Identifikasi Zat Warna Sintetis dalam Saos Cabai Menggunakan Kromatografi Kertas

Identifikasi Zat Warna Sintetis dalam Saos Cabai Menggunakan Kromatografi Kertas

Informasi dokumen

Penulis

Selly Riawenni

Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Analis Farmasi dan Makanan
Tempat Medan
Jenis dokumen Tugas Akhir
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 536.63 KB
  • Identifikasi Zat Warna
  • Kromatografi Kertas
  • Saos Cabai

Ringkasan

I.Abstrak

Penelitian ini mengidentifikasi zat warna sintetis pada saus cabai menggunakan metode kromatografi kertas (KKT). Hasil uji menunjukkan adanya zat warna sintetis, khususnya Rhodamin B dan Eritrosin, yang tidak memenuhi persyaratan Peraturan Menkes RI Nomor 239/Menkes/Per/V/85. Penggunaan zat warna sintetis yang berbahaya dalam makanan dapat berdampak negatif bagi kesehatan.

1. Tujuan Penelitian

Abstrak diawali dengan menjelaskan tujuan utama penelitian, yaitu untuk mengidentifikasi keberadaan zat warna sintetis pada saus cabai yang akan diedarkan di pasaran. Ini menekankan pentingnya memastikan keamanan pangan dan kepatuhan terhadap standar kualitas produk makanan. Penggunaan zat pewarna sintetis, meskipun dapat meningkatkan daya tarik visual produk dengan meratakan warna dan mengembalikan warna yang hilang selama pengolahan, potensial menimbulkan risiko kesehatan jika jenis dan jumlahnya tidak sesuai standar. Identifikasi ini dilakukan dengan tujuan untuk menjamin bahwa saus cabai tersebut aman dikonsumsi dan memenuhi persyaratan yang berlaku. Penelitian ini berkontribusi pada pengawasan kualitas dan keamanan produk makanan yang beredar di masyarakat.

2. Metode Penelitian

Metode identifikasi zat warna sintetis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kromatografi Kertas (KKT). Kromatografi Kertas merupakan teknik yang dipilih karena kesederhanaannya dalam mengidentifikasi komponen zat warna. Proses identifikasi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara di Medan. Lokasi pengujian ini menunjukkan komitmen penelitian terhadap penggunaan fasilitas dan standar yang kredibel. Detail teknik KKT sendiri tidak diuraikan secara terperinci di bagian abstrak, tetapi metode ini menjadi kunci dalam memperoleh data dan kesimpulan penelitian. Ketepatan metode ini sangat penting untuk mencapai hasil yang akurat dan reliabel.

3. Hasil dan Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa saus cabai yang diuji positif mengandung zat warna sintetis. Nilai Rf (faktor retensi) dari sampel dibandingkan dengan standar baku pembanding Eritrosin (Rf = 0,141) dan Rhodamin B (Rf = 0,3). Sampel menunjukkan nilai Rf1 = 0,416 dan Rf2 = 0,333, menunjukkan adanya zat warna sintetis. Kesimpulannya, sampel saus cabai tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan Peraturan Menkes RI Nomor 239/Menkes/Per/V/85. Ini menyoroti pentingnya regulasi dan pengawasan terhadap keamanan pangan. Temuan ini mengindikasikan adanya potensi bahaya bagi kesehatan konsumen akibat penggunaan zat warna sintetis yang tidak sesuai aturan. Kesimpulan ini sangat penting karena memberikan informasi mengenai keamanan produk pangan yang diteliti dan memberikan implikasi bagi kebijakan pengawasan pangan di masa depan.

II.BAB I Pendahuluan

Latar belakang penelitian berfokus pada keamanan penggunaan zat warna sintetis dalam makanan, khususnya saus cabai. Meskipun terdapat pewarna alami, produsen sering beralih ke pewarna sintetis karena kemudahan, biaya rendah, dan warna yang lebih menarik. Namun, beberapa zat warna sintetis berpotensi berbahaya bagi kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan zat warna sintetis yang dilarang dalam saus cabai yang beredar di pasaran.

III.BAB II Tinjauan Pustaka

Bagian ini membahas tentang saus cabai, zat warna sintetis (termasuk Rhodamin B dan Eritrosin), dan metode kromatografi kertas (KKT) untuk identifikasi zat warna. Diuraikan pula dampak kesehatan dari penggunaan zat warna sintetis yang berbahaya dan peraturan yang mengatur penggunaannya, seperti Peraturan Menkes RI Nomor 239/Menkes/Per/V/85. Sifat dan karakteristik Rhodamin B dan Eritrosin, termasuk bahaya potensial bagi kesehatan, dibahas secara rinci.

