Hubungan Ekspresi Ki-67 dengan Derajat Destruksi Tulang pada Penderita Otitis Media Supuratif Kronis

Hubungan Ekspresi Ki-67 dengan Derajat Destruksi Tulang pada Penderita Otitis Media Supuratif Kronis

Informasi dokumen

Penulis

Cut Elvira Novita

Sekolah

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Jurusan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Jenis dokumen Tesis
Tempat Medan
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 3.12 MB
  • Ekspresi Ki-67
  • Kolesteatoma
  • Otitis Media Supuratif Kronis

Ringkasan

I.Latar Belakang Otitis Media Supuratif Kronis OMSK dan Kolesteatoma

Tesis ini meneliti hubungan antara ekspresi Ki-67 (penanda proliferasi sel) dengan derajat destruksi tulang akibat kolesteatoma pada penderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) tipe bahaya. OMSK merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang, dengan insiden tinggi di Indonesia. Studi sebelumnya di RSUP H. Adam Malik Medan (Aboet, 2006; Nora, 2011) dan RSUD Soetomo Surabaya (Suryanti & Rukmini, 2003; Wisnubroto, 2002) menunjukkan prevalensi OMSK yang signifikan. Kolesteatoma, akumulasi keratin di telinga tengah, menyebabkan destruksi tulang dan komplikasi serius. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi peran Ki-67 dalam proses destruksi tulang ini, yang masih terbatas di Indonesia.

1. OMSK sebagai Masalah Kesehatan Global dan di Indonesia

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) diidentifikasi sebagai salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang, dengan insiden kejadian yang dipengaruhi oleh faktor ras dan sosial ekonomi. Etiologi dan patogenesis OMSK bersifat multifaktorial, melibatkan genetika, infeksi, alergi, lingkungan, faktor sosial, ras, dan disfungsi tuba Eustachius (Kasliwal 2004; Prakash et al. 2009). Di Indonesia, insiden OMSK juga tergolong tinggi, seperti yang ditunjukkan oleh beberapa penelitian di berbagai pusat pendidikan. Penelitian Aboet (2006) di RSUP H. Adam Malik Medan menemukan bahwa 26% kunjungan ke bagian THT disebabkan oleh OMSK. Sementara itu, penelitian Suryanti dan Rukmini (2003) di RSUD Soetomo Surabaya mencatat 331 penderita OMSK selama periode Januari hingga Desember 2002. Lebih lanjut, Wisnubroto (2002) melaporkan 298 (56,1%) kasus OMSK dengan kolesteatoma menjalani operasi mastoidektomi radikal di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Data dari Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan juga menunjukkan jumlah penderita OMSK dengan kolesteatoma yang signifikan, dengan 47 kasus tercatat antara 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2009 (Nora 2011). Angka-angka ini menggarisbawahi pentingnya penelitian lebih lanjut mengenai OMSK di Indonesia.

2. Kolesteatoma Definisi Jenis dan Dampaknya

Kolesteatoma, akumulasi keratin di telinga tengah, merupakan komplikasi serius dari OMSK yang dapat menyebabkan destruksi tulang. Istilah kolesteatoma pertama kali diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838, berasal dari kata 'cole' (kolesterol), 'esteado' (lemak), dan 'oma' (tumor). Istilah lain yang digunakan termasuk 'pearl tumor', 'margaritoma', 'epidermoid kolesteatoma', dan 'keratoma'. Kolesteatoma berasal dari epitel skuamosa yang terkeratinisasi dari membran timpani atau meatus auditori eksternal (Nunes 2010). Kolesteatoma yang didapat (acquired) dibagi menjadi primer (retraksi pars flaksida) dan sekunder (perforasi membran timpani). Akumulasi keratin pada kolesteatoma merupakan kondisi serius yang dapat merusak struktur vital tubuh dan mengancam jiwa, sehingga memerlukan pembedahan untuk membersihkannya. Identifikasi marker proliferasi, seperti Ki-67, sangat penting untuk memahami dan mengelola derajat destruksi tulang akibat kolesteatoma pada OMSK tipe bahaya. Meskipun evaluasi histopatologis merupakan pemeriksaan baku emas, penelitian mengenai aktivitas proliferasi kolesteatoma masih terbatas, terutama di Indonesia.

