Studi Etnografis Pergaulan Bebas di Kalangan Mahasiswa Kos-kosan

Studi Etnografis Pergaulan Bebas di Kalangan Mahasiswa Kos-kosan

Informasi dokumen

Penulis

Helbra Marni Pardosi

Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Antropologi Sosial
Jenis dokumen Skripsi
Tempat Medan
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 3.63 MB
  • Pergaulan Bebas
  • Etnografi
  • Mahasiswa Kos-kosan

Ringkasan

I.Degradasi Moral dan Pergaulan Bebas di Kalangan Mahasiswa

Dokumen ini membahas masalah serius degradasi moral dan pergaulan bebas di kalangan mahasiswa, khususnya di Kota Medan, terutama di Kelurahan Titi Rante, Kecamatan Medan Baru. Meningkatnya kasus seks bebas, penggunaan narkoba, dan kriminalitas di kalangan mahasiswa menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam pembinaan karakter dan patriotisme. Tingginya jumlah mahasiswa yang tinggal di kost—khususnya dari luar kota—juga menjadi faktor yang mempermudah perilaku menyimpang. Studi ini menunjukan adanya hubungan antara tinggal di kost, kurangnya pengawasan orang tua, dan pengaruh budaya luar dengan meningkatnya pergaulan bebas dan seks bebas di kalangan mahasiswa. Pentingnya pendidikan karakter untuk membangun karakter bangsa dan mencegah perilaku menyimpang menjadi fokus utama.

1. Merosotnya Nilai Moral Bangsa dan Peran Mahasiswa

Bagian ini mengawali dengan gambaran umum tentang merosotnya nilai-nilai moral bangsa yang terlihat dari perilaku menyimpang generasi muda, termasuk mahasiswa. Mahasiswa, sebagai agent of change, seharusnya berperan dalam pembangunan bangsa yang madani, namun kenyataannya banyak yang terlibat dalam pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, dan kriminalitas. Kegagalan pendidikan dalam membangun karakter (character building) menjadi sorotan utama. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pembinaan karakter, inovasi, kreativitas, dan patriotisme pada generasi muda dipercaya sebagai akar masalah. Situasi ini menggambarkan degradasi moral yang drastis di kalangan mahasiswa, yang seharusnya menjadi motor penggerak perubahan positif di masyarakat. Ketidakmampuan mahasiswa dalam menciptakan perubahan yang berarti menjadi bukti nyata dari permasalahan ini. Dokumen ini kemudian menekankan perlunya perubahan positif dan signifikan untuk mencegah bencana moral yang lebih besar di masa depan.

2. Mahasiswa dan Pola Hidup di Lingkungan Kost

Salah satu faktor yang diidentifikasi sebagai penyumbang masalah pergaulan bebas dan degradasi moral mahasiswa adalah gaya hidup di lingkungan kost. Banyak mahasiswa, khususnya yang berasal dari luar kota, memilih tinggal di kost karena jarak tempuh ke kampus yang jauh atau keinginan untuk hidup mandiri. Ketersediaan berbagai jenis tempat kost, mulai dari rumah kontrakan hingga kamar kost di sekitar kampus, semakin mempermudah mahasiswa untuk tinggal jauh dari pengawasan orang tua. Kebebasan ini, sayangnya, sering disalahgunakan dan berdampak pada perubahan perilaku mahasiswa, termasuk terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat kota yang lebih terbuka. Setelah kuliah, mahasiswa menghabiskan waktu dengan berkumpul bersama teman-teman di berbagai tempat seperti mall, kafe, dan kantin hingga larut malam. Kondisi ini berkontribusi pada meningkatnya risiko terlibat dalam pergaulan bebas dan perilaku menyimpang lainnya. Penelitian ini menunjukan korelasi antara tinggal di kost dengan meningkatnya kerentanan terhadap pergaulan bebas.

