Profil Farmakokinetika Deksametason pada Kelinci

Profil Farmakokinetika Deksametason pada Kelinci

Informasi dokumen

Penulis

Mirnawaty

Sekolah

Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara

Jurusan Sarjana Farmasi
Jenis dokumen Skripsi
Tempat Medan
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 2.47 MB
  • farmakokinetika
  • deksametason
  • penelitian kelinci

Ringkasan

I.Abstrak Penelitian Farmakokinetika Deksametason pada Kelinci

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan profil farmakokinetika deksametason pada kelinci jantan. Enam ekor kelinci jantan (1,5-2 kg) diberikan suspensi deksametason secara oral. Kadar deksametason dalam plasma darah diukur menggunakan HPLC pada waktu-waktu tertentu (0; 0,5; 0,75; 1,25; 1,75; 2,25; 3,25; 4,25; 5,25; 7,25; dan 9,25 jam). Fase-fase farmakokinetika yang diteliti meliputi absorpsi, distribusi, dan eliminasi deksametason. Parameter farmakokinetika seperti AUC, Cmaks, Tmaks, waktu paruh (T½), dan volume distribusi (Vd) akan dihitung dan dianalisis untuk menggambarkan profil farmakokinetika deksametason pada model hewan ini.

1. Tujuan Penelitian

Bagian abstrak penelitian ini secara jelas menjabarkan tujuan utama, yaitu untuk mengetahui profil farmakokinetika deksametason. Penelitian ini difokuskan pada pemahaman bagaimana deksametason, sebagai zat aktif, berperilaku di dalam tubuh, meliputi proses penyerapan, distribusi, dan eliminasi. Pemahaman profil farmakokinetika ini sangat penting karena akan memberikan gambaran yang komprehensif tentang bagaimana tubuh memproses obat ini, sehingga dapat digunakan untuk menentukan dosis yang optimal dan meminimalkan efek samping yang mungkin muncul. Studi ini merupakan langkah penting untuk menggali lebih dalam mekanisme kerja deksametason dan dampaknya terhadap tubuh.

2. Metodologi Penelitian

Metode penelitian menggunakan pendekatan in vivo dengan model hewan percobaan berupa kelinci jantan. Sebanyak enam ekor kelinci jantan dengan berat badan sekitar 1,5-2,0 kg dipilih sebagai subjek penelitian. Deksametason diberikan secara oral dalam bentuk suspensi. Pengambilan sampel darah dilakukan pada interval waktu tertentu (0; 0,5; 0,75; 1,25; 1,75; 2,25; 3,25; 4,25; 5,25; 7,25, dan 9,25 jam) untuk analisis kadar deksametason dalam plasma darah. Teknik Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) digunakan untuk menganalisis kadar deksametason dalam sampel plasma. Fase gerak yang digunakan adalah campuran asetonitril dan air dengan perbandingan 45:55 dan laju alir 2 ml/menit. Proses preparasi sampel melibatkan langkah-langkah seperti sentrifugasi dan presipitasi protein untuk memastikan hasil analisis yang akurat.

3. Desain Penelitian dan Pengambilan Sampel

Penelitian ini dirancang sebagai studi farmakokinetika deksametason pada kelinci. Penggunaan kelinci sebagai hewan model dipilih karena kemudahan dalam penanganan dan karakteristik fisiologisnya yang relatif menyerupai manusia. Suspensi deksametason baku diberikan secara oral untuk mensimulasikan kondisi pemberian obat pada manusia. Pengambilan sampel darah dilakukan dari vena marginal telinga kelinci pada titik waktu yang telah ditentukan secara berkala, dimulai dari waktu nol hingga 9,25 jam setelah pemberian obat. Interval waktu pengambilan sampel dirancang untuk menangkap perubahan kadar deksametason dalam darah selama proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi. Metode pengambilan sampel darah yang tepat dan waktu pengambilan sampel yang terjadwal dengan baik sangat krusial untuk memperoleh data yang akurat dan dapat diandalkan untuk analisis farmakokinetika deksametason.

