
Pengaruh Karakteristik Ibu dan Dukungan Suami terhadap Pemberian Imunisasi BCG pada Bayi
Informasi dokumen
Penulis | Lobert |
school/university | Universitas Sumatera Utara |
subject/major | Kesehatan Masyarakat |
Jenis dokumen | Skripsi |
city_where_the_document_was_published | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 1.93 MB |
- Imunisasi BCG
- Karakteristik Ibu
- Dukungan Suami
Ringkasan
I.Latar Belakang Penelitian Background of the Research
Penelitian ini meneliti pengaruh karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan sikap) dan dukungan suami terhadap pemberian imunisasi BCG pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Aekraja, Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2011. Cakupan imunisasi BCG di daerah ini sangat rendah (48,63%), jauh di bawah Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan sebesar 100%. Rendahnya cakupan imunisasi BCG ini berkaitan erat dengan tuberkulosis (TB), penyakit menular mematikan yang dapat dicegah dengan vaksin BCG. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi BCG di Puskesmas Aekraja.
1.1. Tingkat Imunisasi BCG yang Rendah di Puskesmas Aekraja
Latar belakang penelitian ini didasari oleh rendahnya cakupan imunisasi Bacille Calmette-Guerin (BCG) di wilayah kerja Puskesmas Aekraja, Kabupaten Tapanuli Utara. Pada tahun 2010, capaian imunisasi BCG jauh di bawah standar pelayanan minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 741/PER/VII/2008, yaitu 100%. Angka cakupan imunisasi BCG di Puskesmas Aekraja hanya mencapai 48,63%, sebuah angka yang mengkhawatirkan dan membutuhkan investigasi lebih lanjut. Rendahnya angka ini menunjukkan adanya permasalahan dalam program imunisasi BCG di daerah tersebut, yang berpotensi meningkatkan risiko penyebaran penyakit tuberkulosis (TB) di kalangan bayi. Kondisi ini menjadi fokus utama penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya cakupan imunisasi BCG dan mencari solusi untuk meningkatkannya. Penelitian ini juga mencatat bahwa di tahun 2009, cakupan imunisasi BCG di Kabupaten Tapanuli Utara secara keseluruhan juga masih rendah, yaitu 56,50%, menempati urutan ke-5 terendah dari 28 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa masalah rendahnya cakupan imunisasi BCG bukan hanya terjadi di Puskesmas Aekraja saja, tetapi juga menjadi masalah yang lebih luas di tingkat kabupaten.
1.2. Tuberkulosis TB sebagai Penyakit Menular yang Mematikan
Tuberkulosis (TB) diidentifikasi sebagai penyakit menular mematikan nomor satu di Indonesia, sekaligus menjadi ancaman serius bagi pembangunan sumber daya manusia. Bayi, sebagai generasi penerus bangsa, sangat rentan terhadap penyakit ini karena sistem kekebalan tubuh mereka belum sempurna. Imunisasi BCG merupakan langkah pencegahan utama terhadap TB pada bayi. Vaksin BCG bekerja dengan cara membentuk kekebalan aktif terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis, penyebab penyakit TB, tanpa menyebabkan bayi sakit. Namun, rendahnya cakupan imunisasi BCG di Indonesia, yang pada tahun 2007 mencapai 86,9% berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), masih jauh dari target 100% Universal Child Immunization (UCI). Minimnya pengetahuan masyarakat tentang program dan manfaat imunisasi menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya cakupan imunisasi. Data Kementerian Kesehatan tahun 2008 dan 2009 menunjukkan pencapaian UCI desa/kelurahan hanya sebesar 68,2% dan 69,2%, menunjukkan perlunya upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi BCG. Kontak erat dengan orang dewasa penderita TB, juga kualitas gizi bayi yang buruk merupakan faktor yang meningkatkan kerentanan bayi terhadap TB. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian imunisasi BCG agar upaya pencegahan TB pada bayi dapat lebih efektif.
1.3. Gambaran Umum Puskesmas Aekraja dan Faktor faktor yang Dihipotesiskan
Puskesmas Aekraja, yang menjadi lokasi penelitian, terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, berjarak 24 km dari Kota Tarutung dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Wilayah kerjanya meliputi 5 desa dengan luas 257,35 km² dan penduduk sebanyak 6.909 jiwa (1.151 kepala keluarga). Puskesmas Aekraja memiliki 183 bayi, dengan persalinan ditolong tenaga kesehatan sebesar 71,70%. Namun, cakupan imunisasi BCG di Puskesmas Aekraja sangat rendah, yaitu 48,63% berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2010. Wawancara dengan beberapa ibu bayi mengungkap beberapa alasan mengapa mereka tidak membawa bayinya untuk diimunisasi BCG. Alasan-alasan tersebut antara lain rendahnya pendidikan ibu yang mengakibatkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya pencegahan penyakit, pengetahuan ibu tentang imunisasi BCG yang masih rendah, kurangnya kesadaran ibu untuk mencegah penyakit, kesibukan bekerja, dan larangan dari suami. Berdasarkan temuan-temuan ini, peneliti berhipotesis bahwa karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan sikap) serta dukungan suami berpengaruh terhadap pemberian imunisasi BCG pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Aekraja.
