
Tesis dr. Sri Novita Br. Sembiring tentang Pola Kuman Aerob pada Otitis Media Supuratif Kronis
Informasi dokumen
Penulis | Dr. Sri Novita Br. Sembiring |
instructor | Prof. Dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K) |
Sekolah | Universitas Sumatera Utara |
Jurusan | Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher |
Jenis dokumen | Tesis |
Tempat | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 4.28 MB |
- Tesis
- Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
- Pendidikan Magister
Ringkasan
I.Latar Belakang Otitis Media Supuratif Kronis OMSK di Medan
Tesis ini meneliti pola kuman aerob dan uji sensitifitas antibiotika pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di RSUP H. Adam Malik Medan. OMSK merupakan infeksi telinga tengah yang serius dan sering ditemukan di negara berkembang, menyebabkan kerusakan lokal dan komplikasi yang mengancam jiwa. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi mikroorganisme penyebab OMSK dan pola sensitivitas antibiotiknya di Medan untuk meningkatkan terapi dan pencegahan resistensi antibiotik. Penelitian sebelumnya di Medan (Nora, 2011) mencatat 208 kasus OMSK di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2008, dengan kelompok umur 11-30 tahun sebagai yang terbanyak.
1. Definisi dan Dampak Otitis Media Supuratif Kronis OMSK
Bagian ini mendefinisikan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) sebagai penyakit infeksi telinga tengah yang kronis, sering terjadi di negara berkembang, dan berpotensi menyebabkan kerusakan serius hingga komplikasi yang mengancam jiwa. Disebutkan bahwa OMSK dapat menyebabkan gangguan pendengaran berat dan bahkan kematian jika terjadi komplikasi seperti meningitis, abses otak, atau sinus thrombosis. Gangguan pendengaran akibat OMSK berdampak signifikan terhadap perkembangan bahasa, kognitif, psikososial, dan pendidikan anak, khususnya di negara berkembang (Elemraid et al., 2009; WHO, 2004). Mikroorganisme penyebab OMSK dapat bervariasi tergantung letak geografis (Iqbal et al., 2011), menunjukkan pentingnya penelitian spesifik berdasarkan lokasi geografis seperti di Medan, Indonesia.
2. Prevalensi OMSK dan Penatalaksanaan di RSUP H. Adam Malik Medan
Studi oleh Nora (2011) di RSUP H. Adam Malik Medan pada Januari-Desember 2008 mencatat 208 kasus baru OMSK. Laki-laki (50,96%) dan perempuan (49,04%) terdampak hampir sama. Kelompok umur 11-20 tahun dan 21-30 tahun paling banyak terkena (masing-masing 20,68%). Keluhan utama adalah otore (70,19%). Jenis OMSK tubotimpanal (77,40%) lebih dominan dibandingkan atikoantral (22,60%), dengan keterlibatan telinga kanan (38,94%), kiri (29,33%), dan bilateral (31,73%). Sebagian besar penatalaksanaan OMSK dilakukan secara medikamentosa (86,54%), sementara mastoidektomi radikal (9,13%) dan mastoidektomi sederhana (3,85%) lebih jarang dilakukan. Pentingnya pembaruan berkala mengenai prevalensi dan antibiogram mikroorganisme penyebab OMSK untuk membantu terapi dan penatalaksanaan pasien ditekankan (Prakast et al., 2013).
3. Pentingnya Identifikasi Mikroorganisme dan Pola Sensitivitas Antibiotik
Pengetahuan tentang jenis bakteri penyebab OMSK sangat penting untuk terapi yang tepat dan akurat (Iqbal et al., 2011). Pemilihan antibiotik dipengaruhi oleh kemanjuran, resistensi, keamanan, toksisitas, dan biaya. Pola kepekaan antibiotik sangat penting bagi dokter dalam merencanakan pengobatan (Iqbal et al., 2011). Penggunaan antibiotik yang tidak rasional, tanpa diagnosis yang tepat, menyebabkan munculnya strain bakteri resisten, sehingga penyakit dapat kambuh. Prevalensi dan antibiogram mikroorganisme penyebab OMSK bervariasi berdasarkan waktu dan wilayah geografis, yang mungkin disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak tepat (Mirza, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi hal tersebut dengan mengidentifikasi mikroorganisme dan pola sensitivitas antibiotik pada pasien OMSK di Medan.
4. Klasifikasi OMSK dan Anatomi Telinga Tengah
OMSK diklasifikasikan menjadi tipe benigna (tubotimpanik) dan maligna (atikoantral) berdasarkan lokasi keterlibatan di telinga tengah dan jenis perforasi membran timpani (Kenna & Latz, 2006; Verhoeff et al., 2006; Dhingra, 2010; Helmi, 2005). Bagian ini juga menjelaskan anatomi telinga tengah, termasuk struktur-struktur penting seperti tegmen timpani, bulbus jugularis, arteri karotis, tuba Eustachius, sel-sel mastoid, labirin, dan membran timpani. Pemahaman anatomi ini penting dalam memahami jalur infeksi dan patofisiologi OMSK. Tuba Eustachius, yang menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah, berperan penting dalam proses pneumatisasi dan pemeliharaan tekanan normal di telinga tengah. Gangguan fungsi tuba Eustachius sering dijumpai pada penderita OMSK (Browning, 2008; Verhoeff et al., 2006).
5. Faktor Risiko OMSK Sosial Ekonomi Fungsi Tuba Eustachius dan Genetik
Prevalensi OMSK lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah, dipengaruhi oleh faktor multifaktorial seperti kepadatan penduduk, rendahnya pengetahuan kesehatan, dan akses yang sulit ke pelayanan kesehatan (Dhingra, 2010; Browning, 2008; Akinpelu). Gangguan fungsi tuba Eustachius merupakan faktor penting, meskipun belum diketahui pasti apakah itu penyebab atau akibat OMSK (Browning, 2008). Faktor genetik juga berperan, dengan insiden OMSK yang bervariasi di berbagai populasi, meskipun sulit dipisahkan dari faktor sosial ekonomi (Kelly, 2008). Studi pada anak-anak Maori di Selandia Baru menunjukkan penurunan prevalensi OMSK (dari 9% menjadi 3% antara tahun 1978 dan 1987) seiring dengan perbaikan perawatan kesehatan dan kondisi perumahan (Kelly, 2008).
II.Metode Penelitian
Penelitian deskriptif ini dilakukan dari September 2013 hingga April 2014 di Departemen THT dan Mikrobiologi RSUP H. Adam Malik Medan. Sebanyak 31 sampel dari 25 pasien OMSK dengan sekret aktif (baik unilateral maupun bilateral) dikumpulkan secara steril dari kavum timpani. Sampel kemudian dikirim ke departemen mikrobiologi untuk identifikasi bakteri dan uji sensitivitas antibiotika.
1. Jenis dan Periode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilakukan selama periode September 2013 hingga April 2014. Lokasi penelitian adalah di Departemen THT dan Departemen Mikrobiologi RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini difokuskan pada identifikasi mikroorganisme dan pola sensitivitas antibiotik pada kasus Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK).
2. Pengambilan Sampel
Total sampel yang digunakan sebanyak 31 sampel dari 25 pasien OMSK dengan sekret aktif, baik unilateral maupun bilateral. Pengambilan sampel sekret dilakukan secara steril dari kavum timpani menggunakan kateter intravena plastik nomor 18 yang dihubungkan dengan spuit 1 cc. Proses pengambilan sampel dilakukan di bawah mikroskop untuk memastikan akurasi pengambilan sekret dari kavum timpani. Setelah pengambilan, sampel dikirim ke bagian mikrobiologi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
3. Pemeriksaan Mikrobiologi dan Uji Sensitivitas Antibiotik
Di bagian mikrobiologi, dilakukan identifikasi bakteri dan uji sensitivitas antibiotik. Dokumen menyebutkan adanya beberapa metode uji sensitivitas antibiotik, antara lain metode tabung (tube dilution method) untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC), dan metode cakram (disc method) atau cara difusi agar, seperti metode Kirby-Bauer. Identifikasi bakteri dan uji sensitivitas antibiotik juga dapat dilakukan dengan menggunakan mesin otomatis Vitex-2 Compact. Tidak semua jenis bakteri diuji sensitivitasnya terhadap semua jenis antibiotik, tergantung jenis kuman yang ditemukan. Jika suatu golongan antibiotik menunjukkan resistensi, maka antibiotik lain dalam golongan yang sama dianggap juga resisten.
4. Keterbatasan Penelitian
Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah jumlah sampel yang terbatas dibandingkan dengan penelitian lain. Hal ini disebabkan karena persyaratan pengambilan sampel yang ketat: sekret harus aktif, tidak ada hambatan di liang telinga (seperti granulasi atau stenosis), dan perforasi membran timpani harus cukup besar agar sampel dapat diambil tepat dari kavum timpani. Keterbatasan ini perlu dipertimbangkan saat menginterpretasikan hasil penelitian.
III.Hasil Penelitian Identifikasi Mikroorganisme dan Sensitivitas Antibiotik
Hasil penelitian menunjukkan dominasi bakteri Gram negatif, terutama Pseudomonas aeruginosa, pada kasus OMSK di RSUP H. Adam Malik Medan. Staphylococcus aureus juga ditemukan, meskipun dalam jumlah lebih sedikit. Uji sensitifitas antibiotik menunjukkan variasi sensitivitas terhadap berbagai antibiotik, dengan beberapa bakteri menunjukkan resistensi terhadap antibiotik golongan kuinolon. Data spesifik mengenai persentase masing-masing bakteri dan pola sensitivitas antibiotik akan dijelaskan lebih rinci pada bagian selanjutnya. Perbandingan dengan penelitian lain (misalnya, Yeo et al., 2007; Sulabh et al., 2013) akan dibahas untuk menganalisis tren resistensi antibiotik pada OMSK di wilayah tersebut.
