
Pengaruh Ekstrak Buah Lerak 0,01% Terhadap Stabilitas Warna Basis Gigitiruan Resin Akrilik
Informasi dokumen
Penulis | Fany Yunita Sumartin |
Sekolah | Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran Gigi |
Jurusan | Kedokteran Gigi |
Tempat | Medan |
Jenis dokumen | Skripsi |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 4.62 MB |
- Ekstrak Buah Lerak
- Stabilitas Warna
- Resin Akrilik
Ringkasan
I.Bahan Basis Gigitiruan dan Stabilitas Warna
Penelitian ini berfokus pada stabilitas warna dari resin akrilik polimerisasi panas (RAPP), bahan dasar yang paling umum digunakan untuk basis gigitiruan. RAPP dipilih karena sifatnya yang tidak toksik, biokompatibel, estetis, dan mudah diperbaiki. Namun, RAPP rentan terhadap perubahan warna akibat penyerapan cairan, termasuk dari desinfektan. Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh penggunaan ekstrak buah lerak (Sapindus rarak DC) sebagai alternatif pembersih gigitiruan, yang mengandung flavonoid yang berpotensi menyebabkan perubahan warna pada basis gigitiruan.
1. Resin Akrilik Polimerisasi Panas RAPP sebagai Bahan Basis Gigitiruan
Dokumen ini menjelaskan bahwa resin akrilik, khususnya resin akrilik polimerisasi panas (RAPP), merupakan bahan dasar yang paling sering digunakan untuk basis gigitiruan dalam kedokteran gigi. Keunggulan RAPP meliputi sifatnya yang tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan mulut, serta memiliki sifat fisis dan estetis yang baik. Selain itu, RAPP relatif murah, mudah diperbaiki (direparasi), dan pembuatannya lebih mudah dibandingkan dengan bahan lain. Meskipun demikian, RAPP memiliki kelemahan yaitu mudah patah jika jatuh di permukaan keras dan dapat menyerap cairan seperti air, bahan kimia, dan sisa makanan, yang dapat menyebabkan perubahan warna. Sifat penyerapan cairan ini dan porositas RAPP menjadi perhatian utama karena dapat mempengaruhi stabilitas warna jangka panjang dari basis gigitiruan. Keberhasilan penggunaan basis gigitiruan sangat bergantung pada kemampuannya mempertahankan warna asli selama pemakaian, sehingga stabilitas warna menjadi faktor kunci dalam menentukan keberhasilan suatu bahan kedokteran gigi. Perubahan warna yang terjadi pada resin akrilik dapat menimbulkan masalah estetika bagi pengguna.
2. Anjuran Penggunaan Tanaman Obat dan Ekstrak Buah Lerak
Sejalan dengan anjuran pemerintah untuk membudidayakan tanaman tradisional sebagai bahan desinfektan, penelitian ini mengeksplorasi potensi ekstrak buah lerak (Sapindus rarak DC) sebagai alternatif pembersih gigitiruan. Lerak mudah didapatkan dan telah dikenal memiliki khasiat antimikroba. Namun, kandungan flavonoid pada lerak menimbulkan kekhawatiran akan pengaruhnya terhadap stabilitas warna basis gigitiruan RAPP. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak buah lerak efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans, mikroorganisme yang sering ditemukan di rongga mulut dan dapat menyebabkan infeksi. Beberapa penelitian telah menunjukkan efektivitas ekstrak lerak sebagai pembersih gigitiruan, bahkan lebih efektif dibandingkan dengan klorheksidin dalam beberapa kasus. Namun, belum ada penelitian yang spesifik meneliti pengaruh perendaman ekstrak lerak terhadap stabilitas warna RAPP, merupakan celah yang mendorong penelitian ini dilakukan.
