Pemanfaatan Limbah Abu Boiler dan Fly Ash dalam Campuran Beton

Pemanfaatan Limbah Abu Boiler dan Fly Ash dalam Campuran Beton

Informasi dokumen

instructor Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan
Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Teknik Sipil
Jenis dokumen Tugas Akhir
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 3.63 MB
  • penggunaan limbah
  • beton
  • abu boiler dan fly ash

Ringkasan

I.Pengaruh Abu Boiler dan Abu Terbang Fly Ash terhadap Kekuatan Beton

Penelitian ini menyelidiki pengaruh penambahan abu boiler dan abu terbang (fly ash) sebagai pengganti semen dalam campuran beton. Hasilnya menunjukkan peningkatan kuat tekan beton hingga 34,91 MPa pada substitusi 2,5% abu boiler dan fly ash, namun penurunan hingga 16,46 MPa pada substitusi 12,5%. Kuat tarik beton juga menunjukkan tren serupa. Pengujian slump test menunjukkan penurunan nilai slump akibat sifat penyerapan air dari abu. Penelitian ini menggunakan abu boiler dari PT. Austindo Nusantara Jaya Agri Siasi dan abu terbang dari PT. Soci Mas. Kesimpulannya, penggunaan abu boiler dan fly ash sebagai bahan bangunan dalam jumlah optimal dapat meningkatkan kekuatan dan efisiensi biaya produksi beton, tetapi kelebihan jumlahnya dapat mengurangi kekuatan beton.

1. Pengaruh Substitusi Semen dengan Abu Boiler dan Fly Ash terhadap Kuat Tekan Beton

Bagian ini menjabarkan hasil penelitian mengenai pengaruh penggantian semen dengan abu boiler dan fly ash terhadap kuat tekan beton. Ditemukan bahwa kuat tekan beton tertinggi dicapai pada campuran dengan substitusi abu boiler dan fly ash masing-masing 2,5%, mencapai 34,91 MPa. Sebaliknya, kuat tekan beton terendah tercatat pada substitusi 12,5%, yaitu sebesar 16,46 MPa. Perbedaan yang signifikan ini menunjukkan adanya hubungan antara persentase substitusi abu dan kekuatan tekan beton. Hasil ini mengindikasikan adanya titik optimal penggunaan abu boiler dan fly ash untuk mencapai kekuatan tekan beton yang maksimal. Penggunaan di atas ambang batas tertentu justru menurunkan kekuatan tekan beton. Data ini krusial dalam menentukan proporsi ideal abu boiler dan fly ash dalam campuran beton untuk berbagai aplikasi konstruksi. Studi ini memberikan dasar ilmiah untuk optimalisasi penggunaan limbah industri sebagai material bangunan yang berkelanjutan.

2. Pengaruh Substitusi Semen dengan Abu Boiler dan Fly Ash terhadap Kuat Tarik Beton

Selain kuat tekan, penelitian ini juga mengevaluasi pengaruh substitusi semen dengan abu boiler dan fly ash terhadap kuat tarik beton. Hasil pengujian menunjukkan tren yang mirip dengan pengujian kuat tekan. Kuat tarik belah tertinggi tercapai pada variasi substitusi 2,5%, mencapai 78,05 kg/cm², sementara kuat tarik belah terendah tercatat pada variasi 12,5%, yaitu 51,51 kg/cm². Korelasi antara persentase substitusi dan kuat tarik beton serupa dengan temuan pada pengujian kuat tekan, menunjukkan adanya batas optimal penggunaan abu boiler dan fly ash. Melebihi batas optimal tersebut menyebabkan penurunan signifikan pada kuat tarik beton. Data ini penting untuk memastikan bahwa penggunaan abu boiler dan fly ash tidak mengorbankan kekuatan tarik beton yang diperlukan untuk ketahanan struktural bangunan. Informasi ini memberikan gambaran komprehensif mengenai pengaruh abu terhadap sifat mekanik beton.

