Pengaruh Body Image Terhadap Self-Esteem Pada Remaja Penderita Skoliosis

Pengaruh Body Image Terhadap Self-Esteem Pada Remaja Penderita Skoliosis

Informasi dokumen

Penulis

Fera

instructor/editor Rodiatul Hasanah Siregar, M.Si, Psi
Sekolah

Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara

Jurusan Psikologi
Jenis dokumen Skripsi
city Medan
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 4.12 MB
  • Body Image
  • Self-Esteem
  • Skoliosis

Ringkasan

I.Latar Belakang Skoliosis Body Image dan Self Esteem pada Remaja

Penelitian ini menyelidiki pengaruh body image terhadap self-esteem pada remaja penderita skoliosis. Masa remaja merupakan periode penting pembentukan identitas diri, termasuk body image. Skoliosis, kelainan lekukan tulang belakang, dapat menyebabkan perubahan fisik yang memengaruhi body image dan selanjutnya berdampak pada self-esteem. Penelitian terdahulu (Mukaromah, 2011; Anderson, 2007; Cash & Smolak, 2011) telah menunjukkan hubungan antara kondisi fisik, khususnya pada remaja, dengan persepsi diri dan kepercayaan diri. Studi ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam pengaruh ini pada populasi remaja di Medan, Indonesia.

1. Definisi dan Dampak Skoliosis pada Remaja

Bagian ini mendefinisikan skoliosis sebagai kelainan lekukan tulang belakang yang abnormal (Anderson, 2007). Disebutkan bahwa skoliosis dapat menimbulkan dampak psikososial pada remaja, terutama karena perubahan penampilan fisik yang signifikan. Remaja penderita skoliosis sering merasa berbeda dan aneh dibandingkan teman sebayanya. Hal ini kemudian berdampak pada pembentukan body image yang negatif dan mempengaruhi self-esteem mereka. Studi oleh Mukaromah (2011) mendukung hal ini, menunjukkan bahwa skoliosis menjadi stressor yang tinggi pada remaja, khususnya terkait dengan body image, menimbulkan kekhawatiran akan masa depan, ketidakberdayaan, dan gangguan dalam pembentukan identitas diri. Studi lain oleh Agata & Testor (2012) juga menemukan body image negatif pada remaja dengan skoliosis idiopatik, yang berdampak pada isu psikososial. Kutipan dari blog pribadi penderita skoliosis memperkuat temuan ini, menggambarkan perasaan tidak berdaya dan takut dijauhi karena penampilan fisik yang berbeda. Masalah ini diperparah karena rendahnya persentase penderita skoliosis di masyarakat, membuat kondisi mereka kurang dipahami dan diterima secara luas. Perubahan fisik yang tidak diinginkan akibat penyakit seperti skoliosis, dapat menurunkan kualitas hidup dan self-esteem (Anderson, 2000; Gannon, 2000; Rumsey & Harcourt, 2004; Thomas McClean, 2000; Grogan, 2006).

2. Body Image dan Self Esteem dalam Konteks Remaja

Bagian ini menjelaskan pentingnya body image dan self-esteem pada remaja. Masa remaja merupakan periode transisi menuju dewasa, ditandai dengan pencarian dan pembentukan identitas diri (Papalia dkk, 2007; Santrock, 2009). Identitas diri mencakup berbagai aspek, termasuk body image, yang merupakan persepsi, perasaan, dan pikiran seseorang tentang tubuhnya (Grogan, 1999; Muth & Cash, 1997 dalam Grogan, 2006; Papalia dkk, 2007). Penampilan fisik menjadi sumber fundamental dalam pembentukan identitas diri, dan remaja berupaya membentuk identitas fisik yang ideal untuk diterima lingkungan sosialnya (Cash & Smolak, 2011; APA, 2002). Self-esteem didefinisikan sebagai sejauh mana individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil, dan berharga (Coopersmith, 1967 dalam Emler, 2001). Self-esteem yang rendah dapat menyebabkan individu merasa inferior, tidak berdaya, dan kehilangan kepercayaan diri (Maslow dalam Schultz & Schultz, 1994). Terdapat hubungan antara body image dan self-esteem, terutama pada remaja, dimana masalah body image dapat berkembang dan memengaruhi bagaimana individu menghargai dirinya sendiri (self-esteem). Penelitian sebelumnya (Ermanza, 2008; Sari, 2012) juga menunjukkan hubungan positif antara body image dan self-esteem, menunjukkan bahwa kecacatan fisik pada usia remaja dapat berdampak negatif pada self-esteem.

3. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Berangkat dari pemahaman tentang skoliosis, body image, dan self-esteem pada remaja, penelitian ini dirumuskan untuk mengkaji pengaruh body image terhadap self-esteem pada remaja penderita skoliosis. Ini didasarkan pada temuan bahwa skoliosis, sebagai kelainan tulang belakang, dapat mengakibatkan perubahan fisik yang memicu body image negatif, sehingga berdampak pada self-esteem remaja yang mengalaminya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara spesifik seberapa besar pengaruh body image terhadap self-esteem remaja penderita skoliosis. Penelitian ini difokuskan pada remaja penderita skoliosis yang berdomisili di Medan, dengan kriteria usia 12-21 tahun. Dengan demikian, penelitian ini ingin memberikan kontribusi pemahaman yang lebih komprehensif mengenai hubungan antara aspek fisik (skoliosis dan body image) dengan aspek psikologis (self-esteem) pada remaja.

II.Metode Penelitian Pengukuran dan Analisis Body Image dan Self Esteem

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melibatkan 32 remaja (usia 12-21 tahun) penderita skoliosis di Medan, Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat ukur berupa skala body image dan skala self-esteem yang dikembangkan peneliti sendiri. Data dianalisis menggunakan uji regresi sederhana untuk melihat hubungan antara body image dan self-esteem.

1. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Medan dan melibatkan 32 remaja penderita skoliosis dengan rentang usia 12-21 tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling, di mana peneliti mengambil sampel dari individu yang memenuhi kriteria dan kebetulan ditemui oleh peneliti. Metode ini dipilih karena kemudahan dalam memperoleh sampel, namun perlu diingat bahwa hasil penelitian dengan teknik ini tidak dapat digeneralisasi ke populasi yang lebih luas. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah usia 12-21 tahun, diagnosis skoliosis, dan berdomisili di Medan. Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai karakteristik demografis sampel, seperti rasio jenis kelamin atau tingkat keparahan skoliosis, yang dijelaskan secara rinci dalam bagian ini.

2. Alat Ukur dan Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua alat ukur utama yang dikembangkan sendiri oleh peneliti, yaitu skala body image dan skala self-esteem. Skala body image diukur berdasarkan lima dimensi yang dikemukakan oleh Cash (dalam Kates, 2007), meliputi evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kekhawatiran akan berat badan berlebih, dan pengkategorian ukuran tubuh. Skala self-esteem disusun berdasarkan komponen harga diri menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998). Kedua skala ini menggunakan penskalaan Likert dengan empat pilihan jawaban (Sangat Tidak Sesuai, Tidak Sesuai, Sesuai, Sangat Sesuai). Data yang diperoleh dari kedua skala ini kemudian dianalisis menggunakan uji regresi sederhana untuk mengetahui pengaruh body image terhadap self-esteem. Tidak terdapat informasi lebih lanjut mengenai validitas dan reabilitas alat ukur dalam bagian ini, yang akan dijelaskan di bagian lain dari dokumen.

III.Hasil Penelitian Hubungan Body Image dan Self Esteem pada Remaja Penderita Skoliosis di Medan

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara body image dan self-esteem pada remaja penderita skoliosis. Variabel bebas (body image) menjelaskan 66,5% dari varians self-esteem. Remaja dengan body image negatif cenderung memiliki self-esteem yang rendah. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa remaja penderita skoliosis di usia 19-21 tahun memiliki nilai body image dan self-esteem yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia yang lebih muda. Temuan ini selaras dengan penelitian sebelumnya (Anderson, 2000; Gannon, 2000; Rumsey & Harcourt, 2004; Thomas Mc-Clean, 2000; Grogan, 2006).

1. Hubungan Body Image dan Self Esteem

Hasil utama penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara body image dan self-esteem pada remaja penderita skoliosis di Medan. Analisis regresi sederhana menunjukkan bahwa variabel body image mampu menjelaskan 66.5% varians self-esteem. Ini berarti terdapat pengaruh yang cukup besar dari persepsi remaja terhadap tubuh mereka (body image) terhadap penghargaan diri mereka (self-esteem). Temuan ini konsisten dengan teori Santrock (1998) yang menyatakan bahwa penampilan fisik merupakan kontributor utama self-esteem. Selain itu, hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya (Anderson, 2000; Gannon, 2000; Rumsey & Harcourt, 2004; Thomas McClean, 2000; Grogan, 2006) yang menunjukkan bahwa perubahan fisik yang tidak diinginkan dapat memengaruhi body image dan selanjutnya menurunkan self-esteem. Kesimpulannya, remaja dengan body image negatif cenderung memiliki self-esteem yang lebih rendah.

