
Pengaruh Stres terhadap Pola Makan Mahasiswa Tingkat Akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Informasi dokumen
Penulis | Emma Marhama |
school/university | Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara |
subject/major | Keperawatan |
Jenis dokumen | Skripsi |
city_where_the_document_was_published | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 6.45 MB |
- Stres
- Pola Makan
- Mahasiswa
Ringkasan
I.Latar Belakang Penelitian Pengaruh Stres terhadap Pola Makan Mahasiswa
Penelitian ini menyelidiki pengaruh stres terhadap pola makan mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU). Mahasiswa tingkat akhir sering menghadapi stres akademik, terutama karena penyelesaian skripsi, yang berdampak pada kesehatan mereka, termasuk pola makan yang tidak sehat. Penelitian terdahulu menunjukkan hubungan antara stres tinggi dan konsumsi energi yang meningkat, serta hubungan antara stres dan pola makan buruk pada mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih lanjut hubungan tersebut pada populasi mahasiswa keperawatan USU.
1. Stres pada Mahasiswa Tingkat Akhir
Bagian ini membahas tentang realita stres yang dialami mahasiswa tingkat akhir. Menyelesaikan skripsi merupakan persyaratan kelulusan di Perguruan Tinggi, baik negeri maupun swasta, dan proses ini dijelaskan sebagai 'muara dari semua pengetahuan dan keterampilan yang pernah diperoleh sebelumnya' (Arikunto, 2010). Penyusunan skripsi melibatkan berbagai aktivitas yang berpotensi menimbulkan stres, seperti mencari dosen pembimbing, menentukan tema penelitian, dan menghadapi revisi berulang. Selain itu, beban akademik yang berat, seperti yang dijelaskan oleh Nursalam (2008), yang menuntut mahasiswa untuk menguasai berbagai bab skripsi, mulai dari latar belakang hingga kesimpulan dan saran, juga menjadi faktor penyebab stres. Kurangnya dana juga menjadi masalah yang sering dihadapi mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Kondisi ini diperparah dengan sistem perkuliahan blok yang mengharuskan mahasiswa mengikuti berbagai metode pembelajaran seperti ceramah, tutorial, dan praktikum dalam waktu yang bersamaan, meningkatkan tingkat stres yang dialami.
2. Definisi dan Dampak Stres
Dokumen ini mendefinisikan stres sebagai reaksi tubuh terhadap lingkungan (Nasir & Muhith, 2011), yang dapat berupa respons terhadap tantangan, ancaman, atau harapan yang tidak realistis. Patel (2006, dalam Nasir & Muhith, 2011) menambahkan bahwa stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh akibat berbagai tuntutan. Penelitian sebelumnya (Siagian, Sudaryati, & Nadeak, 2013) menunjukkan hubungan antara status stres psikososial dengan konsumsi energi, di mana semakin tinggi stres, semakin tinggi konsumsi energi. Penelitian Robiah (2012) di FMIPA UI juga menunjukkan hubungan antara tingkat stres dengan pola makan mahasiswa tingkat akhir, dengan responden yang mengalami stres berat memiliki risiko 6,5 kali lebih besar untuk memiliki pola makan yang tidak baik. Stres tidak hanya berdampak pada konsumsi makanan berlebih tetapi juga masalah pencernaan seperti gastritis (Wahyuni, Sirajuddin, & Najamuddin, 2012). Hans Selye (1976, dalam Potter & Perry, 2005) mendefinisikan stres sebagai situasi di mana tuntutan non-spesifik memerlukan respons atau tindakan, sementara Manktellow (2007) menggambarkan stres sebagai kumpulan respons dan pengalaman akibat berbagai stresor. Dokumen ini juga membedakan antara stres positif dan negatif (distres), menekankan pentingnya perspektif dalam menghadapi stres.