1. Identifikasi Mikroorganisme pada Kasus OMSK
Analisis mikroorganisme pada sampel menunjukkan dominasi bakteri Gram-negatif (85,7%) dari total 28 kuman yang diidentifikasi dari 27 telinga (1 sampel mengandung 2 jenis kuman berbeda). Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram-negatif yang paling banyak ditemukan (25%), diikuti oleh Acinetobacter sp. (17,86%), dan Achromobacter denitrificans (14,29%). Bakteri Gram-positif ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit (14,28%), dengan Staphylococcus aureus sebagai yang paling sering ditemukan (7,14%). Temuan ini konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan Pseudomonas aeruginosa sebagai penyebab utama OMSK di daerah tropis (Sulabh et al., 2013), yang dapat dikaitkan dengan faktor geografis dan perubahan iklim. Keberadaan bakteri ini di telinga tengah tidak hanya berasal dari tuba Eustachius, tetapi juga dapat berasal dari lingkungan sekitar. Penelitian lain juga menunjukkan prevalensi Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp., dan Streptococcus pneumoniae pada pasien OMSK (Sharestha et al., 2011; Kumar, 2011).
2. Pola Sensitivitas Antibiotik
Uji sensitivitas antibiotik menunjukkan bahwa Pseudomonas aeruginosa paling sensitif terhadap meropenem (85,71%), diikuti oleh amikacin, gentamicin, ceftazidime, cefepime, dan piperacillin/tazobactam (masing-masing 71,43%). Sensitivitas yang rendah ditunjukkan terhadap golongan kuinolon seperti ciprofloxacin dan levofloxacin (42,86%). Temuan ini dibandingkan dengan penelitian Yeo et al. (2007) yang menunjukkan resistensi tinggi Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotik, dan penelitian Sulabh et al. (2013) yang menunjukkan sensitivitas tinggi terhadap tazobactam/piperacillin, imipenem, dan levofloxacin. Perbedaan sensitivitas ini menekankan pentingnya uji kultur dan sensitivitas untuk setiap individu guna menentukan terapi yang tepat. Vancomycin, tigecycline, dan linezolid menunjukkan sensitivitas 100% terhadap kuman Gram-positif, sementara ceptazidime dan meropenem menunjukkan sensitivitas 75%.
3. Distribusi Usia Pasien OMSK
Sebagian besar pasien OMSK (76%) berusia di bawah 40 tahun, dengan kelompok usia 21-30 tahun terbanyak (28%), diikuti oleh kelompok usia 11-20 tahun dan 31-40 tahun (masing-masing 24%). Temuan ini sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan OMSK sebagai penyakit pada dewasa muda, dengan sekitar 50% pasien berusia 11-30 tahun (Memon et al., 2008; Nora, 2011; Srivastava, 2010). Namun, penelitian Arvind et al. (2014) menunjukkan perbedaan, dengan kasus terbanyak pada usia <10 tahun (39%). Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti perbedaan geografis, akses perawatan kesehatan, dan metode penelitian.
IV.Faktor Risiko OMSK
Beberapa faktor risiko OMSK dibahas, termasuk faktor sosial ekonomi (kelompok berpenghasilan rendah lebih rentan), gangguan fungsi tuba Eustachius, dan faktor genetik. Studi ini juga menyoroti pentingnya pengobatan yang tepat waktu dan penggunaan antibiotik yang rasional untuk mencegah resistensi dan komplikasi OMSK, seperti meningitis dan abses otak. Penelitian ini juga membahas pengaruh faktor geografis dan iklim terhadap variasi mikroorganisme penyebab OMSK di Medan.
1. Faktor Sosial Ekonomi
Dokumen menyebutkan prevalensi OMSK lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah. Hal ini dikaitkan dengan beberapa faktor, termasuk kepadatan penduduk, rendahnya pengetahuan kesehatan dan kesehatan individu, serta kesulitan akses ke layanan kesehatan (Dhingra, 2010; Browning, 2008). Penelitian Akinpelu menemukan hubungan antara malnutrisi, tempat tinggal kumuh, dan imunisasi yang tidak lengkap dengan kejadian OMSK sebesar 41,3%. Kondisi sosial ekonomi yang buruk dapat berkontribusi pada kurangnya akses ke perawatan medis yang tepat waktu, sehingga meningkatkan risiko perkembangan dan keparahan OMSK.
