
Karya Tulis Ilmiah: Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Masalah Mobilisasi
Informasi dokumen
Penulis | Ade Irma Lubis |
Sekolah | Universitas Sumatera Utara |
Jurusan | DIII Keperawatan |
Jenis dokumen | Karya Tulis Ilmiah |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 2.76 MB |
- Asuhan Keperawatan
- Kebutuhan Dasar
- Aktivitas Mobilisasi
Ringkasan
I.Latar Belakang Masalah Stroke dan Mobilisasi pada Lansia
Studi kasus ini membahas masalah hambatan mobilitas fisik pada Ny. M, seorang lansia yang menderita stroke dan diabetes mellitus. Data sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan tingginya angka penderita stroke di Indonesia, mencapai 8,3 per 1.000 penduduk, dengan prevalensi tertinggi di Nanggroe Aceh Darussalam. Kondisi Ny. M ditandai dengan kekakuan dan kesulitan menggerakkan tangan dan kaki kiri, serta gangguan penglihatan. Hal ini sangat mempengaruhi kemampuan aktivitas sehari-hari (ADL) dan kualitas hidupnya. Penelitian menunjukkan sekitar 50% penderita stroke mengalami kecacatan berat yang berdampak pada kemampuan bekerja dan menjadi beban keluarga. Asuhan keperawatan yang tepat sangat penting untuk mengatasi masalah mobilitas dan meningkatkan kualitas hidup pasien stroke lansia.
1. Prevalensi Stroke di Indonesia dan Dampaknya terhadap Lansia
Data Sensus Penduduk 2010 menempatkan Indonesia di lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia (usia 60 tahun ke atas) terbanyak di dunia, mencapai 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari total penduduk. Angka ini menjadi perhatian serius karena beberapa lansia menderita stroke yang menghambat aktivitas mobilisasi. Prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 per 1.000 penduduk, dengan angka tertinggi di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Kondisi ini menekankan urgensi penurunan angka kejadian stroke. Peran perawat sangat krusial dalam memberikan perawatan dan menentukan prioritas masalah dengan tepat untuk mengurangi dampak stroke pada lansia. Perawatan yang tepat dan terarah sangat dibutuhkan untuk meminimalisir komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien stroke.
2. Stroke sebagai Penyakit Degeneratif dan Pengaruhnya terhadap Mobilisasi
Proses penuaan menyebabkan penurunan kemampuan jaringan tubuh untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya. Akumulasi distorsi metabolik dan struktural ini memicu penyakit degeneratif, salah satunya stroke. Stroke sering mengganggu kesehatan dan aktivitas mobilisasi pada lansia. Perawatan yang baik sangat penting, dan kebutuhan asuhan keperawatan akan semakin besar seiring dengan memburuknya kondisi pasien. Dari sudut pandang neurologik, upaya pemulihan difokuskan pada pencegahan kerusakan sel otak yang lebih luas, memanfaatkan sel-sel otak yang masih sehat melalui mobilisasi. Mobilisasi merupakan proses belajar kembali yang memacu perbaikan fungsi otak dan mencegah kekakuan otot dan sendi. Penelitian menunjukkan sekitar 50% penderita stroke masih hidup lebih dari 7 tahun setelah serangan, namun sekitar 50% dari mereka tidak dapat bekerja seperti biasa dan menjadi beban keluarga, menunjukkan besarnya dampak kecacatan akibat stroke pada lansia.
3. Kebutuhan Mobilisasi dan Aktivitas Lansia serta Mekanisme Pergerakan
Kebutuhan aktivitas, istirahat, dan tidur saling berkaitan dan mempengaruhi. Aktivitas fisik penting untuk fungsi fisiologis, sementara istirahat dan tidur diperlukan untuk pemulihan. Kemampuan mobilisasi merupakan kebutuhan dasar individu sehat, meliputi berdiri, berjalan, dan bekerja. Sistem persarafan, otot, tulang, dan sendi berperan penting dalam kemampuan aktivitas. Aktivitas mobilisasi merupakan integrasi sistem muskuloskeletal dan persarafan. Tulang dan sendi membentuk rangka, sementara sistem otot bertanggung jawab untuk pergerakan, pembentukan postur, dan produksi panas melalui kontraksi dan relaksasi. Proses pergerakan melibatkan stimulasi otot motorik, transmisi neuromuskular, dan eksitasi kontraksi coupling. Memahami mekanisme ini penting untuk merencanakan intervensi keperawatan yang efektif untuk meningkatkan mobilisasi pada pasien stroke.