II.Metodologi Penelitian Analisis Deksametason dengan HPLC

Metode HPLC digunakan untuk menganalisis kadar deksametason dalam plasma darah kelinci. Fase gerak yang digunakan adalah campuran asetonitril dan air (45:55) dengan laju alir 2 ml/menit. Kurva baku deksametason dibuat untuk menghitung kadar deksametason dalam sampel plasma. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 241 nm. Sampel plasma diperoleh dengan mengambil darah dari telinga kelinci pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Proses preparasi sampel meliputi sentrifugasi dan presipitasi protein menggunakan asetonitril.

1. Analisis Deksametason dengan HPLC Prinsip dan Persiapan

Metodologi penelitian ini berpusat pada penggunaan High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) untuk menganalisis kadar deksametason dalam plasma darah kelinci. HPLC dipilih karena kemampuannya untuk memisahkan dan mengkuantifikasi senyawa-senyawa dalam suatu campuran dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Sebelum analisis HPLC dilakukan, sampel plasma darah kelinci yang telah dikumpulkan melalui proses pengambilan sampel pada waktu-waktu tertentu, terlebih dahulu melalui proses persiapan sampel. Proses ini meliputi pengendapan protein menggunakan asetonitril, diikuti dengan sentrifugasi untuk memisahkan supernatan yang mengandung deksametason dari endapan protein. Langkah ini penting untuk mencegah interferensi protein terhadap analisis HPLC. Pemilihan asetonitril sebagai pelarut pengendap protein didasarkan pada kemampuannya yang efektif untuk memisahkan protein dari deksametason dalam sampel plasma, menghasilkan suatu ekstrak deksametason yang bebas dari interferensi yang dapat mengganggu proses analisis HPLC.

2. HPLC Kondisi Operasional dan Analisis Data

Analisis HPLC dilakukan dengan menggunakan fase gerak yang terdiri dari campuran asetonitril dan air dengan perbandingan 45:55. Laju alir fase gerak diatur pada 2 ml/menit. Pemilihan kondisi operasional ini didasarkan pada hasil optimasi yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat memberikan pemisahan dan deteksi deksametason secara optimal. Kadar deksametason dihitung berdasarkan luas puncak yang terdeteksi pada panjang gelombang 241 nm. Sebelum analisis sampel, kurva baku deksametason terlebih dahulu dibuat dengan menginjeksikan larutan baku deksametason dengan konsentrasi yang berbeda ke dalam sistem HPLC. Kurva baku ini kemudian digunakan untuk menghitung kadar deksametason dalam sampel plasma darah kelinci berdasarkan luas puncaknya. Linieritas kurva baku diuji dan dinyatakan baik dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9964, yang menunjukkan hubungan yang linier antara luas puncak dan konsentrasi deksametason.

3. Pembuatan Suspensi Deksametason

Untuk keperluan penelitian, suspensi deksametason dibuat dengan menggunakan Carboxymethyl Cellulose Sodium (CMC Na) sebagai bahan pengental. Sebanyak 500 mg CMC Na dilarutkan dalam 20 ml air panas hingga mengembang, kemudian ditambahkan 50 mg deksametason dan digerus hingga homogen. Aquadest ditambahkan sedikit demi sedikit hingga volume mencapai 100 ml. Proses pembuatan suspensi ini memastikan homogenitas dan kestabilan sediaan deksametason yang diberikan pada kelinci. Ketepatan dan ketelitian dalam proses pembuatan suspensi ini sangat penting untuk memastikan bahwa dosis deksametason yang diberikan pada masing-masing kelinci sama dan konsisten, sehingga hasil penelitian dapat diandalkan. Keberhasilan pembuatan suspensi yang stabil dan homogen ini sangat penting karena memastikan bahwa deksametason dapat terserap secara efektif oleh tubuh kelinci.