2.1 Saus Cabai Karakteristik dan Fungsi

Tinjauan pustaka dimulai dengan membahas saus cabai, menjelaskan bahwa saus cabai merupakan bumbu penyedap makanan yang umum digunakan untuk menambah kelezatan. Saus cabai memiliki bentuk pasta kental dengan warna oranye hingga merah, seringkali ditambahkan pewarna makanan alami maupun buatan untuk meningkatkan daya tarik visual. Warna merah pada saus cabai bisa berasal dari buah cabai itu sendiri atau dari penambahan pewarna. Selain warna, saus cabai juga memiliki aroma dan rasa yang merangsang selera, serta daya simpan yang panjang karena kandungan asam, gula, garam, dan pengawet (Putra dkk, 2014; Margono, 2000). Saus cabai memiliki fungsi sebagai penambah cita rasa dan selera makan, dan banyak digunakan dalam industri pengolahan makanan, terutama pengalengan ikan, baik sebagai campuran bumbu maupun pelengkap hidangan (Margono, 2000). Permintaan saus cabai terus meningkat, menunjukkan popularitasnya di Indonesia sebagai produk olahan makanan.

2.2 Pewarna Alami vs. Pewarna Sintetis

Bagian ini membandingkan penggunaan pewarna alami dan sintetis dalam makanan. Pewarna alami, seperti dari daun suji (hijau), kunyit (kuning), dan karamel (cokelat), telah digunakan secara tradisional. Namun, pewarna alami memiliki beberapa kekurangan: jumlah yang dibutuhkan lebih banyak untuk menghasilkan warna yang baik, sehingga harganya lebih mahal dan ketersediaannya terbatas. Warna yang dihasilkan juga kurang bervariasi dan kurang stabil terhadap proses pengolahan dan penyimpanan, mudah pudar dan terdegradasi oleh panas, cahaya, dan perubahan pH (Murdiati dan Amaliah, 2013; Nugraheni, 2014; Cahyadi, 2006). Akibatnya, produsen makanan banyak beralih ke pewarna sintetis karena lebih praktis, tersedia melimpah, ekonomis, dan menawarkan warna yang lebih seragam dan stabil (Nugraheni, 2014; Pahmawati, 2011). Namun, penggunaan pewarna sintetis juga memiliki risiko, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit jika digunakan berlebihan atau dikonsumsi secara rutin dalam jangka waktu lama (Murdiati dan Amaliah, 2013). Bahkan, penyalahgunaan pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai makanan dapat menimbulkan bahaya kesehatan yang serius (Nugraheni, 2014).

2.3 Rhodamin B dan Eritrosin Karakteristik dan Bahaya

Bagian ini membahas secara spesifik dua jenis zat warna sintetis, yaitu Rhodamin B dan Eritrosin. Rhodamin B, yang juga dikenal dengan nama lain, merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal berwarna merah keunguan, yang sering digunakan untuk mewarnai kertas dan tekstil. Meskipun dalam jumlah sedikit, Rhodamin B dapat menumpuk dalam tubuh dan tidak dapat larut serta dicerna. Kehadirannya dalam makanan ditandai dengan warna merah mencolok dan berpendar (Sulami, 2009; Yuliarti, 2007). Eritrosin, termasuk golongan fluorescein, memiliki bentuk tepung cokelat dan menghasilkan warna merah yang berfluoresensi dalam alkohol. Eritrosin kurang stabil terhadap cahaya dan oksidator, dan dapat menyebabkan reaksi alergi pernapasan, hiperaktif pada anak-anak, serta menghambat perkembangan otak dan perilaku (Nugraheni, 2014; Sulami, 2009). Kedua zat warna ini menunjukan potensi bahaya kesehatan yang signifikan jika terdapat dalam makanan.

