Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi

Informasi dokumen

instructor Dr. Dedi Ardinata, M.Kes (Dekan Fakultas Keperawatan USU Medan)
Sekolah

Universitas Sumatera Utara (USU)

Jurusan Keperawatan
Tempat Medan
Jenis dokumen Karya Tulis Ilmiah (untuk menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan)
Bahasa Indonesian
Format | PDF
Ukuran 3.10 MB
  • Asuhan Keperawatan
  • Kebutuhan Dasar Oksigenasi
  • Tumor Paru

Ringkasan

I.Latar Belakang Masalah Tumor Paru

Karya tulis ini membahas asuhan keperawatan pada Tn. S, pasien tumor paru di RSUP H. Adam Malik Medan. Tumor paru merupakan penyebab kematian utama akibat tumor, dengan prevalensi tinggi di berbagai negara, termasuk Indonesia (data Riskedas 2007 menunjukkan prevalensi 0.8% di Jawa Tengah, tertinggi di Kabupaten Magelang 1.6%). Gejala khas meliputi batuk, hemoptisis, nyeri dada, dan dispnea. Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan sinar-X, CT scan, MRI, PET/CT, dan sitologi. Kasus baru terus meningkat, dipicu faktor seperti merokok (sekitar 60 zat karsinogen dalam asap rokok). Penelitian ini fokus pada gangguan pertukaran gas dan ketidakefektifan pola nafas yang sering terjadi pada pasien tumor paru.

1. Pentingnya Penanganan Cepat Tumor Paru

Tumor paru merupakan penyakit serius yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat. Dokumen ini menekankan bahwa tumor paru adalah penyebab utama kematian akibat tumor baik pada pria maupun wanita. Data WHO tahun 2000 mencatat 1,2 juta kematian akibat tumor paru di seluruh dunia, mewakili 17,8% dari total mortalitas akibat tumor. Hal ini menyoroti urgensi dalam penanganan penyakit ini dan perlunya asuhan keperawatan yang efektif dan komprehensif untuk meningkatkan peluang kesembuhan dan kualitas hidup pasien. Data dari berbagai sumber, termasuk Riskedas 2007, menunjukkan peningkatan prevalensi yang mengkhawatirkan di berbagai daerah di Indonesia, menunjukkan pentingnya penelitian lebih lanjut dan peningkatan kesadaran akan penyakit ini.

2. Gejala Klinis dan Metode Diagnosa Tumor Paru

Dokumen ini menjelaskan gejala klinis tumor paru yang perlu diwaspadai. Gejala khas meliputi batuk, hemoptisis (batuk bercampur darah), rasa penuh dan nyeri di dada, dispnea (sesak napas) dengan frekuensi pernapasan lebih dari 26 kali per menit, dan demam. Selain itu, gejala non-spesifik lainnya juga dapat muncul. Untuk menegakkan diagnosis, beberapa metode pemeriksaan digunakan, termasuk sinar-X, CT scan, MRI, PET/CT, dan pemeriksaan sitologi. Ketersediaan metode diagnostik ini sangat penting untuk mendeteksi tumor paru secara dini sehingga penanganan dapat dilakukan secara efektif dan tepat waktu, meningkatkan peluang kesuksesan pengobatan.

3. Meningkatnya Kasus Tumor Paru dan Faktor Risiko

Dokumen ini menyoroti peningkatan kasus baru tumor paru secara signifikan di berbagai negara, termasuk di negara-negara maju. America Cancer Society memperkirakan 1,5 juta kasus baru setiap tahunnya di negara maju, dengan angka yang tinggi di Amerika (173.000 kasus/tahun) dan Inggris (40.000 kasus/tahun). Di Indonesia, data Riskedas 2007 menunjukkan prevalensi 0,8% di Jawa Tengah, dengan angka tertinggi di Kabupaten Magelang (1,6%) dan Cilacap (1,5%). Peningkatan ini dikaitkan dengan faktor risiko utama, yaitu penggunaan tembakau. Asap rokok mengandung sekitar 60 zat karsinogen yang dapat menyebabkan mutasi DNA dan memicu perkembangan karsinoma paru. Informasi ini menekankan pentingnya pencegahan melalui kampanye anti-rokok dan deteksi dini untuk mengurangi angka kejadian.