3. Pentingnya Penelitian Proliferasi Sel pada Kolesteatoma dan Ki 67

Penelitian untuk menilai aktivitas proliferasi kolesteatoma masih sangat sedikit, terutama di Indonesia. Karakteristik utama jaringan dan mukosa kolesteatoma adalah infiltrasi proses peradangan yang aktif dan proliferasi yang meningkat. Ki-67, sebagai penanda proliferasi sel, menjadi fokus penelitian karena perannya yang penting dalam pertumbuhan kolesteatoma. Peningkatan jumlah Ki-67 telah diamati pada lapisan basal dan spinosus epitel kolesteatoma (Kuczkowski et al 2007). Kemampuan kolesteatoma telinga tengah untuk mendestruksi tulang melalui proses pertumbuhannya merupakan masalah serius. Teknik pembedahan untuk membersihkan aktivitas proliferasi kolesteatoma dianggap sangat penting karena sifatnya yang merusak struktur vital tubuh, termasuk tulang, dan berpotensi mengancam jiwa. Oleh karena itu, identifikasi marker proliferasi, seperti Ki-67, memegang peranan penting dalam menentukan derajat destruksi tulang akibat kolesteatoma pada OMSK tipe bahaya. Dengan memahami proliferasi sel, diharapkan angka morbiditas dan mortalitas dapat menurun.

II.Jenis dan Teori Terbentuknya Kolesteatoma

Tesis ini membahas dua jenis utama kolesteatoma: primer (retraks pars flaksida) dan sekunder (perforasi membran timpani). Berbagai teori pembentukan kolesteatoma dikaji, termasuk teori retraksi, teori metaplasia skuamosa, dan peran faktor-faktor seperti disfungsi tuba Eustachius dan inflamasi kronis. Penelitian ini juga menyinggung peran protein seperti p53 dan cytokeratin (CK 13 dan 16), serta sitokin seperti RANKL dan M-CSF, dalam proses proliferasi dan destruksi tulang oleh kolesteatoma.

1. Klasifikasi Kolesteatoma

Dokumen tersebut mengklasifikasikan kolesteatoma yang didapat (acquired) menjadi dua jenis utama: kolesteatoma primer dan sekunder. Kolesteatoma primer berasal dari retraksi pars flaksida, sedangkan kolesteatoma sekunder terjadi akibat perforasi membran timpani, biasanya di kuadran posterior superior telinga tengah (Chole & Nason 2009). Meskipun dokumen menyebutkan kemungkinan adanya kolesteatoma kongenital yang berasal dari epitimpanum anterior, fokus utama tetap pada kolesteatoma yang didapat. Bentuk sisa, formasi epidermoid dari kolesteatoma kongenital, mungkin berasal dari epitimpanum anterior. Namun, tidak semua kolesteatoma kongenital berlokasi di daerah anterosuperior, dan tidak semuanya ditemukan sebagai kista epitelial. Kemungkinan invaginasi epitel skuamosa dari liang telinga atau masuknya elemen skuamosa pada cairan amnion juga dipertimbangkan (Browning 2009). Dokumen menekankan bahwa pada kolesteatoma kongenital, kemungkinan terjadinya otitis media tidak dapat dikesampingkan sebagai kriteria eksklusi karena sangat jarang anak tidak mengalami episode otitis media dalam lima tahun pertama kehidupannya. Perbedaan klasifikasi ini penting untuk memahami asal mula dan mekanisme perkembangan kolesteatoma.

