
Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Pasien Pria dan Wanita Sebelum Pencabutan Gigi
Informasi dokumen
Penulis | Adelina Rahmayani |
Sekolah | Fakultas Kedokteran Gigi USU (Universitas Sumatera Utara) |
Jurusan | Kedokteran Gigi |
Jenis dokumen | Skripsi |
Tempat | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 3.85 MB |
- kecemasan dental
- pencabutan gigi
- perbedaan gender
Ringkasan
I.Definisi dan Jenis Kecemasan Dental
Skripsi ini meneliti kecemasan dental pada pasien sebelum pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan. Kecemasan dental didefinisikan sebagai kombinasi perubahan biokimia dalam tubuh dan pengalaman pribadi pasien terhadap perawatan gigi. Penelitian ini mengkaji berbagai jenis kecemasan, termasuk kecemasan yang terkait dengan prosedur spesifik seperti pemberian anestesi lokal dan luksasi (manipulasi ekstraksi), serta kecemasan yang muncul saat menunggu di ruang tunggu atau merencanakan perawatan. Studi ini juga mempertimbangkan perbedaan tingkat kecemasan antara pasien pria dan pasien wanita.
1. Definisi Kecemasan Dental
Bagian ini mendefinisikan kecemasan dental sebagai gabungan perubahan biokimiawi dalam tubuh dan pengalaman pribadi pasien terhadap perawatan gigi. Disebutkan bahwa kecemasan dental merupakan kondisi yang seharusnya dapat ditangani oleh dokter gigi. Dokumen ini menekankan bahwa kecemasan, pada tingkat tertentu, adalah respons normal terhadap masalah sehari-hari. Namun, kecemasan yang berlebihan dan tidak seimbang dengan situasi dianggap sebagai hambatan dan dapat menimbulkan masalah klinis. Definisi ini membentuk dasar pemahaman penelitian lebih lanjut mengenai tingkat dan jenis kecemasan dental yang dialami pasien sebelum pencabutan gigi, khususnya di RSGMP FKG USU Medan. Pentingnya penanganan kecemasan dental oleh dokter gigi juga diulang dan ditekankan sebagai bagian integral dari perawatan pasien yang komprehensif. Studi ini bertujuan untuk lebih memahami karakteristik kecemasan dental, memberikan landasan bagi pengembangan strategi penanganan yang efektif.
2. Jenis jenis Kecemasan Terkait Perawatan Gigi
Meskipun definisi utama difokuskan pada kecemasan dental secara umum, dokumen tersebut secara implisit mengkategorikan kecemasan berdasarkan tahapan dan aspek perawatan gigi. Kecemasan dikaitkan dengan berbagai tahapan, seperti menunggu di ruang tunggu, merencanakan pencabutan gigi, saat pemberian anestesi lokal, selama proses luksasi (manipulasi ekstraksi), dan pada tahap akhir pencabutan. Setiap tahapan ini mungkin memicu tingkat kecemasan yang berbeda pada pasien. Selain itu, dokumen menyentuh aspek lain yang dapat memicu kecemasan, seperti pengalaman buruk sebelumnya, lingkungan klinik yang menakutkan (bau, suara alat-alat), ambang toleransi rasa sakit yang rendah, dan miskomunikasi dengan dokter gigi. Meskipun tidak secara eksplisit dikategorikan sebagai 'jenis' kecemasan, faktor-faktor ini memberikan nuansa kompleksitas dalam memahami manifestasi kecemasan dental. Pengaruh pengalaman masa lalu dan faktor-faktor lingkungan terhadap kecemasan dental juga menjadi fokus penelitian ini, menunjukkan bahwa kecemasan bukan hanya respons fisiologis semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor psikologis dan konteks sosial.
3. Kecemasan Moral dan Fisiologi Kecemasan
Dokumen ini secara singkat membahas kecemasan moral sebagai jenis kecemasan yang berasal dari internalisasi norma-norma moral atau superego, berbeda dari kecemasan yang dipicu oleh stimulus eksternal. Ini dijelaskan sebagai rasa malu, bersalah, atau takut akan sanksi. Selanjutnya, dokumen ini juga menyinggung aspek fisiologi kecemasan, menjelaskan peran sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis), hipotalamus, hipofisis, dan hormon-hormon seperti kortisol dalam respons tubuh terhadap stres dan kecemasan. Proses integrasi pada pusat otak dalam menangani stres, peranan amigdala dan hipotalamus dijelaskan secara singkat. Meskipun pembahasan fisiologi kecemasan lebih ringkas, hal ini penting untuk konteks penelitian, menunjukkan bahwa kecemasan dental memiliki komponen fisiologis yang berinteraksi dengan faktor psikologis dan lingkungan. Pemahaman tentang mekanisme fisiologis ini membantu menjelaskan perubahan tanda vital yang diamati pada pasien selama dan setelah pencabutan gigi.
