
Pendidikan dan Hak Asasi Manusia bagi Penyandang Cacat
Informasi dokumen
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 270.78 KB |
Jenis dokumen | Pendahuluan Bab I (kemungkinan bagian dari skripsi, tesis, atau makalah) |
- Hak Asasi Manusia
- Penyandang Cacat
- Pendidikan
Ringkasan
I.Latar Belakang Masalah Background of the Problem
Skripsi ini meneliti pemenuhan hak aksesibilitas bagi mahasiswa disabilitas di Universitas Brawijaya Malang (UB). Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) melalui Undang-Undang No. 19 Tahun 2011. Namun, masih terdapat kesenjangan dalam akses pendidikan bagi penyandang cacat (disabilitas), dibuktikan dengan banyaknya kasus penolakan akses pendidikan dan terbatasnya aksesibilitas di berbagai lembaga pendidikan. Data dari Departemen Sosial menunjukkan angka penyandang cacat di Indonesia cukup tinggi, dengan sebagian besar memiliki pendidikan rendah dan minim keterampilan, yang berdampak pada kesulitan mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk mengevaluasi implementasi pendidikan inklusif dan kesamaan kesempatan bagi mahasiswa disabilitas di UB.
1. Hak Asasi Manusia dan Penyandang Cacat
Bagian ini menegaskan bahwa hak asasi manusia melekat pada setiap individu, termasuk penyandang cacat. Hak kodrati berupa harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia wajib dihormati dan dilindungi oleh negara. Indonesia, melalui Undang-Undang No. 19 Tahun 2011, telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Cacat (CRPD), menunjukkan komitmen negara terhadap perlindungan hak-hak penyandang disabilitas. Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 28A-28J, juga menjamin Hak Asasi Manusia, yang diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Dengan demikian, ditegaskan bahwa penyandang cacat memiliki hak yang sama dengan manusia lainnya, termasuk hak atas pendidikan.
2. Hak Atas Pendidikan sebagai Hak Asasi
Hak atas pendidikan dijabarkan sebagai hak asasi manusia dan sarana penting untuk mencapai hak-hak lainnya. Tujuan pendidikan nasional, sebagaimana tercantum dalam undang-undang, menekankan pengembangan kemampuan dan pembentukan watak bangsa. Mengutip Cooman melalui Madja El Muhtaj, hak atas pendidikan disebut sebagai 'empowerment right', memberdayakan individu dan berkontribusi langsung pada pemenuhan hak-hak lainnya, serta memenuhi jati diri dan kemartabatan manusia. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Pasal 12 menegaskan kewajiban lembaga pendidikan untuk memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dalam pendidikan, sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan serta kemampuannya.
3. Kasus Diskriminasi dan Kesenjangan Akses
Disebutkan beberapa kasus diskriminasi terhadap penyandang cacat dalam akses pendidikan. Contohnya, penolakan Dwi Juli di Palangkaraya dan Tri Winantyo Nugroho di Klaten, keduanya ditolak masuk sekolah umum karena keterbatasan fisik. Kasus lain yang disebutkan adalah larangan bagi peserta disabilitas pada tes masuk perguruan tinggi SNMPTN 2014, khususnya untuk fakultas kedokteran, kesehatan, dan teknik (arsitektur). Larangan ini disebabkan oleh ketidaksiapaan infrastruktur dan juga sebagai bentuk kualifikasi program studi. Kasus-kasus ini menunjukkan kesenjangan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dalam memperoleh pendidikan, baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi, karena keterbatasan sarana, prasarana, dan tenaga pendidik.
4. Pendidikan Inklusif dan Statistik Penyandang Cacat
Tingginya angka penyandang cacat di Indonesia, yang disebabkan oleh faktor bawaan lahir, kecelakaan, atau bencana alam, menunjukkan urgensi pendidikan inklusif. Survei Departemen Sosial di 24 provinsi mencatat 1.235.320 penyandang cacat (687.020 laki-laki dan 548.300 perempuan). Mayoritas (59,9%) tidak berpendidikan atau tidak tamat SD, dan 89% tidak memiliki keterampilan, sehingga kesulitan mendapatkan pekerjaan (74,6% pengangguran). Kondisi ini memicu penerapan sistem pendidikan inklusif di Indonesia, dimulai di Bandung pada 11 Agustus 2004, untuk menghilangkan hambatan dan mengintegrasikan peserta didik reguler dan penyandang disabilitas dalam program yang sama. Universitas Brawijaya Malang menjadi salah satu perguruan tinggi yang menerapkan pendidikan inklusif, mendirikan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) pada 19 Maret 2012.