III.Hasil dan Pembahasan Parameter Farmakokinetika Deksametason

Hasil penelitian menunjukkan bahwa farmakokinetika deksametason pada kelinci jantan mengikuti model satu kompartemen. Absorpsi deksametason berlangsung cepat, ditunjukkan oleh nilai Ka yang tinggi dan Tmaks yang rendah. Nilai AUC, Cmaks, Tmaks, waktu paruh (T½ eliminasi), Vd, dan klirens dihitung dan didiskusikan. Data menunjukkan adanya efek lintas pertama (first-pass effect) pada metabolisme deksametason. Hasil ini dibandingkan dengan data literatur yang telah ada untuk mengevaluasi profil farmakokinetika deksametason yang diperoleh dalam penelitian ini. Analisis hubungan antara luas puncak dan konsentrasi deksametason menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9964, mengindikasikan linearitas yang baik.

1. Analisis Kuantitatif Deksametason dengan HPLC

Bagian hasil dan pembahasan menjelaskan penggunaan HPLC (High-Performance Liquid Chromatography) untuk menentukan kadar deksametason dalam plasma darah kelinci. Sebelum penetapan kadar, dilakukan penentuan perbandingan fase gerak asetonitril dan air yang optimal pada panjang gelombang 241 nm. Laju alir, waktu tambat, dan tekanan kolom juga dioptimalkan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Linieritas kurva baku deksametason ditentukan berdasarkan luas puncak pada berbagai konsentrasi (10, 25, 50, 75, dan 100 mcg/ml), menghasilkan hubungan linier dengan koefisien korelasi (r) = 0,9964 dan persamaan regresi Y = 15728,0795X - 11787,4634. Penggunaan luas puncak sebagai parameter kuantitatif dianggap lebih akurat daripada tinggi puncak karena minimnya pengaruh variasi suhu dan komposisi pelarut terhadap waktu retensi, sebagaimana disebutkan dalam literatur Johnson & Stevenson (1991) dan Ditjen POM (1995). Kadar sampel deksametason kemudian dihitung dengan mensubstitusikan nilai luas puncak ke dalam persamaan regresi tersebut.

2. Parameter Farmakokinetika Deksametason Absorpsi dan Distribusi

Data yang diperoleh menunjukkan nilai Ka (konstanta laju absorpsi) sebesar 0.802 ± 0.054 jam⁻¹, mengindikasikan absorpsi yang relatif cepat. Nilai Tmaks (waktu untuk mencapai konsentrasi puncak) sebesar 1.848 ± 0.0694 jam juga menunjukkan kecepatan absorpsi yang signifikan. Konsentrasi puncak (Cmaks) yang terukur adalah 33.937 ± 2.103 mcg/ml. Hasil ini menunjukkan bahwa deksametason yang diberikan secara oral mengalami efek lintas pertama (first-pass effect), di mana sebagian obat dimetabolisme di usus sebelum mencapai sirkulasi sistemik, seperti yang dijelaskan oleh Shargel (1988). Profil farmakokinetika deksametason pada kelinci jantan ini menunjukkan model satu kompartemen, di mana distribusi obat berlangsung sangat cepat sehingga fase distribusi seolah-olah dilewati dan langsung menuju fase eliminasi. Nilai volume distribusi (Vd) yang didapatkan sebesar 17.2175 ± 0.8946 ml menunjukkan distribusi deksametason yang luas di dalam tubuh kelinci.

3. Parameter Farmakokinetika Deksametason Eliminasi dan Parameter Lainnya

Pada fase eliminasi, nilai konstanta laju eliminasi (Kel) sebesar 0.346 ± 0.016 jam⁻¹ dan waktu paruh eliminasi (T½ el) sebesar 2.007 ± 0.096 jam didapatkan. Nilai AUC (Area Under the Curve) sebesar 105.152 ± 2.059 mcg/ml.jam, AUMC (Area Under the Moment Curve) 555.98 ± 24.493 mcg/ml.jam², dan MRT (Mean Residence Time) 5.285 ± 0.138 jam juga dihitung dan diinterpretasikan. Nilai-nilai parameter farmakokinetika ini memberikan informasi komprehensif tentang kecepatan absorpsi, distribusi, dan eliminasi deksametason pada kelinci. Data ini menunjukkan bahwa klirens (CL) deksametason relatif cepat karena dipengaruhi oleh waktu paruh eliminasi yang relatif pendek. Hasil ini memberikan informasi penting mengenai karakteristik farmakokinetika deksametason pada model hewan dan dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan formulasi dan regimen dosis yang lebih optimal.