2. Teori Pembentukan Kolesteatoma

Dokumen menguraikan beberapa teori yang menjelaskan pembentukan kolesteatoma. Teori retraksi menjelaskan bahwa kantong retraksi (retraction pockets) pada pars flaksida terbentuk karena tekanan negatif telinga tengah, kemungkinan disebabkan oleh inflamasi berulang. Ketika kantong retraksi membesar, deskuamasi keratin tidak dapat dibersihkan, sehingga terbentuk kolesteatoma. Disfungsi tuba Eustachius atau otitis media efusi dengan tekanan telinga tengah yang rendah (ex vacuo theory) diduga sebagai penyebab utama. Pars flaksida, yang kurang fibrous dan kurang tahan terhadap pergerakan, menjadi sumber utama kolesteatoma. Hasilnya adalah defek pada kuadran posterosuperior membran timpani dan erosi dinding liang telinga yang berdekatan. Kegagalan migrasi epitel menyebabkan akumulasi keratin dalam retraction pocket, dan infeksi bakteri pada matriks keratin dapat menyebabkan infeksi kronis dan proliferasi epitel (Chole & Sudhoff 2005; Chole & Nason 2009). Teori metaplasia skuamosa mengemukakan bahwa infeksi atau inflamasi kronis dapat menyebabkan transformasi metaplasia, di mana epitel kuboid di telinga tengah berubah menjadi epitel berkeratin. Meskipun epitel skuamosa berkeratinisasi telah ditemukan pada biopsi telinga tengah penderita otitis media pada anak, progresivitas kolesteatoma masih belum sepenuhnya dipahami (Chole & Nason 2009).

3. Peran Faktor Biologis dalam Pertumbuhan Kolesteatoma

Dokumen juga membahas peran berbagai faktor biologis dalam pertumbuhan kolesteatoma. Protein p53 dan peningkatan reseptor epidermal growth factor ditemukan dalam matriks kolesteatoma. Peningkatan cytokeratin (CK 13 dan 16), penanda diferensiasi dan hiperproliferasi, juga diamati. Kim dkk mendemonstrasikan peningkatan ekspresi cytokeratin CK 13 dan 16 pada area perifer pars tensa yang diinduksi kolesteatoma oleh ligasi liang telinga dan area perifer serta sentral pars tensa yang diinduksi kolesteatoma oleh obstruksi tuba Eustachius. Peningkatan ekspresi human intercellular adhesion molecule-1 dan -2, yang berperan dalam migrasi sel ke jaringan, juga terlihat. Adanya heat shock protein 60 dan 70 menunjukkan proliferasi dan diferensiasi aktif keratinosit basal yang berhubungan dengan kolesteatoma (Chole & Sudhoff 2005). Lebih lanjut, dokumen menjelaskan bahwa resorpsi tulang terjadi karena aktivitas osteoklas dalam kondisi inflamasi, yang dikendalikan oleh sitokin RANKL dan M-CSF. Penelitian Jeong et al (2006) menemukan peningkatan RANKL pada kolesteatoma dibandingkan kulit postaurikular normal, menunjukkan peningkatan rasio RANKL/OPG yang berpotensi meningkatkan osteoclastogenesis. Sitokin inflamasi seperti IL-1, IL-6, TNFα, dan prostaglandin juga berperan dalam proses ini. Kolesteatoma yang terinfeksi cenderung lebih cepat mendestruksi tulang (Chole & Nason 2009).

III.Gejala Diagnosis dan Penatalaksanaan OMSK

Gejala utama OMSK meliputi keluarnya cairan telinga, penurunan pendengaran, dan kadang-kadang rasa sakit. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik telinga, dan pencitraan (rontgen mastoid/CT-Scan). Pengobatan utama kolesteatoma adalah pembedahan (mastoidektomi), bertujuan membersihkan jaringan kolesteatoma dan mencegah rekurensi. Penggunaan obat topikal dapat dilakukan untuk mengontrol inflamasi sementara sebelum operasi.