3. Jenis dan Sumber Stres pada Mahasiswa
Mahasiswa tingkat akhir menghadapi stres baik internal maupun eksternal. Stresor eksternal meliputi stres akademik dan non-akademik. Agolla dan Ongori (2009, dalam Purwati, 2011) mengidentifikasi sumber stres akademik, seperti manajemen waktu, tuntutan akademik, lingkungan akademik (termasuk tugas akademik, penurunan motivasi, ketidakadekuatan peran akademik, jadwal kuliah yang padat, dan kecemasan akan pekerjaan setelah lulus). Stresor eksternal lainnya termasuk perubahan lingkungan, perubahan peran sosial, proses pembelajaran, pekerjaan, hubungan interpersonal, dan masalah keuangan. Dokumen ini juga menyebutkan sumber stres dari kehidupan di asrama, adaptasi dengan teman sebaya, hubungan lawan jenis, dan kegiatan kemahasiswaan (Fakultas Psikologi UGM, 2013). Dokumen ini menjelaskan respon stres yang melibatkan sistem saraf otonom dan neuroendokrin, serta respon fight-or-flight yang penting untuk pertahanan terhadap bahaya, namun stres kronis dapat berdampak negatif pada kesehatan. Respons fisiologis terhadap stres dijelaskan melalui Sindrom Adaptasi Lokal (LAS) dan Sindrom Adaptasi Umum (GAS) menurut Selye (1976, dalam Potter & Perry, 2005), termasuk tahapan alarm, resistensi, dan kelelahan.
4. Pola Makan dan Hubungannya dengan Stres
Dokumen ini membahas tentang pola makan sebagai cara seseorang memilih dan mengonsumsi makanan, dipengaruhi oleh faktor fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial (Geissler & Power, 2005, dalam Sebayang, 2012). Pedoman Gizi Seimbang (Kemenkes, 2014) digunakan sebagai acuan untuk menilai pola makan yang baik dan buruk. Studi Suci (2008) di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki pola makan yang tidak sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang (PUGS). Kusuma et al. (2013) meneliti rendahnya konsumsi buah pada mahasiswa karena faktor ekonomi. Dokumen ini menjelaskan bahwa pola makan berkaitan erat dengan status gizi, dan pemenuhan gizi seimbang penting untuk konsentrasi dan kemampuan belajar (Gillesie, 1996, dalam Suci, 2011). Hubungan antara stres dan pola makan dibahas, dengan beberapa orang menggunakan makanan sebagai penawar kekecewaan atau kesedihan (Musbikin, 2004). Dokumen ini juga menjelaskan dampak hormon seperti adrenalin, CRH, dan kortisol terhadap nafsu makan selama stres (Perfetti, 2005).
II.Metode Penelitian Mengukur Stres dan Pola Makan
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional dengan sampel 97 mahasiswa tingkat akhir Fakultas Keperawatan USU yang diambil menggunakan teknik stratified random sampling pada 8-10 Mei 2015. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner tingkat stres Safaria dan Saputra, serta FFQ (Formulir Frekuensi Makanan) yang dimodifikasi dari penelitian Syifa Puji Lestari untuk mengukur pola makan. Analisis data menggunakan koefisien korelasi Spearman untuk melihat hubungan antara stres dan pola makan.
1. Desain dan Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasional untuk mengkaji pengaruh stres terhadap pola makan mahasiswa. Populasi penelitian adalah mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling, dengan total sampel sebanyak 97 mahasiswa. Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 8-10 Mei 2015. Metode ini dipilih untuk memastikan representasi yang merata dari populasi mahasiswa tingkat akhir di fakultas tersebut, sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan dengan lebih baik. Jumlah sampel yang cukup besar, yaitu 97 mahasiswa, memberikan kekuatan statistik yang memadai untuk menganalisis hubungan antara variabel stres dan pola makan. Penggunaan stratified random sampling ini merupakan metode yang tepat dan teliti untuk penelitian ini, mengurangi bias dalam pengambilan sampel dan menghasilkan data yang lebih akurat dan representatif dari populasi yang diteliti.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua instrumen utama. Pertama, kuesioner tingkat stres Safaria dan Saputra digunakan untuk mengukur tingkat stres yang dialami oleh responden. Kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan rentang nilai 0-80, dengan nilai >53 menunjukkan stres tinggi, 26-52 menunjukkan stres sedang, dan 0-25 menunjukkan stres rendah. Kuesioner ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya, sehingga dapat diandalkan untuk mengukur variabel stres. Kedua, FFQ (Formulir Frekuensi Makanan) yang dimodifikasi dari penelitian Syifa Puji Lestari digunakan untuk mengukur pola makan responden. FFQ ini dirancang untuk menilai seberapa sering responden mengkonsumsi berbagai jenis makanan dalam sehari, dengan penilaian berdasarkan Pedoman Gizi Seimbang (PUGS) dari Kementerian Kesehatan (2014). Nilai 1 diberikan untuk pola makan yang sesuai dengan PUGS, sedangkan nilai 0 diberikan untuk pola makan yang tidak sesuai. Penggunaan instrumen ini memungkinkan peneliti untuk secara kuantitatif mengukur baik tingkat stres maupun kualitas pola makan responden.