3. Pengaruh Abu Boiler dan Fly Ash terhadap Workability Beton Slump Test

Pengujian slump test dilakukan untuk mengukur workability atau kemudahan dalam pengerjaan beton segar yang menggunakan abu boiler dan fly ash sebagai pengganti sebagian semen. Hasilnya menunjukkan penurunan nilai slump pada campuran beton yang mengandung abu boiler dan fly ash. Penurunan ini disebabkan oleh sifat penyerapan air dari abu, yang mengurangi jumlah air bebas dalam campuran dan mempengaruhi kekentalan beton segar. Data ini penting dalam proses pencampuran beton karena mempengaruhi kemudahan dalam pengecoran dan pemadatan beton. Kontrol terhadap workability merupakan aspek penting dalam memastikan mutu beton yang dihasilkan sesuai dengan standar. Peneliti perlu menyesuaikan jumlah air pencampur untuk mencapai workability yang diinginkan ketika menggunakan abu boiler dan fly ash. Temuan ini menekankan perlunya penyesuaian proporsi campuran beton untuk mencapai workability yang optimal ketika menggunakan material pengganti semen.

4. Analisis Mekanisme Peningkatan dan Penurunan Kekuatan Beton dengan Penambahan Abu Boiler dan Fly Ash

Penelitian ini menganalisis mekanisme peningkatan dan penurunan kekuatan beton akibat penambahan abu boiler dan fly ash. Peningkatan kekuatan pada substitusi rendah disebabkan oleh reaksi pozzolanik antara SiO2 dalam abu dan Ca(OH)2 dari hidrasi semen, membentuk senyawa tambahan yang meningkatkan kekuatan dan kepadatan beton. Namun, penambahan abu yang berlebihan mengakibatkan penurunan kekuatan karena SiO2 tidak mampu bereaksi sepenuhnya dengan kapur bebas (CaO) dan kapur mati (Ca(OH)2), sehingga daya lekat antara pasta semen dan agregat berkurang. Penjelasan ini menjelaskan secara mekanistik mengapa terdapat titik optimal dalam penggunaan abu boiler dan fly ash. Memahami mekanisme ini penting untuk merancang campuran beton yang optimal dan efisien. Kesimpulannya, proporsi abu yang tepat dalam campuran beton sangat menentukan kekuatan beton akhir. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji parameter-parameter lain yang dapat mempengaruhi interaksi antara abu dan komponen beton lainnya.

II.Karakteristik Beton dan Bahan Penyusunnya

Beton didefinisikan sebagai campuran semen, agregat kasar, agregat halus, dan air. Sifat-sifat penting beton meliputi kuat tekan beton, kuat tarik beton, dan workability. Penelitian ini juga membahas karakteristik bahan penyusun beton, termasuk semen (kehalusan, waktu pengikatan), agregat kasar (batu pecah), dan agregat halus (pasir). Kualitas agregat berpengaruh pada daya tahan dan kekuatan akhir beton. Penggunaan bahan tambahan seperti serat juga dibahas sebagai cara meningkatkan kinerja beton.

1. Definisi dan Sifat Beton

Dokumen ini mendefinisikan beton sebagai campuran semen, agregat kasar, agregat halus, dan air, dengan atau tanpa tambahan bahan lain. Beton memiliki kekuatan tekan yang tinggi, mutu yang dapat direncanakan, dan mudah didapat dengan biaya pengangkutan, pencetakan, dan perawatan yang relatif murah. Namun, beton memiliki kelemahan pada sifat lenturnya yang rendah. Definisi beton menurut Edward G. Nawy (1985) dijelaskan sebagai interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya, menekankan pentingnya pemahaman komposisi material untuk mendapatkan beton yang efisien dan memenuhi persyaratan kekuatan dan layanan. Sifat-sifat beton segar yang baik meliputi kemudahan dalam pengadukan, pengangkutan, penuangan, dan pemadatan, tanpa segregasi (pemisahan kerikil) atau bleeding (pemisahan air dan semen), yang dapat menurunkan kualitas beton (Nugraha, 2007). Dokumen ini juga menjelaskan berbagai aspek penting dalam karakteristik dan perencanaan campuran beton untuk mencapai kinerja yang optimal.

2. Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton dibahas sebagai kemampuan beton untuk menahan gaya tekan per satuan luas, yang menjadi indikator mutu struktur. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara 10-65 MPa, dengan kisaran 17-30 MPa umum digunakan untuk struktur beton bertulang, dan 30-45 MPa untuk beton prategang. Beton ready-mix bahkan mampu mencapai 62 MPa dengan pengawasan ketat di laboratorium (Dipohusodo, 1994). Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton meliputi faktor air-semen dan kepadatan. Hubungan antara faktor air-semen dan kekuatan beton pada umur 28 hari telah diteliti oleh Abrams (1919) melalui uji silinder. Terdapat nilai faktor air-semen optimum yang menghasilkan kuat tekan beton maksimum. Penelitian ini menekankan pentingnya memahami faktor-faktor ini dalam mencapai kekuatan beton yang diinginkan.

3. Kuat Tarik Beton

Kuat tarik beton, yang relatif lebih rendah daripada kuat tekan (9%-15%), diuji melalui pengujian split cylinder. Dipohusodo (1994) mengemukakan pendekatan kekuatan tarik beton sekitar 0,50-0,60 kali √fc', atau 0,57 √fc' untuk beton normal. Pengujian dilakukan pada benda uji silinder (150 mm diameter, 300 mm panjang) dengan beban tekan hingga benda uji terbelah. Tegangan tarik saat terbelah disebut split cylinder strength. SNI 03-2491-2002 memberikan rumus perhitungan tegangan tarik beton (tegangan rekah). Dokumen juga membahas faktor waktu ikatan semen, yang penting dalam proses pengerasan beton. Pemahaman kuat tarik beton sama pentingnya dengan kuat tekan dalam perencanaan struktur, memastikan beton mampu menahan beban tarik yang terjadi dalam kondisi tertentu.

4. Karakteristik Bahan Penyusun Beton Semen Agregat Kasar dan Agregat Halus

Dokumen ini menjelaskan karakteristik semen, agregat kasar, dan agregat halus sebagai komponen utama beton. Sifat-sifat semen portland yang penting meliputi kehalusan butiran, yang mempengaruhi waktu pengikatan dan kekuatan awal beton. Agregat kasar (ukuran butir > 4.8 mm atau 4.75 mm) mempengaruhi kekuatan dan daya tahan beton terhadap disintegrasi dan cuaca. Agregat halus (pasir, ukuran butir maksimal 5 mm) juga dibahas, dengan contoh pasir dari quarry Sei Wampu, Binjai, yang memiliki berat jenis semu 2.67 ton/m³ dan absorpsi 0.81%. Berat jenis SSD (Saturated Surface Dry) dan absorpsi dijelaskan sebagai parameter penting dalam menentukan karakteristik agregat. Dokumen juga menyebutkan penggunaan bahan serat untuk meningkatkan kinerja beton, termasuk meningkatkan kuat tarik, lentur, dan ketahanan terhadap retak. Pemahaman karakteristik setiap komponen sangat krusial dalam merancang campuran beton yang sesuai dengan kebutuhan kekuatan dan daya tahan.

III.Sumber dan Karakteristik Abu Boiler dan Abu Terbang Fly Ash

Abu boiler dihasilkan dari pembakaran cangkang sawit pada suhu tinggi (700-800°C) di boiler. Abu terbang (fly ash) dihasilkan dari pembakaran batubara di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) melalui dua sistem utama: fixed bed system dan fluidized bed system. Komposisi abu terbang (fly ash) yang utama adalah silika (SiO2), alumina (Al2O3), dan ferrum oksida (Fe2O3), yang memberikan sifat pozzolanik. Walaupun memiliki potensi sebagai bahan bangunan yang ekonomis dan ramah lingkungan, abu terbang (fly ash) mengandung logam berat yang dikategorikan sebagai limbah B3 berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999, sehingga membutuhkan penanganan yang tepat. Penggunaan abu terbang (fly ash) di dunia, khususnya di AS, sudah mencapai 30% untuk pembuatan beton.

1. Sumber dan Proses Pembentukan Abu Boiler

Abu boiler dalam penelitian ini berasal dari PT. Austindo Nusantara Jaya Agri Siasi sebagai limbah dari pembakaran cangkang kelapa sawit. Prosesnya melibatkan pembakaran cangkang dan sampahnya dalam dapur boiler pada suhu sekitar 700-800°C. Limbah padat yang dihasilkan berupa abu boiler. Meskipun sering digunakan untuk penimbunan jalan, penelitian ini mengeksplorasi potensi abu boiler sebagai campuran beton. Kandungan oksida dalam abu boiler, seperti SiO2, Al2O3, dan CaO, mirip dengan semen, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kekuatan beton tanpa menghilangkan sifat aslinya. Penggunaan abu boiler sebagai material alternatif dalam campuran beton merupakan pendekatan yang inovatif dan berkelanjutan dalam mengurangi limbah industri sekaligus meningkatkan efisiensi bahan bangunan. Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pemahaman lebih dalam mengenai pemanfaatan limbah industri untuk aplikasi konstruksi.

