Asuhan Keperawatan Pasca Seksio Sesaria: Fokus pada Gangguan Mobilisasi

Asuhan Keperawatan Pasca Seksio Sesaria: Fokus pada Gangguan Mobilisasi

Informasi dokumen

Penulis

Evi Yuliana

instructor Ellyta Aizar S.Kp
Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Keperawatan
Jenis dokumen Karya Tulis Ilmiah (untuk memenuhi syarat gelar Ahli Madya Keperawatan)
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 3.12 MB
  • Asuhan Keperawatan
  • Gangguan Mobilisasi
  • Seksio Sesaria

Ringkasan

I.Latar Belakang Gangguan Mobilisasi Pasca Seksio Sesaria

Karya tulis ini membahas gangguan mobilisasi pada Ny. S setelah menjalani seksio sesaria di RS. dr. Pirngadi Medan. Studi ini bertujuan untuk memahami dan mengelola masalah imobilisasi pasca operasi caesar, suatu kondisi yang umum terjadi dan dapat menimbulkan komplikasi. Penelitian ini menekankan pentingnya mobilisasi dini untuk mempercepat pemulihan pasien. Asuhan keperawatan yang tepat sangat krusial dalam membantu pasien mengatasi nyeri pasca operasi dan meningkatkan mobilitasnya.

1. Definisi Gangguan Mobilisasi dan Imobilisasi

Bagian latar belakang memulai dengan menjelaskan definisi gangguan mobilisasi dan imobilisasi. Gangguan mobilisasi diartikan sebagai keterbatasan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, sementara imobilisasi merujuk pada ketidakmampuan mutlak untuk bergerak. Dokumen ini mengutip Perry dan Potter (1994) yang menyatakan bahwa tingkat mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu spektrum, dengan berbagai tingkat imobilisasi parsial. Beberapa klien mungkin mengalami penurunan bertahap dalam kemampuan mobilitas, sementara yang lain mungkin mengalami imobilisasi total dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Pemahaman perbedaan dan spektrum ini penting untuk menentukan intervensi keperawatan yang tepat.

2. Mobilisasi Dini Pasca Seksio Sesaria

Dokumen kemudian menjelaskan pentingnya mobilisasi dini pasca persalinan, khususnya setelah seksio sesaria (SC). Mobilisasi dini, menurut Carpenito (2000), merupakan upaya untuk mempertahankan kemandirian pasien sedini mungkin dengan membimbing mereka untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Seksio sesaria sendiri didefinisikan sebagai prosedur pembedahan untuk melahirkan bayi dengan membuka dinding rahim (Mansjoer, et.al, 1999). Karena itu, mobilisasi dini pasca seksio sesaria menjadi sangat penting untuk mencegah komplikasi pasca operasi. Dokumen ini menekankan pentingnya mobilisasi sesuai tahapannya untuk menghindari potensi komplikasi.

3. Gangguan Mobilisasi Fisik dan Penyebabnya

Lebih lanjut, latar belakang menjelaskan gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) berdasarkan definisi North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kondisi di mana individu mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995). Berbagai faktor dapat menyebabkan gangguan ini, termasuk instruksi pembatasan gerak (misalnya tirah baring), penggunaan alat bantu eksternal (gips atau traksi rangka), pembatasan gerakan volunter, atau kehilangan fungsi motorik. Pemahaman etiologi gangguan mobilisasi penting untuk merancang intervensi keperawatan yang tepat sasaran dan efektif.

4. Fokus Studi dan Manfaat Penelitian

Bagian latar belakang menggarisbawahi fokus penelitian yaitu pada gangguan mobilisasi pada ibu pasca seksio sesaria di RS. dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumber informasi dan menambah pengetahuan tentang gangguan mobilisasi pada ibu pasca SC di rumah sakit tersebut. Manfaat bagi institusi pendidikan juga disebutkan, yaitu sebagai bahan wacana dan pengetahuan tentang perkembangan ilmu keperawatan, khususnya dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan kasus gangguan mobilisasi. Dengan demikian, penelitian ini memiliki tujuan praktis dan akademis yang saling melengkapi.