3. Perubahan Warna Resin Akrilik dan Faktor faktor yang Mempengaruhi
Perubahan warna pada resin akrilik dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik mencakup perubahan kimiawi dalam bahan itu sendiri, misalnya oksidasi aselerator amino yang dapat menyebabkan perubahan warna dari putih menjadi kuning. Faktor ekstrinsik meliputi penetrasi zat warna dari luar, seperti kopi, teh, dan nikotin. Porositas resin akrilik juga berperan penting, karena semakin tinggi porositas, semakin besar penyerapan cairan dan zat warna, yang mengakibatkan perubahan warna. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan perubahan warna signifikan pada RAPP akibat perendaman dalam larutan berwarna seperti kopi dan teh. Lama perendaman juga memengaruhi tingkat perubahan warna, dengan waktu perendaman yang lebih lama cenderung menghasilkan perubahan warna yang lebih signifikan. Permukaan RAPP yang kasar juga berkontribusi pada pengumpulan plak dan penyerapan zat warna, sehingga permukaan yang halus lebih disukai untuk menjaga stabilitas warna.
II.Pengaruh Ekstrak Buah Lerak terhadap RAPP
Penelitian ini menyelidiki dampak ekstrak buah lerak 0,01% terhadap stabilitas warna RAPP. Ekstrak lerak dipilih karena sifat antimikrobanya yang efektif melawan Candida albicans, sebuah mikroorganisme penyebab masalah pada rongga mulut. Meskipun efektif, kandungan flavonoid dalam ekstrak lerak dikhawatirkan dapat menyebabkan perubahan warna pada resin akrilik. Metode penelitian melibatkan perendaman sampel RAPP dalam ekstrak lerak untuk jangka waktu tertentu, kemudian menganalisis perubahan warna menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan spektroskopi inframerah.
1. Pemilihan Ekstrak Buah Lerak 0 01
Penelitian ini menggunakan ekstrak buah lerak 0,01% sebagai bahan uji. Pemilihan konsentrasi ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa konsentrasi ini efektif dalam menekan pertumbuhan Candida albicans, sebuah jamur yang sering menjadi penyebab masalah pada pengguna gigitiruan. Meskipun efektif sebagai antiseptik, ekstrak lerak mengandung flavonoid yang berpotensi menyebabkan perubahan warna pada resin akrilik polimerisasi panas (RAPP), bahan utama basis gigitiruan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak penggunaan ekstrak lerak 0,01% terhadap stabilitas warna RAPP, dengan mempertimbangkan trade-off antara efektivitas antiseptik dan estetika gigitiruan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengisi kekosongan penelitian sebelumnya yang belum secara khusus meneliti pengaruh perendaman ekstrak lerak terhadap stabilitas warna RAPP. Pemakaian ekstrak lerak 0,01% sebagai pembersih gigitiruan yang efektif disarankan dengan merendam gigitiruan selama 5 menit setiap hari, sementara masa pakai gigitiruan idealnya adalah 5-7 tahun.
2. Metodologi Perendaman dan Pengukuran Perubahan Warna
Metode penelitian melibatkan perendaman sampel RAPP dalam ekstrak buah lerak 0,01% selama beberapa periode waktu (2, 3, 4, 5, dan 7 hari) untuk mengamati perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna diukur menggunakan metode visual dan instrumental. Metode visual meliputi pengamatan langsung dan pemotretan untuk mendokumentasikan perubahan warna. Metode instrumental menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan spektroskopi inframerah untuk pengukuran kuantitatif perubahan warna, terutama absorbansi pada panjang gelombang tertentu yang menunjukan intensitas warna. Pemilihan metode ini bertujuan untuk memperoleh data yang komprehensif dan akurat mengenai perubahan warna RAPP akibat perendaman dalam ekstrak lerak. Studi ini membandingkan hasil dengan penelitian lain yang menggunakan larutan berbeda seperti kopi dan teh untuk melihat tren perubahan warna. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna tentang pengaruh ekstrak lerak terhadap stabilitas warna RAPP, sehingga dapat dipertimbangkan dalam memilih metode pembersihan gigitiruan.
3. Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
Hasil penelitian ini dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang meneliti pengaruh berbagai cairan terhadap warna RAPP. Penelitian Aditiana dkk (2011) misalnya, menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada perendaman RAPP dalam minuman rosella, kemungkinan karena waktu perendaman dan kandungan antosianin yang tidak cukup. Sebaliknya, Subramanya dan Muttagi (2011) menunjukan perubahan warna signifikan pada RAPP yang direndam dalam ekstrak teh dan kopi selama 15 hari, karena kandungan flavonoid, fenol, saponin, dan tanin. Penelitian lain oleh Khazil AS (2008) menunjukkan perubahan warna signifikan pada RAPP yang direndam dalam larutan kopi dan teh, menunjukkan bahwa zat warna dapat mengubah warna RAPP. Penelitian ini juga dibandingkan dengan penelitian Thalib B dkk (2013) yang menggunakan ekstrak bunga rosella dengan waktu perendaman yang lebih singkat. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian lain di analisis berdasarkan perbedaan waktu perendaman dan jenis zat warna yang digunakan. Kesimpulannya, penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pemahaman yang lebih komprehensif tentang dampak ekstrak lerak terhadap stabilitas warna RAPP.
III.Metode Pengukuran Perubahan Warna
Perubahan warna pada sampel RAPP diukur menggunakan dua metode utama: visual dan instrumental. Metode visual melibatkan pengamatan langsung perubahan warna, sementara metode instrumental menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan spektroskopi inframerah untuk analisis yang lebih akurat dan kuantitatif. Pengukuran absorbansi pada panjang gelombang tertentu digunakan untuk menentukan tingkat perubahan warna.
1. Metode Pengukuran Visual
Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan dua metode utama, yaitu metode visual dan instrumental. Metode visual merupakan pendekatan kualitatif yang didasarkan pada pengamatan langsung perubahan warna oleh peneliti. Sampel ditempatkan pada latar belakang putih untuk memudahkan pengamatan. Perubahan warna kemudian diklasifikasikan menjadi tiga kategori: ringan, sedang, dan parah. Metode visual ini juga dapat melibatkan pengambilan foto atau gambar sampel sebelum dan sesudah perlakuan (perendaman), yang kemudian dibandingkan untuk menilai perubahan warna secara lebih objektif. Metode visual, meskipun relatif sederhana, memiliki keterbatasan dalam memberikan data kuantitatif yang presisi mengenai tingkat perubahan warna. Subjektivitas pengamat juga bisa memengaruhi hasil pengukuran. Meskipun demikian, metode ini tetap berguna sebagai pengamatan awal dan sebagai pelengkap data kuantitatif dari metode instrumental.
2. Metode Pengukuran Instrumental
Selain metode visual, penelitian ini juga menggunakan metode instrumental untuk mengukur perubahan warna secara lebih akurat dan kuantitatif. Metode instrumental yang digunakan meliputi spektrofotometer UV-Vis dan spektroskopi inframerah. Spektrofotometer UV-Vis mengukur energi cahaya yang diserap oleh sampel pada panjang gelombang tertentu, memberikan data kuantitatif mengenai intensitas warna. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum untuk mendapatkan kepekaan pengukuran yang optimal. Kalibrasi panjang gelombang dan absorbansi dilakukan untuk meningkatkan keakuratan pengukuran. Spektroskopi inframerah, khususnya dengan sistem FTIR (Fourier Transform Infrared), digunakan untuk menganalisis komponen kimiawi sampel dan mendeteksi perubahan yang mungkin terjadi akibat perendaman. Metode instrumental ini memberikan data yang lebih objektif dan presisi dibandingkan dengan metode visual, memungkinkan analisis yang lebih rinci mengenai perubahan warna pada resin akrilik.
IV.Hasil dan Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan warna signifikan pada sampel RAPP yang direndam dalam ekstrak buah lerak 0,01%. Perubahan warna semakin nyata seiring bertambahnya waktu perendaman. Meskipun ekstrak lerak efektif melawan Candida albicans, penggunaannya perlu dipertimbangkan karena potensi dampak negatif terhadap estetika gigitiruan. Penelitian ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara efektivitas desinfektan dan pemeliharaan stabilitas warna pada basis gigitiruan.