3. Konsep Pergaulan Bebas dan Perilaku Seks Bebas

Dokumen ini menjelaskan konsep pergaulan bebas yang sering dikaitkan dengan perilaku negatif seperti seks bebas, narkoba, dan kehidupan malam. Istilah ini diadopsi dari budaya barat yang lebih permisif, berbeda dengan budaya timur yang menganggapnya tabu. Mahasiswa yang tinggal di kost, khususnya yang berasal dari luar kota, rentan terpengaruh oleh gaya hidup perkotaan yang cenderung lebih bebas dan modern. Perilaku seks bebas, didefinisikan sebagai hubungan seksual di luar ikatan pernikahan, diidentifikasi sebagai salah satu bentuk pergaulan bebas yang paling memprihatinkan. Hal ini dianggap sebagai aib dan masalah besar karena bertentangan dengan norma dan harapan sosial. Ironisnya, perilaku ini justru digemari oleh sebagian mahasiswa, yang seharusnya menjadi generasi intelektual dengan perilaku sesuai norma dan nilai-nilai baik. Perilaku seks bebas ini menjadi fokus utama penelitian, terutama di Kelurahan Titi Rante, Medan Baru.

4. Faktor faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas

Sejumlah faktor diuraikan sebagai penyebab perilaku seks bebas. Kurangnya kesadaran dan kedewasaan, bukan hanya karena usia muda, tetapi juga karena kurangnya pengalaman, pertimbangan yang belum matang, dan meremehkan bahaya tindakan mereka. Kecenderungan untuk mencoba-coba dan ikut-ikutan juga menjadi faktor penting. Pengaruh norma budaya dari luar, khususnya dari budaya barat yang lebih permisif terhadap seks, turut berperan. Minimnya kontrol sosial masyarakat dan pemahaman yang dangkal tentang arti cinta sejati juga diangkat sebagai faktor penyebab. Dokumen ini menekankan bahwa cinta memiliki makna yang jauh lebih luas daripada sekadar hasrat seksual. Seks bebas dilihat sebagai pemuasan nafsu semata, tanpa mempertimbangkan konsekuensi negatifnya. Ketidakmampuan mengendalikan diri dan minimnya kontrol sosial masyarakat terhadap pergaulan muda-mudi juga disoroti sebagai faktor penting.

5. Studi Kasus dan Data Riset tentang Perilaku Seksual

Dokumen ini menyajikan beberapa data riset terkait perilaku seksual remaja dan mahasiswa. Synovate Research (2004) melakukan survei di empat kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan) dan menemukan bahwa sebagian besar informasi tentang seks diperoleh dari teman sebaya dan film porno. Hasil survei LSCK (2002) di Yogyakarta menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswi telah kehilangan keperawanannya. Penelitian lain di Surabaya juga menunjukkan angka yang cukup tinggi untuk mahasiswa pria yang melakukan hubungan seks pra nikah. Data ini mendukung argumentasi tentang tingginya angka perilaku seks bebas di kalangan mahasiswa. Data ini menunjukkan betapa pentingnya perhatian terhadap masalah ini. Penelitian ini juga menyoroti kurangnya komunikasi terbuka antara remaja dan orang tua terkait seksualitas. Dokumen ini juga menyinggung penelitian di Universitas Indonesia tentang sikap terhadap pengobatan, yang menunjukkan perbedaan antara sikap dan perilaku.

II.Faktor faktor Penyebab Perilaku Menyimpang

Beberapa faktor yang berkontribusi pada perilaku menyimpang, termasuk seks bebas, adalah kurangnya kesadaran dan kedewasaan di kalangan muda, mudahnya terpengaruh budaya barat, minimnya kontrol sosial, dan pengaruh lingkungan. Kurangnya pemahaman tentang arti cinta sejati, serta tekanan ekonomi dan sosial, juga ikut berperan. Studi ini menemukan bahwa akses mudah ke film porno, minuman keras, dan tempat hiburan malam di Medan turut memperparah situasi. Rumah kost tanpa pengawasan yang ketat juga menjadi tempat yang rentan untuk perilaku menyimpang.