II.Konsep Mobilisasi dan Seksio Sesaria

Dokumen menjelaskan konsep mobilisasi sebagai kemampuan bergerak bebas dan imobilisasi sebagai ketidakmampuan tersebut. Seksio sesaria dijelaskan sebagai prosedur melahirkan melalui pembedahan. Studi ini mengkaji dampak seksio sesaria terhadap mobilisasi pasien dan strategi intervensi keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilisasi fisik. Referensi seperti Carpenito (2000), Mansjoer (1999), dan Perry & Potter (1994) digunakan untuk mendefinisikan dan menjelaskan konsep-konsep kunci ini.

1. Pengertian Mobilisasi

Bagian ini mendefinisikan mobilisasi sebagai kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kesehatan (A. Aziz, 2006). Definisi ini menekankan aspek fungsional mobilisasi, bukan hanya sekedar pergerakan fisik, melainkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Kemampuan mobilisasi yang optimal sangat penting untuk kemandirian dan kualitas hidup seseorang. Tujuan utama dari mobilisasi adalah untuk mempertahankan kesehatan dan memungkinkan individu untuk menjalani aktivitas harian mereka secara normal. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi perawat dan pasien untuk berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif.

2. Persalinan Seksio Sesaria SC dan Perawatan Pasca Operasi

Dokumen selanjutnya membahas seksio sesaria (SC) sebagai salah satu jenis pertolongan persalinan yang dilakukan melalui pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding rahim (Mansjoer, et.al, 1999). Konsep perawatan pasca seksio sesaria difokuskan pada mempercepat penyembuhan luka, meminimalkan komplikasi, dan menekan biaya perawatan. Penanganan luka meliputi evakuasi hematoma dan seroma, pengobatan infeksi, pemantauan perdarahan, dan inspeksi luka setiap hari. Penggantian balutan luka juga dijelaskan, dengan rekomendasi untuk menggunakan bahan hidrasi yang baik dan menghindari pembersihan yang terlalu sering untuk mencegah gangguan jaringan vital dan memperlambat penyembuhan. Detail perawatan luka ini sangat penting untuk pemulihan pasien secara keseluruhan.

3. Tahapan Mobilisasi Dini Pasca Seksio Sesaria

Dokumen menjelaskan tahapan mobilisasi dini pasca seksio sesaria. Pada 6 jam pertama pasca operasi, ibu dianjurkan untuk melakukan gerakan pasif seperti menggerakkan lengan, tangan, jari kaki, dan pergelangan kaki. Setelah 24 jam, ibu dianjurkan untuk mulai belajar duduk, mengangkat tangan, dan melakukan latihan pernapasan. Setelah mampu duduk, ibu kemudian diajarkan untuk belajar berjalan. Penjelasan tahapan ini menekankan pentingnya pendekatan bertahap dan terkontrol dalam mobilisasi dini untuk mencegah nyeri dan komplikasi. Penjelasan mengenai rentang gerak (gerakan maksimal sendi pada bidang sagital, frontal, dan transversal) juga diberikan untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kemampuan gerak.

4. Pengkajian Kesejajaran Tubuh

Dokumen juga memberikan panduan tentang pengkajian kesejajaran tubuh pada posisi berdiri, duduk, dan berbaring. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan meliputi kesejajaran kepala, bahu, pinggul, tulang belakang, dan posisi anggota gerak. Pengkajian ini penting untuk menilai postur tubuh dan kemampuan mobilisasi pasien. Informasi ini menunjukkan perhatian pada aspek bio-mekanik dalam proses mobilisasi dan pentingnya pengamatan yang teliti oleh perawat untuk memastikan posisi yang tepat dan mencegah potensi cedera. Hal ini juga menunjukkan perhatian terhadap aspek keselamatan pasien dalam proses mobilisasi.