3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Sebelum pengumpulan data, peneliti memperoleh izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU. Pertimbangan etik diutamakan, meliputi otonomi responden (kebebasan untuk berpartisipasi), informed consent (persetujuan setelah penjelasan tujuan penelitian), anonimitas (tidak mencantumkan nama responden), dan kerahasiaan data. Responden diberikan penjelasan mengenai cara pengisian kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya. Setelah kuesioner terisi, data diolah dan dianalisis. Data demografi (kode responden, jenis kelamin, dan umur) juga dikumpulkan. Pengolahan data meliputi perhitungan statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik responden dan variabel penelitian (tingkat stres dan pola makan). Analisis inferensial, khususnya koefisien korelasi Spearman, digunakan untuk menguji hubungan antara tingkat stres dan pola makan. Langkah-langkah ini memastikan ketepatan dan keabsahan data yang dikumpulkan dan dianalisa dalam penelitian ini. Prosedur ini dirancang untuk meminimalisir bias dan memastikan kualitas data yang tinggi untuk mendukung kesimpulan penelitian.
III.Hasil Penelitian Hubungan Signifikan antara Stres dan Pola Makan Buruk
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan (p=0,000; r=-0,554) antara tingkat stres dan pola makan mahasiswa. Semakin tinggi tingkat stres, semakin buruk pola makan mereka. Sebagian besar responden mengalami stres sedang, dan banyak yang memiliki pola makan buruk, ditandai dengan rendahnya konsumsi buah dan sayur. Meskipun sebagian besar responden mengkonsumsi makanan pokok dan lauk pauk sesuai anjuran, asupan vitamin dan mineral dari buah dan sayur masih kurang.
1. Hubungan Signifikan antara Stres dan Pola Makan
Hasil utama penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara tingkat stres dan pola makan mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Keperawatan USU. Analisis menggunakan koefisien korelasi Spearman menghasilkan nilai r = -0,554 dengan nilai signifikansi p = 0,000. Hasil ini mengindikasikan korelasi negatif yang kuat; semakin tinggi tingkat stres yang dialami mahasiswa, semakin buruk pola makan mereka. Interpretasi ini sejalan dengan kriteria penafsiran korelasi menurut Burns and Groove (1993), yang menempatkan korelasi pada rentang -0,3 sampai -0,5 sebagai hubungan negatif yang memadai. Temuan ini mendukung hipotesis penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara stres dan pola makan yang tidak sehat pada mahasiswa tingkat akhir. Signifikansi statistik yang sangat tinggi (p=0,000) memperkuat temuan ini, menunjukkan bahwa hasil tersebut tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Penelitian ini memberikan bukti empiris yang kuat tentang dampak negatif stres pada kebiasaan makan mahasiswa.
2. Tingkat Stres Mahasiswa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami stres sedang, dengan hanya sedikit responden yang mengalami stres tinggi. Meskipun demikian, tingkat stres sedang pun sudah cukup untuk menunjukkan dampak negatif pada pola makan. Temuan ini sedikit berbeda dengan penelitian Wulandari (2008) yang mendapati dominasi stres sedang (61,6%) dan tidak ada stres tinggi. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan populasi dan konteks penelitian. Meskipun persentase kecil responden mengalami stres tinggi, dampak kumulatif dari stres sedang pada sebagian besar populasi tetap signifikan terhadap pola makan. Penelitian ini juga mencatat bahwa hanya 4 responden yang mengalami stres berat. Persepsi responden tentang skripsi sebagai ancaman yang masih terkendali menunjukkan kemampuan mereka dalam mengatasi stresor selama penyelesaian skripsi. Waktu penyelesaian skripsi yang relatif panjang (sekitar 1 tahun) juga mungkin berkontribusi pada persepsi ini, meskipun masih memberikan tekanan yang cukup signifikan untuk mempengaruhi pola makan.