2.4 Alasan Penggunaan Pewarna Tambahan dan Kromatografi Kertas

Bagian ini menjelaskan alasan penggunaan pewarna tambahan dalam makanan, yaitu untuk memberikan warna khas, memperbaiki variasi warna alami, membangun identitas produk, menarik minat konsumen, dan menjaga rasa dan vitamin dari pengaruh sinar. Kemajuan teknologi pangan memungkinkan pembuatan pewarna sintetis yang mampu memberikan warna stabil dalam jumlah sedikit. Kemudian dijelaskan tentang metode kromatografi kertas, yang digunakan sebagai teknik analisis dalam penelitian ini. Berbagai jenis kertas kromatografi tersedia secara komersial, seperti Whatman, dengan pertimbangan tingkat pemisahan, difusivitas, dan laju pergerakan pelarut. Kromatografi kertas menggunakan penyangga dan air sebagai fase diam, sedangkan fase gerak berupa campuran pelarut organik dan air. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi senyawa berdasarkan partisi antara fase diam dan fase gerak, yang bermanfaat untuk analisis kualitatif dan kuantitatif, meskipun memiliki keterbatasan waktu dan resolusi (Yazid, 2005; Gritter, 1991; Khopkar, 1990). Penjelasan detail teknik-teknik kromatografi kertas diberikan, mencakup metode ascending dan descending.

IV.BAB III Metodologi Percobaan

Identifikasi zat warna sintetis pada saus cabai dilakukan di Laboratorium Toksikologi, Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Pemprovsu Medan, Jalan Williem Iskandar Pasar V Barat I No.4 Medan. Metode yang digunakan adalah kromatografi kertas (KKT), membandingkan harga Rf sampel dengan standar Rhodamin B dan Eritrosin.

3.1 Tempat dan Alat Uji

Metodologi percobaan diawali dengan menjelaskan lokasi pengujian identifikasi zat warna pada saus cabai. Pengujian dilakukan di Laboratorium Toksikologi, Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Pemprovsu Medan, yang beralamat di Jalan Williem Iskandar Pasar V Barat I No.4 Medan. Pemilihan lokasi ini menunjukkan penggunaan fasilitas laboratorium yang terakreditasi dan terpercaya untuk memastikan keakuratan hasil uji. Meskipun detail alat-alat yang digunakan tidak secara rinci dijelaskan pada bagian ini, namun lokasi laboratorium yang ditentukan secara spesifik mengindikasikan bahwa peralatan yang digunakan sudah sesuai standar dan memenuhi persyaratan untuk melakukan analisis zat warna dengan metode kromatografi kertas. Hal ini penting untuk menjamin validitas dan reliabilitas data yang dihasilkan.

3.2 Prosedur Pengujian

Bagian ini menjelaskan prosedur pengujian secara singkat. Meskipun detail prosedur tidak diuraikan secara lengkap, namun disebutkan bahwa zat warna dari sampel saus cabai diekstraksi dan dilarutkan dengan menggunakan larutan basa (NH4OH 10%) yang kemudian dipanaskan. Proses ini bertujuan untuk memisahkan zat warna dari bahan-bahan lain dalam sampel. Setelah itu, residu dilarutkan dalam metanol, lalu ditotolkan pada kertas kromatografi untuk kemudian dilakukan proses kromatografi. Hasil kromatografi kemudian dibandingkan dengan standar warna (yaitu, standar Rhodamin B dan Eritrosin), dan dihitung nilai Rf (faktor retensi) untuk masing-masing zat warna. Perbandingan nilai Rf ini akan digunakan untuk mengidentifikasi zat warna sintetis yang ada dalam sampel saus cabai. Proses ini menunjukkan penerapan metode kromatografi kertas yang standar dalam analisis zat warna.

V.BAB V Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa saus cabai yang diuji mengandung zat warna sintetis Rhodamin B dan Eritrosin, sehingga tidak memenuhi persyaratan Peraturan Menkes RI Nomor 239/Menkes/Per/V/85. Penelitian menyarankan pengawasan lebih ketat terhadap penggunaan zat warna sintetis dalam makanan untuk melindungi kesehatan konsumen.

5.1 Kesimpulan Keberadaan Zat Warna Sintetis pada Saus Cabai

Kesimpulan penelitian menyatakan bahwa hasil pengujian identifikasi zat warna sintetis pada saus cabai menggunakan metode kromatografi kertas menunjukkan adanya zat warna sintetis. Ini berarti sampel saus cabai yang diuji tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menkes RI Nomor 239/MENKES/V/85. Kesimpulan ini didasarkan pada analisis data yang diperoleh dari percobaan, dimana nilai Rf (faktor retensi) dari komponen zat warna dalam sampel dibandingkan dengan standar baku pembanding. Ketidaksesuaian dengan standar ini mengindikasikan adanya zat warna sintetis yang tidak diizinkan dalam produk makanan. Kesimpulan ini memiliki implikasi penting bagi keamanan pangan dan kesehatan konsumen, karena menunjukkan potensi risiko dari konsumsi saus cabai yang mengandung zat warna sintetis terlarang. Temuan ini mendukung pentingnya pengawasan dan regulasi yang ketat terhadap penggunaan zat pewarna dalam produk makanan.

