produk ekonomi syariah.
1. Kesimpulan Umum Penerapan Prinsip Ekonomi Islam di Masjid Medan
Penelitian ini menunjukkan adanya potensi besar penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam di masjid-masjid Kota Medan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun sebagian besar masjid telah menunjukkan upaya penerapan, seperti penggunaan bank syariah dan transparansi keuangan melalui papan pengumuman, masih terdapat beberapa kelemahan signifikan. Rendahnya angka audit keuangan, minimnya pengembangan harta untuk kegiatan produktif dan sosial, serta kendala dana merupakan isu utama yang perlu diperhatikan. Meskipun sebagian besar nazir memprioritaskan belanja di toko Muslim, hambatan seperti perbedaan harga dan jarak ke bank syariah tetap perlu dipertimbangkan. Kesimpulannya, peningkatan kesadaran dan kapasitas pengelola masjid dalam hal manajemen keuangan dan pengembangan ekonomi syariah sangat krusial.
2. Rekomendasi untuk Peningkatan
Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi diajukan untuk meningkatkan penerapan prinsip ekonomi Islam di masjid-masjid Kota Medan. Pertama, peningkatan kesadaran akan pentingnya audit keuangan masjid oleh Akuntan Publik perlu digalakkan. Kedua, diperlukan upaya untuk meningkatkan dana masjid melalui berbagai program penggalangan dana yang kreatif dan berkelanjutan. Ketiga, pemerintah, ulama, dan ekonom Islam perlu bekerja sama untuk membentuk sebuah badan yang mengurus harta dan keuangan masjid di Kota Medan. Badan ini dapat membantu mengelola keuangan masjid secara lebih profesional dan efektif, serta menciptakan produk-produk ekonomi yang sesuai dengan prinsip ekonomi Islam. Dengan demikian, harta masjid dapat dikelola dengan lebih baik untuk kepentingan umat Islam baik secara ekonomis maupun sosial. Terakhir, peningkatan kapasitas pengelola masjid dalam hal manajemen keuangan dan pengembangan ekonomi syariah perlu dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan.