Asuhan Keperawatan pada Tn. B dengan Gangguan Eliminasi Urine

Asuhan Keperawatan pada Tn. B dengan Gangguan Eliminasi Urine

Informasi dokumen

Penulis

Hotiana Daely

instructor Cholina Trisa Siregar, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB
Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Jurusan Keperawatan
Jenis dokumen Karya Tulis Ilmiah (Ilmiah Paper)
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 2.95 MB
  • Asuhan Keperawatan
  • Eliminasi Urine
  • Karya Tulis Ilmiah

Ringkasan

I.Konsep Dasar Eliminasi Urine

Bagian ini membahas proses fisiologis eliminasi urine, meliputi fungsi ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra dalam memproduksi dan mengeluarkan urine. Proses filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi di ginjal dijelaskan secara singkat. Ciri-ciri urine normal, seperti warna dan volume (sekitar 1500-1600 ml/hari), juga dibahas. Gangguan pada salah satu organ sistem urinaria, seperti gagal ginjal, dapat menurunkan volume dan mengubah komposisi urine. Hormon-hormon penting seperti eritropoietin dan renin, yang dihasilkan oleh ginjal, juga dijelaskan perannya dalam proses eliminasi urine.

1. Definisi dan Proses Eliminasi Urine Normal

Bagian ini mendefinisikan eliminasi urine normal sebagai proses pengeluaran cairan dari tubuh. Proses ini bergantung pada fungsi organ-organ sistem urinaria, yaitu ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih), dan uretra. Ginjal berperan utama dengan memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter mengalirkan urine ke vesika urinaria untuk ditampung sementara sebelum dikeluarkan melalui uretra. Dokumen tersebut menekankan bahwa eliminasi urine normal sangat bergantung pada asupan cairan dan volume sirkulasi darah. Penurunan salah satu faktor ini akan mengurangi pengeluaran urine. Pengeluaran urine normal berkisar 1500-1600 ml/hari atau sekitar 60 ml/menit. Pengeluaran urine kurang dari 30 ml/menit mengindikasikan kemungkinan gagal ginjal (Alimul, 2006). Fungsi ginjal yang vital adalah menyaring zat-zat sisa metabolisme dan racun dari darah, mengatur keseimbangan cairan, asam basa, dan elektrolit dalam tubuh (Potter & Perry, 1999).

2. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Penjelasan anatomi ginjal menyebutkan bahwa ginjal kiri umumnya lebih besar daripada ginjal kanan, terletak di rongga perut bagian retroperitoneal. Ginjal kanan berada lebih rendah karena tertekan oleh hati. Secara fungsional, ginjal berperan vital dalam sekresi dan pengeluaran air kemih, serta merupakan mekanisme penting dalam homeostasis tubuh. Dokumen menjelaskan proses filtrasi di glomerulus, di mana cairan darah (kecuali protein) disaring dan ditampung oleh simpai Bowman sebelum diteruskan ke tubulus ginjal. Proses reabsorpsi terjadi di tubulus ginjal, menyerap kembali sebagian air, glukosa, natrium, klorida, dan bikarbonat. Bagian-bagian ginjal yang lain, seperti pelvis renalis, kaliks mayor dan minor, juga dijelaskan perannya dalam mengalirkan urine ke ureter. Fungsi penting ginjal lainnya adalah produksi hormon eritropoietin (merangsang produksi sel darah merah) dan renin (pengatur aliran darah ginjal). Renin mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II dan III di paru-paru, berdampak pada vasokontriksi dan retensi air (Potter & Perry, 1999).