III.Pengkajian dan Perencanaan Keperawatan

Pengkajian dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, dan dokumentasi pada tanggal 18 Juni 2013. Data yang dikumpulkan meliputi riwayat nyeri, kemampuan bergerak, dan kondisi fisik Ny. S. Berdasarkan pengkajian, perencanaan keperawatan difokuskan pada intervensi untuk mengatasi nyeri pasca operasi, meningkatkan mobilisasi bertahap (mulai dari gerakan anggota gerak hingga berjalan), serta memberikan dukungan emosional. Intervensi termasuk latihan rentang gerak, teknik relaksasi, dan kolaborasi dengan tim medis.

1. Metode Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Juni 2013 menggunakan metode wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, dan data dokumentasi untuk memperoleh data akurat tentang kondisi Ny. S. Wawancara bertujuan untuk menggali informasi subjektif dari pasien, seperti persepsi nyeri dan keinginan untuk pulih. Pemeriksaan fisik meliputi observasi keadaan umum, pemeriksaan head-to-toe (kepala hingga kaki), dan palpasi untuk mengevaluasi kondisi fisik pasien secara menyeluruh. Observasi memungkinkan perawat untuk mengamati secara langsung perilaku dan respons pasien. Data dokumentasi medis memberikan informasi objektif mengenai riwayat kesehatan dan pengobatan pasien. Gabungan metode ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran komprehensif kondisi pasien sebelum perencanaan intervensi keperawatan dimulai. Akurasi data sangat penting untuk menentukan rencana perawatan yang tepat dan efektif.

2. Data Pengkajian dan Analisa

Data pengkajian meliputi kondisi fisik Ny. S yang tampak lemas, pucat, dan nyeri di abdomen akibat luka operasi. Pasien mengungkapkan nyeri sebagai penyebab utama ketidakmampuan bergerak. Analisa data, menurut Effendi (1995), dilakukan dengan menghubungkan data dengan konsep teori dan prinsip keperawatan yang relevan untuk menentukan masalah kesehatan. Proses ini melibatkan penyelidikan, klasifikasi, dan pengelompokan data untuk menemukan penyebab dan dampaknya, serta menentukan masalah atau penyimpangan yang terjadi. Informasi tambahan mengenai konsep diri, emosi, dan kondisi fisik lainnya (misalnya, pemeriksaan head-to-toe) juga dikumpulkan untuk memberikan gambaran holistik kondisi pasien. Hasil analisa data ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk merumuskan diagnosa keperawatan dan merencanakan intervensi yang sesuai.

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan berfokus pada menciptakan lingkungan yang nyaman untuk mempertahankan atau meningkatkan postur tubuh dan mobilisasi (Perry & Potter). Tujuan utama adalah untuk mengatasi nyeri dan meningkatkan mobilitas pasien secara bertahap. Intervensi keperawatan meliputi perawatan nifas, kolaborasi dan rujukan jika diperlukan, anjuran mobilisasi miring, dan anjuran untuk berjalan keluar kamar. Perencanaan juga mencakup intervensi spesifik untuk mengatasi nyeri, seperti mengajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam. Intervensi mobilisasi dilakukan secara bertahap, dimulai dari gerakan pasif pada 6 jam pertama hingga aktivitas berjalan setelah pasien mampu duduk. Perencanaan ini didasarkan pada pengkajian yang telah dilakukan dan bertujuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, seperti teratasinya gangguan mobilitas fisik dan peningkatan tonus otot.

IV.Implementasi dan Evaluasi

Implementasi asuhan keperawatan meliputi bimbingan mobilisasi dini, manajemen nyeri, dan dukungan psikososial. Pasien diajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri. Mobilisasi dimulai dengan gerakan anggota badan, dilanjutkan dengan duduk, dan akhirnya berjalan. Evaluasi menunjukkan adanya perbaikan sebagian pada masalah gangguan mobilisasi. Pentingnya edukasi bagi pasien dan keluarga terkait proses penyembuhan dan pentingnya mobilisasi juga ditekankan.