1. Gejala OMSK

Gejala khas Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah keluarnya cairan telinga yang berlangsung lama melalui membran timpani yang tidak utuh. Rasa sakit biasanya tidak dirasakan kecuali jika terjadi otitis eksterna atau komplikasi intrakranial atau temporal. Selain keluarnya cairan, pasien juga sering mengeluh mengenai penurunan pendengaran atau bahkan keluarnya darah dari telinga. Menurut bagian anamnesis dalam diagnosis OMSK (Lee et al, 2007; Chole & Nason 2009; Dhingra 2010; Vercryysse et al. 2010), penyakit ini muncul secara bertahap. Gejala yang paling sering ditemukan adalah telinga berair, sekret berbau busuk di liang telinga (kadang disertai jaringan granulasi atau polip yang menyebabkan keluarnya darah), dan penurunan pendengaran. Penelitian Siregar (2013) di RSUP H. Adam Malik Medan menemukan telinga berair pada 61,34% penderita, berbeda dengan penelitian Islam (2010) yang melaporkan penurunan pendengaran pada 100% penderita. Penelitian Gustomo (2010) di RS dr. Moewardi Surakarta mencatat 37,42% pasien mengeluhkan keluarnya cairan kental berbau pada 138 kasus OMSK tipe bahaya.

2. Diagnosis OMSK

Diagnosis OMSK dilakukan melalui beberapa tahapan (Lee et al, 2007; Chole & Nason 2009; Dhingra 2010; Vercryysse et al. 2010). Tahap pertama adalah anamnesis, yaitu pengumpulan riwayat penyakit dari pasien. Informasi mengenai lama keluhan, jenis keluhan, dan gejala klinis lainnya dikumpulkan. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik telinga untuk mengamati kondisi membran timpani dan liang telinga. Pencitraan, seperti foto rontgen mastoid atau CT-Scan mastoid, juga dilakukan untuk menilai derajat destruksi tulang. Data mengenai derajat destruksi tulang diperoleh dari pemeriksaan telinga, foto rontgen mastoid/CT-Scan mastoid, dan selama operasi mastoidektomi. Data mengenai ekspresi Ki-67 diperoleh dari pemeriksaan imunohistokimia terhadap jaringan kolesteatoma di Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Lama keluhan OMSK bervariasi; penelitian Aquino (2011) di Brazil menunjukkan bahwa sebagian besar pasien (30%) mengalami keluhan selama 6-15 tahun. Srivastava (2010) dan Kasliwal (2004) mengemukakan bahwa lamanya keluhan tanpa penanganan yang tepat bisa disebabkan karena keluhan yang tidak mengganggu, kurangnya pemahaman penyakit, atau keterbatasan ekonomi untuk mendapatkan perawatan medis.

3. Penatalaksanaan OMSK dan Kolesteatoma

Tujuan penatalaksanaan OMSK adalah menyembuhkan gejala dan meminimalisir risiko komplikasi. Pembedahan merupakan satu-satunya pengobatan efektif untuk kolesteatoma. Granulasi dan inflamasi mukosa sementara dapat diatasi dengan obat topikal dan aural toilet untuk mengurangi otorea sambil menunggu operasi (Wright & Valentine 2008; Chole & Nason 2009). Prosedur operasi untuk kolesteatoma meliputi mastoidektomi kortikal komplit, yang memungkinkan akses ke antrum mastoid. Diseksi matriks kolesteatoma harus hati-hati untuk mencegah rekurensi. Rekurensi kolesteatoma sering terjadi jika fragmen kecil epitel berkeratinisasi tertinggal, sehingga seringkali diperlukan operasi kedua (“second look operation”) setelah 6-12 bulan (Wright & Valentine 2008; Chole & Nason 2009). Derajat destruksi tulang juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan, misalnya, derajat 3 melibatkan mesotimpanum, epitimpanum, dan antrum. Pendekatan yang komprehensif dan cermat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pengobatan dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

IV.Metode Penelitian dan Hasil

Penelitian ini dilakukan di Sub-Departemen Otologi THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan pada Mei-Desember 2013. Populasi penelitian adalah penderita OMSK tipe bahaya. Sampel kolesteatoma diambil setelah mastoidektomi untuk pemeriksaan imunohistokimia Ki-67. Hasil menunjukkan adanya korelasi antara tingkat ekspresi Ki-67 dengan derajat destruksi tulang pada pasien OMSK tipe bahaya. Data demografis pasien (jumlah laki-laki vs perempuan, usia, lama keluhan) juga dianalisis dan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Studi ini juga mengeksplorasi hubungan antara ekspresi Ki-67, komplikasi OMSK, dan usia.

1. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sub-Departemen Otologi THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, dengan populasi seluruh penderita OMSK tipe bahaya yang berobat di rumah sakit tersebut antara Mei 2013 hingga Desember 2013. Diagnosis OMSK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan telinga, dan foto Rontgen mastoid/CT-Scan mastoid. Sampel penelitian diambil dari jaringan kolesteatoma yang diperoleh selama prosedur mastoidektomi. Jumlah sampel yang tepat tidak disebutkan secara eksplisit dalam bagian yang diberikan. Distribusi jenis kelamin pada sampel OMSK tipe bahaya menunjukkan dominasi laki-laki (66,7% atau 20 orang) dibandingkan perempuan (33,3% atau 10 orang). Temuan ini sejalan dengan penelitian Siregar (2013) di RSUP H. Adam Malik Medan (53,78% laki-laki) dan Gustomo (2010) di RS dr. Moewardi Surakarta (61,59% laki-laki). Meskipun beberapa penelitian menunjukkan dominasi laki-laki dalam kasus OMSK, belum ada bukti yang menunjukkan hubungan langsung antara OMSK dan jenis kelamin (Chole & Nason 2009).

2. Pengumpulan dan Analisis Data

Data mengenai jenis kelamin, usia, tanda dan gejala klinis, serta lama keluhan dikumpulkan melalui kuesioner dan lembar pemeriksaan. Data mengenai derajat destruksi tulang diperoleh dari pemeriksaan telinga, foto rontgen mastoid/CT-Scan mastoid, dan selama operasi mastoidektomi. Data ekspresi Ki-67 diperoleh dari hasil pemeriksaan imunohistokimia Ki-67 pada jaringan kolesteatoma di Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Analisis data meliputi distribusi penderita OMSK tipe bahaya berdasarkan jenis kelamin, usia, dan lama keluhan. Hasil penelitian menunjukkan overekspresi Ki-67 meningkat pada pasien OMSK tipe bahaya, dengan sebagian besar (56,7%) menunjukkan ekspresi intermediate dan 40% ekspresi tinggi. Temuan ini sejalan dengan penelitian Kuczkowski et al (2007) dan Chae (2000) yang juga menemukan overekspresi Ki-67 pasca operasi mastoidektomi, meskipun tanpa penilaian tingkat indeks. Uji chi square digunakan untuk menganalisis hubungan antara ekspresi Ki-67 dengan usia dan komplikasi OMSK. Penelitian ini juga membandingkan temuannya dengan studi Sikka et al (2011), Mallet (2003), serta studi lain dari Aquino (2011), Siregar (2013), Gustomo (2010), dan Islam (2010).

3. Hasil Utama Penelitian

Hasil utama penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ekspresi Ki-67 dengan derajat destruksi tulang pada OMSK tipe bahaya. Ekspresi Ki-67 positif lebih banyak ditemukan pada kelompok usia ≥16 tahun (78,9%), tetapi uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi Ki-67 dengan usia (p=0.792), sejalan dengan penelitian Sikka et al (2011) dan Mallet (2003). Pada pasien dengan komplikasi, ekspresi Ki-67 tinggi ditemukan pada 83,3% dan ekspresi intermediate pada 70,6%, tetapi uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara ekspresi Ki-67 dengan komplikasi (p=0.180), kemungkinan karena distribusi yang tidak merata. Penelitian ini juga menyinggung peran RANKL dalam destruksi tulang pada kolesteatoma, serta penelitian Miyasato et al (2013) mengenai inflamasi kronis, pelepasan RANKL, dan produksi sitokin yang berkontribusi pada destruksi tulang dan proliferasi sel. Kesimpulannya, temuan ini menunjukkan korelasi antara ekspresi Ki-67 dan tingkat keparahan destruksi tulang pada OMSK tipe bahaya, yang perlu dikaji lebih lanjut.

