
Analisis Konflik Perbatasan Thailand dan Kamboja serta Implikasinya dalam Hubungan Internasional
Informasi dokumen
Jurusan | Hubungan Internasional |
Jenis dokumen | Skripsi/Tesis/Makalah |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 282.26 KB |
- konflik perbatasan
- hubungan internasional
- warisan dunia
Ringkasan
I.Latar Belakang Konflik Perbatasan Thailand Kamboja atas Kuil Preah Vihear
Skripsi ini membahas alasan penolakan Thailand terhadap keputusan UNESCO pada 7 Juli 2008 yang menetapkan Kuil Preah Vihear sebagai Warisan Dunia milik Kamboja. Konflik perbatasan Thailand-Kamboja ini berakar pada perbedaan interpretasi peta tahun 1904 (antara Pemerintah Perancis dan Siam) dan 1907 (oleh Pemerintah Kamboja), yang menyebabkan klaim tumpang tindih atas wilayah kuil. Meskipun Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 1962 memutuskan Kamboja berhak atas kuil tersebut, Thailand menolak keputusan tersebut dan terus mengklaim wilayah tersebut karena alasan kepentingan nasional, termasuk potensi ekonomi (minyak bumi dan gas alam) dan strategis militer di wilayah perbatasan. Konflik ini juga berdampak pada stabilitas politik dalam negeri Thailand.
1. Konflik Internasional dan Perbatasan Negara
Bagian latar belakang mengawali dengan pernyataan bahwa konflik antar negara merupakan isu sentral dalam studi hubungan internasional. Perang Dunia I hingga berakhirnya Perang Dingin menjadi contoh konflik multilateral dan bilateral yang mewarnai sejarah. Di Asia Tenggara, pasca 1945, perdamaian jarang terjadi karena berbagai pemberontakan domestik. Salah satu konflik yang dibahas secara mendalam adalah sengketa perbatasan Thailand-Kamboja atas Kuil Preah Vihear, yang memiliki akar sejarah yang panjang dan kompleks. Persoalan perbatasan negara merupakan isu global yang muncul di berbagai benua, menunjukkan kompleksitas hubungan internasional dan seringnya memicu konflik. Konflik perbatasan ini menunjukkan ketidakstabilan yang terus berlangsung di kawasan Asia Tenggara, membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap dinamika regional dan internasional.
2. Sengketa Kuil Preah Vihear Klaim Thailand dan Kamboja
Kuil Preah Vihear, terletak di perbatasan selatan Kamboja dan utara Thailand, menjadi sumber utama konflik perbatasan kedua negara. Baik Thailand maupun Kamboja mengklaim kuil tersebut sebagai bagian dari wilayah kedaulatan mereka. Kamboja mendasarkan klaimnya pada peta tahun 1907, sementara Thailand menggunakan peta tahun 1904. Putusan Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 1962 memberikan hak kepemilikan kuil kepada Kamboja, namun Thailand menolak keputusan ini dan konflik berlanjut. Upaya penyelesaian konflik melalui PBB, khususnya UNESCO, dilakukan namun belum berhasil menyelesaikan permasalahan. Perbedaan interpretasi peta dan klaim kepemilikan atas wilayah bersejarah ini menjadi inti dari konflik Thailand-Kamboja yang berkepanjangan, menunjukkan betapa rumitnya permasalahan perbatasan dapat memicu konflik internasional yang sulit diselesaikan.