5. Implementasi Pendidikan Inklusif dan Hambatannya
Beberapa sekolah, seperti Sekolah Dasar Jolosutro (sejak 2001/2002) dan Madrasah Aliyah Negeri Maguwoharjo, telah menerapkan pendidikan inklusif dengan memfasilitasi Guru Pendamping Khusus (GPK) dan sarana prasarana. Namun, implementasi perlindungan hukum terhadap hak aksesibilitas penyandang disabilitas dalam pendidikan masih menghadapi hambatan. Kurangnya data representatif tentang jumlah dan karakteristik penyandang cacat yang diterima di lembaga pendidikan inklusif, serta masih adanya stigma negatif, menjadi kendala utama. Peraturan Menteri No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan menekankan pentingnya aksesibilitas untuk kemandirian dan lingkungan yang ramah bagi semua, termasuk penyandang cacat dan lansia. Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 Pasal 6 angka 1 dan 4 juga mengatur kewajiban penyedia layanan pendidikan untuk menyediakan akses sarana dan prasarana sesuai kebutuhan penyandang cacat. Hak aksesibilitas merupakan hak ekonomi, sosial, dan budaya, sehingga negara berkewajiban untuk memenuhi, menghormati, dan melindungi hak tersebut.
II.Rumusan Masalah Problem Statement
Penelitian ini menyelidiki kriteria penerimaan mahasiswa disabilitas di UB, bagaimana UB memenuhi hak aksesibilitas sebagai wujud kesamaan kesempatan, dan faktor-faktor pendukung serta penghambat dalam hal ini. Penelitian berfokus pada pendidikan inklusif dan aksesibilitas fisik di kampus.
1. Kriteria Penerimaan Mahasiswa Disabilitas di UB
Rumusan masalah pertama berfokus pada kriteria penerimaan mahasiswa disabilitas di Universitas Brawijaya Malang (UB). Penelitian ini akan mengkaji secara detail persyaratan dan proses seleksi yang diterapkan UB bagi calon mahasiswa penyandang disabilitas. Aspek yang akan diteliti meliputi jenis dan tingkat disabilitas yang diterima, apakah terdapat batasan jenis disabilitas tertentu, serta bagaimana proses penyesuaian kriteria tersebut dengan peraturan perundangan yang berlaku terkait hak aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dalam pendidikan tinggi. Tujuannya adalah untuk memahami secara komprehensif bagaimana UB menentukan kriteria penerimaan mahasiswa disabilitas dan sejauh mana kriteria tersebut mengakomodasi prinsip kesetaraan dan inklusivitas.
2. Pemenuhan Hak Aksesibilitas di UB
Rumusan masalah kedua menyelidiki bagaimana Universitas Brawijaya Malang (UB) memenuhi hak aksesibilitas bagi mahasiswa disabilitasnya. Penelitian ini akan mengkaji implementasi konkret hak aksesibilitas di UB sebagai wujud kesamaan kesempatan dalam pendidikan. Aspek yang akan dikaji meliputi pemenuhan aksesibilitas fisik (sarana dan prasarana), aksesibilitas informasi dan komunikasi, serta aksesibilitas program akademik dan layanan pendukung. Analisis akan meliputi sejauh mana UB telah memenuhi ketentuan peraturan perundangan yang mengatur hak aksesibilitas tersebut dan apa saja bentuk layanan tambahan yang diberikan untuk menjamin kesuksesan akademik mahasiswa disabilitas. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara komprehensif bagaimana UB mewujudkan kesetaraan kesempatan pendidikan bagi mahasiswa disabilitas melalui pemenuhan hak aksesibilitas.
