
Penetapan Kadar Kalium pada Daun Salam (Eugenia polyantha Wight)
Informasi dokumen
Penulis | Mayang Sari |
Sekolah | Universitas Sumatera Utara |
Jurusan | Sarjana Farmasi |
Jenis dokumen | Skripsi |
Tempat | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 1.49 MB |
- Kadar Kalium
- Daun Salam
- Spektrofotometri
Ringkasan
I.Tujuan Penelitian dan Metode
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar kalium pada daun salam ( Eugenia polyantha Wight) dalam tiga bentuk: daun salam segar, simplisia daun salam (daun salam kering), dan infusa daun salam (rebusan daun salam segar dan simplisia). Metode yang digunakan adalah Spektrofotometri Serapan Atom (AAS), dipilih karena kepekaannya yang tinggi dan kemudahan pelaksanaan. Penelitian dilakukan di laboratorium dan menggunakan daun salam dari Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara.
1. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemanfaatan daun salam (Eugenia polyantha Wight) sebagai obat tradisional, yang kaya akan mineral, terutama kalium. Melihat potensi ini dan beragamnya bentuk penggunaan daun salam (segar, simplisia, dan infusa), penelitian ini dirumuskan untuk menyelidiki perbedaan kadar kalium pada ketiga bentuk tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui perbedaan kadar kalium pada daun salam segar, simplisia daun salam (daun salam yang telah dikeringkan), dan infusa daun salam (baik dari daun segar maupun simplisia). Penelitian ini ingin memberikan gambaran kuantitatif akan perbedaan kadar kalium yang terdapat pada berbagai bentuk olahan daun salam tersebut. Dengan mengetahui perbedaan ini, diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai penggunaan daun salam sebagai sumber kalium dalam pengobatan tradisional maupun dalam konteks nutrisi.
2. Metode Penelitian yang Digunakan
Metode penelitian yang dipilih adalah metode deskriptif dengan percobaan di laboratorium. Penelitian ini menggunakan sampel daun salam segar yang diperoleh dari Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara. Sampel tersebut kemudian diolah menjadi simplisia melalui proses pengeringan pada suhu 40°C, dan selanjutnya dibuat infus dengan merebus sampel segar dan simplisia. Metode analisis yang digunakan untuk penentuan kadar kalium adalah Spektrofotometri Serapan Atom (AAS). AAS dipilih karena memiliki kepekaan tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), relatif sederhana dalam pelaksanaannya, dan memiliki sedikit interferensi. Pemilihan metode ini didasarkan pada pertimbangan ketepatan dan efisiensi dalam pengukuran kadar kalium pada berbagai bentuk sampel daun salam. Detail prosedur pengolahan sampel, termasuk pembuatan infus, destruksi basah dan kering, serta analisis kualitatif dan kuantitatif kalium, dijelaskan secara terperinci dalam bagian metode penelitian.
3. Bahan dan Alat
Bahan utama dalam penelitian ini adalah daun salam segar yang diperoleh dari Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara. Jumlah daun salam segar yang digunakan adalah 5 kg, yang kemudian dikeringkan hingga menjadi simplisia dengan berat 1,8 kg. Simplisia kemudian dihaluskan menggunakan blender untuk mempermudah proses analisis. Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain toluena, air suling, etanol 95%, asam nitrat, dan larutan baku kalium. Alat-alat yang digunakan meliputi lemari pengering, blender, berbagai peralatan gelas laboratorium (labu, erlenmeyer, pipet, cawan penguap), spektrofotometer serapan atom (AAS), dan alat-alat pendukung lainnya seperti neraca analitik, desikator, dan tanur. Spesifikasi detail dari alat-alat yang digunakan mungkin dijelaskan lebih lanjut dalam bagian metode penelitian, namun pada bagian ini yang penting disampaikan adalah bahwa pemilihan alat disesuaikan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom.