II.Metode Penelitian Research Methods
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan desain explanatory research. Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang memiliki bayi lahir Januari-April 2011 di wilayah kerja Puskesmas Aekraja (67 orang), yang juga menjadi sampel penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji regresi logistik.
2.1. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan survei dengan tipe explanatory research. Tujuannya adalah untuk menjelaskan pengaruh karakteristik ibu dan dukungan suami terhadap pemberian imunisasi BCG pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Aekraja, Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2011. Penelitian explanatory research ini dipilih karena ingin mengungkap hubungan sebab-akibat antara variabel independen (karakteristik ibu dan dukungan suami) dengan variabel dependen (pemberian imunisasi BCG). Metode survei dipilih karena memungkinkan pengumpulan data dari sejumlah responden dalam waktu yang relatif singkat. Data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif, yang kemudian akan dianalisis secara statistik untuk menguji hipotesis yang diajukan.
2.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi yang lahir pada bulan Januari hingga April 2011 di wilayah kerja Puskesmas Aekraja, Kabupaten Tapanuli Utara. Jumlah populasi yang teridentifikasi sebanyak 67 orang. Karena jumlah populasi relatif kecil, maka seluruh populasi tersebut digunakan sebagai sampel penelitian. Penggunaan seluruh populasi sebagai sampel ini memungkinkan generalisasi hasil penelitian hanya pada populasi yang diteliti, dan tidak dapat digeneralisasikan ke populasi yang lebih luas. Dengan demikian, hasil penelitian ini hanya dapat disimpulkan berlaku untuk ibu-ibu di wilayah kerja Puskesmas Aekraja yang melahirkan bayi pada periode waktu tersebut. Hal ini perlu diperhatikan dalam menginterpretasikan hasil penelitian dan membuat kesimpulan.
2.3. Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut dirancang untuk mengukur variabel-variabel penelitian, yaitu karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan sikap) serta dukungan suami terhadap pemberian imunisasi BCG. Wawancara langsung memungkinkan peneliti untuk mendapatkan informasi yang lebih detail dan akurat dari responden. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Regresi logistik dipilih karena variabel dependennya (pemberian imunisasi BCG) bersifat dikotomi (ya/tidak). Analisis ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap probabilitas pemberian imunisasi BCG pada bayi. Hasil analisis akan menunjukkan apakah karakteristik ibu dan dukungan suami secara signifikan memprediksi pemberian imunisasi BCG. Tingkat signifikansi yang digunakan dalam analisis ini adalah α=0,05.
III.Hasil Penelitian Research Results
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang imunisasi BCG, dan dukungan suami secara signifikan berpengaruh terhadap pemberian imunisasi BCG. Sebaliknya, pekerjaan ibu dan sikap ibu tidak berpengaruh signifikan. Responden dengan pengetahuan yang baik tentang imunisasi BCG cenderung lebih aktif memberikan imunisasi pada bayi mereka. Rendahnya pengetahuan dan dukungan suami merupakan kendala utama dalam pencapaian cakupan imunisasi BCG yang optimal. Di Puskesmas Aekraja, hanya sebagian kecil ibu yang membawa bayinya untuk imunisasi BCG setiap bulannya di posyandu. Ketersediaan vaksin BCG juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan; vaksin yang sudah dilarutkan hanya dapat digunakan selama 3 jam dan minimal untuk 10 bayi.
3.1. Pengaruh Karakteristik Ibu dan Dukungan Suami
Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa beberapa karakteristik ibu dan dukungan suami secara signifikan mempengaruhi pemberian imunisasi BCG. Pendidikan dan pengetahuan ibu memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pemberian imunisasi. Ibu dengan pendidikan dan pengetahuan yang lebih baik cenderung memberikan imunisasi BCG pada bayinya. Sebaliknya, pekerjaan dan sikap ibu tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pemberian imunisasi. Dukungan suami juga terbukti berpengaruh signifikan; suami yang mendukung cenderung meningkatkan kemungkinan bayi mendapatkan imunisasi. Temuan ini menunjukkan bahwa edukasi dan dukungan keluarga, terutama suami, sangat krusial dalam meningkatkan cakupan imunisasi BCG. Hasil analisis kuantitatif memperkuat hipotesis awal bahwa faktor-faktor sosial dan pengetahuan memainkan peran penting dalam keputusan ibu untuk memberikan imunisasi BCG pada bayinya.