II.Prevalensi Kecemasan Dental dan Faktor Faktor yang Berpengaruh
Prevalensi kecemasan dental bervariasi di berbagai negara, dengan beberapa studi menunjukkan angka yang lebih tinggi pada wanita. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan termasuk usia (dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi pada usia dewasa muda), tingkat pendidikan, dan pengalaman buruk sebelumnya dengan perawatan gigi. Studi-studi sebelumnya yang dikutip, seperti penelitian Mehboob dkk., Humphris dkk., dan Stouthard dan Hoogsstaten, memberikan data mengenai prevalensi kecemasan gigi secara global dan menekankan peran faktor psikologis dalam merespon rasa sakit dan prosedur dental. Skala pengukuran kecemasan dental, seperti Modified Dental Anxiety Scale (MDAS) dan Corah Dental Anxiety Scale (CDAS), digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan pasien.
1. Prevalensi Kecemasan Dental Studi Global dan Lokal
Bagian ini membahas prevalensi kecemasan dental berdasarkan data dari berbagai penelitian. Penelitian Mehboob dkk. menunjukkan tingkat kecemasan tertinggi (94%) pada kelompok usia dewasa muda (18-33 tahun), menurun pada usia dewasa tua. Humphris dkk. (dikutip oleh Bushra, 2011) menemukan kecemasan empat kali lebih besar pada kelompok usia muda dibandingkan usia tua (60+). Temuan serupa dilaporkan oleh Kumar dan Heaton, dan Hagglin dkk. dalam studi longitudinalnya (1968-1996) menunjukkan penurunan kecemasan dental seiring bertambahnya usia, kemungkinan karena peningkatan kemampuan berpikir rasional. Studi Stouthard dan Hoogsstaten menunjukkan lebih dari 50% populasi di negara industri merasa cemas saat mengunjungi dokter gigi, sementara 15% menghindari perawatan karena kecemasan. Gatchell dkk. menunjukkan 70% pasien merasa takut dan 15% menghindari kunjungan karena kecemasan. Penelitian Mehboob dkk. juga menemukan bahwa dari 25,8% pasien cemas, 1,2% termasuk dalam kategori fobia. Prevalensi kecemasan dental bervariasi antar negara, dengan angka lebih tinggi di Sri Lanka (32%), Brazil (28,17%), Bulgaria (29,9%), dan Fiji (28%), sedangkan lebih rendah di China (10,5%), Inggris (13%), Perancis (13,5%), Rusia (12,6%), Lithuania (11,3%), dan Kanada (5,8%). Studi ini menggunakan Modified Dental Anxiety Scale (MDAS) dan menemukan 27% responden sangat cemas (skor >19), dengan 85% perempuan dan 15% laki-laki. Angka tertinggi sangat cemas (juga dikategorikan sebagai fobia) terdapat pada kelompok usia 18-33 tahun (49,5%).
2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Dental
Selain prevalensi, bagian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan dental. Usia merupakan faktor penting, dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi pada dewasa muda (18-39 tahun) dibandingkan kelompok usia di atas 60 tahun, mungkin karena labilnya emosi pada usia muda dan peningkatan kedewasaan dalam menghadapi masalah seiring bertambahnya usia. Pengalaman buruk sebelumnya terhadap perawatan gigi, seperti rasa sakit berlebihan atau perawatan yang lama dan melelahkan, juga menjadi faktor penyebab. Faktor lingkungan, seperti suasana ruangan yang menyeramkan, suara alat-alat kedokteran gigi, dan bau yang tidak menyenangkan, juga berkontribusi pada kecemasan. Ambang toleransi rasa sakit yang rendah dan miskomunikasi antara dokter gigi dan pasien (kritik berlebihan, perawatan tanpa penjelasan, malpraktek, hilangnya kepercayaan) juga dapat meningkatkan kecemasan. Interaksi sosial dan informasi yang tidak tepat dari orang lain atau media turut berperan. Tingkat pendidikan juga berpengaruh, karena pendidikan yang memadai dapat membantu individu mengidentifikasi dan mengatasi tekanan. Secara keseluruhan, bagian ini menunjukkan bahwa kecemasan dental merupakan fenomena multifaktorial yang dipengaruhi oleh faktor psikologis, fisiologis, dan lingkungan.
III.Dampak Kecemasan Dental dan Manajemennya
Kecemasan dental dapat berdampak serius pada kesehatan fisik dan mental pasien, termasuk penghindaran perawatan gigi dan kesehatan mulut yang buruk. Skripsi ini membahas strategi manajemen kecemasan, baik melalui teknik psikologis (seperti teknik iatrosedative, yang menekankan pentingnya komunikasi dokter gigi-pasien) maupun farmakologis (seperti penggunaan obat penenang). Teknik modeling juga dibahas sebagai cara untuk membangun hubungan positif dengan perawatan gigi.