II.Pengkajian Keperawatan dan Diagnosa
Pengkajian keperawatan difokuskan pada respon Ny. M terhadap masalah kesehatan, khususnya terkait gangguan mobilitas. Data dikumpulkan melalui riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pengamatan perilaku. Pengkajian meliputi kemampuan fungsi motorik, mobilitas, kekuatan otot, dan gangguan koordinasi. Hasil pengkajian menunjukkan kelemahan neuromuskular pada ekstremitas kiri Ny. M, inkontinensia urin, dan gangguan pola tidur. Diagnosa keperawatan meliputi hambatan mobilitas fisik, inkontinensia urin, gangguan pola tidur, defisit perawatan diri, dan ansietas. Data dasar meliputi status kesehatan Ny. M, kemampuannya mengelola kesehatan, dan hasil konsultasi medis. Data fokus menyoroti perubahan dan respon terhadap masalah kesehatan serta tindakan yang dilakukan.
1. Proses Pengkajian Keperawatan yang Sistematis
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan proses sistematis pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Proses ini penting untuk merumuskan diagnosa keperawatan dan memberikan asuhan yang tepat sesuai respon individu. Pengkajian keperawatan berbeda dengan pengkajian medis; pengkajian medis berfokus pada kondisi patologis, sementara pengkajian keperawatan berfokus pada respon klien terhadap masalah kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia, seperti kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-hari. Pengkajian meliputi data dasar (status kesehatan klien, kemampuan mengelola kesehatan, dan konsultasi medis) dan data fokus (perubahan dan respon klien terhadap masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan). Data dikumpulkan dari berbagai sumber, divalidasi, dan dikelompokkan untuk membentuk pola. Data dasar direvisi secara kontinu seiring perubahan status fisik dan emosi klien, termasuk hasil laboratorium dan diagnostik. Perawat menganalisis dan menginterpretasi data untuk menarik kesimpulan tentang respon klien.
2. Aspek Aspek Pengkajian Kebutuhan Dasar Mobilisasi
Pengkajian kebutuhan dasar mobilisasi meliputi riwayat keperawatan saat ini (alasan gangguan mobilitas, seperti nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, dan lamanya gangguan), riwayat penyakit (penyakit neurologis, kardiovaskular, muskuloskeletal, pernapasan, dan penggunaan obat-obatan), kemampuan fungsi motorik (kelemahan, kekuatan, atau spastisitas pada tangan dan kaki), kemampuan mobilitas (kemampuan berpindah posisi: miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan), gangguan sirkulasi perifer dan trombus, perubahan tanda vital setelah aktivitas atau perubahan posisi, dan kekuatan otot dan gangguan koordinasi. Pengkajian kekuatan otot dilakukan secara bilateral untuk menentukan derajat kekuatan. Data dikumpulkan dari berbagai sumber, divalidasi, dan dikelompokkan untuk membentuk pola yang kemudian dianalisis dan diinterpretasi untuk memahami respon klien terhadap masalah mobilitas.
3. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Hasil Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang komprehensif, beberapa diagnosa keperawatan ditegakkan. Diagnosa keperawatan tersebut didasarkan pada data yang telah dikumpulkan dan dianalisis. Salah satu diagnosa keperawatan yang utama adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskular pada ekstremitas. Diagnosa lain yang ditemukan meliputi inkontinensia urin (berhubungan dengan penurunan tonus otot kandung kemih), gangguan pola tidur (berhubungan dengan ansietas dan kesulitan tidur), defisit perawatan diri (berhubungan dengan kelemahan neuromuskular), dan ansietas (berhubungan dengan proses penyakit). Diagnosa-diagnosa ini menjadi dasar untuk perencanaan dan implementasi asuhan keperawatan selanjutnya guna memperbaiki kondisi pasien dan meningkatkan kualitas hidupnya. Setiap diagnosa didukung oleh data objektif dan subjektif yang relevan dengan kondisi pasien.
III.Perencanaan dan Implementasi Asuhan Keperawatan untuk Meningkatkan Mobilisasi
Perencanaan asuhan keperawatan berfokus pada peningkatan mobilitas Ny. M. Rencana meliputi pengkajian fungsi motorik secara teratur, perubahan posisi setiap 2 jam, latihan aktif dan pasif, pemantauan kulit yang tertekan, dan peningkatan aktivitas sesuai toleransi. Implementasi asuhan keperawatan meliputi penerapan rencana tersebut. Evaluasi menunjukkan belum ada peningkatan kekuatan otot yang signifikan, keterbatasan klien dalam latihan aktif dan pasif, serta keterbatasan waktu penulis dalam memberikan terapi. Intervensi juga diberikan untuk mengatasi inkontinensia urin (misalnya, identifikasi pola berkemih, anjuran minum yang cukup, dan diet tinggi serat) dan gangguan pola tidur (misalnya, menciptakan rutinitas tidur yang nyaman dan mengajarkan teknik relaksasi).