3.2. Pengaruh Pengetahuan Ibu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang imunisasi BCG berpengaruh signifikan (p=0,016 < 0,05) terhadap pemberian imunisasi. Temuan ini sejalan dengan penelitian Aini (2009) dan Irfani (2010) yang juga menemukan hubungan antara pengetahuan ibu dan partisipasi dalam pemberian imunisasi. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang manfaat imunisasi BCG dan pencegahan tuberkulosis lebih cenderung memberikan imunisasi pada bayinya. Sebagian besar responden (92,5%) mengaku tidak tahu tentang pencegahan tuberkulosis berat seperti meningitis TB melalui imunisasi BCG. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan yang perlu diatasi melalui program penyuluhan kesehatan yang lebih efektif. Pengetahuan tentang imunisasi BCG dapat diperoleh dari berbagai sumber layanan kesehatan seperti posyandu, puskesmas, bidan, dan dokter, namun rendahnya pengetahuan responden mengindikasikan perlunya strategi komunikasi kesehatan yang lebih komprehensif dan mudah dipahami oleh masyarakat.
3.3. Pengaruh Sikap Ibu dan Dukungan Suami
Meskipun secara statistik tidak signifikan, hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa sikap ibu terhadap imunisasi BCG pada dasarnya positif. Meskipun banyak yang memiliki pengetahuan yang buruk, mereka tetap setuju dengan pentingnya imunisasi. Namun, dukungan suami terhadap pemberian imunisasi BCG sebagian besar (89,5%) dikategorikan buruk. Kurangnya pengetahuan suami tentang imunisasi BCG, anggapan imunisasi BCG menyebabkan demam, serta budaya pengambilan keputusan keluarga yang terpusat pada suami di suku Batak, menjadi faktor penyebab rendahnya dukungan suami. Pengambilan keputusan dalam keluarga, khususnya terkait kesehatan, sangat dipengaruhi oleh peran suami dalam budaya masyarakat tersebut. Oleh karena itu, strategi penyuluhan perlu melibatkan suami dan keluarga secara aktif untuk memastikan dukungan mereka terhadap program imunisasi BCG.
3.4. Faktor Lain Ketersediaan Vaksin BCG
Selain faktor-faktor yang telah dibahas, penelitian juga menemukan ketersediaan vaksin BCG sebagai variabel yang mempengaruhi cakupan imunisasi. Vaksin BCG tidak akan dilarutkan dan diberikan jika hanya ada satu bayi. Satu vaksin yang dilarutkan hanya cukup untuk 10 bayi dan hanya bertahan selama 3 jam. Ini berarti jika jumlah bayi yang datang sedikit, vaksin yang sudah dilarutkan akan terbuang sia-sia. Kondisi ini menjadi hambatan tersendiri dalam pelaksanaan program imunisasi BCG, terutama di daerah dengan cakupan imunisasi yang rendah. Perencanaan dan pengadaan vaksin BCG yang lebih efektif perlu dipertimbangkan untuk mengatasi kendala ini dan memastikan setiap bayi yang membutuhkan mendapatkan imunisasi.
IV.Kesimpulan dan Saran Conclusion and Recommendations
Penelitian ini menyimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan ibu tentang imunisasi BCG, peningkatan dukungan suami, dan perbaikan pelayanan imunisasi BCG di Puskesmas Aekraja sangat penting untuk meningkatkan cakupan imunisasi BCG. Diperlukan pelatihan bagi petugas kesehatan dan penyuluhan kepada ibu dan suami tentang pentingnya imunisasi BCG dalam mencegah tuberkulosis (TB). Puskesmas Aekraja perlu meningkatkan strategi untuk mengatasi kendala ketersediaan vaksin BCG dan memastikan akses yang mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan imunisasi BCG.