1. Kurangnya Kesadaran dan Kedewasaan

Salah satu faktor utama penyebab perilaku menyimpang, khususnya di kalangan mahasiswa, adalah kurangnya kesadaran dan kedewasaan. Ini bukan semata-mata karena faktor usia, tetapi lebih kepada kurangnya pengalaman hidup, kematangan dalam mengambil keputusan, dan pemahaman akan konsekuensi tindakan. Mereka cenderung meremehkan bahaya dan belum mampu menghayati dampak negatif dari perilaku menyimpang. Kecenderungan untuk mencoba-coba hal baru dan ikut-ikutan perilaku teman sebaya juga memperkuat faktor ini. Kurangnya pertimbangan yang matang dan minimnya kesadaran akan risiko membuat mereka mudah terjerumus dalam perilaku menyimpang, seperti pergaulan bebas dan penyalahgunaan narkoba. Kedewasaan emosional dan intelektual yang belum terbentuk sempurna menjadi celah utama yang mudah dimanfaatkan oleh berbagai pengaruh negatif.

2. Pengaruh Budaya Luar dan Gaya Hidup Perkotaan

Pengaruh budaya luar, khususnya dari budaya barat yang lebih permisif terhadap perilaku seks dan gaya hidup bebas, menjadi faktor signifikan. Mahasiswa yang tinggal di lingkungan kost, terutama yang berasal dari luar kota, lebih mudah terpapar dan terpengaruh oleh gaya hidup perkotaan yang cenderung lebih terbuka. Cara berpakaian, akses teknologi, dan pola interaksi sosial di perkotaan bisa membentuk kebiasaan dan pola pikir yang berbeda, yang kemudian memicu perilaku menyimpang. Mereka mungkin meniru gaya hidup yang dianggap modern tanpa mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Pengaruh ini semakin kuat jika minimnya bimbingan dan pengawasan dari orang tua dan lingkungan sekitar. Integrasi budaya yang tidak tepat dapat menyebabkan mahasiswa mudah terjerumus ke dalam perilaku menyimpang.

3. Minimnya Kontrol Sosial dan Pemahaman Cinta

Minimnya kontrol sosial masyarakat terhadap pergaulan muda-mudi menjadi faktor penting lainnya. Ketidakmampuan individu dalam mengendalikan diri sendiri dan kurangnya pengawasan dari lingkungan sekitar menciptakan ruang yang memungkinkan perilaku menyimpang berkembang. Selain itu, pemahaman yang dangkal tentang arti cinta sejati juga berkontribusi. Cinta seringkali diartikan secara sempit, hanya fokus pada aspek erotis dan pemenuhan kebutuhan seksual. Padahal, cinta memiliki makna yang jauh lebih luas, mencakup kasih sayang, persahabatan, dan nilai-nilai moral lainnya. Kurangnya pemahaman ini menyebabkan sebagian mahasiswa mudah terjerat dalam hubungan yang hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan seksual semata, tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Hal ini mengakibatkan perilaku seks bebas cenderung dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan bebas dari tuntutan moral.

4. Faktor Ekonomi dan Lingkungan Kost

Faktor ekonomi juga berpengaruh, khususnya bagi mahasiswa yang tinggal di kost. Mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu seringkali kekurangan perhatian dan motivasi dari orang tua karena kendala ekonomi. Beban biaya hidup yang tinggi di kota besar seperti Medan membuat mereka merasa tertekan. Kondisi ini membuat mahasiswa lebih rentan terhadap pengaruh negatif dan mudah terjerumus dalam perilaku menyimpang sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi atau sekadar melepaskan tekanan. Lingkungan kost yang kurang terawasi atau bahkan permisif juga turut memperbesar peluang perilaku menyimpang. Kurangnya aturan dan pengawasan di beberapa kost memungkinkan mahasiswa melakukan kegiatan yang melanggar norma sosial, termasuk seks bebas. Ketersediaan hotel dan tempat hiburan malam dengan harga terjangkau di Medan juga menjadi faktor yang mempermudah perilaku menyimpang.