2. Pengaruh Usia pada Body Image dan Self Esteem

Analisis lebih lanjut menunjukkan adanya perbedaan self-esteem dan body image berdasarkan usia remaja. Remaja penderita skoliosis yang berusia 19-21 tahun (remaja akhir) menunjukkan nilai body image dan self-esteem yang lebih tinggi dibandingkan remaja yang berusia 12-14 tahun (remaja awal) dan 15-18 tahun (remaja madya). Hal ini kemungkinan disebabkan karena remaja di usia akhir telah melalui proses penyesuaian diri yang lebih lama terhadap kondisi skoliosis mereka, dan telah membangun self-esteem yang lebih stabil. Mereka telah memiliki lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial dan membangun pemahaman diri yang lebih matang (Mruk, 2006). Temuan ini mengindikasikan pentingnya mempertimbangkan faktor usia dalam intervensi untuk meningkatkan self-esteem pada remaja penderita skoliosis.

3. Kepuasan Terhadap Bagian Tubuh Body Area Satisfaction

Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidakpuasan yang signifikan pada sebagian besar subjek terhadap beberapa bagian tubuh mereka. Data menunjukkan persentase ketidakpuasan tertinggi terdapat pada area tubuh bagian atas (bahu, lengan, dada) dan tubuh bagian bawah (pinggul, bokong, paha). Temuan ini konsisten dengan kondisi skoliosis yang seringkali menimbulkan asimetri tubuh. Data ini penting untuk dipahami dan memberikan informasi tambahan terkait aspek body image negatif pada remaja penderita skoliosis. Analisis lebih lanjut dapat dilakukan untuk mempelajari hubungan antara tingkat kepuasan pada area tubuh tertentu dengan self-esteem secara lebih rinci.

IV.Kesimpulan dan Implikasi Pengaruh Body Image terhadap Self Esteem pada Remaja Penderita Skoliosis

Penelitian ini mengkonfirmasi adanya pengaruh signifikan body image terhadap self-esteem pada remaja penderita skoliosis di Medan. Hasil ini menekankan pentingnya intervensi yang fokus pada peningkatan body image untuk meningkatkan self-esteem pada kelompok ini. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi self-esteem dan untuk menguji efektivitas intervensi yang berbeda. Data demografis seperti usia diagnosis skoliosis, jenis pengobatan, dan derajat kemiringan tulang belakang juga dipertimbangkan dalam analisis.

1. Konfirmasi Pengaruh Body Image terhadap Self Esteem

Kesimpulan utama penelitian ini mengonfirmasi adanya hubungan signifikan antara body image dan self-esteem pada remaja penderita skoliosis. Analisis regresi menunjukkan bahwa body image menjelaskan 66.5% dari varians self-esteem, menunjukkan pengaruh yang substansial. Temuan ini mendukung teori yang menghubungkan penampilan fisik dengan self-esteem (Santrock, 1998), dan sejalan dengan penelitian sebelumnya (Anderson, 2000; Gannon, 2000; Rumsey & Harcourt, 2004; Thomas McClean, 2000; Grogan, 2006) yang menunjukkan dampak negatif perubahan fisik yang tidak diinginkan terhadap body image dan self-esteem. Dengan demikian, penelitian ini memberikan bukti empiris kuat mengenai pentingnya memperhatikan body image dalam upaya meningkatkan self-esteem pada remaja penderita skoliosis.

2. Perbedaan Berdasarkan Usia dan Implikasinya

Penelitian ini juga menemukan perbedaan yang menarik berdasarkan usia. Remaja penderita skoliosis di usia 19-21 tahun (remaja akhir) memiliki body image dan self-esteem yang lebih tinggi dibandingkan remaja di usia 12-14 dan 15-18 tahun. Hal ini menunjukkan adanya proses adaptasi dan penyesuaian diri yang terjadi seiring bertambahnya usia. Remaja yang lebih tua mungkin telah mengembangkan mekanisme koping yang lebih efektif dalam menghadapi tantangan fisik dan psikososial yang ditimbulkan oleh skoliosis. Temuan ini menyoroti pentingnya intervensi yang disesuaikan dengan usia, mengingat tahapan perkembangan psikologis remaja yang berbeda. Intervensi yang tepat sasaran akan lebih efektif dalam membantu remaja penderita skoliosis untuk membangun self-esteem yang positif.

3. Implikasi dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini memiliki implikasi penting dalam pengembangan intervensi untuk meningkatkan self-esteem pada remaja penderita skoliosis. Fokus intervensi sebaiknya diarahkan pada peningkatan body image, misalnya melalui konseling atau terapi yang mendukung penerimaan diri. Meskipun penelitian ini telah menunjukkan hubungan yang signifikan, masih terdapat 33.5% varians self-esteem yang tidak dapat dijelaskan oleh body image. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya perlu menyelidiki faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi self-esteem pada kelompok ini, seperti dukungan sosial, faktor keluarga, dan coping mekanisme. Selain itu, perlu juga dilakukan replikasi penelitian dengan sampel yang lebih besar dan metode pengambilan sampel yang lebih representatif untuk meningkatkan generalisasi temuan.