Kertas Karya tentang Jujutsu

Kertas Karya tentang Jujutsu

Informasi dokumen

Penulis

Yessy Yosevina Gultom

instructor Muhibbah, S.S
Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Bahasa Jepang
Jenis dokumen Kertas Karya
Tempat Medan
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 2.73 MB
  • Jujutsu
  • Kertas Karya
  • Bahasa Jepang

Ringkasan

I.Pengertian dan Sejarah Jujutsu

Jujutsu, seni bela diri tangan kosong Jepang yang berkembang sebelum tahun 1868, merupakan istilah umum untuk berbagai aliran (Ryuha). Bersifat defensif, Jujutsu menekankan kelenturan (Yawara-gi) dan menghindari serangan langsung, alih-alih memanfaatkan kekuatan lawan. Teknik-tekniknya meliputi Atemi Waza (serangan titik vital), Kansetsu Waza (kunci persendian), dan Nage Waza (teknik lemparan). Seni bela diri seperti Aikido dan Judo berasal dari prinsip-prinsip dasar Jujutsu. Pada masa Sengoku Jidai (zaman perang), Jujutsu berkembang di kalangan samurai sebagai seni bela diri tangan kosong. Setelah masa perang berakhir, Jujutsu beradaptasi menjadi Suhada Jujutsu (teknik dengan pakaian biasa) dan kemudian menjadi bagian dari pendidikan jasmani resmi di Jepang. Meskipun mengalami kemunduran setelah Perang Dunia II, Jujutsu tetap menjadi seni bela diri yang unik dan menarik.

1. Definisi Jujutsu

Dokumen ini mendefinisikan Jujutsu sebagai istilah umum (generik) untuk berbagai seni bela diri tangan kosong Jepang yang dikembangkan sebelum tahun 1868. Jujutsu menekankan pada teknik pertahanan diri (defensif) yang fleksibel, memanfaatkan 'Yawara-gi' atau teknik-teknik lentur untuk mengalihkan dan menggunakan kekuatan lawan untuk melawannya. Aliran Jujutsu ini berbeda dengan seni bela diri lain karena fokusnya pada kelenturan dan menghindari konfrontasi langsung dengan kekuatan lawan. Kata 'Jujutsu' sendiri berasal dari dua kata, 'Ju' yang berarti lentur/halus dan 'Jutsu' yang berarti seni/teknik. Oleh karena itu, Jujutsu secara harfiah berarti seni/teknik yang lentur atau halus. Aikido dan Judo, dua seni bela diri ternama, disebutkan sebagai cabang dari pengembangan konsep defensif yang ada dalam Jujutsu. Teknik-teknik dasar Jujutsu meliputi Atemi Waza (menyerang titik lemah tubuh), Kansetsu Waza (mengunci persendian lawan), dan Nage Waza (menjatuhkan lawan). Keunikan teknik Jujutsu terletak pada penekanan pada kelenturan dan menghindari konfrontasi langsung dengan kekuatan lawan, tetapi tetap efektif sebagai bela diri.

2. Sejarah Perkembangan Jujutsu

Sebelum tahun 1603, pada masa Sengoku Jidai (zaman perang) di Jepang, kaum samurai mengembangkan berbagai seni bela diri (Bujutsu) dan kode etik ksatria (Budo). Karena seringkali kehilangan senjata dalam pertempuran, mereka mengembangkan seni bela diri tangan kosong yang beragam, seperti Yoroi Kumi Uchi (bertarung dengan baju besi), Yawara, Shuhaku, Hakudo, dan lain-lain. Teknik-teknik ini meliputi menghindar, menangkis, menangkap, membanting, bergulat, menyerang titik vital, dan berbagai teknik lainnya. Setelah Shogun Tokugawa menyatukan Jepang pada tahun 1603, dan berakhirnya Sengoku Jidai, seni bela diri tangan kosong ini dikenal sebagai Jujutsu. Tekniknya bergeser dari Yoroi Kumi Uchi ke Suhada Jujutsu (bertarung dengan pakaian sehari-hari), sesuai dengan kebutuhan menjaga perdamaian dan menangkap penjahat. Pada tahun 1882, Profesor Kano, seorang perwira tinggi di Kementerian Pendidikan Jepang, mendirikan perguruan Jujutsu resmi pemerintah, mengumpulkan ahli-ahli dari berbagai aliran seperti Tenjin Shinyo-ryu, Kito-ryu, dan Daito-ryu untuk menstandarisasi pendidikan jasmani di Jepang. Namun menjelang Perang Dunia II, beberapa ahli Jujutsu di negara barat bersumpah setia pada AS, mengajarkan Jujutsu pada tentara sekutu, termasuk Belanda. Setelah kekalahan Jepang, banyak perguruan Jujutsu ditutup oleh Jenderal MacArthur, menyebabkan kemunduran Jujutsu, sementara seni bela diri lain seperti Karate dan Aikido justru berkembang pesat.