2. Sumber dan Proses Pembentukan Abu Terbang Fly Ash

Abu terbang (fly ash) dalam penelitian ini bersumber dari PT. Soci Mas, merupakan limbah dari pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Proses pembentukan fly ash dijelaskan melalui dua sistem utama: fixed bed system dan fluidized bed system. Fixed bed system kurang efisien karena pembakaran batubara tidak sempurna, menghasilkan bottom ash dengan kandungan kalori sekitar 3000 kkal/kg, yang di beberapa negara (misalnya China) masih dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Fluidized bed system, yang lebih umum di PLTU, menghasilkan fly ash dan bottom ash dengan komposisi berbeda (80-90% fly ash dan 10-20% bottom ash). Komposisi utama fly ash meliputi silikon dioksida (SiO2), alumunium oksida (Al2O3), dan ferrum oksida (Fe2O3), yang dapat bereaksi dengan kapur bebas dari semen (Clarence, 1966). Penelitian ini menggunakan fly ash sebagai material tambahan dan pengganti semen dalam campuran beton, memanfaatkan sifat pozzolaniknya untuk meningkatkan kualitas beton.

3. Karakteristik dan Potensi Abu Terbang Fly Ash

Abu terbang (fly ash) memiliki struktur berpori dan luas permukaan yang besar, membuatnya potensial untuk berbagai aplikasi, termasuk sebagai adsorben limbah dan bahan pembuatan beton (Sofwan Hadi, 2000). Penggunaan fly ash sebagai bahan tambah beton dinilai dapat meningkatkan kekuatan, kekedapan air, ketahanan terhadap sulfat, dan workability beton. Selain itu, penggunaan fly ash dapat mengurangi konsumsi semen, menghasilkan penghematan biaya dan mengurangi dampak lingkungan dari limbah batubara. Namun, fly ash juga mengandung logam berat yang berbahaya bagi makhluk hidup dan lingkungan, dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999. Komposisi fly ash terdiri dari senyawa silicate glass yang mengandung silika (Si), alumina (Al), ferrum (Fe), dan kalsium (Ca), serta logam berat yang perlu diperhatikan dalam penggunaannya. Studi ini menekankan pentingnya pemanfaatan fly ash secara bijak dan bertanggung jawab.

4. Logam Berat dalam Fly Ash dan Perkembangan Fly Ash di Dunia

Dokumen ini membahas kandungan logam berat dalam fly ash, yang dikategorikan sebagai limbah B3 karena potensi pelindian dan pencemaran lingkungan. Logam berat dibagi menjadi dua jenis: esensial (Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dll.) yang dibutuhkan dalam jumlah tertentu, dan tidak esensial/beracun (Hg, Cd, Pb, Cr, dll.) yang bersifat toksik. Timbal (Pb), sebagai contoh logam berat toksik, dapat menyebabkan keracunan jika terpapar melalui pernapasan atau pencernaan (Saeni, 1997). Di Amerika Serikat, 30% fly ash telah didaur ulang untuk pembuatan beton, menunjukkan potensi besar pemanfaatan fly ash sebagai bahan bangunan. Penggunaan fly ash sebagai bahan pozzolan telah diakui sejak 1914, bahkan struktur Romawi kuno telah memanfaatkan abu vulkanik dengan sifat serupa. Penelitian ini berkontribusi pada upaya pemanfaatan limbah industri untuk menghasilkan material bangunan yang berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek keselamatan dan lingkungan.