5.2 Saran Pentingnya Pengawasan dan Penelitian Lebih Lanjut

Meskipun bagian saran tidak secara eksplisit disebutkan dalam teks yang diberikan, implikasi dari kesimpulan penelitian secara langsung menunjukkan perlunya saran-saran untuk tindakan selanjutnya. Berdasarkan temuan bahwa saus cabai mengandung zat warna sintetis yang tidak memenuhi persyaratan, saran yang tersirat adalah perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap produksi dan distribusi saus cabai untuk mencegah peredaran produk yang mengandung zat berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, penelitian lebih lanjut dapat difokuskan pada identifikasi jenis zat warna sintetis yang spesifik dan jumlahnya dalam sampel saus cabai. Penelitian lanjutan ini dapat membantu memberikan informasi yang lebih detail dan komprehensif mengenai kontaminasi zat warna sintetis dalam produk makanan, sehingga dapat mendukung pengembangan strategi pencegahan dan pengendalian yang lebih efektif. Penelitian ini juga dapat diperluas untuk meneliti jenis saus cabai lain dan dari berbagai produsen untuk memastikan generalisasi hasil.

VI.Daftar Pustaka Ringkasan

Daftar pustaka mencakup beberapa sumber utama yang membahas tentang zat warna sintetis, pewarna alami, kromatografi kertas, dan keamanan pangan. Sumber-sumber tersebut antara lain karya Nugraheni (2014) tentang pewarna alami, Putra dkk. (2014) tentang zat pewarna pada saus cabai, dan Cahyadi (2006) tentang mutu dan warna makanan. Sumber lain yang dikutip termasuk Khopkar (1990), Yazid (2005), dan Sulami (2009).

1. Sumber tentang Pewarna Alami dan Sintetis

Daftar pustaka mencantumkan beberapa sumber utama yang membahas tentang pewarna alami dan sintetis dalam konteks keamanan pangan. Nugraheni (2014) memberikan informasi mengenai pewarna alami, membahas karakteristik, manfaat, dan keterbatasan penggunaannya. Sumber lain, seperti Murdiati dan Amaliah (2013), membahas panduan penyiapan pangan sehat, yang kemungkinan mencakup informasi mengenai keamanan penggunaan pewarna. Pahmawati (2011) memberikan informasi mengenai kegunaan dan efek samping bahan kimia, yang relevan dengan konteks keamanan zat pewarna sintetis. Sulami (2009) kemungkinan membahas lebih detail tentang karakteristik dan penggunaan pewarna sintetis dalam industri makanan. Penelitian Putra dkk. (2014) memberikan gambaran mengenai zat pewarna merah pada saus cabai, memberikan informasi yang spesifik dan relevan dengan penelitian ini. Sumber-sumber ini memberikan landasan teori dan informasi pendukung untuk analisis yang dilakukan dalam penelitian.

2. Sumber tentang Saus Cabai dan Teknologi Pangan

Selain sumber tentang pewarna, daftar pustaka juga mencakup referensi yang relevan dengan saus cabai dan teknologi pangan. Margono (2000) memberikan informasi mengenai saus pepaya, yang dapat memberikan gambaran umum tentang karakteristik dan proses pengolahan saus. Nurlenawati dkk. (2010) membahas pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah, memberikan informasi latar belakang mengenai bahan baku utama saus cabai. Informasi ini penting untuk memahami konteks produksi dan potensi adanya kontaminasi zat warna sintetis. Cahyadi (2006) membahas mutu bahan pangan, kemungkinan memberikan landasan teori mengenai pentingnya kualitas dan keamanan produk pangan. Khopkar (1990), Yazid (2005), dan Gritter (1991) memberikan informasi tentang konsep dasar kimia analitik dan teknik kromatografi kertas, yang merupakan metode utama yang digunakan dalam penelitian ini. Sumber-sumber ini memberikan informasi yang komprehensif tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan penelitian, dari bahan baku hingga metode analisis.