
Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah pada Gigi Kelinci dengan Pulpitis Reversibel
Informasi dokumen
Penulis | Eldora Teohardi |
instructor/editor | Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) |
Sekolah | Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara |
Jurusan | Kedokteran Gigi |
Jenis dokumen | Skripsi |
Tempat | Medan |
Bahasa | Indonesian |
Format | |
Ukuran | 6.78 MB |
- Ekstrak Jahe Merah
- Antiinflamasi
- Gigi Kelinci
Ringkasan
I.Latar Belakang dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini meneliti efek antiinflamasi dari ekstrak jahe merah ( Zingiber officinale Roscoe) terhadap pulpitis reversibel pada gigi kelinci (Oryctolagus cuniculus) dalam studi in vivo. Inflamasi pulpa sering disebabkan oleh iritasi mekanis, misalnya perforasi pulpa akibat prosedur kedokteran gigi. Eugenol, meskipun memiliki sifat antiinflamasi, juga bersifat sitotoksik. Jahe merah dipilih karena kandungan gingerol, shogaol, dan flavonoid-nya yang diduga memiliki efek antiinflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak jahe merah 1% dan 2% dilihat dari penurunan sel radang (neutrofil, makrofag, limfosit) dan proses penyembuhan.
1. Masalah Inflamasi Pulpa
Latar belakang penelitian ini berfokus pada masalah inflamasi pulpa gigi. Inflamasi pulpa, jaringan lunak di dalam gigi, seringkali dipicu oleh iritasi mekanis, terutama perforasi pulpa yang terjadi selama prosedur kedokteran gigi (iatrogenik). Kondisi ini menyebabkan rasa sakit karena pulpa sulit beradaptasi dengan perubahan volume di ruang yang sempit dan kaku, serta memiliki sirkulasi darah kolateral yang terbatas. Penggunaan eugenol, agen pereda inflamasi umum dalam praktik kedokteran gigi, memiliki kendala karena sifat sitotoksiknya pada konsentrasi tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini mengeksplorasi alternatif pengobatan inflamasi pulpa dengan memanfaatkan bahan alami.
2. Potensi Antiinflamasi Jahe Merah
Penelitian ini memilih jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) sebagai kandidat agen antiinflamasi karena kandungan gingerol, shogaol, dan flavonoid yang dimilikinya. Komponen-komponen ini diduga memiliki efek antiinflamasi. Penelitian sebelumnya telah menunjukan beberapa manfaat jahe merah, seperti pengobatan penyakit reumatik, asma, stroke, diabetes, dan lainnya. Beberapa penelitian juga menunjukkan aktivitas antibakteri jahe merah terhadap bakteri mulut dan gusi. Gingerol dan shogaol, khususnya, telah terbukti mampu menghambat produksi PGE2, mediator kunci dalam proses inflamasi. Kandungan gingerol pada jahe merah bahkan lebih tinggi dibandingkan jenis jahe lainnya, menjadikan jahe merah sebagai pilihan yang menjanjikan untuk dikaji lebih lanjut.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengkaji efek antiinflamasi dari ekstrak jahe merah pada gigi kelinci. Penelitian akan fokus pada dua konsentrasi ekstrak jahe merah, yaitu 1% dan 2%. Efek antiinflamasi akan dinilai berdasarkan penurunan jumlah sel radang (seperti neutrofil, makrofag, dan limfosit) serta kemajuan proses penyembuhan jaringan. Pengamatan akan dilakukan pada hari ke-1, ke-3, dan ke-7 setelah pemberian perlakuan ekstrak jahe merah, waktu yang dianggap cukup untuk mengamati munculnya sel radang dan sel penyembuhan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting mengenai potensi jahe merah sebagai agen antiinflamasi alami untuk mengatasi masalah inflamasi pulpa.
II.Tinjauan Pustaka
Bagian ini membahas inflamasi pulpa, berbagai jenis sel radang (seperti neutrofil, makrofag, limfosit, dan sel plasma) yang terlibat, serta bahan-bahan antiinflamasi yang umum digunakan dalam kedokteran gigi, termasuk eugenol dan glukokortikoid. Ditinjau pula senyawa aktif dalam jahe merah, yaitu gingerol dan shogaol, yang memiliki potensi antiinflamasi dengan mekanisme penghambatan produksi prostaglandin E2 (PGE2). Penelitian sebelumnya menunjukkan aktivitas antibakteri jahe merah terhadap bakteri Enterococcus faecalis dan Candida albicans.