IV.Metodologi Penelitian dan Hasil Pengujian

Penelitian ini menggunakan metode mix design dari Departemen Pekerjaan Umum (SK SNI T-15-1990-03) untuk menentukan proporsi campuran beton. Pengujian meliputi kuat tekan beton dan kuat tarik beton pada umur 7, 14, dan 28 hari. Penggunaan abu boiler dan abu terbang (fly ash) dalam jumlah tertentu meningkatkan kuat tekan beton, namun kelebihan jumlahnya justru menurunkan kekuatan. Hal ini disebabkan oleh reaksi antara SiO2 dalam abu dan Ca(OH)2 dari hidrasi semen. Perbedaan hasil pengujian antara benda uji berbentuk kubus dan silinder juga dipertimbangkan.

1. Perencanaan Campuran Beton Mix Design

Metodologi penelitian menggunakan metode perancangan campuran beton (mix design) dari Departemen Pekerjaan Umum, berdasarkan SK SNI T-15-1990-03. Metode ini digunakan untuk menentukan proporsi optimal dari bahan-bahan penyusun beton, yaitu semen, agregat kasar, agregat halus, air, dan abu boiler serta fly ash. Tujuannya adalah untuk mendapatkan campuran beton yang memenuhi persyaratan teknis secara ekonomis. Perhitungan proporsi ini memastikan bahwa campuran beton yang dihasilkan memiliki kekuatan dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diharapkan. Proses mix design melibatkan pertimbangan berbagai faktor, termasuk sifat-sifat material yang digunakan, serta target kekuatan dan workability beton. Penelitian ini menggunakan metode standar yang diakui secara luas dalam industri konstruksi untuk memastikan reliabilitas dan validitas hasil penelitian.

2. Penyediaan dan Pengujian Bahan

Sebelum proses pencampuran, karakteristik bahan baku seperti pasir, batu pecah, semen, abu boiler, dan fly ash diperiksa untuk memastikan kualitasnya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Bahan-bahan tersebut disaring, dicuci, dan dijemur hingga kering permukaan lalu disimpan dalam wadah tertutup untuk menghindari pengaruh cuaca yang dapat merusak kualitas material. Penggunaan material yang berkualitas tinggi sangat krusial untuk mendapatkan hasil pengujian yang akurat dan merepresentasikan kinerja beton secara nyata. Pengendalian kualitas material baku merupakan langkah penting dalam metodologi penelitian ini untuk memastikan keandalan dan reproduksibilitas hasil. Penggunaan material dari sumber yang teridentifikasi, yaitu abu boiler dari PT. Austindo Nusantara Jaya Agri Siasi dan fly ash dari PT. Soci Mas, turut menambah validitas data penelitian.

3. Proses Pencampuran dan Pengujian Slump Test

Setelah bahan-bahan disiapkan, proses pencampuran dilakukan secara merata. Campuran beton kemudian dituangkan ke dalam pan dan diukur kekentalannya menggunakan metode slump test dengan kerucut Abrams-Harder. Pengukuran nilai slump ini penting untuk menilai workability atau kemudahan pengerjaan beton segar. Setelah pengukuran slump, campuran beton dimasukkan ke dalam cetakan silinder (diameter 15 cm, tinggi 30 cm) dalam tiga tahap, dengan setiap tahap dipadatkan menggunakan alat vibrator. Penggunaan cetakan silinder standar memastikan konsistensi dan perbandingan data yang valid antar spesimen. Proses pemadatan yang terkontrol juga penting untuk memastikan bahwa kepadatan beton yang dihasilkan konsisten dan tidak mempengaruhi hasil pengujian kekuatan.

4. Pengujian Kuat Tekan dan Kuat Tarik Beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan untuk mengukur kemampuan beton dalam menahan gaya tekan. Pengujian dilakukan pada umur 7, 14, dan 28 hari. Hasil menunjukkan kuat tekan tertinggi pada campuran dengan substitusi abu boiler dan fly ash 2,5%, sementara kuat tekan terendah pada substitusi 12,5%. Pengujian kuat tarik beton, menggunakan metode split cylinder, juga dilakukan pada umur yang sama untuk menilai kemampuan beton menahan gaya tarik. Hasil pengujian kuat tarik juga menunjukkan tren yang serupa dengan pengujian kuat tekan. Penggunaan benda uji silinder (diameter 150 mm, panjang 300 mm) untuk pengujian kuat tarik mengikuti standar yang berlaku. Perbedaan hasil pengujian antara benda uji berbentuk kubus dan silinder juga dipertimbangkan dalam analisis data, mengingat praktik penggunaan kedua bentuk benda uji di Indonesia.