V.Kesimpulan dan Implikasi

Penelitian ini menemukan hubungan yang signifikan antara ekspresi Ki-67 dan derajat destruksi tulang pada kolesteatoma dalam konteks OMSK tipe bahaya. Temuan ini mendukung peran Ki-67 sebagai penanda proliferasi sel yang berkontribusi pada patogenesis destruksi tulang pada OMSK. Hasil penelitian ini dapat berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme OMSK dan pengembangan strategi pengobatan yang lebih efektif. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memvalidasi temuan ini dan mengeksplorasi peran faktor-faktor lain yang terlibat.

1. Temuan Utama Mengenai Ekspresi Ki 67

Penelitian ini menemukan adanya hubungan yang signifikan antara ekspresi Ki-67 dan derajat destruksi tulang pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) tipe bahaya. Overekspresi Ki-67 meningkat pada pasien OMSK tipe bahaya, dengan sebagian besar menunjukkan ekspresi intermediate (56,7%) dan tinggi (40%). Meskipun ekspresi Ki-67 positif lebih banyak ditemukan pada kelompok usia ≥16 tahun (78,9%), uji chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi Ki-67 dan usia (p=0.792). Hal ini sejalan dengan penelitian Sikka et al (2011) dan Mallet (2003) yang menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia anak dan dewasa dalam hal jumlah lapisan sel pada matriks kolesteatoma. Meskipun terdapat ekspresi Ki-67 yang tinggi pada pasien dengan komplikasi (83,3% ekspresi tinggi dan 70,6% ekspresi intermediate), uji chi-square juga menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi Ki-67 dan komplikasi OMSK (p=0.180), kemungkinan disebabkan oleh distribusi pasien yang tidak merata. Hasil ini menunjukkan bahwa Ki-67 berperan dalam proses destruksi tulang yang disebabkan oleh kolesteatoma pada OMSK tipe bahaya.

2. Peran RANKL dan Sitokin dalam Destruksi Tulang

Penelitian ini menyinggung peran Receptor Activator of Nuclear Factor κB Ligand (RANKL) dalam mekanisme destruksi tulang pada kolesteatoma. RANKL memiliki peran penting dalam proses osteoclastogenesis, yaitu pembentukan osteoklas yang meresorpsi tulang. Ekspresi RANKL dapat dideteksi pada jaringan epitel dan subepitel kolesteatoma. Inflamasi kronis yang dipicu oleh kolesteatoma diduga merangsang resorpsi tulang melalui pelepasan RANKL dari sel epitelial dan stroma, bersamaan dengan sejumlah sel radang (Miyasato et al 2013). Sitokin inflamasi lainnya, seperti TNF-alpha, IL-1, dan IL-6, juga dilepaskan oleh sel prekursor osteoklas melalui jalur autokrin dan parakrin, berkontribusi pada proses destruksi tulang. Semakin tinggi inflamasi, semakin tinggi destruksi tulang dan proliferasi sel. Temuan ini menjelaskan hubungan antara proliferasi sel (diukur dengan Ki-67) dan destruksi tulang pada OMSK tipe bahaya, menunjukkan bahwa inflamasi kronis dan pelepasan sitokin berperan penting dalam proses patologis ini.

3. Implikasi dan Saran Penelitian Selanjutnya

Kesimpulannya, penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara ekspresi Ki-67 dan derajat destruksi tulang pada kolesteatoma dalam konteks OMSK tipe bahaya. Temuan ini mendukung peran Ki-67 sebagai penanda proliferasi sel yang berkontribusi pada patogenesis destruksi tulang. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman mengenai mekanisme OMSK dan pengembangan strategi pengobatan yang lebih efektif. Namun, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memvalidasi temuan ini pada populasi yang lebih besar dan mengeksplorasi faktor-faktor lain yang mungkin berperan dalam proses destruksi tulang. Studi lebih lanjut juga dapat menyelidiki pengaruh intervensi terapeutik terhadap ekspresi Ki-67 dan derajat destruksi tulang. Perlu juga dilakukan studi komparatif yang lebih luas untuk mengkonfirmasi temuan ini di berbagai lokasi geografis dan kelompok populasi yang berbeda. Penelitian prospektif dengan desain yang lebih kuat dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan antara Ki-67 dan perkembangan OMSK.