
Pengaruh Ekstrak Kayu Manis Terhadap Jumlah Candida albicans pada Basis Gigitiruan Resin Akrilik
Informasi dokumen
Penulis | Grace Asima Siahaan |
Sekolah | Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara |
Jurusan | Kedokteran Gigi |
Tempat | Medan |
Jenis dokumen | Skripsi |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 4.37 MB |
- Perendaman
- Ekstrak Kayu Manis
- Candida albicans
Ringkasan
I.Latar Belakang Candida albicans dan Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Penelitian ini berfokus pada permasalahan denture stomatitis, peradangan pada mukosa mulut akibat koloni Candida albicans pada basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas. Resin akrilik polimerisasi panas, bahan umum pembuatan gigitiruan, memiliki sifat yang memungkinkan pertumbuhan jamur ini. Kebersihan gigitiruan sangat penting untuk mencegah masalah ini. Penelitian ini mengeksplorasi ekstrak kayu manis sebagai alternatif pembersih gigitiruan alami untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans.
1. Masalah Denture Stomatitis dan Peran Candida albicans
Bagian ini menjelaskan masalah utama penelitian, yaitu denture stomatitis, suatu peradangan pada mukosa mulut yang disebabkan oleh koloni Candida albicans. Dokter gigi memiliki tanggung jawab untuk memberikan instruksi kebersihan gigitiruan dan rongga mulut guna mencegahnya. Pertumbuhan Candida albicans pada basis gigitiruan dari resin akrilik polimerisasi panas menjadi fokus utama karena resin ini merupakan material yang umum digunakan dalam pembuatan gigitiruan. Sifat kimia dan biologis resin akrilik ini memungkinkan pembentukan koloni Candida albicans. Oleh karena itu, penelitian ini mencari solusi alternatif untuk menjaga kebersihan gigitiruan dan mencegah denture stomatitis. Salah satu upaya yang dikaji adalah penggunaan ekstrak kayu manis dengan berbagai konsentrasi untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans pada resin akrilik.
2. Prevalensi Kehilangan Gigi dan Penggunaan Gigitiruan
Data dari WHO tahun 2012 menunjukkan prevalensi kehilangan gigi akibat penyakit periodontal yang parah mencapai 15-20% pada usia 35-44 tahun dan 30% pada usia 65-74 tahun. Data RISKESDAS 2007 di Sulawesi Selatan menunjukkan angka yang serupa, dengan 0,2% kehilangan seluruh gigi pada usia 25-34 tahun dan 32,8% pada usia 65 tahun ke atas. Meskipun prevalensi penggunaan gigitiruan lepasan atau cekat relatif kecil (4,8% di Sulawesi Selatan dan 4,6% di Indonesia), kehilangan gigi berdampak pada fungsi mastikasi, estetika wajah, dan fonetik. Oleh karena itu, penggunaan gigitiruan penting, dan penelitian ini relevan karena fokus pada material gigitiruan dan upaya pencegahan infeksi Candida albicans yang sering terjadi pada pemakainya.
3. Resin Akrilik Polimerisasi Panas dan Sifat sifatnya
Resin akrilik polimerisasi panas adalah bahan yang paling umum digunakan untuk basis gigitiruan karena harganya relatif murah, estetis (translusen dan stabil warnanya), tidak toksik, menyerap air sedikit, monomer yang dilepaskan tidak larut di rongga mulut, dan mudah diperbaiki. Namun, absorpsi air yang terjadi, meskipun relatif sedikit (sekitar 2% pada keseimbangan), dapat menyebabkan ekspansi linear sebesar 0,23% per 1% kenaikan berat akibat reabsorbsi air. Koefisien difusi air yang rendah (1,08 x 10-2 m2/detik pada 37°C) menyebabkan waktu penjenuhan air pada basis gigitiruan cukup lama, sekitar 17 hari. Selain itu, ketebalan resin akrilik berpengaruh pada sifat mekanis gigitiruan, dan crazing (retakan kecil) pada permukaan gigitiruan dapat menyebabkan patahnya basis gigitiruan. Sifat kimia dan biologis resin akrilik ini, termasuk kemampuannya untuk mengabsorpsi air, mempengaruhi kolonisasi mikroorganisme, termasuk Candida albicans, pada permukaan gigitiruan.