III.Studi Kasus di Kota Medan

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, khususnya di Kelurahan Titi Rante, Kecamatan Medan Baru. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan beberapa mahasiswa (misalnya, VS, RD, KN), mengungkapkan bagaimana faktor ekonomi, tekanan sosial, dan pengaruh lingkungan berkontribusi terhadap perilaku seks bebas. Data juga menunjukkan persepsi masyarakat setempat terhadap masalah pergaulan bebas di lingkungan kost-kostan. Beberapa tempat di Medan yang sering disebut dalam konteks perilaku menyimpang adalah hotel-hotel dengan tarif murah dan tempat hiburan malam. Angka-angka statistik mengenai prevalensi seks bebas di kalangan mahasiswa di kota-kota lain seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan juga disajikan, menunjukan angka yang mengkhawatirkan.

1. Lokasi Studi Kelurahan Titi Rante Kecamatan Medan Baru

Penelitian ini berfokus pada Kelurahan Titi Rante, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan. Lokasi ini dipilih karena diduga memiliki jumlah mahasiswa yang tinggal di kost cukup tinggi dan dekat dengan kampus-kampus. Dekatnya lokasi kost dengan kampus diduga memudahkan mahasiswa untuk terlibat dalam pergaulan bebas. Penelitian ini mewawancarai beberapa informan mahasiswa di daerah ini untuk menggali informasi lebih lanjut mengenai perilaku menyimpang di kalangan mahasiswa, khususnya terkait pergaulan bebas dan seks bebas. Data demografis informan, seperti usia, status mahasiswa, latar belakang keluarga, dan pekerjaan orang tua, dikumpulkan untuk menganalisis faktor-faktor yang berkontribusi pada perilaku tersebut. Studi kasus ini bertujuan untuk memberikan gambaran nyata tentang realita perilaku mahasiswa di lingkungan tersebut.

2. Profil Informan dan Pengalaman Mereka

Studi kasus ini melibatkan beberapa informan mahasiswa, yang sebagian besar perempuan, dari berbagai universitas di Medan. Informan VS, berusia 23 tahun, merupakan lulusan Universitas Swasta Medicom, memiliki latar belakang keluarga kurang mampu, dan aktif terlibat dalam pergaulan bebas. Informan RD, berusia 19 tahun, merupakan mahasiswi universitas negeri dan mendapatkan uang saku dari orang tuanya. Informan KN, berusia 21 tahun, merupakan mahasiswi universitas swasta dan berasal dari keluarga guru. Pengalaman mereka mengenai pergaulan bebas, termasuk seks bebas, diungkapkan melalui wawancara. Informasi dari informan ini memberikan wawasan mendalam tentang berbagai faktor yang menyebabkan perilaku menyimpang, termasuk faktor ekonomi, pengaruh teman, dan akses mudah ke tempat hiburan malam. Wawancara dengan informan juga memberikan pandangan tentang pandangan mereka sendiri mengenai pergaulan bebas.

3. Persepsi Masyarakat Terhadap Perilaku Menyimpang Mahasiswa

Dokumen ini juga mencantumkan persepsi masyarakat sekitar terhadap perilaku mahasiswa di lingkungan kost. Sebagian masyarakat meyakini adanya pergaulan bebas di kalangan mahasiswa di lingkungan kost-kostan di daerah tersebut. Beberapa informan warga (misalnya Deliana M. dan Rani) memberikan kesaksian mengenai perilaku yang mencurigakan di beberapa kost, seperti adanya tamu laki-laki di kost perempuan hingga larut malam. Mereka mengungkapkan keprihatinan, meskipun sebagian memilih untuk tidak ikut campur. Sikap permisif pemilik kost dan kurangnya kepedulian dari masyarakat sekitar turut berkontribusi pada maraknya pergaulan bebas. Penelitian ini menyoroti bagaimana kurangnya kontrol sosial dan sikap masa bodoh masyarakat memperparah masalah pergaulan bebas di kalangan mahasiswa.

