Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Hubungan Diplomatik China dengan ASEAN

Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Hubungan Diplomatik China dengan ASEAN

Informasi dokumen

Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 295.44 KB
Penulis

Erika

Jenis dokumen Esai/Artikel
  • Pertumbuhan Ekonomi China
  • Hubungan China-ASEAN
  • Kebijakan Perdagangan Internasional

Ringkasan

I.Latar Belakang Pertumbuhan Ekonomi China dan ACFTA

Dokumen ini membahas kepentingan ekonomi-politik China dalam ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Pertumbuhan ekonomi China yang pesat sejak abad ke-21, ditopang oleh kebijakan Socialist Market Economy dan Open Door Policy, mendorongnya untuk menjalin kerja sama ekonomi regional. ACFTA, diusulkan pada tahun 2001, menjadi strategi kunci China untuk memperluas pasar dan mengamankan jalur perdagangan, khususnya untuk impor minyak dari Timur Tengah yang sebagian besar melintasi perairan Asia Tenggara. Asia Tenggara dilihat sebagai kawasan strategis karena letak geografisnya dan potensi pasarnya yang besar (sekitar 580 juta jiwa).

1. Pertumbuhan Ekonomi China dan Perubahan Kebijakan

Sejak abad ke-21, China mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan, bertransformasi dari negara agraris menjadi kekuatan ekonomi global. Keberhasilan ini didorong oleh pergeseran kebijakan ekonomi menuju Socialist Market Economy, yang tercermin dalam berbagai strategi pembangunan. Penerapan Open Door Policy menandai pembukaan China terhadap dunia internasional. Para pemimpin China memiliki visi untuk menjadikan negara tersebut kaya dan kuat, berkontribusi pada kemakmuran dan stabilitas regional dan internasional. Salah satu manifestasi visi ini adalah komitmen China terhadap perdamaian dunia dan peningkatan pembangunan bersama.

2. ASEAN China Free Trade Agreement ACFTA Inisiatif dan Perkembangan

Sebagai bagian dari upayanya untuk mencapai tujuan tersebut, China mengusulkan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Usulan ini diajukan secara formal pada KTT ASEAN-China November 2001, dengan target implementasi pada tahun 2010 untuk enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Thailand), dan 2015 untuk anggota ASEAN lainnya (Laos, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam). Kerangka awal kerja sama ekonomi ASEAN-China ditandatangani pada November 2002 di Phnom Penh, Kamboja. Inisiatif ini menunjukkan keinginan China untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonominya melalui kerja sama yang erat dengan negara-negara Asia Tenggara. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, China melihat dirinya sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi di kawasan, termasuk bagi negara-negara ASEAN.

3. Hubungan Historis China ASEAN dan Pentingnya Asia Tenggara

China aktif menjalin hubungan dengan ASEAN sejak akhir tahun 1980-an, ditandai dengan pembentukan hubungan diplomatik resmi dengan semua negara anggota. Perdana Menteri China Li Peng pada November 1988 mengumumkan komitmen untuk memulihkan dan mengembangkan hubungan tersebut. Hubungan China-ASEAN semakin intensif setelah hubungan diplomatik dengan Singapura terjalin pada 3 Oktober 1990. Pada tahun 1997, Presiden Jiang Zemin memulai KTT informal dengan ASEAN, menekankan pembangunan hubungan antar-tetangga yang saling percaya. Kerja sama diperluas pada berbagai bidang, termasuk perjanjian terkait perselisihan di Laut China Selatan (dengan Filipina dan Vietnam pada tahun 2000), kerja sama dalam isu keamanan transnasional seperti perdagangan narkoba, dan peningkatan hubungan militer individual dengan negara-negara anggota ASEAN. Asia Tenggara penting bagi China karena letaknya yang strategis, baik secara politik, ekonomi, dan sosial budaya. Kawasan ini merupakan jalur penting perdagangan dan transit, termasuk jalur utama pengiriman minyak bagi China (90% minyak China melewati perairan Asia Tenggara).