4. Penelitian Terdahulu tentang Penghambatan Pertumbuhan Candida albicans
Beberapa penelitian telah meneliti berbagai bahan untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans pada gigitiruan. Penelitian Namira (2013) menunjukkan klorheksidin 0,2% dan ekstrak buah lerak efektif menghambat pertumbuhan Candida albicans pada resin akrilik. Fandani (2013) menemukan rebusan daun sirih dan ekstrak lidah buaya juga efektif. Haluanry (2013) membandingkan ekstrak jahe dengan klorheksidin, menunjukkan klorheksidin lebih efektif tetapi ekstrak jahe masih cukup efektif. Penelitian lain mengenai minyak atsiri kayu manis menunjukkan potensi antijamur yang kuat, dengan Anupama dkk (2005) dan Fakhriyana E (2010) melaporkan konsentrasi rendah minyak atsiri kayu manis sudah efektif menghambat pertumbuhan Candida albicans. Penelitian Christian dkk (2013) menunjukkan ekstrak kayu manis 50% efektif mengurangi jumlah Candida albicans pada resin akrilik. Semua penelitian ini memberikan dasar bagi penelitian saat ini yang mengeksplorasi potensi ekstrak kayu manis sebagai alternatif pembersih gigitiruan.
5. Kandungan Kimia Kayu Manis dan Mekanisme Antijamur
Kayu manis (Cinnamomum burmanii) mengandung berbagai senyawa dengan sifat antijamur, termasuk minyak atsiri, sinamaldehid, eugenol, dan tanin. Sinamaldehid, komponen utama minyak atsiri kayu manis, menghambat pertumbuhan Candida albicans dengan mengikat enzim pada dinding sel dan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme sel. Trans-cinnamaldehyde, bentuk alami sinamaldehid, menghambat sintesis kitin dan β-glucan pada dinding sel jamur. Eugenol, sejenis fenol, menghambat kolonisasi Candida albicans melalui mekanisme penghambatan pembelahan sel. Tanin, senyawa polifenol, mengurangi kemampuan sel eukariot untuk melekat, menghambat pembentukan germ tube, dan menstimulasi fagositosis, akhirnya menghambat metabolisme Candida albicans. Semua ini menunjukkan potensi kayu manis sebagai agen antijamur yang kuat untuk aplikasi pada gigitiruan.
II.Metode Penelitian Pengaruh Ekstrak Kayu Manis pada Candida albicans
Penelitian eksperimental laboratorium ini menguji pengaruh tiga konsentrasi ekstrak kayu manis (10%, 30%, dan 50%) terhadap jumlah Candida albicans pada sampel resin akrilik polimerisasi panas (20x20x1mm, total 24 sampel). Uji statistik ANOVA satu arah dan uji LSD digunakan untuk menganalisis data jumlah koloni Candida albicans (CFU/ml).
1. Desain Penelitian Eksperimental Laboratorium
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental laboratorium untuk menyelidiki pengaruh ekstrak kayu manis terhadap jumlah Candida albicans. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak kayu manis dengan konsentrasi 10%, 30%, dan 50% terhadap jumlah Candida albicans pada basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas. Sampel penelitian terdiri dari 24 buah resin akrilik polimerisasi panas berukuran 20x20x1 mm, yang dibagi menjadi empat kelompok perlakuan: tiga kelompok perlakuan (masing-masing direndam dalam ekstrak kayu manis 10%, 30%, dan 50%) dan satu kelompok kontrol. Setiap kelompok terdiri dari 6 sampel uji. Metode ini memungkinkan pengukuran dan perbandingan yang terkontrol terhadap efektivitas ekstrak kayu manis dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
2. Preparasi Sampel dan Pengukuran Candida albicans
Sampel resin akrilik polimerisasi panas direndam dalam masing-masing konsentrasi ekstrak kayu manis selama waktu tertentu (lamanya perendaman tidak disebutkan secara eksplisit dalam potongan teks ini). Setelah perendaman, jumlah Candida albicans pada setiap sampel dihitung menggunakan satuan Colony Forming Unit per mililiter (CFU/ml). Proses penghitungan Candida albicans melibatkan penyebaran suspensi Candida albicans pada media Sabouraud’s dextrose agar dan inkubasi selama 48 jam. Detail metode penyebaran (misalnya, menggunakan hockey stick) disebutkan, tetapi detail lebih lanjut tentang persiapan sampel dan media kultur tidak disertakan dalam cuplikan ini.
3. Analisis Data Uji Statistik ANOVA dan LSD
Data jumlah Candida albicans (CFU/ml) yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik. Uji ANOVA satu arah digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan signifikan antara kelompok perlakuan (berbagai konsentrasi ekstrak kayu manis) dan kelompok kontrol. Uji LSD (Least Significant Difference) kemudian diterapkan untuk menentukan kelompok perlakuan mana yang memiliki perbedaan signifikan secara berpasangan. Penggunaan uji statistik ini memungkinkan peneliti untuk mengkuantifikasi pengaruh ekstrak kayu manis terhadap pertumbuhan Candida albicans dan menentukan konsentrasi yang paling efektif. Nilai p yang dihasilkan dari uji statistik digunakan untuk menentukan signifikansi statistik perbedaan yang ditemukan.