3. Dampak Keputusan UNESCO 2008 dan Reaksi Thailand
Pada 7 Juli 2008, UNESCO menetapkan Preah Vihear sebagai Warisan Dunia, memperkuat klaim Kamboja atas kuil tersebut. Keputusan ini memicu reaksi keras dari Thailand yang menolaknya. Thailand beralasan masih ada ketidaksepahaman mengenai letak sebenarnya dari kuil tersebut. Penolakan ini menyebabkan penurunan kepercayaan publik terhadap pemerintahan Thailand di bawah PM Samak, yang ditunjukkan dengan demonstrasi di perbatasan. Thailand mengklaim kehilangan wilayah seluas 4,6 kilometer persegi dengan penetapan tersebut. Posisi strategis Kuil Preah Vihear di garis terluar Thailand membuatnya menjadi wilayah penting untuk pengawasan pergerakan negara tetangga, menambah dimensi keamanan pada konflik ini. Selain aspek keamanan, ada juga potensi kerugian ekonomi bagi Thailand karena keberadaan minyak bumi dan gas alam di wilayah tersebut, yang telah dieksplorasi oleh perusahaan minyak Amerika Serikat, Chevron.
II.Rumusan Masalah Alasan Penolakan Thailand atas Keputusan UNESCO
Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis alasan-alasan di balik penolakan pemerintah Thailand terhadap keputusan UNESCO tanggal 7 Juli 2008 terkait kepemilikan Kuil Preah Vihear. Penelitian ini akan menyelidiki bagaimana kepentingan nasional Thailand dan kekuatan nasional berperan dalam keputusan tersebut.
1. Perumusan Masalah Utama
Bagian rumusan masalah secara langsung menanyakan alasan penolakan Thailand terhadap keputusan UNESCO pada 7 Juli 2008 mengenai kepemilikan Kuil Preah Vihear. Pertanyaan ini menjadi fokus utama penelitian, mengarahkan analisis untuk mengungkap faktor-faktor yang mendasari penolakan tersebut dari perspektif Thailand. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai sikap Thailand terkait keputusan UNESCO tersebut, bukan hanya sekedar mendeskripsikan konfliknya, melainkan menggali lebih dalam motif dan pertimbangan yang mendasari penolakan tersebut. Rumusan masalah ini menuntut analisis yang lebih dalam dari sekadar kronologi peristiwa, melainkan memerlukan pemahaman terhadap konteks politik, ekonomi, dan keamanan yang melatarbelakangi keputusan Thailand.
III.Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya oleh H. Pical telah mengeksplorasi faktor-faktor penyebab konflik perbatasan Thailand-Kamboja, menekankan perbedaan persepsi atas garis batas wilayah dan persaingan kepentingan ekonomi-politik. Penelitian ini, berbeda dengan penelitian Pical, berfokus pada analisis spesifik alasan penolakan Thailand terhadap keputusan UNESCO 2008 terkait Kuil Preah Vihear.
1. Penelitian H. Pical Sengketa Teritorial Kuil Preah Vihear
Bagian ini merujuk pada penelitian terdahulu oleh H. Pical yang berjudul "Sengketa Teritorial Thailand-Kamboja Berdasarkan Atas Kepemilikan Wilayah Kuil Preah Vihear". Penelitian Pical mengeksplorasi faktor-faktor penyebab konflik perbatasan Thailand-Kamboja, khususnya terkait Kuil Preah Vihear. Pical mengidentifikasi dua faktor utama: perbedaan persepsi mengenai keabsahan garis batas wilayah (watershed line) yang digunakan dalam peta, dan persaingan kepentingan ekonomi-politik kedua negara atas keberadaan Kuil Preah Vihear. Penelitian ini, meskipun membahas topik yang sama, berbeda dalam fokusnya. Penulis skripsi ini tidak akan mengulang eksplorasi faktor-faktor penyebab konflik secara umum seperti yang dilakukan Pical, tetapi akan berfokus secara spesifik pada analisis alasan penolakan Thailand terhadap keputusan UNESCO tanggal 7 Juli 2008 terkait status kepemilikan Kuil Preah Vihear. Dengan demikian, penelitian ini memiliki batasan yang lebih spesifik dibandingkan penelitian H. Pical.