1. Implementasi Intervensi Keperawatan

Implementasi asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang telah disusun sebelumnya, dengan adanya kerjasama yang baik antara penulis dan klien. Implementasi difokuskan pada beberapa intervensi utama: Pertama, membantu klien untuk mobilisasi secara bertahap, dimulai dengan gerakan pasif anggota gerak pada 6 jam pertama pasca operasi, kemudian dibantu untuk duduk dan akhirnya berjalan. Kedua, manajemen nyeri dilakukan dengan mengajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam untuk mengurangi rasa sakit. Ketiga, perawatan nifas dilakukan sesuai prosedur. Keempat, kolaborasi dan rujukan dilakukan jika diperlukan untuk memastikan penanganan yang komprehensif. Kelima, pasien dianjurkan untuk melakukan mobilisasi miring dan berjalan keluar kamar inap. Seluruh intervensi ini bertujuan untuk mencapai tujuan utama, yaitu teratasinya gangguan mobilitas fisik dan terpenuhinya rasa nyaman klien.

2. Evaluasi Hasil Intervensi

Evaluasi dilakukan setelah implementasi intervensi. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa masalah gangguan mobilitas teratasi sebagian. Ini mengindikasikan bahwa intervensi yang dilakukan memberikan dampak positif, namun belum sepenuhnya menyelesaikan masalah. Kriteria hasil yang diharapkan meliputi teratasinya gangguan mobilitas fisik, peningkatan tonus otot, dan berkurangnya rasa nyeri hingga hilang. Evaluasi ini menekankan pentingnya pemantauan dan penyesuaian intervensi berdasarkan respon pasien. Agar petugas kesehatan dapat memberikan pengarahan kepada pasien dan keluarga, pemahaman yang baik mengenai pengobatan sangat penting untuk mendukung proses pemulihan. Hal ini penting untuk keberhasilan perawatan dan edukasi pada pasien dan keluarga pasien sangat dianjurkan.

V.Kesimpulan

Kesimpulan studi ini menyoroti bahwa mobilisasi merupakan proses yang individual, relatif, dan dinamis. Ny. S mengalami gangguan mobilisasi terkait nyeri pasca operasi seksio sesaria. Asuhan keperawatan yang komprehensif, termasuk manajemen nyeri dan strategi mobilisasi dini, terbukti efektif dalam membantu pemulihan pasien. Studi ini memberikan implikasi penting bagi praktik keperawatan dalam perawatan pasca seksio sesaria untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

1. Sifat Mobilisasi dan Temuan pada Ny. S

Kesimpulan studi ini menekankan bahwa mobilisasi bukanlah konsep yang absolut dan statis dalam menentukan kemampuan berjalan. Sebaliknya, mobilisasi optimal bersifat individualistis, relatif, dan dinamis, bervariasi antar individu dan bergantung pada berbagai faktor. Pada kasus Ny. S, ditemukan masalah gangguan mobilisasi yang berhubungan dengan luka insisi pada abdomen yang ditandai dengan nyeri. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa kemampuan mobilisasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor individu dan kondisi kesehatan mereka, bukan hanya kemampuan fisik semata. Oleh karena itu, pendekatan individual dan holistik dalam asuhan keperawatan sangat penting untuk mencapai mobilisasi optimal.

2. Implikasi Temuan

Temuan bahwa Ny. S mengalami gangguan mobilisasi berhubungan dengan nyeri pasca operasi seksio sesaria, memiliki implikasi yang signifikan bagi praktik keperawatan. Studi ini menyoroti pentingnya intervensi keperawatan yang komprehensif dalam mengatasi nyeri dan meningkatkan mobilisasi dini pada pasien pasca seksio sesaria. Manajemen nyeri yang efektif dan strategi mobilisasi bertahap merupakan kunci untuk membantu pemulihan pasien dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih baik bagi pasien dengan kondisi serupa. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengeksplorasi faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi proses mobilisasi dan untuk mengembangkan intervensi yang lebih efektif.