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pemenuhan Hak Aksesibilitas
Rumusan masalah ketiga mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung dan menghambat Universitas Brawijaya Malang (UB) dalam memenuhi hak aksesibilitas mahasiswa disabilitas. Penelitian ini akan mengkaji berbagai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi implementasi hak aksesibilitas di UB. Faktor pendukung meliputi kebijakan kampus, dukungan pendanaan, kesiapan SDM, dan dukungan dari pihak terkait. Sementara, faktor penghambat meliputi kendala infrastruktur, stigma sosial, keterbatasan sumber daya, serta kurangnya pemahaman tentang hak aksesibilitas. Analisis ini akan memberikan gambaran yang lengkap tentang tantangan dan peluang yang dihadapi UB dalam upaya mewujudkan pendidikan inklusif bagi mahasiswa disabilitas. Tujuannya adalah untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang efektif untuk mengatasi hambatan dan memperkuat faktor pendukung agar UB dapat lebih optimal dalam memenuhi hak aksesibilitas mahasiswa disabilitas.
III.Metode Penelitian Research Method
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, menggabungkan aspek hukum dan sosial. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan pimpinan UB, pimpinan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) UB – khususnya Bapak Slamet Thohari, M.A (Sekretaris PSLD) – dan mahasiswa disabilitas, serta observasi di UB. Data sekunder diperoleh dari dokumen dan peraturan perundang-undangan. Analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif.
1. Pendekatan Yuridis Sosiologis
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yang menggabungkan perspektif hukum (law in books) dan kenyataan sosial (law in action). Pendekatan ini memungkinkan analisis yang komprehensif terhadap isu pemenuhan hak aksesibilitas bagi mahasiswa disabilitas, tidak hanya dari sisi regulasi, tetapi juga praktik di lapangan. Dengan menggabungkan dua perspektif ini, penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih akurat dan mendalam mengenai kompleksitas masalah yang dikaji. Penelitian ini memahami hukum sebagai gejala sosial, memperhatikan perilaku individu dan masyarakat dalam konteks hukum terkait aksesibilitas pendidikan bagi penyandang disabilitas.
2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung di Universitas Brawijaya Malang (UB). Wawancara dilakukan secara struktural dengan menggunakan teknik purposive sampling, memilih responden yang dianggap paling relevan dan informatif, yaitu Pimpinan UB, Pimpinan Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) UB, dan mahasiswa disabilitas. Ibu Siti Marfuah, SH.MM (Biro Umum, bagian sarana dan prasarana UB) dan Bapak Slamet Thohari, M.A (Sekretaris PSLD UB) menjadi narasumber kunci. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai dokumen dan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan isu aksesibilitas pendidikan bagi penyandang disabilitas.
3. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan kemudian diuraikan, dijelaskan, dan digambarkan secara sistematis untuk menjawab rumusan masalah. Analisis deskriptif kualitatif memungkinkan peneliti untuk memahami secara mendalam nuansa dan konteks pemenuhan hak aksesibilitas di UB. Peneliti akan menginterpretasi data untuk mengidentifikasi pola, tema, dan kesimpulan terkait kriteria penerimaan mahasiswa disabilitas, upaya pemenuhan hak aksesibilitas, serta faktor-faktor pendukung dan penghambat. Hasil analisis kemudian disajikan dalam bentuk tulisan yang sistematis dan terstruktur.
IV.Hasil Penelitian Research Findings
Penelitian di UB, yang pada 2014 merupakan Perguruan Tinggi Negeri terbaik ke-6 di Indonesia, menemukan data tentang aksesibilitas fisik kampus. Data wawancara dengan Bapak Slamet Thohari, M.A. menunjukkan beberapa aspek aksesibilitas yang terpenuhi (ukuran ruang, jalur pedestrian, dll.), namun juga beberapa yang belum (parkir khusus disabilitas, guiding block). Meskipun demikian, pelayanan optimal dapat mengimbangi kekurangan aksesibilitas fisik. Jumlah mahasiswa disabilitas di UB (2012-2014) tercatat 57 orang.