II.Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi

Pengkajian fisik sistem respirasi meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dada. Inspeksi menilai bentuk dada, penggunaan otot bantu nafas, dan frekuensi respirasi (RR). Palpasi mengevaluasi fremitus taktil. Perkusi menentukan resonansi paru. Auskultasi mendeteksi suara nafas normal (vesikuler) dan abnormal (ronki, crackles). Pada Tn. S, ditemukan ketidakefektifan pola nafas (RR 26x/menit), suara nafas ronki, dan penggunaan otot bantu nafas, mengindikasikan gangguan pertukaran gas. Pemeriksaan juga mencakup pengkajian data subjektif seperti riwayat batuk, sesak nafas (dispnea), nyeri dada, dan riwayat merokok.

1. Inspeksi Palpasi Perkusi dan Auskultasi Thoraks

Pengkajian fisik sistem respirasi pada pasien dilakukan secara sistematis menggunakan empat teknik utama: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi meliputi observasi bentuk dada, penggunaan otot bantu pernapasan, dan frekuensi pernapasan (RR). Palpasi dilakukan untuk menilai fremitus taktil, yaitu getaran yang dirasakan pada dinding dada saat pasien berbicara. Perkusi digunakan untuk menentukan resonansi atau pekaknya bunyi pada berbagai area paru. Auskultasi menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi napas, baik yang normal (vesikuler) maupun abnormal seperti ronki (wheezing) atau crackles (rales). Teknik-teknik ini dilakukan secara sistematis pada area dada posterior, lateral, dan anterior, dengan memperhatikan posisi dan anatomi paru-paru. Pencahayaan yang baik sangat penting untuk akurasi pemeriksaan.

2. Identifikasi Tanda dan Gejala Gangguan Pernapasan

Pengkajian juga memperhatikan tanda-tanda yang menunjukkan adanya gangguan fungsi pernapasan, termasuk perubahan frekuensi, volume, irama, dan usaha pernapasan. Penurunan oksigenasi dapat berdampak pada kewaspadaan mental pasien. Perawat harus jeli dalam mengidentifikasi setiap perubahan, baik pada sistem pernapasan maupun sistem tubuh lain yang mungkin terpengaruh. Contohnya, penggunaan otot bantu napas yang berlebihan mengindikasikan adanya kesulitan bernapas, sedangkan penonjolan pada ruang interkostal mengindikasikan upaya pernapasan yang berat. Pengkajian juga mencakup pengukuran ekskursi dada, yaitu pergerakan dada saat inspirasi dan ekspirasi, untuk menilai ekspansi paru-paru. Penurunan ekskursi dada dapat disebabkan oleh nyeri, deformitas postural, keletihan atau kondisi medis lain. Penjelasan detail tentang teknik palpasi fremitus taktil dan perkusi dada juga diberikan dalam dokumen ini.

3. Pengkajian Data Subjektif dan Objektif

Pengkajian meliputi data subjektif dan objektif. Data subjektif diperoleh melalui wawancara dengan pasien, meliputi keluhan seperti penurunan berat badan, sesak napas, nyeri dada, batuk (kering atau berdahak, berdarah), riwayat merokok, riwayat paparan polutan, riwayat alergi, dan riwayat penyakit keturunan. Data objektif diperoleh melalui observasi dan pemeriksaan fisik, meliputi frekuensi pernapasan (RR), penggunaan otot bantu pernapasan, dan temuan pada inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi dada. Perubahan RR dapat mengindikasikan adanya gangguan pernapasan, seperti sesak napas atau nyeri. Dokumentasi yang akurat dari data subjektif dan objektif sangat penting untuk menentukan diagnosa dan merencanakan intervensi keperawatan yang tepat. Pada kasus Tn. S, ditemukan beberapa temuan yang menunjukkan adanya gangguan pernapasan, seperti peningkatan RR, penggunaan otot bantu napas, dan suara napas ronki.

III.Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan Oksigenasi

Berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan yang muncul adalah: 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukus kental; 2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi; 3) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru; dan 4) Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi keperawatan difokuskan pada peningkatan oksigenasi, termasuk pemberian oksigen, penggunaan nebulizer (ventolin), dan pelatihan teknik batuk efektif. Intervensi lain meliputi pengaturan posisi tidur (semi-fowler) dan manajemen nutrisi untuk mengatasi mual dan muntah. Prioritas utama adalah pemenuhan kebutuhan dasar oksigenasi sesuai teori Maslow.