1. Perencanaan Asuhan Keperawatan untuk Hambatan Mobilitas Fisik
Rencana asuhan keperawatan merupakan langkah penting yang menghubungkan identifikasi kebutuhan klien dengan pelaksanaan keperawatan. Rencana ini berupa panduan tertulis yang menjelaskan tindakan yang akan dilakukan terhadap klien berdasarkan diagnosa keperawatan. Dalam kasus Ny. M, rencana asuhan keperawatan untuk hambatan mobilitas fisik berfokus pada peningkatan fungsi mobilitas. Rencana tersebut meliputi: pengkajian kemampuan fungsional secara teratur menggunakan skala 0-4 untuk menilai luasnya kerusakan, perubahan posisi pasien setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus, pelaksanaan latihan aktif dan pasif untuk meningkatkan kekuatan otot dan rentang gerak, pemantauan kulit yang tertekan, dan peningkatan aktivitas sesuai toleransi pasien. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan kemampuan mobilisasi Ny. M dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Implementasi Asuhan Keperawatan dan Evaluasi
Implementasi asuhan keperawatan meliputi penerapan rencana yang telah dibuat. Ini termasuk mengkaji kemampuan fungsional Ny. M secara teratur, mengubah posisi setiap 2 jam, melakukan latihan aktif dan pasif, memonitor kulit yang tertekan, dan meningkatkan aktivitas sesuai toleransi. Evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas intervensi keperawatan. Evaluasi menunjukkan bahwa klien belum mengalami peningkatan kekuatan otot yang signifikan di area yang mengalami kekakuan, keterbatasan klien dalam melakukan latihan aktif dan pasif, dan keterbatasan waktu penulis dalam memberikan latihan. Hasil evaluasi ini penting untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan agar lebih efektif dan sesuai dengan kondisi klien. Evaluasi yang berkelanjutan sangat penting untuk memastikan perawatan yang optimal dan penyesuaian rencana sesuai respon pasien.
3. Intervensi Keperawatan untuk Masalah Lain Inkontinensia Urin dan Gangguan Pola Tidur
Selain intervensi untuk meningkatkan mobilitas, rencana asuhan keperawatan juga mencakup intervensi untuk mengatasi masalah lain yang dialami Ny. M, yaitu inkontinensia urin dan gangguan pola tidur. Untuk inkontinensia urin, intervensi meliputi identifikasi pola berkemih, pengembangan jadwal berkemih yang teratur, anjuran minum yang cukup (sekitar 2 liter per hari sesuai toleransi), diet tinggi serat dan sari buah, serta membatasi minum menjelang malam dan waktu tidur. Untuk gangguan pola tidur, intervensi meliputi perencanaan asuhan keperawatan rutin yang memungkinkan tidur nyenyak, dan mengajarkan keluarga untuk membantu pasien tidur dengan menyediakan bantal yang nyaman, mandi air hangat sebelum tidur, dan minuman hangat seperti susu. Intervensi-intervensi ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan dan kualitas hidup Ny. M secara keseluruhan.
IV.Kesimpulan dan Saran
Kesimpulannya, studi kasus ini mengilustrasikan kompleksitas masalah hambatan mobilitas fisik pada pasien stroke lansia. Asuhan keperawatan komprehensif yang berfokus pada peningkatan mobilitas, pengelolaan inkontinensia urin, dan perbaikan pola tidur sangat penting. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah pengembangan intervensi yang lebih inovatif untuk meningkatkan mobilitas pada pasien stroke dan pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan pasien. Penulis juga menyarankan agar klien dapat melakukan asuhan keperawatan secara mandiri jika memungkinkan serta meningkatkan pemahaman klien terhadap penyakitnya.
1. Kesimpulan Studi Kasus Ny. M
Studi kasus ini menyimpulkan adanya ketidakmampuan Ny. M dalam melakukan pergerakan dan aktivitas fisik akibat stroke. Kekuatan ototnya terukur 4 pada ekstremitas atas kanan, 3 pada kiri, 4 pada ekstremitas bawah kanan, dan 2 pada kiri. Ny. M sangat bergantung pada bantuan untuk latihan dan aktivitas, namun tidak merasakan nyeri saat bergerak. Evaluasi menunjukkan belum ada peningkatan kekuatan otot yang signifikan, keterbatasan klien dalam latihan aktif dan pasif, dan keterbatasan waktu penulis dalam memberikan terapi. Kesimpulan ini menunjukkan perlunya intervensi keperawatan yang lebih intensif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kondisi Ny. M, serta perlunya evaluasi yang lebih sering dan komprehensif untuk memonitor kemajuan perawatan.
2. Saran untuk Perbaikan Asuhan Keperawatan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Saran yang diajukan meliputi peningkatan kualitas asuhan keperawatan agar klien dapat melakukan perawatan diri sendiri bila memungkinkan, serta meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan penanganannya. Saran ini menekankan pentingnya pemberdayaan klien dalam proses perawatan. Selain itu, studi kasus ini juga menyarankan perlunya pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi dalam asuhan keperawatan untuk memotivasi mahasiswa dan meningkatkan kualitas perawatan pasien stroke. Penelitian selanjutnya perlu fokus pada pengembangan intervensi yang lebih inovatif dan efektif dalam meningkatkan mobilitas pasien stroke serta pemahaman yang lebih mendalam tentang kebutuhan individu pasien. Hal ini akan meningkatkan kualitas hidup pasien dan hasil perawatan.