Keragaman Bakteri pada Ekosistem Mangrove Berdasarkan Salinitas Air Laut

Keragaman Bakteri pada Ekosistem Mangrove Berdasarkan Salinitas Air Laut

Informasi dokumen

Penulis

Ronald H. Marpaung

instructor Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS
Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Budidaya Hutan
Jenis dokumen Skripsi
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 1.37 MB
  • Keragaman Bakteri
  • Ekosistem Mangrove
  • Salinitas Air Laut

Ringkasan

I.Metode Penelitian

Penelitian tentang keragaman bakteri mangrove ini dilakukan di Pantai Gudang Garam, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, pada April-Juni 2011. Sampel air mangrove diambil dari empat stasiun dengan tingkat salinitas berbeda (0-1,0%, 1,0-1,5%, 2,0-2,5%, dan 2,5-3,0%), masing-masing 300ml per stasiun dari tiga lokasi berbeda. Analisis mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU. Metode yang digunakan meliputi uji biokimia dan uji Gram untuk mengidentifikasi spesies bakteri yang ada. Media biakan yang digunakan adalah NA (Nutrient Agar).

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai keragaman bakteri di ekosistem mangrove ini dilakukan di Pantai Gudang Garam, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi spesifik ini dipilih karena ekosistem mangrovenya relatif masih alami dan belum banyak diteliti. Pengambilan sampel dan analisis mikrobiologi dilakukan selama periode bulan April hingga Juni 2011. Analisis mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Pemilihan waktu penelitian di bulan April hingga Juni kemungkinan mempertimbangkan faktor musim dan kondisi lingkungan yang kondusif untuk pengamatan bakteri di ekosistem mangrove. Spesifikasi waktu ini penting untuk mereplikasi studi dan memahami konteks lingkungan dari data yang dikumpulkan.

2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sampel air dari ekosistem mangrove. Pengambilan sampel air dilakukan di empat stasiun pengamatan dengan tingkat salinitas yang berbeda, yaitu Stasiun I (0-1,0%), Stasiun II (1,0-1,5%), Stasiun III (2,0-2,5%), dan Stasiun IV (2,5-3,0%). Setiap stasiun menggunakan 1 botol air mineral (300 ml), diambil dari 3 lokasi berbeda. Hal ini bertujuan untuk memperoleh representasi yang lebih luas dari variasi bakteri di ekosistem mangrove tersebut. Selain sampel air, bahan lain yang digunakan adalah alkohol, akuades, bunsen, tisu, kapas, aluminium foil, selotip, dan kertas label untuk keperluan sterilisasi dan pelabelan sampel. Daftar bahan ini lengkap dan mencerminkan standar prosedur laboratorium mikrobiologi dasar.

3. Penyiapan Media Biakan

Media biakan yang digunakan adalah Nutrient Agar (NA). Proses pembuatannya diawali dengan penimbangan media NA, kemudian dilarutkan dalam 100 ml air mangrove steril. Proses sterilisasi dilakukan dengan menggunakan hot plate sambil diaduk untuk memastikan larutan tercampur rata, mencegah penggumpalan, dan kemudian disterilkan lebih lanjut menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 psi selama 15 menit. Penggunaan autoklaf memastikan sterilitas media, menghilangkan kontaminan yang dapat mengganggu pertumbuhan bakteri target. Penggunaan air mangrove steril dalam proses pelarutan media NA menunjukkan usaha untuk mensimulasikan kondisi alami pertumbuhan bakteri dari ekosistem mangrove yang diteliti.

4. Uji yang Dilakukan

Penelitian ini menggunakan beberapa uji untuk mengidentifikasi bakteri. Uji biokimia dilakukan untuk menganalisis karakteristik metabolik bakteri. Detail prosedur uji biokimia tidak dijelaskan secara rinci dalam bagian ini, tetapi disebutkan beberapa uji yang dilakukan, meliputi uji hidrolisis pati (dengan penambahan iodin untuk mengamati terbentuknya zona bening), uji sitrat (menggunakan Simon Citrate Agar), uji motilitas (menggunakan media SIM), dan uji hidrogen sulfida (menggunakan media TSI Agar). Selain uji biokimia, dilakukan juga uji Gram untuk menentukan jenis bakteri berdasarkan sifat dinding selnya. Prosedur uji Gram dijelaskan secara detail, meliputi fiksasi, penambahan kristal violet, iodin, alkohol, dan safranin. Uji Gram merupakan salah satu metode standar yang umum digunakan dalam identifikasi bakteri.