2. Penelitian W. Pratiwi Peran Indonesia sebagai Mediator
Selain penelitian H. Pical, skripsi ini juga menyinggung penelitian lain yang dilakukan oleh W. Pratiwi, berjudul "Kebijakan Pemerintah Thailand Memilih Indonesia Sebagai Mediator Penyelesaian Konflik Thailand Selatan". Penelitian Pratiwi meneliti faktor-faktor yang menyebabkan Thailand memilih Indonesia sebagai mediator dalam konflik Thailand Selatan. Pratiwi mengidentifikasi tiga faktor utama: netralitas Indonesia yang tinggi, kompetensi Indonesia dalam menyelesaikan konflik domestik dan internasional, serta pengalaman Indonesia sebagai mediator dan penjaga perdamaian. Meskipun berbeda konteks (konflik Thailand Selatan vs. konflik Preah Vihear), penelitian Pratiwi memberikan referensi terkait peran mediator dalam menyelesaikan konflik internasional. Namun, penelitian ini tidak secara langsung berkaitan dengan fokus utama skripsi, yaitu alasan penolakan Thailand terhadap keputusan UNESCO terkait Kuil Preah Vihear pada tahun 2008. Penelitian Pratiwi hanya disebutkan sebagai referensi tambahan mengenai peran mediasi dalam penyelesaian konflik internasional.
IV.Konsep Kekuatan dan Kepentingan Nasional
Analisis ini menggunakan konsep kekuatan nasional (meliputi aspek tangible dan intangible seperti sumber daya alam, militer, dan kepemimpinan) dan kepentingan nasional (prioritas keamanan dan kesejahteraan negara) untuk menjelaskan sikap Thailand. Skripsi ini mengasumsikan bahwa penolakan Thailand mencerminkan besarnya kekuatan nasional dan kepentingan nasional yang terkait dengan Kuil Preah Vihear, termasuk aspek budaya dan ekonomi.
1. Kekuatan Nasional Perspektif Coulombis Wolfe dan Morgenthau
Bagian ini menjelaskan konsep kekuatan nasional (national power) sebagai elemen yang dimiliki suatu negara, baik yang nyata maupun potensial. Coulombis dan Wolfe mengklasifikasikan unsur-unsur kekuatan nasional menjadi tangible elements (konkrit dan terukur) seperti populasi, luas wilayah, sumber daya alam, kapasitas industri dan militer; dan intangible elements (tidak kasat mata) seperti kepemimpinan nasional, efisiensi birokrasi, tipe pemerintahan, dan keterpaduan masyarakat. Sementara itu, Hans J. Morgenthau membagi kekuatan nasional menjadi unsur stabil (sulit berubah) seperti geografi dan sumber daya alam, dan unsur labil (mudah berubah) seperti kemampuan industri dan kesiapan militer. Morgenthau juga memasukkan faktor-faktor ketahanan nasional yang lebih menyeluruh, mencakup aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan. Pemahaman kekuatan nasional ini penting untuk menganalisis kemampuan dan kapasitas suatu negara dalam menjalankan kebijakan luar negeri dan menghadapi konflik, seperti yang dilakukan Thailand dalam kasus Kuil Preah Vihear.
2. Kepentingan Nasional Tujuan dan Kebutuhan Negara
Konsep kepentingan nasional (national interest) dijelaskan sebagai tujuan yang ingin dicapai suatu negara terkait kebutuhan dan cita-citanya. Keamanan dan kesejahteraan merupakan kepentingan nasional yang relatif konsisten di antara semua negara. Kepentingan nasional seringkali menjadi acuan utama pengambil keputusan dalam merumuskan kebijakan luar negeri. Morgenthau berpendapat bahwa kekuatan nasional sangat diperlukan untuk mencapai kepentingan nasional, menunjukkan hubungan timbal balik antara kedua konsep ini. Kepentingan nasional dibedakan dari tujuan nasional; tujuan nasional bersifat jangka panjang, mendasar, dan luas, sedangkan kepentingan nasional lebih spesifik, terbatas, dan mudah berubah sesuai tuntutan zaman. Penulis berpendapat bahwa penolakan Thailand atas keputusan UNESCO terkait Kuil Preah Vihear didorong oleh kepentingan nasional Thailand, termasuk menjaga keutuhan wilayah dan memanfaatkan potensi sumber daya alam di wilayah tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rakyat. Tekanan masyarakat juga menjadi bagian dari kekuatan nasional yang mendorong penolakan tersebut.