IV.Kesimpulan Profil Farmakokinetika Deksametason pada Kelinci

Penelitian ini berhasil menentukan profil farmakokinetika deksametason pada kelinci jantan menggunakan metode HPLC. Parameter farmakokinetika utama seperti AUC, Cmaks, Tmaks, waktu paruh, dan volume distribusi telah dihitung dan dijelaskan. Hasil penelitian menunjukkan absorpsi yang cepat dan adanya efek lintas pertama. Model satu kompartemen cocok untuk menggambarkan farmakokinetika deksametason pada model hewan ini. Data ini memberikan informasi penting tentang farmakokinetika deksametason yang dapat berguna untuk pengembangan dan optimasi sediaan obat deksametason di masa mendatang.

1. Model Farmakokinetika Deksametason

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa profil farmakokinetika deksametason pada kelinci jantan mengikuti model satu kompartemen. Ini berarti bahwa distribusi deksametason di dalam tubuh kelinci berlangsung sangat cepat sehingga fase distribusi seolah-olah dilewati dan langsung beralih ke fase eliminasi. Hal ini menunjukkan proses distribusi obat yang efisien dan cepat ke seluruh bagian tubuh. Model satu kompartemen ini menyederhanakan analisis farmakokinetika, meskipun model ini tidak memperhitungkan perbedaan konsentrasi obat di berbagai jaringan pada waktu yang berbeda. Penggunaan model ini tetap relevan karena memberikan gambaran umum yang baik tentang perilaku deksametason di dalam tubuh kelinci.

2. Parameter Farmakokinetika Utama Deksametason

Penelitian ini berhasil menentukan beberapa parameter farmakokinetika deksametason yang penting. Parameter absorpsi, ditunjukkan oleh nilai Ka (0.802 ± 0.054 jam⁻¹) dan T½abs (0.8673 ± 0.0556 jam), mengindikasikan absorpsi yang cepat. Nilai AUC (105.152 ± 2.059 mcg/ml.jam) memberikan gambaran luas paparan deksametason dalam plasma. Nilai AUMC (555.98 ± 24.493 mcg/ml.jam²) dan MRT (5.285 ± 0.138 jam) memberikan informasi tentang waktu tinggal rata-rata deksametason di dalam tubuh. Nilai Cmaks (33.937 ± 2.103 mcg/ml) dan Tmaks (1.848 ± 0.0694 jam) menunjukkan konsentrasi puncak dan waktu capai konsentrasi puncak. Parameter eliminasi, ditunjukkan oleh nilai Kel (0.346 ± 0.016 jam⁻¹) dan T½ el (2.007 ± 0.096 jam), mengindikasikan kecepatan eliminasi deksametason dari tubuh kelinci.

3. Implikasi dan Penerapan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan data farmakokinetika deksametason yang komprehensif pada model hewan (kelinci). Data ini menunjukkan profil farmakokinetika deksametason yang khas, termasuk absorpsi yang cepat dan efek lintas pertama (first-pass effect). Pemahaman profil farmakokinetika ini sangat berharga untuk berbagai aplikasi, seperti pengembangan formulasi deksametason yang lebih efektif dan optimasi regimen dosis untuk mencapai efek terapeutik yang optimal dengan meminimalkan efek samping. Data yang didapat dapat menjadi rujukan untuk penelitian lanjutan yang lebih spesifik, dan memberikan kontribusi berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang farmasi.