1. Identifikasi Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Pengkajian

Berdasarkan data subjektif (wawancara pasien) dan objektif (pemeriksaan fisik) yang didapatkan, ditetapkan beberapa diagnosa keperawatan untuk Tn. S. Diagnosa keperawatan yang utama berkaitan dengan masalah oksigenasi dan fungsi pernapasan. Beberapa diagnosa yang dirumuskan meliputi: 1) Bersihan jalan napas tidak efektif, berhubungan dengan sekresi mukus kental dan batuk tidak efektif; 2) Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan hipoventilasi; 3) Ketidakefektifan pola napas, berhubungan dengan penurunan ekspansi paru yang ditandai dengan sesak napas, frekuensi pernapasan (RR) 26x/menit, dan napas pendek dangkal; dan 4) Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan penurunan nafsu makan akibat efek samping kemoterapi. Rumusan diagnosa keperawatan ini menjadi dasar perencanaan intervensi untuk mengatasi masalah pasien.

2. Prioritas Pemenuhan Kebutuhan Dasar Oksigenasi

Dokumen ini menekankan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar oksigenasi merupakan prioritas utama dalam asuhan keperawatan Tn. S. Hal ini didasarkan pada teori Maslow yang menempatkan oksigenasi sebagai kebutuhan dasar manusia yang paling utama. Kekurangan oksigen dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan kerusakan otak, organ vital, dan bahkan kematian. Oleh karena itu, intervensi keperawatan difokuskan pada peningkatan oksigenasi jaringan dan perbaikan fungsi pernapasan. Penanganan masalah oksigenasi ini menjadi pusat perhatian dalam perencanaan asuhan keperawatan, mengingat kondisi pasien yang mengalami gangguan pernapasan akibat tumor paru.

3. Perencanaan Intervensi Keperawatan untuk Masalah Oksigenasi dan Masalah Lainnya

Perencanaan intervensi keperawatan didasarkan pada diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan. Untuk mengatasi masalah bersihan jalan napas tidak efektif, direncanakan pemberian terapi nebulizer dengan ventolin untuk mengencerkan dahak, serta pelatihan teknik batuk efektif. Untuk mengatasi gangguan pertukaran gas dan ketidakefektifan pola napas, intervensi meliputi pemberian oksigen tambahan, pengaturan posisi tidur semi-fowler untuk memaksimalkan ekspansi paru, dan pemantauan pola napas. Selain itu, perencanaan juga mencakup intervensi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien yang mengalami penurunan nafsu makan dengan anjuran makan sedikit tapi sering, serta pemberian air hangat untuk mengurangi mual. Semua intervensi ini bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi jaringan dan memperbaiki fungsi pernapasan pasien, serta mengatasi masalah sekunder yang muncul.

IV.Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan

Implementasi asuhan keperawatan dilakukan selama 17-20 Juni 2013. Evaluasi menunjukkan perbaikan sebagian pada sesak nafas, namun ketidakefektifan pola nafas masih terlihat. Pasien belum mampu melakukan teknik batuk efektif. Perbaikan yang terbatas dipengaruhi oleh waktu pengamatan yang singkat dan prognosis penyakit. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain diperlukan untuk penanganan lebih lanjut.

1. Implementasi Intervensi Keperawatan

Implementasi asuhan keperawatan dilakukan pada Tn. S di RSUP H. Adam Malik Medan, ruang RA3, kamar III2, selama tanggal 17-20 Juni 2013. Intervensi difokuskan pada empat diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan sebelumnya. Intervensi meliputi pemberian terapi nebulizer dengan ventolin, penggunaan oksigen tambahan, pengaturan posisi tidur semi-fowler, dan pelatihan teknik napas dalam dan batuk efektif. Selain itu, upaya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien juga dilakukan dengan memberikan makanan sedikit-sedikit tetapi sering, dan memberikan air hangat untuk mengurangi mual. Dokumentasi pelaksanaan intervensi dilakukan untuk menilai efektifitas intervensi yang diberikan.