1. Temuan Perubahan Warna Signifikan
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan warna signifikan pada basis gigitiruan RAPP setelah direndam dalam ekstrak buah lerak 0,01% selama 2, 3, 4, 5, dan 7 hari. Perubahan warna yang diamati adalah semakin gelapnya warna RAPP. Temuan ini menunjukkan bahwa ekstrak buah lerak, meskipun efektif sebagai antiseptik, berpotensi mengurangi nilai estetika gigitiruan akibat perubahan warna tersebut. Tingkat perubahan warna yang lebih signifikan terlihat seiring dengan bertambahnya waktu perendaman, menunjukkan hubungan langsung antara durasi paparan ekstrak lerak dan intensitas perubahan warna. Data kuantitatif dari spektrofotometer UV-Vis dan spektroskopi inframerah mendukung temuan visual ini, menunjukkan peningkatan absorbansi yang konsisten seiring dengan waktu perendaman. Hasil ini sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan perubahan warna pada RAPP akibat perendaman dalam larutan berwarna, menegaskan sifat resin akrilik yang mampu menyerap zat warna dari larutan.
2. Perbandingan dengan Metode Pembersihan Lain dan Kesimpulan
Meskipun ekstrak lerak 0,01% menunjukkan efektivitas yang lebih tinggi dalam membunuh Candida albicans dibandingkan dengan klorheksidin, penelitian ini menyoroti perlunya mempertimbangkan trade-off antara efektivitas antiseptik dan aspek estetika gigitiruan. Hasil penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian lain yang menggunakan waktu perendaman yang lebih singkat dan jenis bahan perendam yang berbeda, menunjukkan bahwa durasi perendaman dan jenis bahan perendam sangat memengaruhi tingkat perubahan warna. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ekstrak buah lerak 0,01% dapat menyebabkan berkurangnya estetika gigitiruan akibat perubahan warna yang signifikan. Oleh karena itu, pengguna gigitiruan perlu mempertimbangkan aspek ini dan memilih metode pembersihan yang sesuai dengan prioritas mereka, apakah kebersihan gigitiruan atau estetika menjadi yang utama. Penelitian lebih lanjut dapat difokuskan pada pencarian bahan pembersih alternatif yang memiliki efektivitas antimikroba yang sama tanpa menyebabkan perubahan warna pada RAPP.
V.Metode Pembersihan Gigitiruan
Dokumen ini juga membahas berbagai metode pembersihan gigitiruan, meliputi metode mekanis (misalnya, sikat gigi) dan kimiawi (misalnya, penggunaan larutan peroksida, asam, dan klorheksidin). Ekstrak buah lerak diposisikan sebagai alternatif pembersih alami, namun efeknya terhadap stabilitas warna RAPP perlu dipertimbangkan.
1. Metode Pembersihan Mekanis
Dokumen tersebut menyebutkan bahwa pembersihan gigitiruan dapat dilakukan secara mekanis. Metode ini melibatkan penggunaan sikat gigi yang halus dan pasta gigi yang tidak abrasif, atau pasta gigi yang diformulasikan khusus untuk membersihkan gigitiruan. Pembersihan mekanis ini dianjurkan dilakukan setiap hari untuk menghilangkan plak dan sisa makanan yang menempel pada permukaan gigitiruan. Tujuannya adalah untuk mencegah penumpukan plak yang dapat menyebabkan kalsifikasi, noda, bau tidak sedap, dan iritasi pada mukosa mulut. Pembersihan yang kurang optimal dapat menyebabkan pertumbuhan jamur seperti Candida albicans, yang dapat menginfeksi jaringan lunak di sekitar gigitiruan. Metode mekanis ini merupakan langkah penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan rongga mulut bagi pengguna gigitiruan, namun seringkali perlu dikombinasikan dengan metode pembersihan kimiawi untuk hasil yang lebih optimal.
2. Metode Pembersihan Kimiawi
Selain metode mekanis, pembersihan gigitiruan juga dapat dilakukan secara kimiawi, menggunakan berbagai jenis larutan pembersih. Salah satu yang paling umum digunakan adalah larutan alkalin peroksida, yang direkomendasikan untuk perendaman semalam. Larutan ini melepaskan gelembung oksigen yang membantu membersihkan permukaan gigitiruan secara mekanis. Meskipun umumnya aman, perendaman jangka panjang dalam larutan peroksida dapat menyebabkan pemutihan pada resin akrilik. Pembersih dengan bahan dasar asam encer juga efektif untuk menghilangkan kalkulus dan noda, namun penggunaannya perlu dibatasi dan dilakukan dengan hati-hati karena sifatnya yang korosif terhadap logam dan berpotensi membahayakan mata dan kulit. Klorheksidin glukonat, meskipun efektif melawan plak, tidak cocok untuk penggunaan sehari-hari karena dapat menyebabkan noda. Alternatif lain yang dibahas adalah penggunaan bahan tradisional seperti ekstrak buah lerak dan bunga rosella.