1. Aksesibilitas Fisik di Universitas Brawijaya Malang
Hasil penelitian mengenai aksesibilitas fisik di Universitas Brawijaya Malang (UB) berdasarkan wawancara dengan Bapak Slamet Thohari, Sekretaris Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) UB, menunjukkan beberapa aspek yang telah terpenuhi dan beberapa yang belum. Aspek yang terpenuhi meliputi ukuran dasar ruang, jalur pedestrian, pintu, ramp, tangga, lift, toilet, wastafel, dan rambu serta marka. Namun, beberapa aspek aksesibilitas fisik masih belum terpenuhi sepenuhnya berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006, yaitu area parkir khusus disabilitas dan jalur pemandu (guiding block). Meskipun demikian, kekurangan aksesibilitas fisik tersebut diimbangi dengan pelayanan yang optimal sehingga mahasiswa disabilitas tidak mengalami kesulitan berarti dalam proses perkuliahan. Penelitian ini menyoroti pentingnya penyempurnaan aksesibilitas fisik di UB untuk meningkatkan kenyamanan dan kemandirian mahasiswa disabilitas.
2. Jumlah Mahasiswa Disabilitas di UB
Penelitian ini mencatat jumlah mahasiswa disabilitas di Universitas Brawijaya Malang (UB) periode 2012-2014 sebanyak 57 orang. Data ini penting sebagai gambaran jumlah mahasiswa disabilitas yang menjadi fokus penelitian terkait aksesibilitas dan kesetaraan kesempatan di perguruan tinggi tersebut. UB, yang pada tahun 2014 menempati peringkat ke-6 perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia, memiliki Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) yang berperan dalam memberikan layanan dan pelatihan terkait isu disabilitas. Data jumlah mahasiswa disabilitas ini menjadi titik acuan untuk menganalisis efektivitas program dan layanan yang disediakan UB dalam mendukung keberhasilan studi mahasiswa disabilitas.
V.Kesimpulan dan Saran Conclusion and Suggestions
Kesimpulannya, UB telah berupaya mewujudkan pendidikan inklusif dan kesamaan kesempatan bagi mahasiswa disabilitas, tetapi masih perlu perbaikan dan penambahan fasilitas aksesibilitas fisik sesuai peraturan, khususnya area parkir khusus dan jalur pemandu (guiding block). Penelitian ini menyoroti pentingnya komitmen terus-menerus terhadap hak aksesibilitas dan pendidikan inklusif untuk memastikan penyandang cacat dapat berpartisipasi penuh dalam pendidikan tinggi.
1. Kesimpulan Pemenuhan Hak Aksesibilitas di UB
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa Universitas Brawijaya Malang (UB) telah menunjukkan upaya dalam memenuhi hak aksesibilitas bagi mahasiswa disabilitas, namun masih terdapat kekurangan. Meskipun terdapat beberapa aspek aksesibilitas fisik yang belum terpenuhi sepenuhnya seperti area parkir khusus dan jalur pemandu (guiding block) berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006, kekurangan tersebut dapat diimbangi dengan pelayanan yang optimal. Hal ini menunjukkan komitmen UB terhadap pendidikan inklusif, namun perbaikan dan penambahan fasilitas tetap diperlukan untuk meningkatkan kualitas aksesibilitas bagi mahasiswa disabilitas. Penelitian ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara pemenuhan aksesibilitas fisik dan layanan optimal untuk menjamin kesuksesan akademik mahasiswa disabilitas.
2. Saran Perbaikan dan Pengembangan
Berdasarkan temuan penelitian, disarankan agar Universitas Brawijaya Malang (UB) melakukan penambahan dan pembenahan fasilitas aksesibilitas fisik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Secara khusus, perlu adanya penambahan area parkir khusus untuk disabilitas dan pembangunan jalur pemandu (guiding block) untuk meningkatkan kemandirian dan kenyamanan mahasiswa disabilitas dalam beraktivitas di kampus. Selain itu, perlu adanya evaluasi dan peningkatan pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa disabilitas untuk memastikan kesetaraan kesempatan belajar. Saran ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan pendidikan inklusif di UB dan menjadi rujukan bagi perguruan tinggi lain dalam meningkatkan kualitas layanan bagi mahasiswa disabilitas. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengkaji secara lebih mendalam aspek-aspek aksesibilitas non-fisik.