3. Anatomi dan Fungsi Ureter Vesika Urinaria dan Uretra

Dokumen menjelaskan anatomi dan fungsi ureter, vesika urinaria (kandung kemih), dan uretra. Ureter merupakan saluran yang mengalirkan urine dari ginjal ke vesika urinaria. Vesika urinaria, berbentuk seperti kerucut dengan bagian verteks, fundus, dan korpus, berfungsi menampung urine sampai batas tertentu sebelum dikeluarkan. Uretra merupakan saluran sempit yang menyalurkan urine ke luar tubuh. Pada pria, uretra lebih panjang dan melewati prostat dan penis, sedangkan pada wanita, uretra lebih pendek dan terletak di depan vagina. Struktur vesika urinaria dijelaskan lebih detail, termasuk lapisan otot polos dan lapisan mukosa. Bagian trigonum liestaudi pada dinding belakang lapisan mukosa juga disinggung (Potter & Perry, 1999). Fungsi uretra sebagai saluran ekskretori urine pada wanita juga ditekankan (Potter & Perry, 1999).

4. Karakteristik Urine Normal dan Proses Miksi

Bagian ini membahas karakteristik urine normal, yaitu berwarna kuning terang karena pigmen urochrome, meskipun warna dapat berubah tergantung asupan cairan, dehidrasi, atau penggunaan obat-obatan tertentu. Proses miksi, atau pengeluaran urine, dijelaskan melibatkan kontraksi otot detrusor vesika urinaria dan relaksasi sfingter interna. Sfinkter eksterna, yang dikontrol secara sadar, menentukan kapan miksi terjadi. Otot abdominal juga berkontraksi saat miksi. Residu urine normal biasanya tidak lebih dari 10 ml (Brunner & Suddath, 1997). Proses filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi urine dijelaskan lebih rinci. Filtrasi di glomerulus menyaring sebagian besar cairan darah kecuali protein. Reabsorpsi di tubulus ginjal menyerap kembali sebagian besar glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan beberapa ion bikarbonat, sebagian besar secara pasif di tubulus proksimal (Brunner & Suddath, 1997).

II.Faktor faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine

Berbagai faktor dapat mempengaruhi proses eliminasi urine, termasuk asupan cairan, sirkulasi darah, penyakit ginjal, stres psikologis, tingkat perkembangan, dan prosedur medis seperti IVP (intravena pyelogram) dan sistoskopi. Perubahan gaya hidup dan ketersediaan fasilitas toilet juga menjadi pertimbangan penting dalam asuhan keperawatan untuk masalah eliminasi urine.

1. Asupan Cairan dan Sirkulasi Darah

Dokumen menjelaskan bahwa eliminasi urine normal bergantung pada asupan cairan dan sirkulasi volume darah. Jika salah satu atau kedua faktor ini menurun, maka pengeluaran urine juga akan menurun. Ini menunjukkan hubungan langsung antara intake cairan dan fungsi ginjal dalam memproduksi urine. Sirkulasi darah yang adekuat memastikan ginjal menerima cukup darah untuk proses filtrasi dan pembentukan urine. Gangguan sirkulasi, misalnya akibat penyakit jantung atau dehidrasi, dapat mengganggu proses eliminasi urine. Oleh karena itu, asupan cairan yang cukup dan kesehatan sistem kardiovaskular sangat penting untuk menjaga eliminasi urine yang normal. Dalam praktik keperawatan, pemantauan asupan dan haluaran cairan (intake dan output) menjadi hal penting dalam merawat pasien dengan masalah eliminasi urine.

2. Penyakit Ginjal

Dokumen menyebutkan bahwa penyakit ginjal dapat mengubah kuantitas dan kandungan produk sisa metabolisme dalam urine. Ini menunjukkan bahwa kerusakan fungsi ginjal secara langsung mempengaruhi proses filtrasi dan reabsorpsi, sehingga menghasilkan perubahan karakteristik urine. Penyakit ginjal dapat menyebabkan penurunan volume urine (oliguria) atau bahkan tidak adanya urine (anuria), tergantung tingkat keparahan kerusakan ginjal. Selain perubahan volume, penyakit ginjal juga dapat menyebabkan perubahan warna dan kandungan zat-zat tertentu dalam urine, seperti protein atau bakteri. Oleh karena itu, riwayat penyakit ginjal pasien sangat penting dalam pengkajian dan perawatan masalah eliminasi urine. Penilaian fungsi ginjal melalui pemeriksaan laboratorium juga menjadi bagian penting dalam asuhan keperawatan.

3. Stres Psikologis dan Tingkat Perkembangan

Dokumen menyebutkan stres psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih, karena meningkatnya sensitivitas terhadap keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi. Kondisi ini menunjukkan bahwa faktor psikologis dapat mempengaruhi fungsi neurologis yang mengontrol proses miksi. Tingkat perkembangan juga berpengaruh pada pola berkemih, terutama pada anak-anak yang masih dalam proses belajar mengontrol buang air kecil. Pada dewasa, masalah emosional seperti kecemasan dapat memicu peningkatan frekuensi berkemih. Pemahaman tentang faktor-faktor psikologis dan perkembangan ini penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang holistik kepada pasien dengan masalah eliminasi urine. Perawat perlu memberikan dukungan emosional dan edukasi yang tepat sesuai dengan usia dan kondisi psikologis pasien.

4. Pemeriksaan Diagnostik dan Gaya Hidup

Prosedur diagnostik seperti IVP (intravena pyelogram) dapat membatasi asupan cairan, sehingga mengurangi produksi urine. Tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra, mengganggu pengeluaran urine. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan medis tertentu dapat mempengaruhi proses eliminasi urine, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan gaya hidup, khususnya ketersediaan fasilitas toilet, juga dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Kurangnya akses terhadap toilet dapat menyebabkan penundaan miksi dan berpotensi meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Dalam asuhan keperawatan, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor ini dan menyesuaikan intervensi sesuai kebutuhan pasien. Perencanaan perawatan harus memperhitungkan akses pasien terhadap fasilitas dan kemungkinan dampak prosedur medis pada fungsi eliminasi urine.

III.Pengkajian Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine

Pengkajian pada pasien dengan gangguan eliminasi urine meliputi pengumpulan data subjektif (pernyataan pasien mengenai nyeri, kecemasan, dll) dan objektif (observasi fisik, pemeriksaan urine, dan riwayat kesehatan). Data objektif meliputi pemeriksaan fisik daerah abdomen, termasuk palpasi vesika urinaria, serta pemeriksaan meatus uretra. Riwayat penyakit, diet, dan pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menentukan diagnosa keperawatan dan merencanakan asuhan keperawatan yang komprehensif. Di RSUP H. Adam Malik Medan, misalnya, asuhan keperawatan yang baik meliputi pengkajian menyeluruh dan akses ke fasilitas yang memadai untuk pasien dengan masalah eliminasi urine.

1. Pengumpulan Data Subjektif dan Objektif

Pengkajian asuhan keperawatan dimulai dengan pengumpulan data subjektif dan objektif. Data subjektif diperoleh dari pasien, meliputi persepsi, perasaan, dan ide pasien tentang status kesehatannya, misalnya nyeri, perasaan lemah, takut, cemas, dan lain-lain. Data objektif didapatkan melalui observasi dan pengukuran menggunakan panca indera, meliputi frekuensi nadi, pernapasan, tekanan darah, edema, berat badan, dan tingkat kesadaran. Dalam konteks eliminasi urine, data subjektif bisa berupa keluhan nyeri saat berkemih, perasaan tidak nyaman, atau kecemasan terkait masalah buang air kecil. Data objektif meliputi pemeriksaan fisik, seperti palpasi vesika urinaria untuk mendeteksi distensi, pemeriksaan meatus uretra untuk melihat adanya kemerahan atau luka, dan pemeriksaan turgor kulit serta mukosa mulut untuk menilai keseimbangan cairan dan elektrolit. Akurasi data sangat penting untuk menghindari kesalahan dalam perencanaan dan implementasi asuhan keperawatan. Jika ada data yang meragukan, konsultasi dengan tenaga medis yang lebih berpengalaman sangat dianjurkan.