II.Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman bakteri bervariasi sesuai tingkat salinitas. Pada salinitas rendah (0-1%), ditemukan 9 spesies, termasuk Bacillus subtilis. Jumlah spesies menurun seiring peningkatan salinitas, hanya tersisa 2 spesies pada salinitas tertinggi (2,5-3%). Menariknya, Bacillus subtilis ditemukan di semua tingkat salinitas, menunjukkan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan kadar garam. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pengaruh salinitas sangat signifikan terhadap keberadaan dan keanekaragaman bakteri mangrove. Penelitian ini juga mengkonfirmasi bahwa bakteri Gram-negatif lebih dominan dibandingkan bakteri Gram-positif di ekosistem mangrove. Spesies bakteri yang ditemukan meliputi: Bacillus mycoides, Micrococcus luteus, Flavobacterium aquatile, Bacillus laterosporus, Listeria denitrificans, Kurthia gibsonni, Micrococcus varians, Bacillus cereus, Pseudomonas fluorescens, Aeromonas hydrophila, Planococcus citreus, Escherichia coli, Mycobacterium flavescens, Pseudomonas aeruginosa, dan Bacillus licheniformis.

1. Kelimpahan Spesies Bakteri Berdasarkan Salinitas

Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara tingkat salinitas air laut dan jumlah spesies bakteri yang ditemukan di ekosistem mangrove Pantai Gudang Garam. Jumlah spesies bakteri paling banyak (sembilan spesies) ditemukan di lokasi dengan salinitas rendah (0-1,0%). Jumlah ini menurun seiring peningkatan salinitas, menjadi tujuh spesies pada salinitas 1,0-1,5%, enam spesies pada salinitas 2,0-2,5%, dan hanya dua spesies pada salinitas tertinggi (2,5-3%). Temuan ini menunjukkan bahwa salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman bakteri di ekosistem mangrove. Spesies Bacillus subtilis menunjukan ketahanan yang luar biasa, ditemukan di tiga tingkat salinitas (1-3), menunjukkan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan dengan salinitas yang bervariasi. Ketahanan ini mungkin terkait dengan mekanisme adaptasi fisiologis Bacillus subtilis terhadap kondisi salinitas tinggi. Hasil ini selaras dengan studi-studi sebelumnya yang menekankan peran penting salinitas dalam menentukan komposisi komunitas bakteri di lingkungan laut.

2. Identifikasi Spesies Bakteri

Penelitian berhasil mengidentifikasi beberapa spesies bakteri pada setiap tingkat salinitas. Pada salinitas 0-1%, ditemukan sembilan spesies, termasuk Bacillus mycoides, Micrococcus luteus, Flavobacterium aquatile, Bacillus laterosporus, Listeria denitrificans, Kurthia gibsonni, Micrococcus varians, Bacillus subtilis, dan Bacillus cereus. Pada salinitas 1,0-1,5%, terdapat tujuh spesies, beberapa diantaranya tumpang tindih dengan kelompok salinitas 0-1%, misalnya Bacillus subtilis. Spesies lain yang ditemukan pada rentang salinitas ini antara lain Listeria denitrificans, Pseudomonas fluorescens, Kurthia gibsonni, Aeromonas hydrophila, Planococcus citreus, dan Escherichia coli. Salinitas 2,0-2,5% menghasilkan enam spesies bakteri, dengan Bacillus subtilis kembali ditemukan, bersama dengan Planococus citreus, Mycobacterium flavescens, Pseudomonas aeruginosa, Kurthia gibsonni, dan Bacillus licheniformis. Pada salinitas tertinggi (2,5-3%), hanya dua spesies yang terisolasi, yaitu Bacillus licheniformis dan Mycobacterium flavescens. Data ini menunjukkan bahwa meskipun Bacillus subtilis menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap perubahan salinitas, keanekaragaman bakteri secara keseluruhan menurun pada tingkat salinitas yang lebih tinggi.

3. Analisis Bakteri Bacillus subtilis dan Implikasinya

Hasil yang paling menonjol adalah ditemukannya Bacillus subtilis pada semua tingkat salinitas yang diuji (0-1%, 1-1,5%, dan 2-2,5%). Kemampuan Bacillus subtilis untuk bertahan hidup dan tumbuh dalam rentang salinitas yang luas mengindikasikan adaptasi fisiologis yang tinggi. Kemampuan adaptasi ini mungkin berkaitan dengan kemampuannya bergerak cepat (flagelated), menghasilkan endospora yang tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim (panas, asam, garam), dan kemampuan untuk bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama hingga kondisi lingkungan membaik. Temuan ini memberikan wawasan tentang strategi bertahan hidup bakteri di lingkungan dengan fluktuasi salinitas yang signifikan. Kehadiran Bacillus subtilis pada berbagai tingkat salinitas menunjukkan potensi peran ekologisnya dalam ekosistem mangrove, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap fungsi spesifiknya dalam komunitas mikroba mangrove.

III.Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa salinitas merupakan faktor utama yang mempengaruhi keragaman bakteri di ekosistem mangrove Pantai Gudang Garam. Jumlah spesies bakteri tertinggi ditemukan pada salinitas rendah, dan menurun drastis pada salinitas tinggi. Bacillus subtilis menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa terhadap berbagai tingkat salinitas. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami secara lebih mendalam interaksi antara bakteri mangrove dan faktor lingkungan lainnya.