2. Evaluasi Hasil Implementasi dan Hambatan yang Dihadapi

Evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas intervensi keperawatan yang telah diberikan. Setelah implementasi, pasien menyatakan sesak napas berkurang, tetapi masih dirasakan. Frekuensi pernapasan (RR) masih 26x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 36,7°C, dan denyut jantung 110x/menit. Pasien belum mampu melakukan teknik batuk efektif, meskipun merasa lebih nyaman dengan posisi semi-fowler. Penggunaan otot bantu napas dan pernapasan cuping hidung masih terlihat pada hari pertama dan kedua. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa selama tiga hari observasi, masalah belum sepenuhnya teratasi. Hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu observasi dan prognosis penyakit pasien yang merupakan tumor ganas yang membutuhkan terapi medis lebih lanjut. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sangat penting untuk penanganan optimal.

3. Kesimpulan Implementasi dan Evaluasi

Kesimpulan dari implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan menunjukkan bahwa intervensi yang diberikan memberikan perbaikan sebagian pada kondisi pasien. Namun, perbaikan belum optimal dan membutuhkan waktu serta terapi medis lebih lanjut. Keterbatasan waktu observasi menjadi kendala dalam menilai efektivitas intervensi secara menyeluruh. Studi kasus ini menyoroti pentingnya asuhan keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif dalam penanganan pasien tumor paru, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar oksigenasi dan mengatasi masalah pernapasan lainnya. Hasil pengkajian menunjukkan perubahan ekspansi paru yang berpengaruh pada pertukaran gas, pola napas, dan bersihan napas. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan dasar oksigenasi menjadi prioritas utama.

V.Kesimpulan

Studi kasus ini menunjukkan pentingnya asuhan keperawatan komprehensif dalam penanganan pasien tumor paru, khususnya dalam mengatasi masalah oksigenasi, gangguan pertukaran gas, dan ketidakefektifan pola nafas. Penanganan membutuhkan pendekatan multidisiplin dan pemantauan ketat kondisi pasien.

1. Perbaikan Sebagian Perlunya Penanganan Lanjutan

Kesimpulan dari studi kasus ini menunjukkan adanya perbaikan sebagian pada kondisi pasien Tn. S setelah dilakukan implementasi rencana keperawatan. Meskipun pasien merasakan sesak napas yang berkurang, beberapa masalah masih belum teratasi sepenuhnya. Frekuensi pernapasan (RR) masih tinggi (26 kali/menit), dan pasien belum mampu mempraktikkan teknik batuk efektif, meskipun merasa lebih nyaman dengan posisi semi-fowler. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan pasien dengan tumor paru membutuhkan waktu dan pendekatan yang lebih komprehensif. Perbaikan yang terbatas juga disebabkan oleh waktu observasi yang singkat (tiga hari), menunjukkan perlunya pemantauan dan intervensi jangka panjang.

2. Pentingnya Asuhan Keperawatan Komprehensif dan Kolaboratif

Studi kasus ini menekankan pentingnya asuhan keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif dalam menangani pasien dengan tumor paru. Perbaikan yang belum maksimal pada kondisi pasien menunjukkan bahwa intervensi keperawatan saja tidak cukup, dan dibutuhkan kolaborasi dengan tim medis lain untuk memberikan terapi obat yang tepat. Prognosis penyakit pasien yang merupakan tumor ganas juga mempengaruhi hasil akhir. Oleh karena itu, pendekatan multidisiplin yang melibatkan perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya sangat diperlukan untuk memberikan perawatan yang optimal dan meningkatkan peluang kesembuhan pasien.

3. Prioritas Pemenuhan Kebutuhan Dasar Oksigenasi

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pasien dengan diagnosa medis tumor paru mengalami perubahan ekspansi paru yang menyebabkan kerusakan proses pertukaran gas, pola napas, dan bersihan napas. Oleh karena itu, kesimpulan utama dari studi kasus ini adalah bahwa pemenuhan kebutuhan dasar oksigenasi merupakan prioritas utama dalam asuhan keperawatan pasien tumor paru. Intervensi keperawatan harus difokuskan pada peningkatan oksigenasi jaringan dan perbaikan fungsi pernapasan untuk meningkatkan kualitas hidup dan peluang kesembuhan pasien. Studi kasus ini memberikan gambaran penting tentang kompleksitas penanganan pasien tumor paru dan pentingnya pendekatan holistik yang mengintegrasikan berbagai aspek perawatan.