III.Hasil Penelitian Efektivitas Ekstrak Kayu Manis 50
Hasil menunjukkan bahwa perendaman dalam ekstrak kayu manis 50% secara signifikan mengurangi jumlah Candida albicans dibandingkan dengan kontrol (p<0,05). Uji LSD menunjukkan perbedaan signifikan antara konsentrasi 50% dengan konsentrasi 10% dan 30%. Meskipun konsentrasi 50% menunjukkan jumlah Candida albicans terendah, perbedaannya dengan kontrol tidak signifikan (p>0,05). Secara keseluruhan, ekstrak kayu manis menunjukkan potensi sebagai bahan alternatif pembersih gigitiruan.
1. Pengaruh Ekstrak Kayu Manis 50 terhadap Jumlah Candida albicans
Hasil utama menunjukkan bahwa perendaman resin akrilik polimerisasi panas dalam ekstrak kayu manis 50% memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengurangan jumlah Candida albicans (p=0,00; p<0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ini menunjukkan potensi ekstrak kayu manis 50% sebagai agen antijamur yang efektif dalam konteks ini. Meskipun jumlah Candida albicans terendah secara keseluruhan ditemukan pada kelompok kontrol (menggunakan klorheksidin), temuan ini tetap relevan karena menunjukkan potensi ekstrak kayu manis sebagai alternatif alami. Perlu dicatat bahwa perbedaan antara kelompok ekstrak kayu manis 50% dan kelompok kontrol tidak signifikan secara statistik (p=0.15; p>0.05) berdasarkan uji ANOVA satu arah, menunjukkan bahwa walaupun efektif mengurangi jumlah jamur, efeknya tidak jauh berbeda dengan kontrol.
2. Perbandingan Efektivitas Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kayu Manis
Uji LSD (Least Significant Difference) digunakan untuk membandingkan secara berpasangan efektivitas berbagai konsentrasi ekstrak kayu manis. Hasil menunjukkan perbedaan signifikan antara kelompok perendaman ekstrak kayu manis 10% dan 50% (p=0,00; p<0,05), serta antara kelompok 30% dan 50% (p=0,01; p<0,05). Ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak kayu manis, khususnya dari 30% ke 50%, meningkatkan efektivitas penghambatan pertumbuhan Candida albicans. Namun, perbedaan antara konsentrasi 10% dan 30% tidak signifikan secara statistik, menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi dari 10% ke 30% tidak memberikan peningkatan yang signifikan dalam efektivitas penghambatan pertumbuhan Candida albicans.
3. Analisis Statistik dan Distribusi Data
Jumlah Candida albicans diukur dalam CFU/ml. Nilai rata-rata dan standar deviasi untuk masing-masing kelompok perlakuan dilaporkan. Untuk kelompok ekstrak kayu manis 10%, nilai rata-rata adalah 163,33 ± 37,96 CFU/ml; untuk 30%, 134,83 ± 29,40 CFU/ml; dan untuk 50%, 72,17 ± 23,66 CFU/ml. Kelompok kontrol (klorheksidin) memiliki nilai rata-rata 47,67 ± 19,86 CFU/ml. Uji Homogenity of Variances dilakukan untuk memastikan data terdistribusi normal dan memiliki varian yang sama, dengan hasil sig = 0,46 (sig > 0,05), yang mendukung penggunaan uji ANOVA dan LSD. Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun ekstrak kayu manis 50% menunjukkan jumlah Candida albicans terendah dibandingkan dengan konsentrasi lain, pengaruhnya terhadap jumlah Candida albicans hampir sama dengan kelompok kontrol berdasarkan uji ANOVA.
IV.Mekanisme Penghambatan Candida albicans Kandungan Kayu Manis
Efektivitas ekstrak kayu manis dikaitkan dengan kandungan antijamur-nya, terutama sinamaldehid, eugenol, dan tanin. Sinamaldehid, komponen utama minyak atsiri kayu manis, menghambat metabolisme Candida albicans dengan mengikat enzim pada dinding sel dan oksigen. Eugenol menghambat pembelahan sel, sementara tanin mengurangi kemampuan sel untuk melekat dan menstimulasi fagositosis. Trans-cinnamaldehyde, bentuk alami sinamaldehid, juga menghambat sintesis kitin dan β-glucan, komponen penting dinding sel jamur, sehingga menghambat pembentukan biofilm Candida albicans.
1. Sinamaldehid Mekanisme Penghambatan Utama
Sinamaldehid, komponen utama kayu manis, memainkan peran kunci dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Mekanisme kerjanya melibatkan gugus bebas 3-phenyl yang mampu mengikat enzim pada dinding sel Candida albicans dan juga mengikat oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme sel. Pengikatan ini mengganggu proses metabolisme Candida albicans, yang menyebabkan kematian sel. Selain itu, sinamaldehid juga memiliki kemampuan untuk melakukan denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan, sehingga permeabilitas sel jamur meningkat. Proses ini melibatkan reaksi awal dengan protein sel, menyebabkan penghambatan atau pembunuhan jamur melalui kerusakan sistem koloid dengan koagulasi dan presipitasi protein. Trans-cinnamaldehyde, bentuk alami sinamaldehid, juga berperan sebagai inhibitor chitin synthase genes isoenzym dan inhibitor non-kompetitif dari β-glucan, menghalangi pembentukan biofilm dan kolonisasi Candida albicans.