1. Dampak Negatif Kecemasan Dental
Kecemasan dental memiliki dampak serius pada kesehatan fisik dan mental pasien. Kecemasan kronis dapat memicu penyakit dan memperburuk kondisi fisik. Kecemasan merupakan komponen utama berbagai gangguan kejiwaan, termasuk psikosis, dan berdampak buruk pada fungsi kognitif, menyebabkan gangguan memori, kinerja, dan konsentrasi. Pasien yang cemas cenderung menghindari interaksi sosial dan kesulitan mengelola hubungan serta kesehatan mereka. Mereka mungkin juga menunjukkan perilaku buruk untuk mengatasi stres. Kecemasan dental juga menimbulkan masalah bagi dokter gigi, karena dapat mempersulit perawatan dan mencapai keberhasilan. Pasien yang cemas cenderung menghindari atau menunda pengobatan, dan lebih mungkin membatalkan perawatan. Lebih lanjut, mereka sering memiliki kesehatan mulut yang lebih buruk daripada pasien tanpa kecemasan dental. Oleh karena itu, manajemen kecemasan dental sangat penting, baik untuk kesejahteraan pasien maupun kelancaran perawatan gigi.
2. Strategi Manajemen Kecemasan Dental
Dokumen ini membahas beberapa strategi untuk mengurangi kecemasan dental. Salah satu pendekatan yang disoroti adalah teknik iatrosedative, yang menekankan pentingnya hubungan dokter gigi-pasien yang baik. Hal ini melibatkan komunikasi yang efektif, pemilihan bahasa, kecepatan bicara, dan sikap dokter gigi yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Membangun kepercayaan dan membiarkan pasien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terkait perawatan sangat penting. Memberikan informasi yang jelas dan komprehensif kepada pasien tentang prosedur, risiko, dan sensasi yang mungkin dialami juga krusial. Dokter gigi perlu mempertimbangkan apa, berapa banyak, kapan, dan bagaimana memberikan informasi. Empati dan komunikasi yang tepat, menghindari kritik berlebihan, dan memberikan kesempatan pada pasien untuk bertanya sangat penting untuk membangun kepercayaan. Selain strategi psikologis, terapi farmakologis juga dibahas sebagai pilihan tambahan, terutama untuk perawatan yang panjang atau kompleks. Penggunaan obat penenang dapat membantu meredakan kecemasan, tetapi efek jangka panjangnya masih perlu diteliti lebih lanjut. Teknik modeling, di mana pasien mengamati prosedur gigi yang berhasil, juga dapat membantu mengurangi kecemasan dengan membangun hubungan positif terhadap perawatan gigi.
IV.Hasil Penelitian di RSGMP FKG USU Medan
Penelitian di RSGMP FKG USU Medan menggunakan MDAS untuk mengukur tingkat kecemasan pada pasien pria dan wanita sebelum pencabutan gigi. Hasil menunjukkan perbedaan signifikan antara tingkat kecemasan dental pria dan wanita, dengan wanita menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Pengukuran tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi) sebelum dan sesudah pencabutan gigi menunjukkan penurunan setelah prosedur, yang konsisten dengan penurunan tingkat kecemasan. Sebagian besar responden berada dalam kategori cemas ringan. Penelitian ini juga menunjukan perbedaan tingkat kecemasan di berbagai tahapan perawatan gigi, dengan kecemasan tertinggi terjadi saat pemberian anestesi lokal.
1. Analisis Tingkat Kecemasan Menggunakan MDAS
Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Medan dan menggunakan Modified Dental Anxiety Scale (MDAS) untuk mengukur tingkat kecemasan dental pasien sebelum pencabutan gigi. Secara umum, 89,4% responden berada dalam kategori cemas ringan. Analisis lebih lanjut menunjukkan variasi tingkat kecemasan pada tahapan perawatan yang berbeda. Responden pria menunjukkan persentase kecemasan tertinggi saat diberikan anestesi lokal (82,4%), diikuti tindakan luksasi (55,9%). Sebaliknya, saat menunggu di ruang tunggu, merencanakan pencabutan, dan tahap akhir pencabutan, sebagian besar responden berada dalam kategori tidak cemas. Pada saat pemberian anestesi lokal, kategori cemas sedang mendominasi (48,3%), diikuti cemas ringan (42,8%), dan cemas tinggi hanya 8,9%. Pada tahapan lainnya, cemas ringan paling banyak ditemukan, dengan sedikit kasus cemas tinggi hanya pada saat luksasi dan menunggu di ruang tunggu. Penelitian ini tidak menemukan kasus fobia terhadap pencabutan gigi pada responden pria maupun wanita.