1. Struktur dan Fungsi Pulpa Gigi
Tinjauan pustaka dimulai dengan menjelaskan pulpa gigi sebagai jaringan lunak di bagian tengah gigi yang memiliki empat fungsi utama: pembentukan dentin, suplai nutrisi, mempertahankan struktur gigi, dan memberikan persarafan dan sensasi. Odontoblas, sel-sel khusus di pulpa, bertanggung jawab atas pembentukan dentin, baik dentin sekunder (fisiologis) maupun dentin tersier (sebagai respons terhadap cedera). Suplai nutrisi ke dentin dilakukan melalui odontoblas dan pembuluh darah, melewati tubulus dentin. Persarafan pulpa, terdiri dari saraf myelinated (respons cepat dan tajam) dan non-myelinated (respons lambat dan tumpul), memungkinkan pulpa merespon rangsangan nyeri. Pulpa berada dalam lingkungan 'low-compliance', sehingga peningkatan tekanan kecil akibat inflamasi dapat menyebabkan kompresi pembuluh darah dan potensi nekrosis pulpa.
2. Sel Sel dalam Pulpa dan Respon Inflamasi
Bagian ini mendeskripsikan berbagai jenis sel yang terdapat dalam pulpa gigi, termasuk sel mesenkhim (multipoten, dapat berdiferensiasi menjadi fibroblas, odontoblas, dan makrofag), sel imunokompeten (makrofag, limfosit T dan B, sel plasma), dan sel mast. Fokus utama adalah pada sel-sel inflamasi yang berperan dalam respon pulpa terhadap cedera atau infeksi. Pada inflamasi akut, neutrofil polimorfonuklear merupakan sel utama, sedangkan pada inflamasi kronis, limfosit, sel plasma, dan makrofag lebih dominan. Mekanisme inflamasi dijelaskan secara singkat, meliputi marginasi, sticking, emigrasi leukosit, dan fagositosis. Proses inflamasi ini, jika berlangsung lama, dapat menyebabkan pulpitis ireversibel.
3. Agen Antiinflamasi dalam Kedokteran Gigi
Tinjauan pustaka kemudian membahas agen antiinflamasi yang digunakan dalam kedokteran gigi, khususnya untuk mengatasi inflamasi pulpa. Eugenol, meskipun sering digunakan karena efek antiinflamasinya (menghambat prostaglandin E2 dan leukotrien), memiliki sifat sitotoksik pada konsentrasi tinggi, menyebabkan nekrosis jaringan dan menghambat penyembuhan. Glukosteroid, sebagai alternatif, efektif mengurangi rasa sakit dan inflamasi ringan, tetapi memiliki efek imunosupresan. Kebijakan pemerintah Indonesia terkait obat tradisional juga disinggung, menunjukkan adanya dukungan terhadap pengembangan obat alami.
4. Jahe Merah Zingiber officinale Roscoe sebagai Antiinflamasi
Bagian ini menjabarkan karakteristik jahe merah dan kandungan senyawa aktifnya yang relevan dengan penelitian. Jahe merah memiliki rimpang yang kuat, berwarna jingga muda hingga merah, dengan aroma tajam. Kandungan gingerol dan shogaol, serta senyawa lainnya seperti zingeron dan flavonoid, memberikan efek farmakologis seperti antioksidan, antiinflamasi, analgesik, dan antikarsinogenik. Penelitian sebelumnya menunjukkan kemampuan jahe merah untuk menghambat siklooksigenase-2 (COX-2) dan lipooksigenase, serta menghambat produksi PGE2. Jahe merah juga terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri dan jamur patogen. Penelitian Ratna (2009) menjadi landasan pemilihan konsentrasi ekstrak jahe merah (1% dan 2%) dalam penelitian ini.
III.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan 36 sampel gigi kelinci. Gigi kelinci diinduksi pulpitis reversibel melalui perforasi pulpa. Kemudian, gigi kelinci diberi perlakuan dengan ekstrak jahe merah 1% dan 2%, serta eugenol sebagai kontrol. Pengamatan dilakukan pada hari ke-1, 3, dan 7 untuk menilai intensitas inflamasi dan jumlah sel radang melalui mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Universitas Sumatera Utara (USU) dan Komisi Etik Penelitian Kesehatan USU terlibat dalam penelitian ini (No. 169/KOMET/FK USU/2015).
1. Hewan Coba dan Perlakuan
Metode penelitian ini menggunakan gigi kelinci (Oryctolagus cuniculus) sebagai model in vivo. Jumlah sampel yang digunakan adalah 36 gigi kelinci. Gigi kelinci dipilih karena mudah ditangani, harganya relatif murah, dan densitas tulangnya mirip dengan manusia, sesuai dengan kriteria penelitian Gondim DV et al (2010) yang menyebutkan berat kelinci antara 1,5-2 kg dan diadaptasi sebelum perlakuan. Penggunaan kelinci sebagai hewan coba telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan USU (No. 169/KOMET/FK USU/2015). Penelitian ini mengikuti prinsip 3R (Refinement, Reduction, Replacement) dalam penggunaan hewan coba. Pada penelitian ini, pulpitis reversibel diinduksi pada gigi kelinci melalui perforasi pulpa, kemudian diberikan perlakuan dengan ekstrak jahe merah 1% dan 2%, serta eugenol sebagai kontrol.