V.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan induktif, menganalisis perilaku Thailand sebagai aktor negara dalam konteks hubungan internasional, dengan fokus pada alasan penolakan keputusan UNESCO 2008 terkait Kuil Preah Vihear. Unit analisisnya adalah negara-bangsa Thailand.
1. Jenis Penelitian Deskriptif dan Analisis Induktif
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif untuk menggambarkan secara menyeluruh dan sistematis alasan penolakan pemerintah Thailand terhadap kepemilikan Kuil Preah Vihear oleh Kamboja pasca keputusan UNESCO tahun 2008. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas dan terstruktur mengenai berbagai faktor yang melatarbelakangi penolakan tersebut. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan tingkat analisis induktif. Mengutip Mohtar Mas’oed, pendekatan induktif dalam ilmu hubungan internasional berfokus pada perilaku aktor negara dalam konteks internasional. Dalam konteks ini, penelitian ini akan menjelaskan perilaku Thailand yang menolak keputusan UNESCO tahun 2008, dengan negara-bangsa Thailand sebagai unit analisis utama. Artinya, penelitian ini akan membangun kesimpulan berdasarkan pengamatan terhadap perilaku Thailand terkait peristiwa tersebut, bukan berdasarkan teori umum yang kemudian diterapkan pada kasus ini.
2. Relevansi Konsep Kepentingan dan Kekuatan Nasional
Penulis juga menjelaskan bahwa dalam menganalisis perilaku negara-bangsa Thailand dalam hubungan internasional, konsep kepentingan nasional dan kekuatan nasional menjadi sangat relevan sebagai instrumen politik luar negeri. Penulis mengacu pada Mohtar Mas’oed yang menekankan perlunya mempelajari proses pembuatan keputusan dalam politik luar negeri suatu negara-bangsa sebagai unit yang utuh. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya melihat penolakan Thailand sebagai tindakan isolasi, tetapi sebagai hasil dari proses pengambilan keputusan yang kompleks yang dipengaruhi oleh kepentingan dan kekuatan nasional Thailand. Penelitian ini menggunakan perspektif ini untuk menjelaskan perilaku Thailand sebagai respons terhadap keputusan UNESCO, yang menurut penulis, sangat dipengaruhi oleh pertimbangan kepentingan dan kekuatan nasional yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini memiliki kerangka teoritis yang jelas untuk menganalisis objek penelitiannya.
VI.Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membatasi pembahasan pada fakta-fakta seputar penolakan Thailand terhadap keputusan UNESCO 7 Juli 2008, meliputi aspek sejarah Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja, potensi Kuil Preah Vihear (termasuk sumber daya alam), dan dampaknya terhadap situasi politik dalam negeri Thailand. Analisis difokuskan pada alasan utama penolakan Thailand tersebut.
1. Fokus Pembahasan Penolakan Thailand terhadap Keputusan UNESCO 7 Juli 2008
Ruang lingkup penelitian ini secara tegas membatasi pembahasan pada fakta-fakta yang berkaitan dengan penolakan pemerintah Thailand terhadap keputusan UNESCO tanggal 7 Juli 2008 yang menetapkan Kuil Preah Vihear sebagai situs warisan dunia. Penelitian ini tidak akan membahas secara mendalam faktor-faktor penyebab konflik perbatasan Thailand-Kamboja secara menyeluruh, melainkan berfokus pada peristiwa spesifik penolakan Thailand terhadap keputusan UNESCO tersebut. Penelitian ini juga akan menelaah fakta-fakta mengenai potensi kuil dan daerah sekitarnya, aspek sejarah yang mendasari klaim kepemilikan kedua negara, dan bagaimana kondisi dalam negeri Thailand sebelum dan sesudah pengumuman keputusan UNESCO mempengaruhi situasi. Dengan demikian, penelitian ini memiliki fokus yang terarah dan terbatasi, memungkinkan analisis yang lebih mendalam terhadap alasan penolakan Thailand.