4. Data Riset tentang Perilaku Seksual Remaja di Medan dan Kota Lain

Dokumen ini mengutip hasil survei Synovate Research (2004) yang menunjukkan sekitar 65% responden remaja di empat kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan) memperoleh informasi tentang seks dari teman sebaya, dan 35% dari film porno. Hanya 5% yang mendapatkan informasi dari orang tua mereka. Angka ini menunjukkan rendahnya komunikasi terbuka antara orang tua dan anak tentang seksualitas. Dokumen juga mengutip hasil penelitian Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan (LSCK) tahun 2002 di Yogyakarta, serta penelitian di Surabaya yang menunjukkan angka yang mengkhawatirkan tentang perilaku seks pranikah di kalangan mahasiswa. Data-data ini menunjukkan prevalensi tinggi perilaku seks pranikah di kalangan remaja dan mahasiswa, baik di Medan maupun di kota-kota lain di Indonesia. Data ini menunjukkan bahwa permasalahan perilaku seks bebas bukanlah masalah yang terisolasi di satu daerah saja.

IV.Pandangan Masyarakat dan Implikasi Kebijakan

Masyarakat di sekitar kost-kostan di Medan memiliki persepsi beragam mengenai pergaulan bebas di kalangan mahasiswa. Beberapa mengakui adanya masalah, sementara yang lain cenderung menutup mata. Penelitian ini menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam membuat strategi kebijakan untuk mengatasi masalah degradasi moral dan pergaulan bebas di kalangan mahasiswa. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan arahan yang lebih terarah dalam membangun karakter bangsa dan mencegah perilaku menyimpang di masa depan. Pentingnya peran orangtua dan masyarakat dalam membentuk pendidikan karakter anak juga ditekankan.

1. Persepsi Masyarakat di Sekitar Lingkungan Kost

Pandangan masyarakat di sekitar lingkungan kost di Medan terhadap perilaku pergaulan bebas mahasiswa beragam. Sebagian masyarakat menyadari adanya masalah pergaulan bebas dan perilaku menyimpang di kalangan mahasiswa yang tinggal di kost, terutama di area yang dinilai kurang terawasi. Beberapa warga bahkan menuturkan observasi mereka tentang aktivitas yang mencurigakan di beberapa kost, seperti adanya tamu laki-laki di kost perempuan hingga larut malam. Namun, banyak juga yang memilih untuk bersikap masa bodoh dengan alasan ‘asal tidak mengganggu’ menunjukkan rendahnya kontrol sosial di lingkungan tersebut. Sikap permisif ini, baik dari pemilik kost maupun masyarakat sekitar, secara tidak langsung memberikan ruang bagi perilaku menyimpang untuk terus terjadi. Kurangnya kepedulian dan intervensi dari masyarakat sekitar menjadi salah satu faktor yang memperburuk situasi.

2. Pandangan Informan Pelaku tentang Pergaulan Bebas

Pandangan informan yang terlibat dalam pergaulan bebas menunjukkan berbagai alasan dan justifikasi atas perilaku mereka. Beberapa beranggapan bahwa pergaulan bebas sudah menjadi hal biasa di kalangan mahasiswa dan sulit untuk dihindari. Ada juga yang melihat seks bebas sebagai konsekuensi dari hubungan percintaan. Motivasi ekonomi menjadi salah satu faktor pendorong, seperti yang diungkapkan beberapa informan yang menyatakan bahwa dukungan finansial dari pasangan menjadi faktor yang membuat mereka enggan menolak ajakan untuk melakukan hubungan seks. Mereka juga menunjukan adanya normalisasi seks bebas di kalangan mahasiswa, bahkan di kalangan mereka yang berpenampilan religius. Persepsi ini menggambarkan betapa kompleksnya masalah pergaulan bebas, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, ekonomi, dan budaya.

3. Implikasi Kebijakan dan Peran Pemerintah

Penelitian ini menyoroti perlunya strategi kebijakan pemerintah yang lebih efektif dalam membangun karakter bangsa dan mencegah perilaku menyimpang, khususnya di kalangan mahasiswa. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran. Peran generasi muda sebagai agent of change sangat penting, sehingga arah kebijakan harus lebih terarah untuk mencapai tujuan tersebut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa permasalahan ini membutuhkan pendekatan holistik, melibatkan peran aktif orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Peran pendidikan karakter yang kuat, pengawasan yang lebih efektif di lingkungan kost, serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kontrol sosial menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi masalah pergaulan bebas dan degradasi moral di kalangan mahasiswa.