2. Pengamatan dan Pengukuran
Pengamatan terhadap reaksi jaringan dilakukan pada hari ke-1, ke-3, dan ke-7 setelah pemberian perlakuan. Intensitas inflamasi dikategorikan menjadi tidak ada, ringan, sedang, dan berat. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x untuk melihat sel radang (neutrofil, makrofag, limfosit) dan menilai proses penyembuhan (fibroblas). Pemilihan waktu pengamatan pada hari ke-1, ke-3, dan ke-7 didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan munculnya sel radang dan sel penyembuhan pada rentang waktu tersebut. Pembuatan ekstrak jahe merah 1% dilakukan dengan melarutkan 20 mg bubuk CMC dalam 10 ml aquadest, kemudian dibiarkan selama 30 menit dan dihaluskan hingga membentuk gel homogen.
IV.Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dalam respon inflamasi antar kelompok perlakuan (ekstrak jahe merah 1%, 2%, dan eugenol) berdasarkan uji Kruskal-Wallis. Pengamatan mikroskopis menunjukkan penurunan jumlah sel radang seiring waktu, mengindikasikan efek antiinflamasi ekstrak jahe merah. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa gingerol dan shogaol pada jahe merah menghambat enzim siklooksigenase-2 (COX2) dan lipooksigenase, yang berperan dalam proses inflamasi.
1. Hasil Pengamatan Mikroskopis
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam respon inflamasi antar kelompok perlakuan (ekstrak jahe merah 1%, 2%, dan eugenol) berdasarkan uji Kruskal-Wallis. Pengamatan mikroskopis pada hari ke-1, ke-3, dan ke-7 menunjukkan adanya penurunan jumlah sel radang pada kelompok yang diberi perlakuan ekstrak jahe merah, dibandingkan dengan kelompok kontrol (eugenol). Intensitas inflamasi dinilai berdasarkan skala yang telah ditentukan, dengan pengamatan dilakukan pada perbesaran 400x menggunakan mikroskop cahaya. Data menunjukan perbedaan yang signifikan dalam penurunan sel radang antara hari ke-1 dan ke-7, serta antara hari ke-3 dan ke-7, untuk masing-masing kelompok perlakuan.
2. Pembahasan Mekanisme Antiinflamasi
Hasil penelitian yang menunjukkan efek antiinflamasi ekstrak jahe merah didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya. Hapsoh dan Hasanah Y (2011) menyatakan bahwa jahe merah memiliki efek antiinflamasi berkat komponen aktif gingerol dan shogaol. Gingerol dan shogaol adalah turunan alkaloid yang, menurut Breemen RB et al (2011), menghambat siklooksigenase-2 (COX-2) dan lipooksigenase, enzim kunci dalam proses inflamasi. Selain itu, flavonoid yang juga terkandung dalam jahe merah, dapat menghambat sintesis eikosanoid. Pengamatan terhadap dinamika sel radang (neutrofil, makrofag, limfosit) selama periode pengamatan (hari ke-1, 3, dan 7) mendukung temuan ini, menunjukkan invasi dan penurunan sel radang secara bertahap. Khususnya, peran fibroblas dalam proses penyembuhan juga diamati.
V.Kesimpulan dan Saran
Kesimpulannya, ekstrak jahe merah menunjukkan efek antiinflamasi pada gigi kelinci dengan mengurangi jumlah sel radang dan mendukung proses penyembuhan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji lebih dalam mekanisme antiinflamasi jahe merah dan potensinya sebagai alternatif pengobatan pulpitis pada manusia.
1. Kesimpulan Penelitian
Kesimpulan penelitian ini menyatakan bahwa ekstrak jahe merah 1% dan 2% menunjukkan efek antiinflamasi pada gigi kelinci. Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan sel radang dan peningkatan proses penyembuhan yang diamati pada hari ke-1, ke-3, dan ke-7 pasca perlakuan. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan yang signifikan pada respon inflamasi antar kelompok perlakuan. Temuan ini mendukung potensi ekstrak jahe merah sebagai agen antiinflamasi alami untuk mengatasi inflamasi pulpa. Penelitian ini memberikan bukti empiris awal mengenai efektivitas ekstrak jahe merah dalam mengurangi peradangan dan membantu proses penyembuhan.
2. Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Meskipun penelitian ini menunjukkan hasil yang menjanjikan, penelitian lebih lanjut disarankan untuk mengkaji lebih dalam mekanisme antiinflamasi ekstrak jahe merah. Penelitian in vitro dapat dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa spesifik dalam ekstrak jahe merah yang bertanggung jawab atas efek antiinflamasi. Selain itu, penelitian pada model hewan yang lebih kompleks dan studi klinis pada manusia diperlukan untuk memvalidasi temuan ini dan menilai keamanan dan efikasi ekstrak jahe merah dalam pengobatan inflamasi pulpa pada manusia. Penelitian lanjutan juga dapat mengeksplorasi konsentrasi ekstrak jahe merah yang optimal dan metode aplikasinya untuk mencapai hasil yang terbaik.