3. Metode Pembersihan Gabungan dan Bahan Tradisional
Dokumen juga menyinggung metode pembersihan gabungan, yaitu kombinasi antara metode mekanis dan kimiawi. Sebagai contoh, penggunaan alat ultrasonik yang digabungkan dengan bahan pembersih kimiawi dapat meningkatkan efektivitas pembersihan. Alat ultrasonik bekerja dengan menggetarkan wadah berisi gigitiruan dan air, sehingga membantu melepaskan plak. Penggunaan bubuk atau tablet pembersih dapat meningkatkan efektivitas alat ultrasonik. Selain metode konvensional, dokumen juga mencatat penggunaan bahan-bahan tradisional untuk pembersihan dan desinfeksi gigitiruan, sejalan dengan anjuran pemerintah untuk memanfaatkan tanaman obat. Ekstrak buah lerak, misalnya, dianggap sebagai alternatif yang efektif melawan Candida albicans, namun penelitian ini menunjukan potensi efek sampingnya terhadap perubahan warna basis gigitiruan.
VI.Komposisi Buah Lerak
Buah lerak mengandung berbagai senyawa, termasuk saponin, alkaloid, polifenol, senyawa antioksidan, dan flavonoid. Kandungan flavonoid inilah yang menjadi fokus penelitian karena potensi perannya dalam menyebabkan perubahan warna pada resin akrilik.
1. Komponen Utama Buah Lerak
Dokumen menyebutkan bahwa buah lerak (Sapindus rarak DC) mengandung beberapa komponen penting, antara lain saponin, alkaloid, polifenol, senyawa antioksidan, flavonoid, dan tanin. Komposisi ini memberikan buah lerak berbagai khasiat, baik secara tradisional maupun farmakologis. Secara tradisional, buah lerak digunakan sebagai sabun, pencuci batik dan rambut, serta pembasmi hama. Khasiat farmakologisnya meliputi sifat antijamur, bakterisida, antiradang, antispasmodinamik, peluruh dahak, dan diuretik. Penelitian Yulinah dkk (2005) menunjukkan ekstrak buah lerak efektif menghambat pertumbuhan Candida albicans. Kandungan saponin dalam buah lerak dibedakan menjadi saponin steroid dan saponin triterpenoid, dengan buah lerak mengandung saponin triterpenoid. Saponin steroid diketahui memiliki efek antijamur dan penghambatan aktivitas otot polos, sedangkan saponin triterpenoid dapat berfungsi sebagai antibiotik. Keberadaan berbagai komponen ini menjadikan buah lerak potensial sebagai bahan alami dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam konteks penelitian ini yaitu sebagai pembersih gigitiruan.
2. Flavonoid dan Tanin dalam Buah Lerak
Di antara komponen buah lerak, flavonoid dan tanin mendapat perhatian khusus dalam penelitian ini. Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang banyak ditemukan di alam, berperan sebagai antioksidan dan memiliki bioaktivitas sebagai obat. Flavonoid bertanggung jawab atas warna merah, ungu, biru, dan sebagian warna kuning pada tumbuhan. Senyawa ini banyak ditemukan pada buah-buahan, sayuran, dan rempah-rempah. Dalam konteks penelitian ini, kandungan flavonoid pada ekstrak lerak menjadi perhatian utama karena potensinya untuk menyebabkan perubahan warna pada resin akrilik. Tanin, senyawa fenol lain dengan berat molekul besar, juga terdapat dalam buah lerak. Tanin membentuk kompleks kuat dengan protein dan beberapa mikromolekul, dan terdiri dari dua jenis: tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi merupakan jenis tanin yang paling dominan ditemukan pada tanaman. Baik flavonoid maupun tanin dapat berkontribusi pada perubahan warna RAPP jika terpapar dalam waktu yang cukup lama, sehingga analisis kandungan ini penting untuk memahami dampak ekstrak lerak terhadap basis gigitiruan.