2. Aspek yang Dianalisis Potensi Kuil Aspek Sejarah dan Kondisi Dalam Negeri Thailand
Ruang lingkup penelitian mencakup fakta-fakta yang terkait dengan potensi Kuil Preah Vihear dan daerah sekitarnya, termasuk potensi ekonomi (seperti keberadaan minyak bumi dan gas alam yang dilaporkan oleh Chevron) dan potensi strategisnya bagi keamanan perbatasan Thailand. Penelitian juga akan meninjau aspek sejarah konflik, termasuk perbedaan interpretasi peta tahun 1904 dan 1907 yang menjadi dasar klaim kepemilikan kedua negara. Lebih lanjut, penelitian ini akan membahas kondisi dalam negeri Thailand sebelum dan sesudah pengumuman keputusan UNESCO, serta ketegangan yang muncul antara Thailand dan Kamboja sebagai konsekuensi dari keputusan tersebut. Dengan demikian, penelitian ini akan memberikan gambaran yang komprehensif mengenai berbagai faktor yang berkontribusi terhadap penolakan Thailand terhadap keputusan UNESCO, dengan tetap mempertahankan fokus utama pada alasan-alasan penolakan tersebut.
VII.Kesimpulan Abstrak
Penelitian ini menjelaskan alasan Thailand menolak keputusan UNESCO 7 Juli 2008 yang memberikan Kuil Preah Vihear kepada Kamboja. Berdasarkan konsep kekuatan nasional dan kepentingan nasional, Thailand menolak keputusan tersebut untuk melindungi kepentingan di wilayah tersebut, yang meliputi identitas budaya dan potensi ekonomi.
1. Ringkasan Temuan Alasan Penolakan Thailand atas Keputusan UNESCO
Kesimpulan penelitian, yang juga tertuang dalam abstrak, menjelaskan alasan penolakan Thailand terhadap keputusan UNESCO tanggal 7 Juli 2008 yang menetapkan Kuil Preah Vihear sebagai situs Warisan Budaya Dunia milik Kamboja. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penolakan tersebut dilandasi oleh upaya Thailand untuk melindungi kepentingan nasionalnya di wilayah Kuil Preah Vihear. Analisis ini didasarkan pada konsep kekuatan nasional dan kepentingan nasional. Potensi kekuatan nasional Thailand di wilayah Kuil Preah Vihear, seperti identitas budaya dan potensi ekonomi, diukur untuk menjelaskan kepentingan nasional tersebut. Dengan kata lain, penelitian ini berhasil mengidentifikasi bahwa kepentingan nasional Thailand, yang diwujudkan melalui kekuatan nasional yang dimilikinya, menjadi faktor utama dalam keputusan untuk menolak keputusan UNESCO.
2. Implikasi Penelitian Kontribusi bagi Studi Hubungan Internasional
Kesimpulan penelitian ini menekankan bahwa hasil temuan dapat berkontribusi pada perluasan wacana dan pemenuhan referensi keilmuan bagi studi hubungan internasional. Lebih spesifiknya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemahaman mengenai perilaku negara sebagai aktor hubungan internasional dan penerapan kebijakan luar negeri suatu negara. Dengan mengkaji kasus konflik Kuil Preah Vihear dan penolakan Thailand terhadap keputusan UNESCO, penelitian ini memberikan contoh nyata bagaimana kepentingan nasional dan kekuatan nasional dapat mempengaruhi pengambilan keputusan suatu negara dalam hubungan internasional. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan diskusi lebih lanjut bagi studi-studi yang sejenis dalam bidang hubungan internasional, khususnya yang membahas tentang pengambilan keputusan negara dalam konteks konflik dan kerjasama internasional.