2. Gangguan Fungsi Tuba Eustachius
Kelainan fungsi tuba Eustachius lebih sering ditemukan pada penderita OMSK dibandingkan dengan individu normal. Belum dipastikan apakah gangguan fungsi tuba Eustachius merupakan faktor penyebab OMSK atau merupakan akibat dari OMSK (Browning, 2008). Verhoeff et al. (2006) berpendapat bahwa berkurangnya fungsi silia telinga tengah dan mukosa tuba Eustachius mengganggu pembersihan sekresi dari telinga tengah, sehingga otitis media akut atau otitis media efusi dapat berkembang menjadi OMSK. Oleh karena itu, fungsi tuba Eustachius yang terganggu merupakan faktor yang patut dipertimbangkan dalam patogenesis OMSK.
3. Faktor Genetik
Insiden OMSK bervariasi di berbagai populasi. Di negara maju, insiden tertinggi ditemukan pada kelompok Eskimo, penduduk asli Amerika, Maori Selandia Baru, dan Aborigin Australia, meskipun prevalensi tampaknya menurun. Sulit untuk memastikan peran faktor genetik karena adanya variabel pengganggu, seperti status sosial ekonomi rendah, yang sering terkait dengan beberapa kelompok genetik dengan insiden OMSK yang tinggi (Kelly, 2008). Studi pada anak-anak Maori di Selandia Baru menunjukkan penurunan signifikan prevalensi OMSK dari 9% pada tahun 1978 menjadi 3% pada tahun 1987 (p < 0,02), yang mungkin disebabkan oleh perbaikan perawatan kesehatan dan kondisi perumahan, bukan semata-mata faktor genetik.
4. Faktor Lingkungan dan Penggunaan Antibiotik
Variasi geografis dalam mikroorganisme penyebab OMSK ditekankan, menunjukkan pengaruh faktor lingkungan (Iqbal et al., 2011). Penggunaan antibiotik yang tidak tepat, termasuk penggunaan antibiotik topikal secara rutin dan terapi empiris, berkontribusi pada peningkatan resistensi antibiotik. Pentingnya penggunaan antibiotik sesuai dengan uji kepekaan dan menyelesaikan pengobatan sesuai anjuran dokter untuk mencegah komplikasi dan resistensi ditekankan (Prakash et al., 2013). Resistensi antimikroba meningkat karena penggunaan antimikroba yang tidak tepat, dan kebiasaan pasien menghentikan pengobatan sebelum selesai juga berkontribusi pada peningkatan resistensi bakteri.
V.Kesimpulan dan Rekomendasi
Penelitian ini memberikan gambaran awal tentang pola kuman aerob dan sensitivitas antibiotik pada pasien OMSK di RSUP H. Adam Malik Medan. Meskipun jumlah sampel terbatas, temuan ini menyoroti pentingnya melakukan uji sensitifitas antibiotika secara rutin untuk menentukan terapi yang tepat dan mencegah resistensi antibiotik terhadap Pseudomonas aeruginosa dan bakteri lain yang umum menyebabkan OMSK. Penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar disarankan untuk memperkuat temuan ini dan mengkaji lebih dalam faktor-faktor risiko OMSK di wilayah Medan.
1. Kesimpulan Penelitian
Penelitian ini memberikan gambaran awal mengenai pola kuman aerob dan pola sensitivitas antibiotik pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di RSUP H. Adam Malik Medan. Temuan utama menunjukkan dominasi bakteri Gram-negatif, khususnya Pseudomonas aeruginosa, dan variasi sensitivitas terhadap berbagai antibiotik. Hasil penelitian ini menekankan pentingnya uji sensitivitas antibiotik untuk setiap kasus OMSK guna menentukan terapi yang tepat dan efektif, serta untuk mencegah perkembangan resistensi antibiotik. Meskipun penelitian ini memberikan informasi yang berharga, keterbatasan jumlah sampel perlu dipertimbangkan dalam interpretasi hasil.
2. Rekomendasi untuk Penelitian Lebih Lanjut
Dikarenakan keterbatasan jumlah sampel dalam penelitian ini, dilakukan rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk mengkonfirmasi temuan dan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang pola kuman dan sensitivitas antibiotik pada pasien OMSK di Medan. Penelitian selanjutnya juga sebaiknya menyelidiki lebih lanjut faktor-faktor risiko OMSK, termasuk aspek sosial ekonomi, gangguan fungsi tuba Eustachius, dan faktor genetik. Penting untuk melakukan evaluasi secara berkala dan periodik terhadap pola kuman dan sensitivitas antibiotik untuk menurunkan risiko penyakit dan mengoptimalkan strategi pengobatan OMSK di wilayah tersebut. Rekomendasi lainnya meliputi edukasi pasien tentang pentingnya menyelesaikan pengobatan antibiotik sesuai anjuran dokter untuk mencegah resistensi.