3. Pola Makan Mahasiswa dan Konsumsi Nutrisi
Analisis pola makan mahasiswa menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar responden mengonsumsi makanan pokok dan lauk pauk sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang (PUGS), konsumsi buah dan sayur masih rendah. Ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan nutrisi, yang dapat memperparah dampak negatif dari stres. Rendahnya konsumsi buah dan sayur berdampak pada kekurangan vitamin dan mineral esensial seperti vitamin C, vitamin A, potassium, dan folat. Hal ini sejalan dengan penelitian Suci (2008) di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menemukan 57,6% mahasiswa memiliki pola makan yang tidak sesuai dengan PUGS. Penelitian Kusuma et al. (2013) mengungkapkan bahwa faktor ekonomi (khususnya bagi mahasiswa yang tinggal di asrama) juga berkontribusi pada rendahnya konsumsi buah. Temuan ini menyoroti pentingnya edukasi gizi dan intervensi untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur pada mahasiswa, mengingat peran penting nutrisi dalam mendukung kesehatan fisik dan mental, terutama dalam menghadapi tekanan akademik seperti penyelesaian skripsi.
IV.Kesimpulan dan Implikasi Pentingnya Manajemen Stres dan Edukasi Pola Makan Sehat
Penelitian ini menyimpulkan bahwa stres memiliki pengaruh signifikan terhadap pola makan mahasiswa tingkat akhir. Hasil ini menekankan pentingnya program manajemen stres dan edukasi mengenai pola makan sehat bagi mahasiswa, khususnya mereka yang berada di tingkat akhir perkuliahan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji intervensi yang efektif dalam mengatasi stres dan meningkatkan pola makan mahasiswa.
1. Kesimpulan Utama Penelitian
Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara tingkat stres dan pola makan mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Keperawatan USU. Hasil analisis statistik menunjukkan korelasi yang kuat (r = -0,554, p = 0,000), mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat stres, semakin buruk pola makan mahasiswa. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan hubungan antara stres dan pola makan tidak sehat pada mahasiswa. Kesimpulan ini memiliki implikasi penting bagi upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mahasiswa, khususnya dalam konteks tekanan akademik yang tinggi, seperti yang dialami oleh mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyelesaikan skripsi. Penting untuk diingat bahwa penelitian ini fokus pada populasi mahasiswa keperawatan di USU, sehingga generalisasi hasil perlu dilakukan dengan hati-hati pada populasi mahasiswa lainnya.
2. Implikasi Manajemen Stres
Temuan penelitian ini menekankan pentingnya program manajemen stres yang efektif bagi mahasiswa tingkat akhir. Mengingat hubungan yang kuat antara stres dan pola makan buruk, intervensi yang bertujuan mengurangi tingkat stres mahasiswa dapat secara tidak langsung memperbaiki pola makan mereka. Penelitian ini menyarankan perlunya pengembangan program yang mengajarkan teknik manajemen stres yang praktis dan mudah diterapkan oleh mahasiswa. Program ini dapat mencakup pelatihan teknik relaksasi, manajemen waktu yang efektif, dan konseling untuk mengatasi kecemasan akademik. Selain itu, dukungan dari dosen pembimbing, keluarga, dan teman sebaya juga berperan penting dalam membantu mahasiswa mengatasi stres. Dengan mengurangi tingkat stres, diharapkan mahasiswa dapat lebih fokus pada studi dan menjaga pola makan sehat, sehingga meningkatkan kesehatan fisik dan mental mereka secara keseluruhan.
3. Implikasi Edukasi Pola Makan Sehat
Penelitian ini juga menyoroti pentingnya edukasi gizi dan pola makan sehat bagi mahasiswa. Meskipun sebagian besar responden mengkonsumsi makanan pokok dan lauk pauk yang cukup, konsumsi buah dan sayur masih rendah. Edukasi gizi yang komprehensif dapat membantu mahasiswa memahami pentingnya nutrisi seimbang untuk menjaga kesehatan fisik dan mental, terutama di tengah tekanan akademik. Program edukasi dapat mencakup penyuluhan tentang Pedoman Gizi Seimbang (PUGS), manfaat nutrisi dari buah dan sayur dalam menurunkan hormon stres dan meningkatkan sistem imun, serta strategi praktis untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur, bahkan dengan anggaran yang terbatas. Pentingnya nutrisi seimbang dalam mendukung kemampuan kognitif dan konsentrasi juga perlu ditekankan, mengingat peran pentingnya dalam proses belajar dan penyelesaian skripsi. Program edukasi ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum perkuliahan atau melalui kegiatan ekstrakurikuler yang relevan.