2. Riwayat Kesehatan dan Diet

Pengkajian riwayat kesehatan meliputi riwayat penyakit atau pembedahan yang pernah dialami pasien, seperti nefrolitiasis atau colostomy, yang dapat mempengaruhi eliminasi urine. Riwayat diet juga dikaji, termasuk jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah, frekuensi, dan lamanya diet. Informasi ini penting karena diet dapat secara signifikan mempengaruhi produksi dan komposisi urine. Asupan cairan yang cukup dan pola makan seimbang berperan dalam menjaga fungsi ginjal dan proses eliminasi urine yang normal. Riwayat penyakit sebelumnya, seperti batu ginjal atau operasi pada saluran kemih, memberikan informasi berharga tentang potensi masalah eliminasi urine saat ini. Informasi tentang kebiasaan minum dan pola makan membantu dalam menganalisis faktor-faktor yang berkontribusi terhadap masalah eliminasi urine yang dialami pasien.

3. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Urine

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan integumen, payudara, ketiak, toraks, kepala dan leher, dan abdomen. Pada pemeriksaan abdomen, dilakukan inspeksi, auskultasi (bunyi peristaltik), perkusi (bunyi timpani), dan palpasi untuk mendeteksi adanya nyeri tekan atau distensi pada vesika urinaria. Pemeriksaan urine penting untuk mengetahui karakteristik urine, seperti warna, bau, dan adanya zat-zat abnormal. Pada pasien dengan penyakit ginjal, urine dapat tampak keruh atau berbusa karena tingginya konsentrasi protein, atau pekat dan keruh karena adanya bakteri. Data-data yang didapatkan dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan urine merupakan data objektif yang penting untuk mendukung diagnosa keperawatan dan perencanaan intervensi yang tepat. Pemeriksaan fisik yang sistematis memastikan tidak ada kelainan lain yang mungkin mempengaruhi eliminasi urine. Pemeriksaan urine memberikan informasi detail tentang fungsi ginjal dan adanya infeksi atau masalah lain pada sistem urinaria.

4. Data Dasar dan Data Fokus dalam Asuhan Keperawatan

Pengkajian juga membedakan antara data dasar dan data fokus. Data dasar mencakup status kesehatan klien, kemampuan mengelola kesehatannya, dan hasil konsultasi medis. Data fokus mencakup perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya, termasuk tindakan yang dilakukan. Data dasar memberikan gambaran umum tentang kesehatan klien, meliputi riwayat medis, kondisi fisik, dan kemampuannya dalam melakukan perawatan diri. Data fokus, sebaliknya, berfokus pada masalah spesifik yang dihadapi klien, dalam hal ini gangguan eliminasi urine. Pemisahan data dasar dan fokus ini membantu perawat untuk lebih terfokus dalam mengidentifikasi masalah dan merencanakan intervensi yang tepat. Data dasar membantu memberikan konteks, sementara data fokus membimbing perawat dalam mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang efektif dan terarah.

IV.Perencanaan dan Implementasi Asuhan Keperawatan

Setelah pengkajian, perawat merumuskan diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan, dan merencanakan intervensi untuk mengatasi masalah eliminasi urine. Perencanaan mencakup tindakan untuk meningkatkan kesehatan dan intervensi terapeutik, serta mempertimbangkan kebutuhan klien untuk mengontrol fungsi tubuhnya. Implementasi asuhan keperawatan pada Tn. B, yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan antara tanggal 17-21 Juni 2013, difokuskan pada mengatasi masalah gangguan eliminasi urine yang dialaminya. Hasil implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan pada kasus ini juga didiskusikan.