2. Peran Eugenol dan Tanin dalam Aktivitas Antijamur
Selain sinamaldehid, eugenol dan tanin juga berkontribusi pada efek antijamur kayu manis. Eugenol, sejenis fenol dengan rumus kimia C10H12O2, memiliki gugus OH fenolik bebas pada cincin aromatiknya dan gugus OH termetilasi yang berperan penting dalam menghambat koloni Candida albicans. Aktivitas antijamur eugenol dipengaruhi oleh ukuran gugus alkil yang ditambahkan; gugus alkil yang lebih besar meningkatkan aktivitas antijamur. Mekanisme kerjanya adalah menghambat kolonisasi Candida albicans selama proses pembelahan sel. Sementara itu, tanin, suatu senyawa polifenol, menurunkan kemampuan sel eukariot untuk melekat, menghambat pembentukan germ tube, dan menstimulasi fagositosis, yang semuanya berkontribusi pada penghambatan metabolisme dan kematian Candida albicans.
3. Perbandingan dengan Klorheksidin Kontrol Positif
Meskipun kelompok kontrol (menggunakan klorheksidin) menunjukkan jumlah koloni Candida albicans terendah, penelitian ini menekankan mekanisme antijamur dari komponen kayu manis sebagai alternatif. Klorheksidin diketahui mengkoagulasi nukleoprotein dan mengubah dinding sel yeast, menyebabkan keluarnya komponen sitoplasma ke plasmalemma, sehingga mencegah pertumbuhan Candida albicans. Penelitian Himani dkk. (2008) mendukung efektivitas klorheksidin glukonat 0,2% dibandingkan dengan beberapa agen antimikroba lainnya. Fernanda CM (2010) juga menemukan penurunan jumlah Candida albicans dengan penggunaan klorheksidin dari berbagai merek. Meskipun klorheksidin efektif, penelitian ini mengkaji potensi ekstrak kayu manis sebagai alternatif alami yang lebih aman dan nyaman bagi pengguna gigitiruan.
V.Kesimpulan dan Rekomendasi Potensi Ekstrak Kayu Manis sebagai Pembersih Gigitiruan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ekstrak kayu manis 50% efektif menghambat pertumbuhan Candida albicans pada resin akrilik polimerisasi panas. Meskipun klorheksidin (kontrol) menunjukkan jumlah Candida albicans terendah, ekstrak kayu manis menawarkan alternatif alami yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pembersih gigitiruan yang lebih efektif dan aman. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan konsentrasi dan metode aplikasi.
1. Kesimpulan Utama Efektivitas Ekstrak Kayu Manis 50
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ekstrak kayu manis, khususnya pada konsentrasi 50%, efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans pada basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas. Meskipun kelompok kontrol (klorheksidin) menunjukkan jumlah Candida albicans terendah, ekstrak kayu manis 50% menunjukkan potensi sebagai alternatif alami yang signifikan. Hasil uji statistik ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan (ekstrak kayu manis berbagai konsentrasi) dan kelompok kontrol. Uji LSD lebih lanjut mengkonfirmasi perbedaan signifikan antara ekstrak kayu manis 50% dengan konsentrasi 10% dan 30%, menunjukkan peningkatan efektivitas seiring peningkatan konsentrasi. Temuan ini mendukung pengembangan ekstrak kayu manis sebagai bahan pembersih gigitiruan alternatif.
2. Rekomendasi untuk Pengembangan dan Aplikasi
Berdasarkan hasil penelitian, direkomendasikan agar industri yang memproduksi bahan pembersih gigitiruan mempertimbangkan untuk menambahkan ekstrak kayu manis 50% ke dalam produk mereka untuk meningkatkan efikasi. Alternatif lain adalah pembuatan larutan pembersih gigitiruan yang sepenuhnya berbasis ekstrak kayu manis. Hal ini dapat memperkenalkan kepada masyarakat Indonesia produk herbal lokal dengan khasiat yang setara dengan produk pembersih gigitiruan yang sudah ada di pasaran. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan konsentrasi ekstrak kayu manis, durasi perendaman, dan metode aplikasi yang paling efektif untuk memastikan keamanan dan efikasi yang optimal dalam penggunaan klinis. Penelitian lebih lanjut juga dapat meneliti kombinasi ekstrak kayu manis dengan metode pembersihan mekanis (misalnya, menyikat) untuk potensi peningkatan efektivitas.