II.Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dalam kadar kalium di antara ketiga bentuk sampel daun salam. Simplisia daun salam memiliki kadar kalium tertinggi (930,5100 ± 6,8009 mg/100g), diikuti oleh infusa simplisia (1219,3333 ± 11,7515 µg/ml), daun salam segar (328,0410 ± 2,7313 mg/100g), dan infusa daun salam segar (537,9700 ± 7,1442 µg/ml). Persentase perbedaan kadar kalium antara simplisia dan daun segar adalah 64,7461%, sementara infusa simplisia dan infusa segar menunjukkan perbedaan 55,8799%. Uji perolehan kembali (recovery) kalium mencapai 93,11% dengan RSD 5,6833%, menunjukkan metode yang digunakan memiliki presisi yang baik.
1. Kadar Kalium pada Berbagai Bentuk Daun Salam
Hasil analisis menunjukkan variasi kadar kalium yang signifikan di antara sampel daun salam segar, simplisia, dan infusanya. Simplisia daun salam menunjukkan kadar kalium tertinggi, yaitu (930,5100 ± 6,8009) mg/100g. Daun salam segar memiliki kadar kalium yang lebih rendah, sebesar (328,0410 ± 2,7313) mg/100g. Infusa simplisia menunjukkan kadar kalium (1219,3333 ± 11,7515) µg/ml, sementara infusa daun salam segar memiliki kadar (537,9700 ± 7,1442) µg/ml. Perbedaan ini menunjukkan bahwa proses pengeringan (pembuatan simplisia) dan perebusan (pembuatan infus) berpengaruh terhadap kadar kalium. Perbedaan persentase kadar kalium antara simplisia dan daun salam segar mencapai 64,7461%, sedangkan antara infusa simplisia dan infusa daun salam segar sebesar 55,8799%. Temuan ini menunjukkan bahwa metode pengolahan berpengaruh signifikan terhadap kandungan kalium dalam daun salam.
2. Validasi Metode Analisis
Uji perolehan kembali (recovery) kalium menunjukkan hasil sebesar 93,11% dengan Relative Standard Deviation (RSD) 5,6833%. Nilai RSD yang relatif rendah menunjukkan bahwa metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) yang digunakan dalam penelitian ini memiliki presisi yang baik dan akurat dalam menentukan kadar kalium. Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan terpercaya dan dapat diandalkan untuk menganalisis kadar kalium pada daun salam. Keberhasilan uji recovery menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan mampu memberikan hasil yang konsisten dan akurat, sehingga data kadar kalium yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan.
III.Analisis dan Pembahasan
Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa daun salam merupakan sumber mineral kalium yang baik, dengan kadar yang berbeda signifikan antara bentuk segar, kering, dan infus. Metode Spektrofotometri Serapan Atom terbukti efektif untuk menetapkan kadar kalium. Hasil ini relevan dengan penelitian lain yang menunjukkan kandungan kalium tinggi pada daun salam (misalnya, United States Department of Agriculture America, 2014, yang mencatat 529 mg/100g). Perbedaan kadar mungkin disebabkan oleh proses pengeringan dan perebusan yang mempengaruhi komposisi kimia daun salam. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan ini dan manfaat kesehatan dari konsumsi kalium dari berbagai bentuk daun salam.
1. Perbedaan Kadar Kalium dan Pengaruh Pengolahan
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan kadar kalium antara daun salam segar, simplisia, dan infusanya. Kadar kalium tertinggi ditemukan pada simplisia, diikuti oleh infusa simplisia, lalu daun salam segar, dan terakhir infusa daun salam segar. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh proses pengeringan (simplisia) dan perebusan (infus) yang mengubah komposisi kimia daun salam, termasuk kadar air dan kelarutan senyawa-senyawa yang mengandung kalium. Proses pengeringan dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi kalium karena berkurangnya kadar air, sedangkan proses perebusan dapat menyebabkan sebagian kalium larut ke dalam air infus. Temuan ini menunjukkan bahwa metode pengolahan berpengaruh signifikan pada kadar kalium yang tersedia.
2. Validasi Metode Spektrofotometri Serapan Atom AAS
Penelitian ini menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) untuk penentuan kadar kalium. Hasil uji perolehan kembali (recovery) mencapai 93,11% dengan RSD sebesar 5,6833%. Nilai recovery yang mendekati 100% dan RSD yang rendah menunjukkan akurasi dan presisi metode AAS yang tinggi dalam analisis kadar kalium pada daun salam. Hal ini menegaskan bahwa metode AAS yang digunakan dalam penelitian ini handal dan dapat diandalkan untuk penentuan kadar kalium pada berbagai bentuk sampel daun salam. Akurasi dan presisi metode ini menjadi penting untuk memastikan keandalan data kadar kalium yang dihasilkan.