2. Perbedaan Kecemasan Dental antara Pasien Pria dan Wanita
Studi ini menemukan perbedaan signifikan dalam tingkat kecemasan dental antara pasien pria dan wanita (p=0,0001, uji Mann-Whitney). Persentase responden wanita yang mengalami kecemasan lebih tinggi daripada pria. Responden pria berada dalam kategori tidak cemas sebesar 17,6%, sedangkan wanita hanya 8,2%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Wael dkk. yang menemukan persentase wanita cemas (13,17%) lebih tinggi daripada pria (12,29%), dan penelitian Bushra dkk. di Pakistan yang menunjukkan kecemasan lebih banyak terjadi pada wanita (perbandingan 1:5). Penelitian Marya dkk. di India juga menunjukkan perbedaan signifikan antara tingkat kecemasan pria dan wanita (p=0,0000). Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh ambang toleransi rasa sakit yang lebih rendah pada wanita, tingkat kecemasan yang umumnya lebih tinggi, dan kecenderungan wanita untuk lebih terbuka mengekspresikan perasaan mereka dibandingkan pria.
3. Pengukuran Tanda Vital Sebelum dan Sesudah Pencabutan Gigi
Penelitian ini juga mengukur tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi) sebelum dan sesudah pencabutan gigi. Terdapat penurunan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut nadi, dan respirasi setelah pencabutan gigi. Sebelum pencabutan, rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik adalah 123,73±11,7 dan 82,58±9,7, menurun menjadi 120,03±9,1 dan 79,47±7,8 setelah pencabutan. Denyut nadi menurun dari 82,35±8,5 menjadi 79,27±8,5, dan respirasi dari 22,28±3,2 menjadi 21,1±2,4. Penurunan ini konsisten dengan penelitian Yoshito dkk. di Jepang yang menemukan perubahan tanda vital signifikan pada pasien cemas. Hildrum dkk. juga menemukan perubahan tekanan darah sistolik, tetapi tidak pada diastolik. Stimulasi sistem saraf simpatis akibat kecemasan dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan respirasi, sehingga penurunan setelah pencabutan menunjukkan berkurangnya kecemasan.
V.Kesimpulan
Kesimpulannya, skripsi ini memberikan gambaran mengenai kecemasan dental dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta menunjukkan perbedaan signifikan dalam tingkat kecemasan antara pasien pria dan wanita sebelum pencabutan gigi di RSGMP FKG USU Medan. Hasil penelitian ini memiliki implikasi penting untuk pengembangan strategi manajemen kecemasan dental yang efektif.
1. Temuan Utama Studi Kecemasan Dental di RSGMP FKG USU Medan
Kesimpulan utama penelitian ini di RSGMP FKG USU Medan menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam tingkat kecemasan dental antara pasien pria dan wanita sebelum pencabutan gigi. Studi ini menggunakan Modified Dental Anxiety Scale (MDAS) dan menemukan bahwa sebagian besar responden (89,4%) berada pada kategori cemas ringan. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,0001, uji Mann-Whitney) antara tingkat kecemasan pria dan wanita, dengan wanita menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan fluktuasi tingkat kecemasan pada berbagai tahapan perawatan gigi, dengan tingkat kecemasan tertinggi ditemukan pada saat pemberian anestesi lokal. Pengukuran tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi) menunjukkan penurunan signifikan setelah pencabutan gigi, yang konsisten dengan penurunan tingkat kecemasan pasca-prosedur.
2. Implikasi dan Relevansi Temuan
Temuan ini memiliki implikasi penting untuk praktik klinis dalam perawatan gigi. Perbedaan yang signifikan dalam tingkat kecemasan antara pasien pria dan wanita menyoroti perlunya pendekatan yang terdiferensiasi dalam manajemen kecemasan dental. Pendekatan yang lebih sensitif dan personal terhadap kebutuhan pasien wanita mungkin diperlukan. Variasi tingkat kecemasan di berbagai tahapan perawatan menunjukkan pentingnya strategi manajemen kecemasan yang spesifik untuk setiap tahapan, dengan fokus khusus pada tahapan yang memicu kecemasan paling tinggi, seperti pemberian anestesi lokal. Penurunan tanda vital setelah pencabutan gigi mendukung hipotesis bahwa kecemasan dental dapat memengaruhi respons fisiologis tubuh, dan bahwa keberhasilan prosedur pencabutan gigi dapat mengurangi tingkat kecemasan tersebut. Penelitian ini memberikan dasar untuk pengembangan strategi manajemen kecemasan dental yang lebih efektif dan pasien-sentris.