II.Aliran Aliran Jujutsu

Jujutsu terbagi dalam aliran kuno (Koryu) yang berdiri sebelum 1868 dan aliran modern. Aliran kuno, seperti Daito-ryu Aikijujutsu (diciptakan oleh Shinra Saburo Minamoto Yoshimitsu), Takenouchi-ryu Jujutsu, Takagi Yoshin-ryu, Araki-ryu Jujtsu, Yoshin-ryu Jujutsu kenpo, dan Kito-ryu Jujutsu, memiliki silsilah dan teknik yang terjaga kemurniannya. Setiap aliran memiliki ciri khas dan sejarahnya masing-masing. Contohnya, Takagi Yoshin-ryu dikenal sebagai 'Bodyguard school', sementara Kito-ryu Jujutsu dipengaruhi oleh kungfu Cina.

1. Aliran Jujutsu Kuno Koryu

Dokumen ini menjelaskan bahwa Jujutsu memiliki berbagai aliran (Ryuha), yang secara garis besar dibagi menjadi dua: kuno dan modern. Aliran kuno, yang disebut Koryu oleh orang Jepang, didirikan sebelum tahun 1868 dan masih bertahan hingga kini. Karakteristik aliran kuno ini adalah penekanan pada silsilah keturunan dan pemeliharaan teknik-tekniknya dalam bentuk aslinya, tanpa modifikasi. Beberapa contoh aliran kuno yang disebutkan meliputi Daito-ryu Aikijujutsu, Takenouchi-ryu Jujutsu, Takagi Yoshin-ryu, Araki-ryu Jujtsu, Yoshin-ryu Jujutsu kenpo, dan Kito-ryu Jujutsu. Meskipun tergolong kuno, beberapa aliran, seperti Daito-ryu Aikijujutsu, mengalami modifikasi, misalnya penggunaan sistem sabuk yang diadopsi dari Judo, sehingga kemurnian Koryu-nya dipertanyakan oleh beberapa ahli. Aliran Takenouchi-ryu, yang didirikan oleh Hisayoshi Takenouchi, bahkan mendapatkan penghargaan dari Kaisar Jepang. Takagi Yoshin-ryu, yang didirikan oleh murid Takenouchi, Takagi Umanosuke, merupakan aliran yang tekniknya difokuskan pada bela diri di dalam istana, bukan untuk peperangan terbuka. Kito-ryu Jujutsu memiliki pengaruh dari Kungfu Cina, diperkenalkan oleh seorang ahli Kungfu dari Cina, Chen Yuang Ping, kepada tiga samurai Jepang pada tahun 1644-1648.

2. Aliran Jujutsu Modern

Berbeda dengan aliran kuno, Jujutsu modern menekankan pada bela diri dengan menggunakan pakaian sehari-hari, yang dikenal sebagai Suhada Jujutsu. Dokumen ini tidak memberikan detail lebih lanjut mengenai aliran-aliran spesifik dalam Jujutsu modern. Namun, implikasi dari penjelasan ini adalah bahwa aliran modern lebih adaptif dan pragmatis dibandingkan aliran kuno, yang menekankan pada kemurnian dan silsilah. Perubahan ini mencerminkan perubahan konteks sosial dan kebutuhan bela diri di Jepang setelah masa Sengoku Jidai berakhir. Aliran modern kemungkinan besar telah memodifikasi teknik-teknik dari aliran kuno untuk menyesuaikannya dengan situasi dan kebutuhan yang berbeda, seperti penggunaan pakaian sehari-hari. Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit, bisa dibayangkan bahwa aliran modern mungkin lebih terbuka untuk inovasi dan adaptasi teknik, tidak terlalu terikat pada tradisi ketat seperti aliran kuno.

III.Etika dan Tata Tertib Latihan Jujutsu

Latihan Jujutsu diawali dan diakhiri dengan upacara yang menekankan hormat (Rei) kepada sesama anggota, pelatih (Sensei), dan Tuhan (Shin Rei). Prinsip Mute, Hiken, dan Kamite menekankan kesiapan mental, kerendahan hati, dan rasa syukur. Dojo (tempat latihan) menggunakan tatami (matras) berukuran standar. Seragam Jujutsuka terdiri dari jaket, ikat pinggang, dan celana. Etika dan tata tertib ini penting untuk menjaga kesopanan dan persaudaraan antar anggota.