3. Implikasi dan Relevansi dengan Penelitian Sebelumnya
Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa daun salam mengandung kadar kalium yang tinggi (misalnya, United States Department of Agriculture America, 2014). Namun, penelitian ini memberikan informasi lebih spesifik mengenai perbedaan kadar kalium pada berbagai bentuk pengolahan daun salam. Informasi ini penting untuk memahami bioavailabilitas kalium dari daun salam dan implikasinya bagi kesehatan. Penelitian lebih lanjut dapat difokuskan pada analisis senyawa-senyawa lain dalam daun salam yang berinteraksi dengan kalium, serta studi lebih komprehensif mengenai manfaat kesehatan dari konsumsi kalium dari berbagai bentuk daun salam. Perlu juga dipertimbangkan faktor-faktor lain seperti varietas tanaman, kondisi pertumbuhan, dan teknik pengolahan yang mungkin mempengaruhi kadar kalium.
IV.Kesimpulan
Penelitian ini berhasil menetapkan kadar kalium pada daun salam segar, simplisia, dan infusanya menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom. Terdapat perbedaan signifikan dalam kadar kalium di antara ketiga bentuk sampel, dengan simplisia memiliki kadar tertinggi. Metode AAS terbukti akurat dan presisi untuk analisis ini. Temuan ini memberikan informasi penting tentang kandungan nutrisi daun salam dan potensinya sebagai sumber kalium dalam pengobatan tradisional Indonesia.
1. Ringkasan Temuan Kadar Kalium
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi perbedaan kadar kalium yang signifikan antar bentuk sampel daun salam. Simplisia daun salam menunjukkan kadar kalium tertinggi, diikuti oleh infus simplisia, daun salam segar, dan terakhir infus daun salam segar. Temuan ini menunjukkan bahwa proses pengeringan dan perebusan mempengaruhi kadar kalium yang terukur. Perbedaan ini memiliki implikasi penting dalam pemanfaatan daun salam sebagai sumber kalium, baik untuk keperluan pengobatan tradisional maupun sebagai sumber nutrisi. Data kuantitatif yang diperoleh memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang kandungan kalium pada daun salam dan bagaimana pengolahannya mempengaruhi kadar nutrisi tersebut. Kesimpulan ini menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan bentuk dan metode pengolahan daun salam ketika ingin memanfaatkan kandungan kaliumnya.
2. Validasi Metode dan Akurasi Pengukuran
Metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) yang digunakan dalam penelitian ini terbukti akurat dan presisi dalam menentukan kadar kalium, ditunjukkan oleh hasil uji perolehan kembali (recovery) yang mencapai 93,11% dengan nilai RSD 5,6833%. Nilai RSD yang rendah menunjukkan kehandalan dan konsistensi metode tersebut. Akurasi dan presisi metode AAS menjadi kunci dalam memperoleh data kadar kalium yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penggunaan metode ini memastikan bahwa kesimpulan penelitian didasarkan pada data yang valid dan dapat diandalkan, sehingga memberikan kontribusi yang berarti dalam pengetahuan tentang kandungan kalium pada daun salam.
3. Relevansi dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini mendukung temuan sebelumnya mengenai kandungan kalium yang tinggi pada daun salam, namun memberikan wawasan lebih detail mengenai variasi kadarnya berdasarkan bentuk dan metode pengolahan. Informasi ini relevan bagi pengembangan pengobatan tradisional dan pemahaman nutrisi. Penelitian selanjutnya dapat meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi kadar kalium, seperti varietas daun salam, kondisi lingkungan pertumbuhan, serta interaksi kalium dengan senyawa lain dalam daun salam. Studi lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk mengkaji sepenuhnya manfaat kesehatan dari konsumsi kalium dari berbagai bentuk olahan daun salam, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih komprehensif dan bermanfaat bagi masyarakat.