1. Perencanaan Asuhan Keperawatan

Setelah pengkajian, perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan dengan menetapkan tujuan dan hasil akhir yang diharapkan untuk setiap diagnosa keperawatan. Rencana tersebut menggabungkan aktivitas untuk meningkatkan kesehatan dan intervensi terapeutik bagi klien yang mengalami masalah eliminasi urine. Intervensi preventif mungkin diperlukan untuk klien yang berisiko mengalami masalah perkemihan. Perawat merencanakan terapi sesuai dengan tingkat keparahan risiko pada klien. Proses perencanaan juga mempertimbangkan lingkungan rumah klien dan kebiasaan eliminasi rutinnya yang normal. Penting untuk memahami kebutuhan klien dalam mengontrol fungsi tubuhnya, karena perubahan eliminasi urine dapat menyebabkan rasa malu, tidak nyaman, dan frustasi. Perawat dan klien bekerja sama untuk menetapkan langkah-langkah guna mempertahankan keterlibatan klien dalam asuhan keperawatan untuk mempertahankan eliminasi urine yang normal (Marilyn E, 1999). Tujuan asuhan keperawatan meliputi peningkatan pengetahuan klien tentang eliminasi urine, pencegahan komplikasi, dan peningkatan kualitas hidup.

2. Implementasi Asuhan Keperawatan pada Tn. B

Implementasi asuhan keperawatan pada Tn. B di ruang Rindu A2 RSUP H. Adam Malik Medan, dilakukan antara tanggal 17 Juni sampai 21 Juni 2013. Asuhan keperawatan ini berfokus pada masalah gangguan eliminasi urine yang dialami Tn. B. Dokumen menyebutkan bahwa pengkajian dilakukan dari berbagai aspek, meliputi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Setelah analisis data dari hasil pengkajian, masalah keperawatan mengenai gangguan eliminasi urine diidentifikasi, dan direncanakan tindakan keperawatan yang sesuai. Namun, dokumen juga mencatat bahwa setelah rencana dilaksanakan, masalah eliminasi urine pada Tn. B belum teratasi sepenuhnya. Ini menunjukkan bahwa evaluasi dan modifikasi rencana asuhan keperawatan sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Informasi detail mengenai intervensi keperawatan yang diberikan kepada Tn. B dan responnya terhadap intervensi tersebut diperlukan untuk melengkapi bagian ini.

V.Kesimpulan dan Saran

Studi kasus ini menyimpulkan pentingnya asuhan keperawatan yang komprehensif untuk pasien dengan gangguan eliminasi urine. Rumah sakit perlu menyediakan fasilitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan eliminasi urine pasien. Mahasiswa keperawatan perlu meningkatkan pengetahuan mereka tentang eliminasi urine dan asuhan keperawatan yang terkait. Saran untuk meningkatkan pelayanan dan pembelajaran di bidang keperawatan untuk masalah eliminasi urine juga diberikan.

1. Kesimpulan Studi Kasus

Kesimpulan dari studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. B di RSUP H. Adam Malik Medan menekankan pentingnya asuhan keperawatan yang komprehensif untuk pasien dengan gangguan eliminasi urine. Studi kasus ini menunjukkan bahwa meskipun rencana asuhan keperawatan telah disusun dan diimplementasikan, masalah eliminasi urine pada Tn. B belum sepenuhnya teratasi. Hal ini menyoroti perlunya evaluasi yang cermat dan modifikasi rencana asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang lebih baik. Kesimpulan ini juga menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang fisiologi eliminasi urine dan faktor-faktor yang mempengaruhinya bagi tenaga kesehatan. Selain itu, dibutuhkan fasilitas yang memadai di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan eliminasi urine pasien.

2. Saran untuk Peningkatan Pelayanan dan Pendidikan

Saran yang diberikan menekankan pentingnya perhatian lebih dari pihak rumah sakit dalam pelayanan kepada pasien dengan gangguan eliminasi urine, termasuk penyediaan fasilitas yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan eliminasi mereka. Bagi mahasiswa keperawatan, disarankan untuk lebih giat dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kebutuhan eliminasi urine pada pasien di rumah sakit. Ini menunjukkan pentingnya pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi untuk pasien dengan masalah eliminasi urine. Saran ini juga menyiratkan perlunya peningkatan kualitas pendidikan keperawatan agar lulusan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam menghadapi berbagai kasus gangguan eliminasi urine. Penting juga untuk terus melakukan evaluasi dan penelitian untuk meningkatkan praktik asuhan keperawatan dalam mengatasi masalah ini.