1. Pengaruh Salinitas terhadap Keanekaragaman Bakteri

Kesimpulan utama penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara tingkat salinitas air laut dengan jumlah spesies bakteri yang ditemukan di ekosistem mangrove Pantai Gudang Garam, Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian menunjukkan bahwa jumlah spesies bakteri tertinggi ditemukan pada lokasi dengan salinitas rendah (0-1,0%), yaitu sembilan spesies. Jumlah ini secara bertahap menurun seiring dengan peningkatan salinitas, menjadi tujuh spesies pada salinitas 1,0-1,5%, enam spesies pada salinitas 2,0-2,5%, dan hanya dua spesies pada salinitas 2,5-3%. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya salinitas sebagai faktor pembatas utama dalam menentukan keanekaragaman bakteri di lingkungan mangrove. Variasi jumlah spesies bakteri yang ditemukan pada setiap tingkat salinitas mengimplikasikan bahwa adaptasi fisiologis bakteri terhadap salinitas merupakan faktor kunci yang menentukan komposisi dan struktur komunitas bakteri dalam ekosistem tersebut. Hasil ini selaras dengan pemahaman umum tentang pengaruh lingkungan terhadap biodiversitas mikroba.

2. Ketahanan Bacillus subtilis terhadap Salinitas

Penelitian ini juga mencatat temuan penting lainnya, yaitu keberadaan spesies Bacillus subtilis pada ketiga tingkat salinitas yang diuji (1,0-1,5%, 2,0-2,5%, dan 0-1,0%). Kemampuan bakteri ini untuk bertahan hidup dan berkembang biak pada rentang salinitas yang cukup luas mengindikasikan kemampuan adaptasi yang luar biasa terhadap kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Keberadaan Bacillus subtilis di seluruh stasiun pengamatan menunjukkan potensi peran pentingnya dalam ekosistem mangrove, meskipun fungsi spesifiknya masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Ketahanan Bacillus subtilis mungkin disebabkan oleh mekanisme adaptasi fisiologis yang memungkinkan bakteri tersebut untuk mengatasi tekanan osmotik yang ditimbulkan oleh perubahan salinitas. Kemampuan adaptasi ini penting bagi keberlangsungan hidup bakteri di lingkungan yang dinamis seperti ekosistem mangrove.

3. Rekomendasi Penelitian Lebih Lanjut

Meskipun penelitian ini telah memberikan gambaran yang baik tentang hubungan antara salinitas dan keragaman bakteri di ekosistem mangrove Pantai Gudang Garam, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami secara lebih mendalam aspek-aspek terkait. Penelitian di masa mendatang dapat difokuskan pada mekanisme adaptasi fisiologis bakteri terhadap variasi salinitas, peran ekologis masing-masing spesies bakteri dalam ekosistem mangrove, dan pengaruh faktor lingkungan lainnya seperti pH, suhu, dan nutrisi terhadap keanekaragaman bakteri. Penelitian lebih komprehensif yang menggabungkan berbagai metode analisis dan mempertimbangkan lebih banyak faktor lingkungan akan memberikan wawasan yang lebih lengkap tentang komunitas bakteri mangrove dan bagaimana mereka merespon perubahan lingkungan. Data yang lebih detail dapat memberikan informasi yang berguna untuk pengelolaan dan konservasi ekosistem mangrove yang berkelanjutan.

IV.Daftar Pustaka Sebagian

Beberapa referensi penting yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: FAO (1982), Hrenovic et al. (2003), Mann (1982), Noor et al. (2006), dan Waluyo (2009). Referensi-referensi ini memberikan landasan teoritis dan metodologi untuk penelitian keragaman bakteri mangrove dan pengaruh salinitas.

1. Referensi Terkait Ekologi Mangrove dan Bakteri

Daftar pustaka sebagian menunjukkan rujukan kepada beberapa karya ilmiah yang relevan dengan penelitian ini. FAO (1982) memberikan informasi mengenai pengelolaan dan pemanfaatan mangrove di Asia dan Pasifik, yang memberikan konteks penting terhadap penelitian ini. Karya Hrenovic et al. (2003) menunjukkan pengaruh nutrisi dan salinitas terhadap bakteri heterotrofik dan coliform di estuari, memberikan dasar pemahaman pengaruh faktor lingkungan terhadap komposisi bakteri. Mann (1982) menawarkan perspektif ekologi perairan pantai, relevan dengan konteks ekosistem mangrove. Penelitian Noor et al. (2006) memberikan panduan pengenalan mangrove di Indonesia yang membantu dalam identifikasi dan pemahaman ekosistem mangrove secara umum di Indonesia. Waluyo (2009) memberikan informasi mengenai pengaruh salinitas terhadap morfologi dan fisiologi bakteri, informasi yang krusial dalam memahami hasil penelitian yang berkaitan dengan toleransi Bacillus subtilis terhadap variasi salinitas. Referensi-referensi ini membentuk landasan teoritis dan metodologis yang kuat untuk penelitian ini.