4. Kepentingan Politik dan Ekonomi China di Asia Tenggara

Pertumbuhan ekonomi China yang pesat telah menarik perhatian internasional, termasuk kekhawatiran dari Amerika Serikat dan negara-negara Asia Tenggara. Untuk mengamankan kepentingan ekonominya, China perlu menyesuaikan kebijakan politiknya. Keterlibatan dalam ACFTA mencerminkan kepentingan politik China, terutama terkait dengan letak strategis Asia Tenggara sebagai jalur pengiriman minyak dari Timur Tengah. Kecemasan beberapa pihak terhadap pertumbuhan ekonomi China mendorong China untuk menekankan komitmennya terhadap perdamaian dunia melalui kerja sama ekonomi. China juga melihat ASEAN sebagai wahana untuk membangun kekuatan geopolitik di Asia Tenggara, guna mengimbangi pengaruh Jepang dan AS.

II.Rumusan Masalah Motivasi China di Balik ACFTA

Pertanyaan utama yang dikaji adalah: Mengapa China mengusulkan ACFTA? Penelitian ini akan menganalisis motivasi China dalam membentuk perjanjian perdagangan bebas ini dengan ASEAN.

1. Perumusan Masalah Penelitian Mengapa China Mengusulkan ACFTA

Bagian ini menjabarkan pertanyaan inti penelitian: Mengapa China mengusulkan terbentuknya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)? Pertanyaan ini menjadi fokus utama analisis, didorong oleh latar belakang agresivitas China dalam inisiatif ACFTA. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap motivasi di balik keputusan strategis China dalam membentuk perjanjian perdagangan bebas ini dengan ASEAN. Dengan memahami motivasi tersebut, diharapkan akan terkuak lebih dalam strategi ekonomi-politik China di kawasan Asia Tenggara dan dampaknya terhadap hubungan bilateral dan regional.

III.Konsep dan Teori Kepentingan Nasional China Perdagangan Bebas dan Soft Power

Analisis menggunakan teori politik luar negeri, konsep kepentingan nasional China, dan konsep perdagangan bebas (Free Trade). Kepentingan nasional China dibagi menjadi kepentingan domestik dan eksternal, meliputi aspek ekonomi (perluasan pasar, investasi, sumber daya alam) dan politik (keamanan ekonomi, pengimbangan pengaruh negara lain, dan membangun soft power). China menggunakan soft power melalui daya tarik ekonomi untuk menjalin kerja sama, bukan melalui kekuatan militer.

1. Teori Politik Luar Negeri dan Kepentingan Nasional

Analisis dalam penelitian ini menggunakan teori politik luar negeri sebagai kerangka utama. Konsep kepentingan nasional menjadi kunci dalam memahami kebijakan China. Kepentingan nasional didefinisikan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan internal warga negara, menyediakan pertahanan terhadap agresi eksternal, dan melestarikan nilai-nilai negara. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa tidak mungkin suatu negara mencapai kepentingan nasionalnya dengan mengorbankan keamanan dan kesejahteraan kompetitornya. Oleh karena itu, kerja sama internasional menjadi penting untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam konteks ini, kepentingan nasional China dibedakan menjadi kepentingan domestik dan luar negeri, yang keduanya akan dikaji melalui lensa kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri China.

2. Konsep Perdagangan Bebas Free Trade

Konsep perdagangan bebas, yang dikembangkan oleh kaum neoliberal, dipandang sebagai konsep ekonomi yang menekankan penjualan produk antar negara tanpa hambatan seperti bea cukai, kuota, subsidi pemerintah, dan peraturan administrasi atau anti-dumping. Perdagangan bebas bertujuan untuk menciptakan pasar global yang terbuka, di mana barang dan jasa dapat melintasi batas negara dengan bebas. Pandangan Adam Smith tentang perdagangan bebas juga dibahas, yang menekankan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat, meningkatkan produktivitas dan spesialisasi kerja. Namun, Smith juga menyarankan adanya kontrol pemerintah untuk menjaga keseimbangan pasar. Konsep ini relevan untuk memahami bagaimana China berusaha meraih keuntungan ekonomi melalui perluasan perdagangan bebas, khususnya dalam konteks ACFTA.