4.1. Kesimpulan Utama
Kesimpulan utama penelitian ini adalah bahwa pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang imunisasi BCG, dan dukungan suami secara signifikan mempengaruhi pemberian imunisasi BCG pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Aekraja. Peningkatan pengetahuan ibu dan dukungan suami sangat penting untuk meningkatkan cakupan imunisasi. Pekerjaan dan sikap ibu, berdasarkan hasil penelitian ini, tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Temuan ini menekankan perlunya intervensi yang terfokus pada peningkatan pengetahuan dan pemahaman ibu dan keluarga tentang manfaat imunisasi BCG dalam mencegah penyakit tuberkulosis (TB), serta pentingnya peran suami dalam pengambilan keputusan terkait kesehatan keluarga. Rendahnya cakupan imunisasi BCG di Puskesmas Aekraja, yang jauh di bawah standar pelayanan minimal (SPM), menunjukkan urgensi dari upaya peningkatan program imunisasi.
4.2. Saran untuk Peningkatan Cakupan Imunisasi BCG
Berdasarkan temuan penelitian, beberapa saran diajukan untuk meningkatkan cakupan imunisasi BCG di Puskesmas Aekraja. Pertama, peningkatan layanan imunisasi BCG, khususnya melalui pelatihan bagi petugas imunisasi agar penyuluhan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan komprehensif. Penyuluhan tidak hanya ditujukan kepada ibu, tetapi juga kepada suami dan keluarga sebagai pengambil keputusan utama dalam keluarga. Kedua, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang imunisasi BCG dan penyakit tuberkulosis perlu dilakukan melalui berbagai media promosi kesehatan seperti leaflet, booklet, dan poster. Ketiga, Puskesmas Aekraja perlu memperhatikan dan mengoptimalkan ketersediaan vaksin BCG agar tidak terjadi pemborosan vaksin dan memastikan setiap bayi yang membutuhkan dapat diimunisasi. Strategi pengelolaan vaksin yang efektif perlu diimplementasikan untuk mengatasi kendala yang ada. Saran-saran tersebut perlu dipertimbangkan oleh pihak terkait untuk mencapai target cakupan imunisasi BCG yang optimal dan melindungi bayi dari risiko penyakit TB.
V.Informasi Tambahan Additional Information
Puskesmas Aekraja, Kabupaten Tapanuli Utara, terletak 24 km dari Kota Tarutung dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Wilayah kerjanya meliputi 5 desa dengan luas 257,35 km² dan populasi 6.909 jiwa (1.151 KK). Jumlah bayi di wilayah kerja Puskesmas Aekraja tahun 2011 sejumlah 183 orang, dengan persalinan ditolong tenaga kesehatan sebesar 71,70%. Tahun 2009, cakupan imunisasi BCG di Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 56,50%, dan Tapanuli Utara menempati urutan ke-5 terendah dari 28 kabupaten/kota di Sumatera Utara untuk angka cakupan imunisasi BCG.
5.1. Gambaran Umum Puskesmas Aekraja dan Kabupaten Tapanuli Utara
Puskesmas Aekraja terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, berjarak 24 km dari Kota Tarutung dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Wilayah kerjanya mencakup 5 desa dengan luas 257,35 km² dan populasi 6.909 jiwa (1.151 kepala keluarga). Pada tahun 2011, terdapat 183 bayi di wilayah kerja Puskesmas Aekraja, dengan 71,70% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. Kabupaten Tapanuli Utara sendiri terdiri dari 15 kecamatan dan 18 unit puskesmas. Data tahun 2009 menunjukkan bahwa Kabupaten Tapanuli Utara memiliki angka cakupan imunisasi BCG sebesar 56,50%, masih jauh dari angka ideal 100%, dan menempati urutan ke-5 terendah dari 28 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Jumlah bayi di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2009 mencapai 6.782, dengan 56,50% menerima imunisasi BCG. Terdapat 41 kasus penderita TB paru klinis pada balita di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2009, menunjukkan adanya masalah kesehatan yang perlu ditangani secara serius.
5.2. Kegiatan Imunisasi BCG di Puskesmas Aekraja
Imunisasi BCG di Puskesmas Aekraja dilakukan setiap bulan di setiap posyandu oleh bidan desa dan kader. Dalam kegiatan posyandu tersebut, dilakukan penyuluhan dan penyuntikan vaksin BCG. Namun, hanya sebagian kecil ibu yang datang dan mau mengikuti kegiatan imunisasi BCG, sedangkan sebagian besar tidak datang karena berbagai alasan yang telah diuraikan sebelumnya dalam penelitian ini. Rendahnya partisipasi ibu dalam kegiatan imunisasi BCG di posyandu menunjukan perlunya strategi yang lebih tepat sasaran dalam mensosialisasikan dan menjalankan program imunisasi di lapangan. Informasi tambahan ini memberikan konteks penting tentang layanan kesehatan dan tantangan yang dihadapi di wilayah penelitian, menjelaskan lebih lanjut latar belakang rendahnya cakupan imunisasi BCG.