1. Tata Tertib dan Etika Latihan Jujutsu

Latihan Jujutsu menekankan pada suasana persahabatan dan persaudaraan antar anggota dan pelatih. Tata tertib latihan terdiri dari lima prinsip utama: Rei (saling menghormati antar anggota dan pelatih), Shin Rei (menghormati Tuhan/Dewa), Mute/Hiken/Kamite (kesiapan mental, kerendahan hati, dan rasa syukur), Sensei ni Rei (menghormati sensei), dan Otage ni Rei (Dohai Ni Rei) atau saling menghormati antar sesama murid. Rei memiliki dua bentuk umum: Tachi Rei (dari posisi berdiri) dan Seiza Rei (dari posisi duduk). Tradisi menghormati dalam Jujutsu bersifat timbal balik, menunjukkan kesetaraan antara pelatih dan murid. Prinsip Mute menekankan kejujuran dan keterbukaan dalam menerima pelajaran, sementara Hiken menekankan kerendahan hati dan tidak memamerkan kemampuan. Kamite adalah bentuk rasa syukur dan doa kepada Tuhan selama latihan. Sensei ni Rei dilakukan dengan mengucapkan 'onegaishimasu', sedangkan Otage ni Rei dilakukan dengan saling menghormati di dojo, melambangkan kerjasama dan saling menguntungkan antar sesama murid (Jitta Kyoei). Upacara penutupan latihan mirip dengan pembukaan, hanya mengganti 'onegaishimasu' dengan 'Arigatou Gozaimasu' (terima kasih).

2. Perlengkapan dan Lokasi Latihan

Latihan Jujutsu dilakukan di dojo yang menggunakan tatami (karpet/matras) berukuran 14,55 meter persegi atau sepanjang 8 tatami yang disusun berjajar. Saat ini, dojo modern sering menambahkan peredam kejut di bawah lantai untuk mengurangi benturan. Seragam Jujutsuka terdiri dari jaket, ikat pinggang, dan celana yang ukurannya harus sesuai. Jaket Jujutsu umumnya lebih tebal daripada seragam karate untuk menahan benturan saat jatuh. Dokumen ini menekankan bahwa Jujutsu berbeda dengan bela diri aliran keras lainnya karena fokus pada teknik halus dan menghindari perlawanan langsung terhadap kekuatan lawan. Pakaian yang digunakan juga berbeda, yakni pakaian sehari-hari untuk Jujutsu modern (Suhada Jujutsu).

IV.Teknik teknik Jujutsu

Teknik Jujutsu halus dan menekankan kelenturan, bukan kekuatan. Beberapa contoh teknik meliputi serangan siku (Hiji Ate), kuncian kaki (Kanisute/Kanibasami), penguncian kaki lawan (Ashidori), teknik merebut pisau (yang melibatkan Waki Gatame), dan kuncian pergelangan tangan (Kotegaeshi). Teknik-teknik ini dirancang untuk membela diri secara efektif tanpa harus melawan kekuatan lawan secara langsung. Jujutsu berfokus pada olah raga dan pembelaan diri, bukan kompetisi.

1. Karakteristik Umum Teknik Jujutsu

Teknik Jujutsu dicirikan oleh kelenturan dan kehalusan, tidak pernah melawan tenaga lawan secara langsung. Aliran Jujutsu menghindari menangkis pukulan dengan keras, melainkan lebih menekankan pada penghindaran dan pengalihan kekuatan lawan. Jujutsu tidak berfokus pada kompetisi, melainkan pada olahraga dan pengembangan diri. Teknik-teknik Jujutsu didasarkan pada prinsip-prinsip Yawara-gi, atau teknik-teknik fleksibel yang memanfaatkan kekuatan lawan untuk mengalahkannya. Dokumen ini menyebutkan bahwa Jujutsu berbeda dengan bela diri aliran keras seperti karate, dan menekankan pada efisiensi dan efektifitas teknik-tekniknya dalam situasi pertahanan diri. Meskipun tidak fokus pada kompetisi, teknik-teknik yang diajarkan tetap efektif untuk tujuan pembelaan diri. Di Indonesia, popularitas Jujutsu belum setinggi seni bela diri lainnya, yang menjadi salah satu alasan penulisan dokumen ini.

2. Contoh Teknik Jujutsu

Dokumen ini mencantumkan beberapa contoh teknik Jujutsu, antara lain: Hiji Ate (serangan siku), yang efektif untuk pertahanan diri wanita; Kanisute/Kanibasami (guntingan kaki), teknik untuk situasi di mana lawan berdiri dan praktisi Jujutsu sudah terjatuh; Ashidori (penguncian kaki), teknik sederhana yang efektif jika dilakukan dengan tepat waktu; teknik merebut pisau (melibatkan Waki Gatame dan putaran 180 derajat); Kotegaeshi (mengunci pergelangan tangan), teknik dari aliran Wado-ryu yang menekankan prinsip Noru dan Nagashu (mengalir); dan Hadakajime (Kubiwa atau Zudori), teknik untuk menangkap lawan tanpa melukai yang cocok untuk aparat penegak hukum. Deskripsi teknik-teknik ini menunjukkan bagaimana Jujutsu menggabungkan penghindaran, pengalihan, dan serangan titik lemah untuk mencapai kemenangan tanpa harus menggunakan kekuatan berlebih. Pelatihan teknik-teknik ini harus dilakukan dengan hati-hati, terutama yang berpotensi menyebabkan cedera seperti Kanisute/Kanibasami.