3. Soft Power sebagai Instrumen Politik Luar Negeri China

Konsep soft power, sebagaimana dikemukakan oleh Joseph S. Nye, dijelaskan sebagai kekuatan non-militer suatu negara, meliputi aspek ekonomi, budaya, dan ideologi. Berbeda dengan hard power yang menekankan pada kekuatan militer, soft power berperan krusial dalam mempengaruhi negara lain melalui daya tarik, bukan paksaan. Soft power tidak sekadar propaganda, tetapi bergantung pada kredibilitas dan sensitivitas terhadap kepentingan pihak lain. Dalam konteks penelitian ini, soft power China, khususnya kekuatan ekonominya, dilihat sebagai instrumen penting dalam berdiplomasi dengan negara-negara ASEAN dan dalam mewujudkan kerjasama melalui ACFTA. China menggunakan pendekatan yang lebih bersahabat, terutama sejak krisis keuangan tahun 1997, untuk menawarkan keamanan dan kesejahteraan regional.

IV.Hipotesis Kepentingan Ekonomi dan Politik China dalam ACFTA

Hipotesis penelitian menyatakan bahwa China memiliki kepentingan ekonomi (perluasan pasar, investasi, sumber daya alam) dan politik (mengamankan jalur perdagangan, mengubah persepsi 'China Threat', dan membangun kekuatan geopolitik) dalam mengusulkan ACFTA. Hal ini tercermin dalam kebijakan luar negeri China yang proaktif dalam menjalin kerja sama perdagangan bebas dengan ASEAN.

1. Hipotesis Utama Kepentingan Ekonomi dan Politik China di Balik ACFTA

Hipotesis penelitian ini berargumen bahwa China memiliki kepentingan ekonomi dan politik yang mendasari inisiatifnya dalam membentuk ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Dari sisi ekonomi, kepentingan ini meliputi perluasan pasar bagi produk-produk China, peningkatan investasi di negara-negara ASEAN, dan akses ke sumber daya alam. Sementara itu, dari perspektif politik, China berupaya mengamankan jalur perdagangannya, khususnya jalur pengiriman minyak dari Timur Tengah yang vital bagi perekonomiannya. Selain itu, China juga bertujuan untuk merubah persepsi negatif internasional terkait “China Threat”, dan membangun kekuatan geopolitiknya di Asia Tenggara untuk menyeimbangi pengaruh negara-negara seperti Jepang dan Amerika Serikat. Semua ini terwujud dalam kebijakan luar negeri China yang berupaya menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan negara-negara ASEAN.

V.Kesimpulan Berdasarkan Isi Dokumen Implikasi ACFTA bagi China

Secara keseluruhan, dokumen ini menggarisbawahi pentingnya ACFTA bagi China sebagai instrumen untuk mencapai kepentingan ekonomi dan politiknya di Asia Tenggara. Melalui ACFTA, China bertujuan memperkuat pengaruhnya di kawasan, mengamankan akses ke sumber daya dan pasar, serta mengubah persepsi negatif terkait dengan pertumbuhan ekonominya yang pesat.

1. ACFTA sebagai Instrumen Penting bagi Kepentingan Nasional China

Kesimpulannya, ACFTA merupakan instrumen kunci bagi China untuk mencapai kepentingan ekonomi dan politiknya di Asia Tenggara. Perjanjian ini memungkinkan perluasan pasar bagi produk-produk China, peningkatan investasi di kawasan, dan akses ke sumber daya alam yang dibutuhkan. Secara politik, ACFTA membantu mengamankan jalur perdagangan vital, terutama jalur pengiriman minyak dari Timur Tengah. Selain itu, ACFTA berperan dalam meredam persepsi negatif internasional tentang “ancaman China” (China Threat) dan memperkuat posisi geopolitik China di kawasan, menyeimbangi pengaruh negara-negara lain seperti Jepang dan Amerika Serikat. Dengan demikian, ACFTA bukan hanya perjanjian perdagangan, tetapi juga bagian integral dari strategi jangka panjang China untuk meningkatkan pengaruh dan keamanannya di tingkat regional dan internasional.